Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HEMORRHOID

2.1.1 DEFINISI

Hemorrhoid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam anal kanal.

Hemorrhoid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu

mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luas vena yang terkena.

Hemorrhoid juga biasa terjadi pada wanita hamil. Tekanan intra abdomen

yang meningkat oleh karena pertumbuhan janin dan juga karena adanya

perubahan hormon menyebabkan pelebaran vena hemoroidalis. Pada

kebanyakan wanita,hemorrhoid yang disebabkan oleh kehamilan

merupakan hemoroid temporer yang berarti akan hilang beberapa waktu

setelah melahirkan. Hemorrhoiddiklasifiksasikan menjadi dua tipe.

Hemorrhoid internal yaitu hemorrhoid yang terjadi diatas sfingter anal

sedangkan yang muncul di luar sfingter anal disebut hemorrhoid eksternal.

(brunner & suddarth, 1996).

Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih

vena hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran

vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan

beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar

anorektal (Felix, 2006).

2.1.2 EPIDEMIOLOGI

6
Berdasarkan data yang diperoleh dari United States Cancer

Statistics pada tahun 2007 terdapat 142.672 orang yang didiagnosa

menderita tumor rektum di Amerika Serikat, dengan rincian 72.755 pria dan

69.917 wanita. Sementara itu penelitian yang dilakukan di Hemorrhoid

Care Medical Clinic didapatkan hasil bahwa sebanyak 90% pasien tumor rektum

juga menderita hemorrhoid. (United State Cancer Statistics, 2010).

Prevalensi hemorrhoid di Indonesia juga


tergolong cukup tinggi.

Di RSCM Jakarta pada dua tahun terakhir, hemorrhoid mendominasi

sebanyak 20% dari pasien kolonoskopi (Osman N, 2011).Sedangkan

di RS Bhakti Wira Tamtama Semarang pada tahun 2008 dari 1575 kasus

di instalasi rawat jalan klinik bedah, kasus hemorrhoid mencapai 16%

dari seluruh total kasus di instalasi tersebut. Penelitian yang

dilakukan pada penderita hemorrhoiddi rumah sakit tersebut diperoleh

hasil bahwa terdapat hubungan antara riwayat keluarga dan

konstipasi dengan kejadian hemorrhoid(Irawati D, 2008).

2.1.3 ETIOLOGI

Etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti,

beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah penuaan,

konstipasi atau diare kronik, penggunaan toilet yang berlama-lama, dan

posisi tubuh misal duduk dalam waktu yang lama (Villalba dan Abbas,

2007).

7
Menurut Mutaqqin (2011), kondisi hemorrhoid biasanya tidak

berhubungan dengan kondisi medis atau penyakit, namun ada beberapa

predisposisi penting yang dapat meningkatkan risiko hemorrhoid seperti

peradangan pada usus, kehamilan, konsumsi makanan rendah serat,

pekerjaan, obesitas dan hipertensi portal.

Hemoroid utamanya disebabkan karena terlalu lama duduk,

berjalan dalam jarak jauh, aktivitas kerja yang berlebihan, kesukaan pada

makanan pedas dan berminyak, diare kronis dan konstipasi memiliki peran

penting pada pembesaran tendon dan pembuluh darah sekitar anus.

(Yanfu, 2002).

Penyebab hemoroid diantaranya adalah keturunan, anatomi vena

yang tidak memiliki katup, pekerjaan yang berat, pertambahan usia,

endokrin seperti pada wanita hamil, mekanis seperti keadaan yang

mengakibatkan timbulnya tekanan meninggi dalam rongga perut, fisiologis

seperti bendungan pada peredaran darah portal, dan radang adalah faktor

penting yang menyebabkan vitalitas jaringan di daerah berkurang

(Suprijono, M.A, 2009).

