Anda di halaman 1dari 7

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi besar dalam
bidang pertambangan. Hal tersebut terbukti bahwa, pada tahun 2007 Indonesia
menempati peringkat dua dunia penghasil timah, peringkat lima penghasil nikel
dan tembaga serta peringkat tujuh penghasil batubara dan emas di dunia. Besarnya
hasil pertambangan Indonesia tersebut menjadikan kegiatan usaha dan ekspor
bahan tambang sebagai salah satu kontribusi terbesar bagi pendapatan Indonesia
dan juga menjadi penyangga kondisi ekonomi Indonesia.
Terhadap bahan tambang tersebut negara memiliki hak untuk
menguasainya, hal tersebut berdasarkan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945 yang menyatakan bahhwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat”. Pasal tersebut kemudian melahirkan Hak Penguasaan
Negara, merupakan penguasaan semacam pemilikan oleh negara untuk mengatur
dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan bahan tambang

Tingginya resiko dalam kegiatan penanaman modal dalam sektor


pertambangan, menjadikan sektor ini menjadi salah satu sektor yang diatur
secara ketat oleh berbagai regulasi. Salah satu bentuk regulasi dalam sektor
pertambangan adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”), yang menggantikan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan (“UU Pertambangan 1967”).

Berdasarkan UU Minerba dan PP 75 Tahun 2001 pemerintah


kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk memberikan Izin Usaha
Pertambangan (“IUP”) yang wilayahnya berada dalam satu wilayah
kabupaten/kota. Sedangkan pemerintah daerah provinsi berwenang untuk
memberikan IUP yang wilayahnya lintas kabupaten/kota. Sehingga perizinan di
bidang tambang kini tidak lagi bersifat sentralistik, tidak seperti ketika UU
Pertambangan 1967 baru diberlakukan.

1
1.2 Rumusan Masalah
A. Apa yang dimaksud dengan tumpang tindih ?
B. Apa saja tumpang tindih yang biasa terjadi ?
C. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih ?
D. Apa sanksi yang diberikan apabila terjadi tumpang tindih ?

1.3 Maksud Dan Tujuan


A. Dapat memahami definisi dari tumpang tindih.
B. Memahami jenis-jenis tumpang tindih yang biasa terjadi.
C. Mengetahui Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya tumpang
tindih.
D. Mengetahui sanksi yang diberikan apabila terjadi tumpang tindih ?

2
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perizinan Pengusaan Pertambangan


Salah satu hal yang paling mendasar dari UU Minerba adalah bergesernya
pola hubungan antara Pemerintah dengan pelaku usaha pertambangan. Selama
ini hubungan Pemerintah dengan pelaku usaha pertambangan adalah hubungan
kontraktual, dimana keduanya sebagai subjek hukum yang melakukan perbuatan
perdata dan memiliki kedudukan yang sama. Sedangkan berdasarkan UU
Minerba, Pemerintah dalam hal ini bertindak selaku pemberi izin pengusahaan
pertambangan mineral dan batubara. Terdapat tiga bentuk perizinan di bidang
pengusahaan pertambangan, yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin
Pertambangan Rakyat (IPR), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). IUP
Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi tersebut diberikan setelah perusahaan
pertambangan memperoleh Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), yaitu
wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP yang diperoleh melalui cara
lelang.

2.2 Tumpang Tindih


Tumpang tindih terjadi bila dalam suatu area terdapat lebih dari satu
peruntukkan wilayah. . Tumpang tindih tersebut dapat terjadi antar IUP maupun
antara IUP dengan sektor diluar pertambangan, seperti sektor kehutanan.

2.2.1 Tumpang tindih antar konsesi


Tumpang tindih antar konsesi merupakan IUP yang dikeluarkan oleh
Pemda ternyata masih masuk dalam wilayah izin yang dikelola oleh Pusat
seperti KK/PKP2B.

2.2.2 Tumpang tindih antar iup


Tumpang tindih antar iup disebabkan oleh permasalahan batas wilayah,
dimana belum adanya penetapan batas wilayah dari suatu kabupaten/kota
maupun provinsi.

3
2.2.3 Tumpang tindih antar iup dan kawasan hutan dilindungi
Tumpang tindih antar iup dan kawasan hutan yang dilindungi merupakan
banyaknya izin pertambangan yang berada di kawasan hutan yang tidak

boleh dilakukan kegiatan pertambangan (no go zone), yakni hutan


konservasi dan hutan lindung (secara penambangan terbuka).

2.3 Contoh Kasus Tumpang Tindih


2.3.1 Tumpang tindih antar konsesi
Berdasarkan temuan Korsup KPK tahun 2014, tumpang tindih IUP
dengan PKP2B jumlahnya mencapai 50-an izin, sebagian besar berada di
wilayah Kalimantan dan sebagian kecil di Sumatra Selatan. Hal itu terutama

terjadi pada saat terjadi konversi dari KK menjadi IUP, dimana


wilayah/area IUP yang diterbitkan oleh Pemda tersebut ternyata masih
menjadi area PKP2B.

2.3.2 Tumpang Tindih Antar IUP


Terdapat permasalahan batas wilayah antara IUP batubara di
Kabupaten Kutai Kartanegara dengan IUP batubara di Kabupaten Kutai
Timur. Sejumlah upaya untuk menengahi persoalan tersebut telah
dilakukan sebelumnya, yaitu dengan adanya kesepakatan Tim Penegasan
Batas Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Tim Penegasan Batas Daerah
Kabupaten Kutai Timur yang mana kesepakatan tersebut dituangkan dalam

Berita Acara Kesepakatan Batas tanggal 3 Desember 2010, dan Surat


Penegasan Batas Gubernur Kalimantan Timur No. 136/9187/BPPWK-

C/X/2012 tanggal 31 Oktober 2012 (Dirjen Minerba).

2.3.3 Tumpang Tindih Antar Iup Dan Kawasan Hutan Dilindungi


Hasil temuan Korsup tahun 2014 mencatat, jumlah seluruh izin tambang
baik mineral maupun batubara yang berada di kawasan hutan hampir mencapai

4
sekitar 26 juta hektar, dimana 6,3 juta hektar di antaranya berada di kawasan
hutan konservasi dan hutan lindung.
2.4 Faktor Penyebab Terjadinya Tumpang Tindih
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih, antara
lain :
A. kurangnya koordinasi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, baik
yang sifatnya sektoral maupun yang sifatnya lintas sektoral.
B. peningkatan pengawasan oleh Pemerintah terhadap penerbitan dan
pencabutan IUP yang dilakukan oleh Kepala Daerah di Indonesia juga
diperlukan.
C. belum adanya penetapan batas wilayah dari suatu kabupaten/kota

maupun provinsi.
D. Basis data yang lemah
E. lambatnya tindak lanjut dari pengakhiran dan pencabutan izin-izin yang
telah berakhir atau habis masa berlakunya

F. lemahnya koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

2.5 Sanksi Akibat Tumpang Tindih

Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya


berhak memberikan sanksi administratif kepada pemegang IUP, IPR atau IUPK
yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam UU Minerba. Menteri, Gubernur,
atau Bupati/ Walikota sesuai dengan kewenangannya berhak memerintahkan
pemegang IUP, IPR atau IUPK untuk menghentikan sementara sebagian atau
seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi atau bahkan berhak melakukan
pencabutan IUP, IPR, atau IUPK.

5
III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
dari penjabaran materi di bab sebelumnya, dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu :
1. Tumpang tindih terjadi bila dalam suatu area terdapat lebih dari satu
peruntukkan wilayah.
2. Tumpang tindih yang biasa terjadi adalah tumpang tindih antar konsesi,
tumpang tindih antar iup, dan tumpang tindih antar iup dan kawasan hutan
yang dilindungi
3. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih, seperti
kurangnya koordinasi antar pemerintah, belum adanya batasan wilayah
yang jelas, dan lain-lain.
4. Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota berhak memberikan sanksi
administrative memerintahkan pemegang IUP, IPR atau IUPK untuk
menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau
operasi produksi atau bahkan berhak melakukan pencabutan IUP, IPR,
atau IUPK.

3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat lebih menambah banyak referensi agar lebih
memahami materi yang akan di diskusikan bersama dan agar lebih memperlancar
proses pembelajaran.

6
DAFTAR PUSTAKA

Budiono dan Ananda. 2017. Penataan izin batubara dalam koordinasi


dan supervisi KPK. Dalam https://acch.kpk.go.id/ id/
berkas/litbang/penataan-izin-batubara-dalam-koordinasi-dan-supervisi-
kpk (diakses 10 November 2019 Pukul 11.23 WIT)

Putri dan Dewi. 2014. Tumpang tindih izin usaha pertambangan mineral
dan batubara studi kasus pt ridlatama tambang mineral. Universitas
Indonesia. Depok. Dalam http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2017-
02/S57722-Rizqi%20Tsaniati%20Putri (Diakses pada 9 November
2019 Pukul 13.20 WIT)

Yuking,ana. 2011. Kepastian hukum dalam undang-undang minerba.


Universitas pelita harapan. Tangerang. Dalam https://ync.co.id/wp-
content/uploads/2018/12/Kepastian-Hukum-Dalam-Undang-Undang-
Minerba.pdf (diakses pada 10 November 2019 Pukul 10.03 WIT)

Anda mungkin juga menyukai