Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

Dosen Pembimbing :
YOGA KERTAPATI , M.Kep., SP.Kep.Kom.

Disusun oleh :
Dimas Baskara Saputra
(1920050)

PROGRAM STUDI DIII-KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TAHUN AJARAN 2020/2021
A. KONSEP LANSIA

1. Definisi lansia
Menua adalah proses menghilangnya secara perlahan aktifitas jaringan untuk
memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki
kerusakan yang di derita (Darmojo,2010).
2. Batasan Umur Lansia
Batasan umur menurut organisasi WHO ada 4 tahap lansia meliputi : usia
pertengahan (Middle age ) = kelompok usia 45-59 tahun, usia lanjut (Elderly)
= antara 60-74 tahun, usia lanjut tua (Old) = antara 75-90 tahun, dan usia
sangat tua (Very Old) =diatas 90 tahun.
Di indonesia batasan mengenai lansia adalah 60 tahun ke atas, terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahtereraan lanjut usia
pada Bab 1 pasal 1 ayat 2 .Menurut undang-undang tersebut diatas lanjut
adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun
wanita (Kurhariyadi,2011).

3. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


a. Menurut nugroho (2000) perubahan fisik pada lansia adalah :
1. Sel

Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya


cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal,
dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme
perbaikan sel.
2. Sistem Persyarafan

Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun,


berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga
mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap
suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitive
terhadap sentuhan.
3. Sistem Penglihatan

Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya
membedakan warna menurun.

4. Sistem Pendengaran

Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara


atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi
atrofi menyebabkan otosklerosis.

5. Sistem Cardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung


menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan
sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah: kurang efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisidari tidur ke
duduk (duduk ke berdiri)bisa menyebabkan tekanan darah menurun
menjadi 65mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya
resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg,
diastole normal ± 95 mmHg.
6. Sistem pengaturan temperatur tubuh

Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu


thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
beberapa factor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara
lain: Temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan
tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi
rendahnya aktifitas otot.
7. Sistem Respirasi

Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik


nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan
kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya
aktifitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak
berganti.

8. Sistem Gastrointestinal

Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun,


pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun,
waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul
konstipasi, fungsi absorbsi menurun.

9. Sistem urinaria

Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun


sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi
atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun
dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks
sekunder.
10. Sistem Endokrin

Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH),


penurunan sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone,
dan testoteron.
11. Sistem Kulit

Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses


keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas
akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan
rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan
pada bentuk sel epidermis.

12. System Muskuloskeletal

Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan


pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon
mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga
gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.

b. Perubahan psikososial

1. Penurunan Kondisi Fisik


Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda ( multiple
pathology ), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin
keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh. Secara umum kondisi
fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami
penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan
gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang
selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada
orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang
sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhankebutuhan fisik dengan
kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada
usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya.
Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik,
misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.

2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan
jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis,
baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena
pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :

a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada


lansia.
b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya.
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya.
d. Pasangan hidup telah meninggal.

e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah


kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

3. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun


tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua
atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan
sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga
diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung
dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga
di atas.

Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang
merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-
olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut
sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif
maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan
dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar
pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan
pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk
mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau
tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan
terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu
dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap
memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan
kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan
pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing.
Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat
banyak jenis dan macamnya.

4. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat.

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak


fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk,
pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya
sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang
bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau
diasingkan.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya


lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya
ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti
anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut
membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau
sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup
namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi
hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.

B. KONSEP PENYAKIT HIPERTENSI PADA LANSIA

1. DEFINISI

Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik


yang intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95
mmHg atau lebih tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan
hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia
(Stockslager , 2008).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health
Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90
mmHg, dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai
hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin
(Marliani, 2007).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).

