Komkes Buk Evi Kel 3

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan

hidup diri sendiri yang meliputi keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran

pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi

pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk

memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu

masyarakat tersebut (Pearson dan Nelson dalam Mulyana, 2009:5)

Semakin tua umur seseorang, maka semakin rentan seseorang tersebut

mengenai kesehatannya. Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal

pada pasien lanjut usia, atau selanjutnya penulis sebut sebagai lansia tidak hanya

bergantung kepada kebutuhan biomedis semata namun juga bergantung kepada

kondisi disekitarnya, seperti perhatian yang lebih terhadap keadaan sosialnya,

ekonominya, kulturalnya, bahkan psikologisnya dari pasien tersebut. Walaupun

seperti kita ketahui pelayanan kesehatan dari waktu ke waktu mengalami

perbaikan yang cukup signifikan pada pasien lansia, namun mereka pada

akhirnya tetap memerlukan komunikasi yang baik dan empati juga perhatian

yang “cukup” dari berbagai pihak, terutama dari keluarganya sebagai bagian

penting dalam penanganan masalah kesehatan mereka. Purwaningsih dan

Karlina (2012) menyebutkan bahwa hubungan saling memberi dan menerima

antara perawat dan pasien dalam pelayanan keperawatan disebut sebagai

komunikasi terapeutik perawat yang merupakan komunikasi profesional

1
perawat. Komunikasi terapeutik sangat penting dan berguna bagi pasien, karena

komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan

membantu pasien dalam menghadapi persoalan yang dihadapi olehnya (Utami,

2015, dalam Prasanti, 2017).

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan pengertian komunikasi Pada Klien Lansia ?

2. Sebutkan ciri-ciri dari karakteristik lansia?

3. Sebutkan Pendekatan Perawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi?

4. Jelaskan beberapa Teknik Komunikasi pada Lansia?

5. Jelaskan macam-macam Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia?

6. Bagaimana Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan?

7. Jelaskan beberapa Prinsip Komunikasi Terapeutik Pada Klien Lansia

dan Keluarga?

8. Bagaimana Strategi Komunikasi Terapeutik Pada Klien Lansia?

9. Jelaskan Prinsip Komunikasi Terapeutik Pada Klien Penyakit Kronik?

10. Jelaskan Reaksi Klien dan Keluarga Terhadap Penyakit Kronik?

11. Bagaimana Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Pada Klien

Penyakit Kronik?

C. Tujuan

Untuk dapat mengetahui tentang Komunikasi kepada lansia dan

komunikasi kepada masyarakat dengan penyakit kronis.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. KOMUNIKASI PADA KLIEN LANSIA

a. Karakteristik Lansia

Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia ( WHO )

mengelompokkan usia lanjut menjadi 4 macam, meliputi :

 usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.

 usia lanjut (elderly), kelompok usia antara 60-70 tahun.

 usia lanjut usia (old), kelompok usia antara 75-90 tahun

 usia tua (very old), kelompok usia diatas 90 tahun

Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan

usia namun perubahan-perubahan akibat dari usia tersebut telah dapat

di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek fisik berupa perubahan

neurologis dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran.

Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan

dan interpretasi terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga

menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.

Belum lagi perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat

intelegensia, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien. 

Perubahan emosi yang sering nampak adalah berupa reaksi

penolakan terhadap kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan

tersebut misalnya : 

3
 tidak percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan serta

keterangan yang diberikan petugas kesehatan

 mengubah keterangan yang diberikan sedemikian rupa, sehingga

diterima keliru

 menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit

 menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum,

khususnya tindakan yang langsung mengikutsertakan dirinya.

 menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi

tidur, terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

b. Pendekatan Perawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi

1. Pendekatan fisik

Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan,

kejadian yang dialami, perubahan fisik organ tubuh, tingkat

kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan serta

penyakit yang bisa dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini relatif

lebih mudah dilaksanakan dan dicari solusinya karena riil dan

mudah di observasi. 

2. Pendekatan psikologis

Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada

perubahan perilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang

lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini, perawat berperan

sebagai konselor, advokat, suporter, interpreter terhadap segala

4
sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah

rahsia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien. 

3. Pendekatan social

Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan

keterampilan berinteraksi dengan lingkungan. Mengadakan

diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan

kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari

pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama lansia

maupun  dengan petugas kesehatan.

4. Pendekatan spiritual

Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam

hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama

bagi klien dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.