2.1.4 PATOFISIOLOGI

Hemoroid dikatakan sebagai penyakit keturunan. Namun sampai

saat ini blum terbukti kebenarannya. Akhir-akhir ini, keterlibatan bantalan

anus (anal cushion) makin dipahami sebagai dasar terjadinya penyakit ini.

Bantalan anus merupakan jaringan lunak yang kaya akan pembuluh darah.

8
Agar stabil, kedudukannya disokong oleh ligamentum Treitz dan lapisan

muskularis submukosa. Bendungan dan hipertrofi pada bantalan anus

menjadi mekanisme dasar terjadinya hemoroid. Pertama, kegagalan

pengosongan vena bantalan anus secara cepat saat defekasi. Kedua,

bantalan anus terlalu mobile, dan ketiga, bantalan anus terperangkap oleh

sfingter anus yang ketat. Akibatnya, vena intramuskular kanalis anus akan

terjepit (obstruksi). Proses pembendungan diatas diperparah lagi apabila

seseorang mengedan atau adanya feses yang keras melalui dinding rektum

(Felix, 2006).

Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui

vena mesenterika superior, vena mesentrika inferior, dan vena

hemoroidalis superior (bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke

hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena

iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis

antara vena hemoroidalis superior, media, dan inferior sehingga tekanan

portal yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke

dalam vena dan mengakibatkan hemoroid (Price dan Wilson, 2006).

Pleksus hemorroidalis merupakan sistem artereriovenous

anastomosis yang terletak didaerah submukosa kanalis analis. Terdapat dua

buah pleksus yaitu pleksus hemorrhoidalis internal dan eksternal yang

terpisah satu dengan yang lainnya, sebagai batas adalah linea dentata. Ada

3 hal untuk diketahui, yaitu pertama adalah mukosa rektum atau mukosa

anodermal, kemudian stroma jaringan yang berisi pembuluh darah, otot

9
polos dan jaringan ikat penunjang serta ketiga adalah jangkar (anchor) yang

akan melindungi pleksus hemorrhoid dari mekanisme kerja sfinkter ani.

Dengan bertambah usia dan berbagai faktor pemburuk (seperti bendungan

sistem porta, kehamilan, PPOK, konstipasi kronik, keadaan yang

menimbulkan tekanan intrapelvis meningkat) maka jaringan penunjang

dapat menjadi rusak akibatnya pleksus akan menonjol dan turun dan

memberikan gejala (Djumnaha, 2013).

2.1.5 KLASIFIKASI HEMORRHOID

Berdasarkan letaknya, hemoroid dibagi menjadi 3 yaitu hemoroid

eksterna, interna, dan campuran. Dikatakan eksterna karena benjolan

terletak dibawah linea pectinea. Hemoroid eksterna mempunyai 3 bentuk

yaitu bentuk hemoroid biasa yang letaknya distal linea pectinea, bentuk

trombosis, dan bentuk skin tags. Biasanya benjolan pada hemoroid

eksterna akan keluar dari anus bila mengedan, tapi dapat dimasukkan

kembali dengan jari. Rasa nyeri pada perabaan menandakan adanya

trombosis, yang biasanya disertai penyulit seperti infeksi atau abses

perianal. Berlawanan dengan hemoroid eksterna, benjolan pada hemoroid

interna terletak diatas linea pectinea. Hemoroid interna merupakan

benjolan dari vena hemoroidalis internus yang dilapisi epitel dari mukosa anus.

Pada posisi litotomi, benjolan paling sering terdapat pada jam 3, 7, dan 11.

Ketiga letak itu dikenal dengan three primary haemorrhoidal areas (Felix, 2006).

Secara anoskopi, berdasarkan letaknya hemorrhoid terbagi atas 2,

yaitu hemorrhoid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan vena

10
hemorrhoidalis inferior yang timbul di sebelah luar musculus sphincter ani.

Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk

akut dapat berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus yang

merupakan suatu hematoma. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal

karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemorrhoid

eksterna kronis atau skin tag biasanya merupakan sequele dari hematoma

akut. Hemorrhoid interna merupakan pelebaran dan penonjolan vena

hemorrhodialis superior dan media yang timbul di sebelah proksimal dari

muskulus sphincter ani. Kedua jenis hemorrhoid ini sangat sering dijumpai

(Ulima, 2013).

2.1.6 DERAJAT HEMORRHOID

Hemoroid interna dibagi menjadi 4 derajat berdasarkan gambaran

klinisnya(Pablo AC, 2003). Derajat I yaitu pembesaran hemoroid yang

tidak prolaps keluar kanal anus tanpa melewati linea dentata. Derajat II

meliputi pembesaran hemoroid yang prolaps melewati linea dentata, dapat

terlihat dari luar dan dapat masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.

Derajat III yaitu pembesaran hemoroid yang prolaps keluar dan dapat

masuk ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari (Steven DW, 2005). Derajat

IV yaitu prolaps hemoroid yang sudah permanen. Pada derajat ini bisa

terjadi trombosis dan infark (Marcellus SK, 2006).

2.1.7 MANIFESTASI KLINIS

11
Perdarahan umumnya merupakan tanda utama pada penderita

hemorrhoid interna akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang

keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses, dapat

hanya berupa garis pada anus atau kertas pembersih sampai pada pendarahan

yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun berasal

dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar. Pendarahan luas dan

intensif di pleksus hemorrhoidalis menyebabkan darah di anus merupakan

darah arteri. Pendarahan hemorrhoid yang berulang dapat berakibat

timbulnya anemia berat. Hemorrhoid yang membesar secara perlahan-

lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal

penonjolan ini hanya terjadi pada saat defekasi dan disusul oleh

reduksisesudah selesai defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut hemorrhoid

interna didorong kembali setelah defekasi masuk kedalam anus. Akhirnya

hemorrhoid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps

menetap dan tidak dapat terdorong masuk lagi. Keluarnya mucus dan

terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan ciri hemorrhoid yang

mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa

gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh

kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mucus. Nyeri hanya

timbul apabila terdapat trombosis yang meluas dengan udem meradang

(Sjamsuhidajat, 1998).

12
Gambar 2.1. Hemorrhoid interna( Sumber : Sjamsuhidajat, 1998 ).

Gambar 2.2. Hemorrhoid eksterna.

2.1.8 KRITERIA DIAGNOSIS

2.1.8.1 Anamnesis

 Onset : biasanya mendadak, walaupun harus dibedakan apakah

sebelumnya ada riwayat buang air besar tidak seperti biasanya,

yang bisa menunjukkan adanya neoplasma kolon atau colitis.

13
 Nyeri abdomen : walaupun nyeri kolik ringan merupakan

gejala nonspesifik, nyeri yang berat menunjukkan adanya

iskemia intestinal.

 Komorbiditas signifikan : ditemukannya komordibitas yang

signifikan penting sebagai pedoman resusitasi dan intervensi

spesifik (Davey, P, 2002)

2.1.8.2 Pemeriksaan Fisis

 Pemeriksaan sirkulasi (denyut nadi, TD) : adanya syok harus

dikenali dan ditangani sedini mungkin.

 Pemeriksaan abdomen : tidak terabanya massa pada abdomen

belum menyingkirkan kemungkinan keganasan.

 Bruit : bisa terdengar namun jarang, merupakan tanda ateroma

mesentrika dan iskemia potensial.

 Pemeriksaan rektum : bisa mengidentifikasi kanker rektal

bawah dan dapat membedakan perdarahan saluran pencernaan

atas dan bawah secara klinis. Sigmoidoskopi rigid seringkali

menunjukkan pemandangan terbatas bila jumlah perdarahan

banyak (Davey P, 2002)

Diagnosa hemoroid dapat ditegakkan salah satunya dengan

anoskopi pada anus dan rektum dengan menggunakan sebuah spekulum.