2. ETIOLOGI

Dari seluruh kasus hipertensi 90% adalah hipertensi primer. Beberapa faktor
yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer seperti berikut
ini (Udjianti, 2013).
1) Genetik individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.
2) Jenis kelamin dan usia
Laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita menopause tinggi untuk
mengalami hipertensi.
3) Diet
Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi.
4) Berat badan (obesitas).
5) Berat badan
> 25% diatas ideal dikaitkan dengan berkembang nya hipertensi.
6) Gaya hidup
Merokok dan konsumsi alkohol,stress dapat meningkatkan tekanan
darah.
Berikut ni beberapa kondisi yang menjadi penyebab hipertensi sekunder
(Udjianti, 2013):
a. Penggunaan kontrasepsi hormonal
Obat kontrasepsi yang berisi esterogen dapat menyebabkan hipertensi
melalui mekanisme renin-aldosteron-mediated volume expansion.
Dengan penghentian obat kontrasepsi, tekanan darah normal kembali
secara beberapa bulan.
b. Penyakit parenkim dan vaskuler ginjal
Ini merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi
renovaskuler berhubungan dengan penyempitan atu atau lebih arteri
renal pada klien dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklorosis atau
fibrous displasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrus). Penyakit
parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi dan perubahan
struktur serta fungsi ginjal.
c. Gangguan endokrin
Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan
hipertensi sekunder. Adrenal-medited hypertention di sebabkan
kelebihan primer aldosteron, koristol dan katekolamin. Pada
aldosteronisme primer
d. Coaretation aorta (penyempitan pembuluh darah aorta)
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi
beberapa tingkat pada aorta torasik atau abdominal. Penyempitan
penghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan
peningkatan darah diatas area kontriksi.

e. Kehamilan
Naiknya tekanan darah saat hamil ternyata dipengaruhi oleh hormon
estrogen pada tubuh. Saat hamil kadar hormon estrogen di dalam
tubuh memang akan menurun dengan signifikan. Hal ini ternyata
biasa menyebabkan sel-sel endotel rusak dan akhirnya menyebabkan
munculnya plak pada pembuluh darah. Adanya plak ini akan
menghambat sirkulasi darah dan pada akhirnya memicu tekanan darah
tinggi.
f. Merokok
Merokok dapat menyebakan kenaikan tekanan darah karena membuat
tekanan darah langsung meningkat setelah isapan pertama,
meningkatkan kadar tekanan darah sistolik 4 milimeter air raksa
(mmHg). Kandungan nikotin pada rokok memicu syaraf untuk
melepaskan zat kimia yang dapat menyempitkan pembuluh darah
sekaligus meningkatkan tekanan darah.

3. KLASIFIKASI

Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Darmojo, 1999) :


1. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90
mmHg.
2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari
160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu :
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit
lain

Klasifikasi Sistolik Diastolik (mmHg)


(mmHg)
Normal < 130 < 85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi ringan 140-159 90-99
(stadium 1 )
Hipertensi sedang 160-179 100-109
( stadium 2 )
Hipertensi berat 180-209 110-119
( stadium 3 )
Hipertensi sangat 210 atau 120 atau lebih
berat lebih
(stadium 4 )

( Widyanto dkk, 2013 )

4. WOC

Faktor yang dapat dikontrol faktor yang tidak dapat di kontrol

stress
obesita Jenis
merokok Konsumsi Konsumsi
umur kelamin
garam alkohol
berlebihan
Hormo
Darah
n p.pem Elastisita Pria lebih
yang
endofri b uluh s dinding rentan
berlebih Keasama
darah Garam
beredar di n darah aorta
Aldoste dapat
beresiko r on menyera
Menghala p.pembul Umur keatas
p air Jantung
Frekuensi n gi arus u h darah
60 denyut darah scr Volume dipaksa
normal darah memomp
jantung a
hipertensi

otak ginjal Pembuluh darah

Pembuluh Vasokontriksi
darah otak Vasokontriksi fatique
pembuluh darah

Suplai O2
Rangsang
Afterload
aldosteron Intoleransi
meningkat
aktivitas

Nyeri Akut Edema


Resiko
penurunan
curah jantung

Kelebihan volume
cairan
5. MENIFESTASI KLINIS

Menurut Rokhlaeni (2001) tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi:

1. Tidak Bergejala
Tidak ada gejala spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah,
selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa, jika kelainan arteri tidak
diukur, maka hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa.
2. Gejala yang lazim
Gejala yang lazim menyertai hipertensi adalah nyeri kepala, kelelahan. Namun hal ini
menjadi gejala yang terlazim pula pada kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis. Menurut Rokhlaeni (2001), manifestasi klinis pasien hipertensi diantaranya:
mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, gelisah, mual dan muntah,
epistaksis, kesadaran menurun. Gejala lainnya yang sering ditemukan: marah, telinga
berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang.

6. PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut Triyatno (2014) penanganan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu secara
nonfarmakologis dan farmakologi.
1.Terapi non farmakologi

Merupakan terapi tanpa menggunakan obat,terapi non farmakologi diantaranya


memodifikasi gaya hidup dimana termasuk pengelolaan stress dan kecemasan
merupakan langkah awal yang harus dilakukan. Penanganan non farmakologis
yaitu menciptakan keadaan rileks, mengurangi stress dan menurunkan kecemasan.
Terapi non farmakologi diberikan untuk semua pasien hipertensi dengan tujuan
menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor resiko serta penyakit lainnya.
2.Terapi farmakologi

Terapi farmakologi yaitu yang menggunakan senyawa obat obatan yang dalam
kerjanya dalam mempengaruhi tekanan darah pada pasien hipertensi seperti :
angiotensin receptor blocker (ARBs), beta blocker, calcium chanel dan lainnya.
Penanganan hipertensi dan lamanya pengobatan dianggap kompleks karena
tekanan darah cenderung tidak stabil.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemerikaan Laboratorium

1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan


(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti hipokoagubilita,
anemia.
2) BUN /kreatinin : memberikaan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
3) Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada
DM.

2. CT scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

3. EKG : dapat menunjukkan pola rengangan, dimana luas, peninggian gelombang P


adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi

4. IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan ginjal.

5. Photo dada : menujukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung

8. KOMPLIKASI HIPERTENSI

Komplikasi hipertensi menurut Triyanto (2014) adalah :

1. Penyakit jantung
Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dan gagal jantung
2. Ginjal
Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler - kapiler ginjal glomelurus. Rusaknya membran glomelurus, protein akan
keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan
menyebabkan edema
3. Otak
Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada hipertensi
kronik apabila arteri - arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
menebal sehingga aliran darah ke daerah yang diperdarahi berkurang.
4. Mata
Komplikasi berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan,hingga kebutaan.
5. kerusakan pada pembuluh darah arteri
Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan penyempitan arteri atau
yang sering disebut dengan ateroklorosis dan arterosklerosis (pengerasan pembuluh
darah).

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN

1. Identitas

Nama, umur, agama, jenis kelamin, tanggal masuk dan penanggung jawab.

2. Riwayat kesehatan

a) Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien pernah mengalami sakit yang sangat berat.

b) Riwayat kesehatan sekarang

Beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala yaitu sakit
kepala,kelelahan,pundak terasa berat.

3. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah keluarga pernah mengalami penyakit yang sama.

4. Aktivitas / istirahat

1. Gejala: kelelahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton atau tidak sehat.

2. Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irma jantung, dan


takipnea.
5. Sirkulasi

1. Gejala: riwayat penyakit, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, dan


penyakit serebrovaskuler. Dijumpai pula episode palpitasi.
2. Tanda : Kenaikan TD (pengukuran serial dari tekanan darah) diperlukan
untuk menegakkan diagnosis. Hipertensi postural mungkin berhubungan
dengan regimen obat.
6. Integritas Ego

1. Gejala : riwayat kepribadian, ansietas, faktor stress multiple (hubungan


keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan)
2. Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan
pola bicara.
7. Eliminasi

1. Gejala : adanya gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal pada masa lalu.
8. Makanan/cairan

1. Gejala : makanan yang disukai dapat mencakup makanan tinggi garam,


tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang di goreng, keju,
telur), gula-gula yang berwarna hitam, dan kandungan tinggi kalori.
2. Tanda : mual muntah, penurunan atau peningkatan berat badan
9. Neurosensori

1. Gejala : keluhan pusing, berdenyut, sakit kepala suboksipita ( terjadinya saat


bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam, gangguan
penglihatan (diplobia, penglihatan kabur, epistakis).
10. Nyeri / ketidaknyamanan

1. Gejala : Angina (penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung), sakit kepala


oksipital berat, seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
11. Pernapasan

1. Gejala: dispnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja. Takipnea,


orthopnea, dispnea, batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum, riwayat
merokok.
2. Tanda : distress respirasi atau penguunaan otot aksesori pernapasan, bunyi
nafas tambahan (krakles / mengi), sianosis