Pendekatan spiritual ini cukup efektif terutapa bagi klien yang

mempunyai kesadaran yang tinggi dan latar belakang keagamaan

yang baik. 

c. Teknik Komunikasi pada Lansia

Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada

lansia, selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia,

petugas kesehatan atau perawat juga harus mempunya tehnik-tehnik

khusus agar komunikasi yang dilakukan dpat berlangsung lancar dan

sesuai dengan tujuan yang di inginkan.

5
Beberapa tehnik komunikasi yang dapat diterapkan anatara lain : 

1. Tehnik Asertif

Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami

pasangan bicara dengan menunjukkan sikap peduli, sabar

mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar

maksud komunikasi atau pembicaraan dapat dimengerti. Asertif

merupakan pelaksanaan etika berkomunikasi. Sikap ini akan

sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan

yang terapeutik dengan klien lansia. 

2. Responsif

Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi

pada klien merupakan bentuk perhatian petugas kepada klien.

Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau

kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya segera menanyakan

atau klarifikasi tentang perubahan tersebut, misalnya dengan

mengajukan pertanyaan, "Apa yang sedang Bapak/Ibu pikirkan

saat ini ? Apa yang bisa saya bantu ?". Berespon berarti bersikap

aktif, tidak menunggu bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas

kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi

klien. 

3. Fokus

Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten

terhadap materi komunikasi yang diinginkan. Ketika klien

6
mengungkapkan pernyataan-pernyataan diluar materi yang

diinginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud

pembicaraan. Upaya ini perlu diperhatikan karena umumnya klien

lansia senang menceritakan yang mungkin tidak relevan untuk

kepentingan petugas kesehatan.

4. Supportif

Perubahan yang terjadi pada lansia baik pada aspek fisik

maupun psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relatif

menjadi labil. Perubahan ini perlu disikapi dengan menjaga

kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan,

senyum dan menganggung kepala ketika lansia mengungkapkan

perasaannya sebagai sikap hormat dan menghargai sesama lansia

berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien

lansia sehingga lansia tidak merasa menjadi beban bagi

keluarganya, dengan demikian diharapkan klien termotivasi untuk

mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya. Selama memberi

dukungan baik secara moril maupun materil, petugas kesehatan

jangan sampai terkesan menggurui atau mengajari klien karena ini

dapat merendahkan kepercayaan klien kepada perawat atau

petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa

memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa

terkesan menggurui atau mengajari misalnya : "Saya yakin

Bapak/Ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu kami yakin

7
Bapak/Ibu mampu melaksanakan....dan bila diperlukan kami siap

membantu". 

5. Klarifikasi

Dengan berbagai perubahan yang terjadi dengan lansia,

sering proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancar.

Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan

memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan oleh

perawat agar maksud pembicaraan kita dapat diterima dan

dipersepsikan sama oleh klien. "Bapak/Ibu bisa menerima apa

yang saya sampaikan tadi ? bisa minta tolong Bapak/Ibu untuk

menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi?" 

6. Sabar dan Ikhlas

Seperti diketahui sebelumnya bahwa klien lansia umunya

mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan

kekanak-kanakan. Perubahan ini bila tidak disikapi dengan sabar

dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat

sehingga komunikasi yang dilakukan tidak terpeutik, solutif,

namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan

menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas

kesehatan.

d. Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia

8
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia

akan terganggu apabila ada sikap agresif dan sikap non asertif

1. Agresif

Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya ditandai

dengan perilaku-perilaku dibawah ini :

 berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawanbicara)

 meremehkan orang lain

 mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain

 menonjolkan diri sendiri

 mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan

perkataan maupun tindakan

2. Non Asertif

Tanda-tanda dari sikap non asertif ini adalah  :

 menarik diri bila diajak berbicara

 merasa tidak sebaik orang lain atau rendah diri

 merasa tidak berdaya

 tidak berani mengungkapkan keyakinan

 membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya

 tampil diam atau pasif

 mengikuti kehendak orang lain

 mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga ghubungan

baik dengan orang lain

9
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupakan hal yang

wajar seiring dengan menurunnya fungsi fisik dan psikologis klien.

Namun sebagai tenaga profesional kesehatan, perawat dituntut mampu

mengatasi keadaan tersebut, untuk itu perlu adanya tehnik atai tips-

tips tertentu yang perlu diperhatikan agar komunikasi dapat

berlangsung efektif, antara lain :

 Selalu mulai komunikasi dengan mengecek fungsi pendengaran klien

 Keraskan suara anda jika perlu.

 Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia sehingga

dia dapat melihat mulut anda.

 Atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi yang

baik. Kurangi gangguan visual dan   auditori. Pastikan adanya

pencahayaan yang cukup.

 Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat

kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi

merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif. 

 Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan

orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah

sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi klien untuk

mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.

 Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya, gunakan

kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.

 Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual

10
 Serasikan bahasa tubuh anda dengan pembicaraan anda, misalnya

ketika melaporkan hasil tes yang diingingkan, pesan yang menyatakan

bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya dibuktikan dengan

ekspresi, postur dan nada suara anda yang menggembirakan

( misalnya dengan senyum, ceria atau tertawa secukupnya )

 Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut

 Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab

pertanyaan anda.

 Biarkan dia membuat kesalahan, jangan menegurnya secara langsung,

tahan keinginan anda untuk menyelesaikan kalimat

 Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit

mendengarkannya

 Arahkan kesuatu topik pada suatu saat

 Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat dalam ruangan

bersama anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan pola

komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.

e. Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan

Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk

mengakui secara sadar terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau

kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata atau sesuatu yangmerupakan

ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima

perubahan yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin

komunikasi perlu memahami kondisi ini sehinggan dapat menjalin

11
komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang

relatif sensitif.

Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi

klien lansia dengan reaksi penolakan, antara lain :

1) Kenali segera reaksi penolakan klien

Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu

tertentu. Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak

membahayakan klien, orang lain serta lingkunganya.

2) Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri

sendiri

Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan

klien terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk

memandirikan klien.

3) Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat

Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas

kesehatan memperoleh sumber informasi atau data klien dan

mengefektifkan rencana / tindakan dapat terealisasi dengan baik dan

tepat.

f. Prinsip Komunikasi Terapeutik Pada Klien Lansia dan Keluarga

1) Komunikasi pada lansia memerlukan pendekatan khusus.

Pengetahuan yang dianggapnya benar tidak mudah digantikan

12
dengan pengetahuan baru sehingga kepada orang lansia, tidak dapat

diajarkan sesuatu yang baru.

2) Dalam berkomunikasi dengan lansia diperlukan pengetahuan tentang

sikap-sikap yang khas pada lansia. Gunakan perasaan dan pikiran

lansia, bekerja sama untuk menyelesaikan masalah dan memberikan

kesempatan pada lansia untuk mengungkapkan pengalaman dan

memberi tanggapan sendiri terhadap pengalaman tersebut

3) Berkomunikasi dengan lansia memerlukan suasana yang saling

hormat menghormati, saling menghargai, saling percaya, dan saling

terbuka.

4) Penyampaian pesan langsung tanpa perantara, saling memengaruhi

dan dipengaruhi, komunikasi secara timbal balik secara langsung,

serta dilakukan secara berkesinambungan, tidak statis, dan selalu

dinamis.

5) Kesulitan dalam berkomunikasi pada lanjut usia disebabkan oleh

berkurangnya fungsi organ komunikasi dan perubahan kognitif yang

berpengaruh pada tingkat intelegensia, kemampuan belajar, daya

memori, dan motivasi klien

g. Strategi Komunikasi Terapeutik Pada Klien Lansia

Kondisi Pasien Pasien ibu Sofi umur 68 tahun masuk rumah sakit

(MRS) dengan peradangan hati (hepar). Berdasarkan pemeriksaan fisik

didapatkan suhu badan 380 C, banyak keluar keringat, kadang-kadang

13
mual dan muntah. Palpasi teraba hepar membesar. Pasien mengatakan

bahwa diagnosis doktersalah, “Dokter salah mendiagnosa, tidak mungkin

saya sakit yang demikian karena saya selalu menjaga kesehatan”, Pasien

menolak pengobatan dan tidak mau dirawat. Pasien yakin bahwa dia

sehat-sehat saja dan tidak perlu perawatan dan pengobatan.

Diagnosis/Masalah Keperawatan: Denial (Penolakan)

Rencana Keperawatan:

a. Istirahatkan pasien di atas tempat tidur (bedrest).

b. Tingkatkan pemahaman pasien terkait kesehatannya.

c. Diskusikan masalah yang dihadapi dan proses terapi selama di

Rumah Sakit (RS).

B. KOMUNIKASI TERAPUETIK PADA KLIEN PENYAKIT KRONIK

Seseorang dengan penyakit kronis atau dengan penyakit terminal akan

mengalami rasa berduka dan kehilangan. Sebagai seorang perawat kita harus

mampu memahami hal tersebut. Komunikasi dengan klien penyakit terminal dan

kronis merupakan komunikasi yang tidak mudah. Perawat harus memiliki

pengethauan tentang penyakit yang mereka alami serta pengetahuan tentang

proses berduka dan kehilangan. Dalam berkomunikasi perewat menggunakan

konsep komunikasi terapeutik.

1. Prinsip Komunikasi Terapeutik Pada Klien Penyakit Kronik

14
Seseorang dengan penyakit kronis atau dengan penyakit terminal akan

mengalami rasa berduka dan kehilangan. Sebagai seorang perawat kita harus

mampu memahami hal tersebut. Komunikasi dengan klien penyakit terminal dan

kronis merupakan komunikasi yang tidak mudah. Perawat harus memiliki

pengethauan tentang penyakit yang mereka alami serta pengetahuan tentang

proses berduka dan kehilangan. Dalam berkomunikasi perewat menggunakan

konsep komunikasi terapeutik. Saat berkomunikasi dengan klien dengan kondisi

seperti itu bisa jadi akan timbul penolakan dari klien. Dalam menghadapi

kondisi tersebut, perawat menggunakan komunikasi terapetik.

Membangun hubungan saling percaya dan caring dengan klien dan

keluarga melaui penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar bagi

intervensi pelayanan paliatif (Mok dan Chiu, 2004 dikutip dari Potter dan Perry

2010).Dalam berkomunikasi, gunakan komunikasi terbuka dan jujur, tunjukkan

rasa empati. Dengarkan dengan baik, tetap berpikiran terbuka, serta amati respon

verbal an nonverbal klien dan keluarga. Saat berkomunikasi mungkin saja klien

akan menghindari topic pembicaraan, diam, atau mungkin saja menolak untuk

berbicara.

Hal tersebut adalah respon umum yang mungkin terjadi. Respon berduka

yang normal seperti kesedihan, mati rasa, penyangkalan, marah, membuat

komunikasi menjadi sulit. Jika klien memilih untuk tidak mendiskusikan

penyakitnya saat ini, perawat harus mengizinkan dan katakana bahwa klien bisa

kapan saja mengungkapkannya.

15
Beberapa klien tidak akan mendiskusikan emosi karena alasan pribadi

atau budaya, dan klien lain ragu – ragu untuk mengungkapkan emosi mereka

karena orang lain akan meninggalkan mereka (Buckley dan Herth, 2004 dikutip

dari potter dan perry 2010).

Memberi kebebasan klien memilih dan menghormati keputusannya akan

membuat hubungan terapeutik dengan klien berkembang. Terkadang klien perlu

mengatasi berduka mereka sendirian sebelum mendiskusikannya dengan orang

lain. Ketika klien ingin membicarakan tentang sesuatu, susun kontrak waktu dan

tempat yang tepat.

2. Reaksi Klien dan Keluarga Terhadap Penyakit Kronik

Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-

Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan :

a. Kehilangan kesehatan

b. Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa

klien merasa takut cemas dan pandangan tidak realistic, aktivitas

terbatas

c. Kehilangan kemandirian

d. Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat

ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan,

ketergantungan

e. Kehilangan situasi

16
f. Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama

keluarga kelompoknya

g. Kehilangan rasa nyaman

h. Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh

seperti panas, nyeri, dll

i. Kehilangan fungsi fisik

j. Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan

gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa

k. Kehilangan fungsi mentall.

l. Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti

klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi

dan berpikir efisien sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional

m. Kehilangan konsep diri Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya

berubah mencakup bentuk dan fungsi sehingga klien tidak dapat

berpikir secara rasional (body image) peran serta identitasnya. Hal ini

dapat akan mempengaruhi idealism diri dan harga diri rendah

n. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga.

3. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Pada Klien Penyakit

Kronik

Fase kehilangan dan teknik komunikasi terapeutik :

17
Tiap fase yang dialami oleh klien kronis memiliki karakteristik yang

berbeda sehingga perawat diharapkan juga memberikan respon berbeda yang

sesuai.

Dalam berkomunikasi, perawat harus memperhatikan fase mana yang

sedang dihadapi klien sehingga mudah bagi perawat menyesuaikan diri dengan

fase kehilangan yang dialami klien.

a) Fase Denial (Pengingkaran)

Reaksi pertama yang dialami individu saat kehilangan adalah syok, tidak

percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi dengan

mengatakan, “Tidak,saya tidak percaya itu terjadi”. Bagi klien atau keluarga

yang mengalami penyakit kronis akan terus menerus mencari informasi

tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah,

pucat, mual, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis,

gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut dapat berlangsung

beberapa menit sampai dengan beberapa tahun.

Teknik komunikasi yang digunakan:

1) Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang konstruktif

dalam menghadapi kehilangan

2) Selalu berada di dekat klien dan keluarga

3) Pertahankan kontak mata

b) Fase Anger (Marah)

18
Fase ini dimulai dari timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya

kehilangan. Individu menunjukkan perasaan emosi yang meningkat, yang sering

diproyeksikan kepada orang yang ada di sekitanya atau pada diri sendiri. Tidak

jarang klien/ keluarga menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak

pengobatan, atau menyalahkan dokter atau perawat yang merawatnya.

Respon fisik yang sering terjadi seperti muka merah,nadi cepat, gelisah,

susah tidur. Teknik komunikasi yang digunakan:

1) Memberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya

2) Mendengarkan aktif

3) Menggunakan teknik respek

c) Fase Bargaining (Tawar-Menawar)

Apabila individu sudah mampu memgungkapkan rasa marahnya secara

intensif, maka ia akan maju pada fase tawar-menawar dengan memohon

kemurahan hati Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata: “Kalau

saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan selalu berdoa”. Apabila proses

ini dialami oleh keluarga, maka pernyataan yang sering dijumpai seperti, “Kalau

saja yang sakit bukan anak saya..”

Teknik komunikas yang digunakan:

1) Mmberikan kesempatan untuk menawar

2) Menanyakan apa yang klien/keluarga inginkan

19
d) Fase Depression

Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri,

tidak mau berbicara, kadang bersikap sebagai pasien yang baik dan penurut atau

dengan ungkapan keputusasaan, perasaan tidak berharga.

Gejala fisik yang sering diperlihatkan seperti menolak makan, susah

tidur, letih, dorongan libido menurun.

Teknik komunikasi yang digunakan:

1) Biarkan klien/ keluarga mengekspresikan kesedihannya

2) Memberikan support pada klien/ keluarga e. Fase Acceptance (Penerimaan)

Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Fase

menerima biasanya dinyatakan dengan kata-kata, “Apa yang dapat saya lakukan

agar saya cepat sembuh?”. Apabila individu dapat menyelesaikan fase-fase

sebelumnya dan sampai pada fase damai atau penerimaan, maka akan dapat

mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangannya secara tuntas.

Akan tetapi, bila individu tetap berada pada salah satu fase, akan sulit baginya

untuk sampai menerima suatu kehilangan.

Teknik komunikasi yang dapat digunakan perawat: Sediakan waktu

untukmendiskusikan perasaan klien/keluarga terhadap kejadian kehilangan.s

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Karakteristik Lansia berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia

( WHO ) mengelompokkan usia lanjut menjadi 4 macam, meliputi: usia

pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun,usia lanjut (elderly),

kelompok usia antara 60-70 tahun,usia lanjut usia (old), kelompok usia antara

75-90 tahun usia tua (very old), kelompok usia diatas 90 tahun. Pendekatan

Perawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi : Pendekatan social,Pendekatan

psikologis,Pendekatan fisik, Pendekatan spiritual. Hambatan Berkomunikasi

Dengan Lansia yaitu : Agresif,Non Asertif. Dalam berkomunikasi perewat

menggunakan konsep komunikasi terapeutik:Prinsip Komunikasi Terapeutik

Pada Klien Penyakit Kronik,Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Pada

Klien Penyakit Kronik,Reaksi Klien dan Keluarga Terhadap Penyakit Kronik

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh

dari kesempurnaan, dengan sebuah pedoman yang bias dipertanggungjawabkan

dari banyaknya sumber penulis akan memperbaiki makalah tersebut. Oleh sebab

itu, penulis harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah

mengenai’’Komunikasi kepada lansia dan komunikasi kepada masyarakat

dengan penyakit kronis’’.

21
DAFTAR PUSTAKA

Mundakir, (2006). Komunikasi keperawatan dalam pelayanaan: Yogyakarta.

Graha Ilmu

Esthika ,Rika ,Windy. 2018 . Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan.

Padang : Andalas University Press.

22

Anda mungkin juga menyukai