14
Pemeriksaan ini dapat menentukan letak dari hemoroid tersebut (Ulima,

2013).

2.1.9 TATA LAKSANA

Penatalaksanaan hemorrhoid pada umumnya meliputi modifikasi

gaya hidup, perbaikan pola makan dan minum serta perbaikan cara

defekasi. Diet seperti minum 30-40 ml/kgBB/hari dan makanan tinggi

serat 20-30 g/hari. Perbaikan pola defekasi dapat dilakukan dengan

merubah kebiasaan jongkok saat defekasi. Penanganan lain seperti

melakukan warm sits baths dengan merendam area rektal pada air

hangat selama 10-15 menit 2-3 kali sehari (Winangun, 2013).

Penatalaksanaan farmakologi untuk hemorrhoid yaitu :

(1) Obat-obatan yang dapat memperbaiki defekasi. Serat bersifat

laksatif memperbesar volume tinja dan meningkatkan peristaltik.

(2) Bentuk suppositoria untuk hemorrhoid interna dan ointment untuk

hemorrhoid eksterna (Winangun, 2013).

(3) Obat untuk menghentikan pendarahan campuran diosmin dan

hesperidin (Winangun, 2013)

(4) Terapi topikal dengan nifedipine dan krim lidokain lebih efektif

untuk menghilangkan rasa sakit (Perotti, P. 2011).

15
Pada pasien hemoroid eksternal berat, pengobatan dengan eksisi

atau insisi dan evakuasi dari trombus dalam waktu 72 jam dari onset

gejala lebih efektif daripada pengobatan konservatif (Greenspon J,

2004). Penatalaksanaan invasif dilakukan bila manajemen konservatif

mengalami kegagalan, antara lain:

1. Rubber band ligation merupakan prosedur dengan

menempatkan karet pengikat di sekitar jaringan hemorrhoid

interna sehingga mengurangi aliran darah ke jaringan tersebut

menyebabkan hemorrhoid nekrosis, degenarasi, dan ablasi

(Poen AC, 2000).

2. Penatalaksanaan bedah hemoroidektomi (Winangun, 2013).

Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya hemorrhoid dengan minum yang cukup, makan

sayuran, dan buah-buahan, sehingga kotoran kita tidak mengeras.

Kebiasaan malas minum juga dapat mengganggu ginjal oleh karena

kurangnya cairan dalam tubuh. Usahakan minum yang cukup, imbangi

dengan olahraga, sehingga perut tidak mual saat minum air putih. Makan

makanan yang banyak serat juga akan memberikan manfaat mengurangi

penyerapan lemak sehingga kolesterol menjadi aman (Gotera, 2006).

Mengurangi angkat beban terlalu berat karena dengan mengangkat

benda berat tersebut akan ada penekanan yang kuat dari penderita dan juga

penderita akan mengejan dengan keras. Duduk terlalu lama, sebaiknya

16
tidak duduk terlalu lama apalagi jika tidak ada gerakan apapun. Hal itu

akan membahayakan dan akan terkena efek sakit pada bagian dubur atau

pantat.

2.1.10 PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis hemorrhoid baik apabila ditangani

dengan tepat. Dengan terapi yang sesuai, semua hemorrhoid

simptomatis dapat dibuat menjadi asimptomatis. Pendekatan konservatif

hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada semua kasus.

Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Setelah

terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan

makan makanan berserat agar dapat mencegah timbulnya gejala

hemorrhoid.

2.2 KERANGKA TEORI

KONSTIPASI

JENIS AKTIVITAS FISIK

HEMORRHOID

POLA HIDUP

RIWAYAT HEMORRHOID
PADA KELUARGA

17
RIWAYAT TUMOR
REKTUM

Diagram 2.1 Kerangka Teori Penelitian

18

Anda mungkin juga menyukai