12. Keamanan

1. Gejala : gangguan koordinasi / cara berjalan, hipotensi postural.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis peningkatan tekanan


vaskuler selebral dan iskemia SDKI ( D.0077 ) Hal : 172
2) Resiko Penurunan curah jantung dibuktikan dengan peningkatan afterload
dan vasokontriksi SDKI ( D.0011 ) Hal : 41
3) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelelahan SDKI ( D.0056 ) Hal : 128
3. INTERVENSI

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


o keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi 1. Agar dapat memonitor
berhubungan tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,
dengan agen kepada klien selama lokasi,karakteristik,durasi frekuensi,kualitas,intensita
pencedera proses keperawatan ,frekuensi,kulaitas,intensi s nyeri yang dirasakan
fisiologis diharapkan nyeri turun tas nyeri pasien
peningkatan dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri 2. Agar dapat memonitor
tekanan 1. Kemampuan 3. Identifikasi faktor yang
tingkatnyeri yang
vaskuler menuntaskan memperberat dan
selebral dan aktivitas meningkat memperingan nyeri dirasakan pasien
iskemia 2. Keluhan nyeri 4. Monitor efek samping 3. Agar dapat mengetahui
menurun penggunaan analgetik faktor apa saja yang dapat
SDKI (D.0077) 3. Meringis menurun Terapeutik memeperberat dan
Hal : 172 4. Kesulitan tidur 1. Berikan teknik memperingan nyeri
menurun nonfarmakologis 4. Agar dapat mengetahui
5. Perasaan tertekan aromaterapi untuk efek samping penggunaan
mengurangi rasa nyeri analgetik
menurun
2. Fasilitasi istirahat dan 5. Memfasilitasi
6. Ketegangan otot tidur pengurangan rasa nyeri
menurun Edukasi
7. Pola nafas membaik yang dirasakan pasien
1. Jelaskan penyebab dan
8. Tekanan darah dengan aromaterapi
pemicu nyeri
membaik 6. Istirahat sangat dianjurkan
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri untuk mengurangi
Luaran Utama kelelahan
3. Anjurkan memonitor
SLKI (L.08066) 7. Agar pasien dapat
nyeri secara mandiri
Hal : 145 mengetahui penyebab dan
4. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk pemicu nyeri yang
mengurangi rasa nyeri dirasakan
Kolaborasi 8. Agar pasien dapat
1. Kolaborasi pemberian mengetahui dan
analgetik menerapkan apasaja
strategi untuk meredakan
Intervensi Utama nyeri
SIKI (I.08238)
9. Melatih pasien agar dapat
Hal : 201
melakukan monitoring
nyeri secara mandiri
10. Melatih pasien untuk
melakukan terapi teknik
nonfarmakologis secara
mandiri agar sewaktu-
waktu nyeri muncul dapat
ditangani secara mandiri
11. Memfasilitasi pemberian
analgetik pasien
2. Resiko Setelah dilakukan Observasi 1. agar dapat mengetahui
Penurunan tindakan keperawatan 1. Identifikasi tanda dan tanda dan gejala
curah jantung kepada klien selama gejala primer penurunan penurunan curah jantung
dibuktikan proses keperawatan curah jantung meliputi primer pada pasien
dengan diharapkan keadekuatan dispnea, kelelahan, dengan maksimal
peningkatan jantung memompa darah edema, ortopnea 2. agar dapat mengetahui
afterload dan dapat meningkat dengan 2. Identifikasi tanda dan
tanda dan gejala
vasokontrilesi kriteria hasil : gejala sekunder
penurunan curah jantung
SDKI (D.0011) 1. Kekuatan nadi perifer penurunan curah jantung
Hal : 41 meningkat meliputi batuk, warna sekunder dengan
2. Bradikardia menurun kulit,palpitasi maksimal
3. Edema menurun 3. Monitor tekanan darah 3. agar dapat mengetahui
4. Palpitasi menurun 4. Monitor saturasi oksigen perkembangan nilai
5. Dispnea menurun 5. Monitor keluhan nyeri tekanan darah pada pasien
6. Ortopnea dada 4. agar dapat mengetahui
7. Batuk menurun 6. Periksa tekanan darah keseimbangan oksigen
8. Tekanan darah dan frekuensi nadi pasien
membaik sesudah dan sebelum 5. agar dapat mengetahui
aktivitas tingkat keluhan nyeri dada
Luaran Utama Terapeutik 6. agar dapat memonitor
SLKI (L.02008) 1. Berikan terapi relaksasi
tekanan darah tinggi pada
Hal : 20 agar mengurangi stres
2. Berikan dukungan pasien
emosional dan spiritual 7. agar dapat menurunkan
3. Fasilitasi pasien dan ketegangan
keluarga untuk otot,kecemasan,nyeri dan
modifikasi gaya hidup mengurangi disritmia
sehat jantung
Edukasi 8. dukungan emosional dan
1. Anjurkan beraktivitas spiritual dapat menahan
fisik secara bertahap efek-efek negatif dari
Kolaborasi stress terhadap suatu
1. Kolaborasi pemberian penyakit
antiaritmia
9. agar dapat membiasakan
pasien melakukan pola
Intervensi Utama
SIKI (I.02075) hidup sehat untuk
Hal : 317 mendukung
kesembuhannya
10. agar dapat mengatasi
masalah intoleransi
aktivitas pada pasien
11. memfasilitasi pemberian
antiaritmia yang mengacu
ketika denyut nadi pasien
berdetak terlalu cepat
3. Intoleransi Setelah dilakukan Observasi 1. agar dapat mengurangi
aktivitas tindakan keperawatan 1. identifikasi gangguan faktor kelelahan
berhubungan kepada klien selama fungsi tubuh yang 2. agar memberikan
dengan proses keperawatan mengakibatkan kelelahan kenyamanan saat
kelelahan diharapkan respon 2. monitor lokasi dan melakukan aktivitas
SDKI (D.0056) fisiologis terhadap ketidaknyamanan selama 3. memberikan lingkungan
Hal : 128 aktivitas dapat meningkat melakukan aktivitas nyaman dan dorongan
dengan kriteria hasil : Terapeutik serta rangsangan yang
1. frekuensi nadi 1. sediakan lingkungan positif terhadap kesehatan
meningkat nyaman dan rendah pasien
2. saturasi oksigen stimulus 4. memberikan fasilitas
mengingkat 2. fasilitasi duduk disisi pergerakan pada pasien
3. kemudahan dalam tempat tidur, jika tidak agar tidak melakukan tirah
melakukan aktivitas dapat berpindah atau baring setiap harinya
sehari-hari dapat berjalan 5. agar dapat mengatasi
meningkat Edukasi masalah intoleransi
4. keluhan lelah 1. anjurkan melakuka aktivitas pada pasien
menurun aktivitas secara bertahap 6. agar pasien dapat memilah
5. dispnea saat 2. ajarkan strategi koping aktivitas yang memiliki
beraktivitas untuk mengurangi resiko tinggi terhadap
6. dispnea saat kelelahan kelelahan yang dirasakan
beraktivitas Kolaborasi 7. memfasilitas kebutuhan
7. peraaan lemah 1. kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan
menurun gizi tentang cara asupan makanan yang baik
8. tekanan darah meningkatkan asupan
membaik makanan
9. frekuensi napas
membaik
10. iskemia membaik Intervensi Utama
SIKI (I.02075)
Luaran Utama Hal : 317
SLKI (L.03032)
Hal : 148
4. IMPLEMENTASI
Merupakan pelaksanaan tindakan yang sudah direncanakan dengan tujuan kebutuhan pasien
terpenuhi secara optimal dalam rencana keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup
tindakan mandiri (independent), saling ketergantungan/kolaborasi, dan tindakan rujukan/
ketergantungan ( dependent). (Tartowo & Wartonah , 2015)

5. EVALUASI

Menurut (Tartowo & Wartonah , 2015) Adalah proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak dan
perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi untuk melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan. Untuk mempermudah mengevaluasi/memantau perkembangan pasien
digunakan komponen SOAP adalah sebagai berikut:
S : Data subjektif
Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan
keperawatan : Data objektif Data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat
secara langsung kepada pasien dan yang dirasakan pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan
A : Analisa
Merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat
dituliskan suatu masalah/ diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan
pasien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif
P : Planning
Perencanaan keperawatan yang dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi atau ditambahkan dari
rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya, tindakan yang telah
menunjukkan hasil yang memuaskan data tidak memerlukan tindakan ulang pada umumnya
dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis, Binarupa


Aksara, Jakarta.

Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan gawat

Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.


Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little Brown and
Company. Boston

Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia,
Jakarta.

Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC. Jakarta
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.
Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri


Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik . Gramedia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai