Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KANKER PARU

OLEH :

Andrial
(1941312048)

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
A. LANDASAN TEORITIR
1. Defenisi
Kanker paru merupakan kanker yang berada pada lapisan epitel saluran nafas
(karsinoma bronkogenik). Sebagian tumor ganas primer sistem pernafasan bagian bawah
bersifat epithelial dan berasal dari mukosa percabangan bronkus (Price & Wilson, 2009).
Menurut Bararah & Jauhar (2013) karsinoma bronkogenik adalah kanker yang sebagian
besar berasal dari sel-sel di dalam paru dan merupakan tumor berbahaya yang bisa juga
berasal dari bagian tubuh lainnya yang terkena kanker.
Menurut Caia (2011), karsinoma bronkogenik merupakan kanker yang sering
menyerang sistem pernafasan, timbul pada lapisan erphitelial bronki dan merupakan
bentuk kanker yang umum terjadi hingga mencapai sekitar 90% kasus. Menurut Muttaqin
(2012), karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas primer pada sistem pernafasan yang
bersifat epithelial dan berasal dari mukosa percabangan bronkus, biasanya penyakit ini
sering terjadi di daerah industri.

2. Etiologi

Kanker paru atau karsinoma bronkogenik penyebab pastinya belum diketahui, tetapi
diperkirakan karena inhalasi jangka panjang dari bahan-bahan karsiogenik merupakan
faktor utama terjadinya penyakit karsinoma bronkogenik dan penyebab lainnya bisa seperti
polusi udara, diet yang kurang mengandung vitamin A, infeksi saluran pernafasan kronik,
serta keturunan atau genetik. Menurut Muttaqin (2012) ada beberapa faktor resiko dari
karsinoma bronkogenik diantaranya adalah :

a. Rokok
Kanker paru beresiko 10 kali lebih tinggi dialami perokok berat dibandingkan
dengan bukan perokok. Peningkatan faktor risiko ini berkaitan dengan riwayat jumlah
merokok dalam tahun (jumlah bungkus rokok yang digunakan setiap hari dikali jumlah
tahun merokok) serta faktor saat mulai merokok (semakin muda individu memulai
merokok, semakin besar risiko terjadinya karsinoma bronkogenik). Faktor lain yang
juga dipertimbangkan termasuk di dalamnya jenis rokok yang dihisap (kandungan tar,
rokok filter, dan kretek). Perokok pasif juga berisiko tinggi untuk mengalami karsinoma
bronkogenik. Dengan kata lain, individu yang secara tidak sengaja terpajan asap rokok
(di dalam mobil, gedung, atau tempat lainnya) juga berisiko tinggi mengalami
karsinoma bronkogenik.
b. Polusi udara
Ada bermacam-macam karsinogen telah diidentifikasi, dan zat-zat dari polusi
udara ditemukan didalamnya, zat tersebut seperti sulfur, emisi kendaraan bermotor, dan
polutan dari pengolahan dan pabrik. Bukti-bukti menunjukkan bahwa insiden karsinoma
bronkogenik lebih besar di daerah perkotaan sebagai akibat penumpukkan polutan dan
emisi kendaraan bermotor.
c. Polusi lingkungan kerja
Kanker paru atau karsinoma bronkogenik pada keadaan tertentu, tampaknya
merupakan suatu penyakit akibat polusi di lingkungan kerja, dari berbagai bahaya
industry, yang paling berbahaya adalah asbes yang kini banyak sekali diproduksi dan
digunakan pada bangunan. Risiko karsinoma bronkogenik di antara para pekerja yang
berhubungan atau lingkungannya mengandung asbes ± 10 kali lebih besar daripada
masyarakat umum. Peningkatan risiko ini juga dialami oleh masyarakat umum.
Peningkatan risiko ini juga dialami oleh mereka yang bekerja dengan uranium, kromat,
arsen (misalnya insektisida yang digunakan untuk pertanian), besi, dan oksida besi.
Risiko karsinoma bronkogenik baik akibat kontak dengnan asbes maupun uranium akan
menjadi lebih besar lagi jika orang itu juga perokok.
d. Asupan vitamin A rendah
Penelitian-penelitian telah menunjukkan bahwa perokok yang dietnya rendah
vitamin A dapat memperbesar risiko terjadinya karsinoma bronkogenik. Hipotesis ini
didapatkan dari beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa vitamin A dapat
menurunkan risiko peningkatan jumlah sel-sel karsinoma. Hal ini berkaitan dengan
fungsi utama vitamin A yang turut berperan dalam pengaturan deferensiasi sel.
e. Faktor herediter
Beberapa bukti juga ditemukan bahwa anggota keluarga dari penderita karsinoma
bronkogenik memiliki risiko yang lebih besar mengalami penyakit yang sama.
Walaupun demikian masih belum diketahui dengan pasti apakah hal ini benar-benar
herediter.
f. Zat karsinogen
Zat-zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel,
polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru. Risiko kanker
paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada
masyarakat umum
g. Metastase organ lain
Kanker paru yang dikarenakan metastase dari organ lain merupakan kanker paru
sekunder, paru menjadi tempat berakhirnya sel kanker yang ganas dan meskipun
stadium penyakitnya masih awal, seolah-olah pasien menderita penyakit kanker paru
stadium akhir. Sel kanker di paru terus berkembang dan bisa mematikan sel imunologi,
yang artinya sel kanker bersifat imortal dan dapat menghancurkan sel yang sehat supaya
tidak berfungsi.

3. Manifestasi Klinis/ Tanda dan Gejala


Pasien – pasien yang mengalami karsinoma bronkogenik, didapatkan bahwa 90-95%
pasien mengalami gejala (simtomatik) saat didiagnosis. Tanda dan gejala klinis bergantung
pada ukuran dan lokasi tumor, luasnya penyebaran ke struktur yang berdekatan atau jauh,
dan munculnya gejala hormonal yang berhubungan. Manifestasi paru lainnya mencakup
hemoptisis dispnea, mengi, dan abses paru. Batuk muncul pada sebagian besar pasien dan
banyak yang mengalami infeksi saluran nafas atas persisten atau pneumonia akibat
obstruksi bronchial. Gejala nonspesifik yang berhubungan dengan karsinoma bronkogenik
mencakup kehilangan berat badan, anoreksia, dan malaise (Caia, 2011).
a. Gejala yang bersifat local
1) Batuk lebih hebat dari pada batuk kronis
2) Sesak nafas meningkat
3) Hemoptisis (batuk darah), berasal dari saluran nafas bagian bawah
4) Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
5) Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
6) Atelektasis (pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru) akibat penyumbatan saluran
udara pada bronkus ataupun bronkiolus
b. Invasi lokal
1) Nyeri dada
2) Dispnea karena efusi pleura
3) Invasi ke pericardium, terjadi tamponade atau aritmia
4) Sindrom vena cava superior
5) Sindrom Horoner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
6) Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
7) Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis
c. Sindrom paraneoplastik (terdapat pada 10% karsinoma bronkogenik) dengan gejala:
1) Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam
2) Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
3) Hipertrofi osteoartropati
4) Neurologik: dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
5) Endokrin: sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalasemia)
6) Dermatologic: eritma multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
7) Renal: syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH)
d. Terjadi asimtomatik dengan kelainan radiologis
1) Biasanya terjadi pada perokok dengan Penyakit Obtstruksi Paru Kronis (PPOK) yang
terdeteksi secara radiologis
2) Kelainan berupa nodul soliter

4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


Menurut Bararah & Jauhar (2013) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien
yang mengalami kanker paru, diantaranya adalah :
a. Radiologi
1) Foto toraks, adalah pemeriksaan awal yang dapat mendeteksi adanya karsinoma
bronkogenik dengan menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Biasanya pada
pemeriksaan PA lateral akan dapat dilihat bila massa tumor dengan ukuran lebih dari
1 cm. Pada foto thorax juga dapat ditemukan invasi ke dinding dada, efusi pleura,
efusi pericard dan metastase intrapulmoner.
2) Bronkografi dilakukan untuk melihat tumor yang berada di percabangan bronkus
b. Laboratorium
1) Pemeriksaan sitologi berupa sputum, pleura atau nodus limfe yang dilakukan untuk
mengkaji adanya karsinoma serta tahapannya.
2) Pemeriksaan fungsi paru dan Gula Darah Acak (GDA), dilakukan untuk mengkaji
kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
3) Tes kulit (jumlah absolut linfosit), dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun
pada karsinoma bronkogenik
c. Hispatologi
1) Bronkoskopi tindakan yang dilakukan dengan cara visualisasi dan pembersihan
sitologi lesi sehingga besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui.
2) Biopsi Trans Torakal (TTB), terutama pada lesi yang letaknya perifer dengan ukuran
<2 cm, sensitivitasnya mencapai 90-95%
3) Torakoskopi, biopsi tumor di daerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan
cara torakoskopi
4) Mediastinosopi, untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening
yang terlibat
5) Totaktomi, biasanya dilakukan apabila berbagai prosedur nonivasif dan invasif
sebelumnya gagal dalam mendapatkan sel tumor
d. Pemeriksaan Ct-scan yang bertujuan untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan
pleura. Biasanya tampak massa isodens dengan penyangatan bagian tepi pada
pemberian kontras pada mediastinum inferior posterior, yang mendesak lobus inferior
paru, tampak pelebaran pada cabang-cabang bronkus lobus inferior posterior
e. Pemeriksaan MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum
5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Menurut Sumantri (2012), penatalaksanaan pada pasien yang mengalami kanker paru
atau karsinoma bronkogenik terbagi menjadi dua, yaitu penatalaksanaan non bedah dan
pembedahan.
a. Penatalaksanaan Non bedah (Nonsurgical Management)
1) Oksigen
Pemberian oksigen atau terapi diberikan jika pasien mengalami hipoksemia, sehingga
perawat dapat memberikan oksigen dengan via masker atau nasal kanula.
2) Obat
Ketika pasien mengalami bronkospasme, dokter dapat memberikan obat golongan
bronkodilator (seperti pada klien asma) dan kortikosteroid untuk mengurangi
bronkospasme, inflamasi, dan edema.
3) Kemoterapi
Kemoterapi adalah pilihan pengobatan pada klien dengan karsinoma bronkogenik
pasca operasi, terutama pada small-cell lung cancer karena metastasis. Kemoterapi
dapat juga digunakan bersamaan dengan terapi bedah. Obat-obat kemoterapi yang
biasanya diberikan untuk menangani kanker, termasuk kombinasi dari obat-obat
berikut.
a) Cyclophosphamide, Procarbazine, Methotrexate, dan Deoxorubicin.
b) Cisplatin dan Etoposide
c) Cisplatin, Vinblastine, dan Mitomycin
4) Imunoterapi
Biasanya pasien dengan karsinoma bronkogenik banyak mengalami gangguan imun
dan obat imunoterapi yang biasa diberikan adalah cytokin.
5) Terapi radiasi
Indikasi – indikasi terapi radiasi dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Karsinoma bronkogenik yang operable tetapi risiko jika dilakukan pembedahan
b) Adenokarsinoma atau sel skuamosa inoperable yang mengalami pembesaran
kelenjar getah bening pada hilus ipsilateral dan mediastenal
c) Karsinoma bronkogenik dengan oat cell
d) Pasien kambuhan sesudah lobektomi atau peneumonektomi
6) Tindakan laser atau terapi laser
b. Tindakan Pembedahan
1) Tindakan pembedahan dilakukan pada stadium I & II jenis karsinoma
adenokarsinoma dan karsinoma sel besar undifferentiated
2) Tindakan pembedahan dilakukan khusus pada stadium III secara individual yang
memenuhi tiga kriteria sebagai berikut:
a) Karakteristik biologis
 Hasil baik dari sel skuamosa dan epidermoid
 Hasil cukup baik pada adenokarsinoma dan karsinoma sel besar
undifferentiated
 Hasil buruk pada oat cell
b) Posisi dan pembagian stadium klinik dimaksudkan untuk menentukan reseksi
terbaik.
c) Keadaan fungsional penderita

6. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang terjadi pada pasien dengan kanker paru tergantung dari
keparahannya, letaknya dll.
a. Rasa Sakit
Rasa sakit atau nyeri bisa terjadi pada daerah tulang rusuk atau otot dada atau bagian
lain tubuh di mana kanker paru-paru telah menyebar. Kondisi ini biasanya terjadi pada
tahap penyakit yang lebih lanjut.
b. Efusi Pleura
Pasien dengan kanker paru bisa terkena Efusi pleura dikarenakan kanker paru memicu
penyumbatan di saluran udara utama, sehingga menyebabkan penumpukan cairan di
sekitar paru-paru yang disebut efusi pleura, kondisi ini ditandai dengan rasa nyeri saat
bernapas, batuk, demam, dan sesak napas.
c. Pneumonia
Jika kondisi efusi pleura dibiarkan, maka akan berpotensi menekan paru-paru,
menurunkan fungsi paru-paru, dan meningkatkan risiko pneumonia. Gejala pneumonia
termasuk batuk, nyeri dada, dan demam. Jika tidak diobati, kasus pneumonia memiliki
konsekuensi yang mengancam jiwa.
d. Batuk Berdarah
Pada pasien yang mengalami kanker paru dapat mengalami hemoptisis atau batuk
berdarah, dikarenakan pendarahan di saluran udara. Ciri-ciri batuk darah bisa
bermacam-macam, ada yang berwarna merah muda atau merah terang, tapi ada juga
yang memiliki tekstur berbusa atau bahkan bercampur dengan lendir.
e. Neuropati
Pasien dengan kanker paru bisa mengalami neuropati, yaitu kelainan yang
memengaruhi saraf, terutama di tangan atau kaki, dikarenakan kanker paru tumbuh di
dekat saraf lengan atau bahu yang berpotensi menekan saraf, menyebabkan rasa sakit
dan kelemahan. Biasanya gejalanya berupa mati rasa, kelemahan, rasa sakit, dan rasa
geli.
f. Komplikasi pada Jantung
Jika knker paru tumbuh di dekat jantung bisa menekan atau menyumbat pembuluh
darah dan arteri, sehingga memicu pembengkakan di bagian atas tubuh, seperti dada,
leher, dan wajah. Kondisi ini rentan mengganggu irama jantung normal dan
menyebabkan penumpukan cairan di sekitar jantung. Jika tidak segera mendapat
penanganan, komplikasi ini memicu masalah penglihatan, sakit kepala, pusing, dan
kelelahan.
g. Komplikasi pada Esofagus
Dapat terjadi dikarenakan kanker tumbuh di dekat kerongkongan dan akan
menimbulkan gejalanya berupa kesulitan menelan dan nyeri ketika makanan melewati
kerongkongan menuju perut.
h. Metastasis atau penyebaran kanker ke bagian ubuh Lain
Kanker paru dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh, khususnya otak, hati, tulang,
dan kelenjar, dikenal sebagai fase metastasis dan gejala yang muncul berbeda-beda,
tergantung pada lokasi penyebarannya.
7. WOC
B. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Berisi pertanyaan mengenai nama pasien, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku,
bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor
registrasi.
b. Keluhan utama
Keluhan pasien, biasanya mengeluh sesak nafas, batuk, batuk produktif, batuk darah,
nyeri dada dan badan terasa lemas.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan pasien biasanya mengeluh masih sesak nafas, masih terasa nyeri dada, batuk-
batuk dan secret kadang-kadang banyak.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien dengan kanker paru biasanya mempunyai riwayat merokok dan pegawai industri,
pernah tinggal di daerah industry atau pasien cenderung berada di lingkungan perokok,
lingkungan dengan polusi yang cukup tinggi.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien biasanya mempunyai riwayat penyakit karsinoma bronkogenik atau
bisa juga karena karsinoma lainnya.
f. Pola Fungsional Gordon
1) Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Pasien dengan Ca paru sebagian besar akan merasakan sesak dan menganggap
sesak tersebut adalah sesak biasa karena pada klien Ca paru pada fase awal akan
jarang menimbulkan gejala. Gejala akan timbul biasanya jika Ca paru sudah
semakin meluas. Sehingga klien tidak terlalu perhatian dengan gejala yang
dirasakannya pada gejala awal
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada pasien dengan Ca Paru apabila terjadi pada tipe adenokarsinoma biasanya
akan mengalami penurunan nafsu makan yang berakibat pada penurunan berat
badan
3) Pola Eliminasi
Biasanya BAK pasien jumlah dan frekuensi meningkat, warna normal, bau
amoniak dan obat, biasanya tidak menggunakan kateter, untuk BAB biasanya
mengalami sembelit, satu kali sehari, dan biasanya dibantu.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Pada pasien kanker paru pola aktifitas mengalami penurunan seperti makan/minum,
toileting, berpakaian, berpindah, masuk dalam level 2 yaitu membutuhkan supervisi
/ pengawasan orang lain sedangkan untuk mobilitas di tempat tidur biasanya berada
pada level 4 yaitu ketergantungan / tidak berpartisipasi.
5) Pola Istirahat dan Tidur
Biasanya pola istirahat & tidur pasien berkurang, terdapat gangguan tidur karna
menahan nyeri dan sesak nafas, ketika bangun tidur lemas.
6) Pola Kognitif dan Persepsi
Mampu berhitung dan mengingat apa yang telah dilakukan oleh perawat saat
dilakukan pengkajian dan keadaan indera pasien baik
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya gambaran diri pasien mengkhawatirkan jika dia tidak bisa bekerja seperti
biasanya, pasien biasanya merasa malu memiliki penyakit kanker dan khawatir jika
setelah kemoterapi rambutnya akan rontok.
8) Pola Peran dan Hubungan
Biasanya pasien dengan Ca paru akan lebih menjauh dari orang-orang sekitarnya
karena khawatir penyakitnya akan menular seperti TBC dan penyakit paru lainnya.
9) Pola Seksualitas dan Reproduksi
Biasanya tidak terdapat hubungan pola seksualitas dengan terjadinya Ca paru dan
fungsi reproduksi pasien baik
10) Pola Koping dan Toleransi Stress
Tergantung kepada seberapa besar optimism pasien dalam menghadapi penyakit
tersebut, dan juga dukungan keluarga.
11) Pola Nilai dan Kepercayaan
Biasanya kegiatan beribadah masih bisa dilakukan, dan biasanya pasien akan lebih
mendekatkan diri lagi pada sang pencipta.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan pasien biasanya tampak lemah dan sesak nafas disertai dengan nyeri dada
2) Kepala
Keadaan kepala pasien biasanya tampak normal, simetris, rambut tampak hitam,
tidak ada lesi di kulit kepala
3) Mata
Mata pasien biasanya simetris kiri dan kanan, sklera tidak ikterik, konjungtiva
anemis, biasanya pada pasien tampak lingkar mata akibat kurang tidur atau istirahat
4) Hidung
Hidung pasien biasanya simetris, tidak ada udema, menggunakan alat bantu nafas
(terapi oksigen).
5) Mulut dan gigi
Keadaan mulut pasien biasanya berbau, gigi pasien terdapat karies gigi, mukosa
bibir kering, sputum (+).
6) Telinga
Telinga pasien biasanya tidak ada nyeri tekan, tidak ada serumen
7) Leher
Keadaan leher pasien biasanya terdapat defiasi trakea
8) Thorak
a) Inspeksi
Pada pasien kanker paru biasanya didapatkan pergerakkan dada bisa asimetris
apabila terjadi komplikasi efusi pleura dengan hemoragi
b) Palpasi
Pada pasien kanker paru biasanya didapatkan ekspansi terbatas dan taktil
fremitus biasanya menurun
c) Perkusi
Didapatkan suara redup
d) Auskultasi
Didapatkan bunyi stridor local, wheezing unilateral didapatkan apabila
karsinoma melibatkan penyempitan bronkus dan ini merupakan tanda khas
tumor bronkus.
9) Jantung
a) Inspeksi
Didapatkan ictus kordis terlihat
b) Palpasi
Didapatkan ictus kordis teraba
d) Auskultasi
Irama beraturan
10) Abdomen
a) Inspeksi
Tidak terdapat adanya asites, tidak ada pembengkakan
b) Palpasi
Biasanya tidak terdapat nyeri tekan
c) Perkusi
Bunyi tympani
d) Auskultasi
Bising usus terdengar
11) Ekstremitas
a) Atas
crt < 2 dtk, akral dingin, tidak ada edema
b) Bawah
crt <2 dtk, akral dingin, tidak ada edema

2. Perumusan diagnosa
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada pasien dengan kanker
paru, diantaranya adalah :
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke dalam
tubuh.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan jumlah secret.
c. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan saraf oleh kanker paru.
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran udara ke alveoli atau ke
bagian utama paru.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang
asupan.

3. Kriteria Hasil & Intervensi Keperawatan

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


NOC NIC
Keperawatan
Ketidakefektifan 1. Status pernafasan Manajemen jalan nafas
Pola Nafas 2. Tingkat kelelahan 1. Posisikan pasien untuk
Definisi : inspirasi memaksimalkan ventilasi
Setelah dilakukan tindakan
atau ekspirasi yang 2. Identifikasi kebutuhan
keperawatan diharapkan pola
tidak memberi aktual/potensial pasien untuk
nafas pasien menjadi adekuat
ventilasi adekuat memasukkan alat membuka jalan
dengan kriteria hasil :
Batasan karaketristik nafas
a. Frekuensi pernafasan
: 3. Lakukan fisioterapi dada sebagai
kembali normal
1. Dispnea mana mestinya
b. Irama pernafasan teratur
2. Pola nafas 4. Instruksikan bagaimana agar bias
c. Suara auskultasi nafas
abnormal (irama, melakukan batuk efektif
d. Kepatenan jalan nafas
frekuensi, 5. Auskultasi suara nafas
baik
kedalaman) 6. Posisikan untuk meringankan sesak
e. Retraksi dinding dada
nafas
Faktor yang f. Kelelahan
berhubungan : g. Nyeri otot Terapi oksigen
1. Hiperventilas h. Kualitas istirahat baik 1. Siapkan peralatan oksigen dan
2. Keletihan otot i. Kualitas tidur cukup berikan melalui system humidifier
pernafasan 2. Berikan oksigen tambahan seperti
yang diperintahkan
3. Monitor aliran oksigen
4. Monitor efektifitas terapi oksigen
5. Amati tanda-tanda hipoventialsi
induksi oksigen
6. Konsultasi dengan tenaga
kesehatan lain mengenai
penggunaan oksigen tambahan
selama kegiatan dan atau tidur

Monitor tanda-tanda vital


1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu
dan status pernafasan dengan tepat
2. Monitor tekanan darah saat pasien
berbaring, duduk dan berdiri
sebelum dan setelah perubahan
posisi
3. Monitor dan laporkan tanda dan
gejala hipotermia dan hipertermia
4. Monitor keberadaan nadi dan
kualitas nadi
5. Monitor irama dan tekanan jantung
6. Monitor suara paru-paru
7. Monitor warna kulit, suhu dan
kelembaban
8. Identifikasi kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda vital

Ketidakefektifan 1. Status pernafasan : Manajemen jalan nafas


bersihan jalan kepatenan jalan nafas 1. Posisikan pasien untuk
nafas 2. Tanda-tanda vital memaksimalkan ventilasi
Definisi : 2. Identifikasi kebutuhan
Setelah dilakukan tindakan
Ketidakmampuan aktual/potensial pasien untuk
keperawatan diharapkan
membersihkan bersihan jalan nafas pasien memasukkan alat membuka jalan
sekresi atau menjadi lebih baik dengan nafas
obstruksi dari kriteria hasil : 3. Laku`kan fisioterapi dada sebagai
saluran napas untuk a. Frekuensi pernafasan mana mestinya
mempertahankan normal 4. Buang secret dengan memotivasi
bersihan jalan nafas b. Irama pernafasan pasien untuk melakukan batuk atau
Batasan karakteristik c. Kemampuan untuk menyedot lender
: mengeluarkan secret 5. Instruksikan bagaimana agar bias
1. Batuk yang tidak d. Tekanan darah sistolik melakukan batuk efektif
efektif normal 6. Auskultasi suara nafas
2. Dispnea e. Tekanan darah diastolic 7. Posisikan untuk meringankan
3. Gelisah normal sesak nafas
4. Perubahan f. Tekanan nadi normal
Monitor pernafasan
frekuensi nafas
1. Monitor kecepatan, irama,
5. Sianosis
kedalaman dan kesulitan bernafas
Faktor yang 2. Catat pergerakan dada, catat
berhubungan : ketidaksimetrisan, penggunaan otot
1. Benda asing bantu pernafasan dan retraksi otot
dalam jalan nafas 3. Monitor suara nafas tambahan
2. Sekresi yang 4. Monitor pola nafas
tertahan 5. Auskultasi suara nafas, catat area
dimana terjadi penurunan atau
tidak adanya ventilasi dan
keberadaan suara nafas tambahan
6. Kaji perlunya penyedotan pada
jalan nafas dengan auskultasi suara
nafas ronki di paru
7. Monitor kemampuan batuk efektif
pasien
8. Berikan bantuan terapi nafas jika
diperlukan (misalnya nebulizer)

Nyeri Akut 1. Kontrol nyeri Manajemen nyeri


Definisi : 2. Tingkat nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
pengalaman sensori komprehensif termasuk lokasi,
Setelah dilakukan tindakan
dan emosional tidak karakteristik, durasi, frekuensi,
keperawatan diharapkan
menyenangkan yang kualitas dan faktor presipitasi
pasien dapat mengontrol
muncul akibat 2. Observasi reaksi non verbal dari
nyeri dengan kriteria hasil :
kerusakan jaringan ketidaknyamanan
a. Mengenali kapan nyeri
actual atau potensial 3. Gunakan teknik komunikasi
terjadi
Batasan karaketristik terapeutik untuk mengetahui
b. Menggunakan tindakan
: pengalaman nyeri pasien
pencegahan
1. Ekspresi wajah 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
c. Melaporkan nyeri yang
nyeri respon nyeri
terkontrol
2. Keluhan tentang 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
d. Nyeri yang dilaporkan
intensitas lampau
e. Ekspresi nyeri wajah
menggunakan 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
f. Bisa beristirahat
standar skala kesehatan lain tentang
g. Frekuensi nafas normal
nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri masa
h. Tekanan darah normal
3. Perubahan posisi lampau
untuk 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
menghindari mencari dan menemukan dukungan
nyeri 8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
Faktor yang
ruangan, pencahayaan dan
berhubungan :
kebisingan
Agen cedera kimiawi
9. nyeri
10. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
11. Tingkatkan istirahat
12. Bila memungkinkan berikan terapi
music klasik.
13. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Pemberian analgetik
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,kualitas,dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat,dosis,dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesic pilihan, rute
pemberian,dan dosis optimal
7. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian anlgesik
pertama kali
8. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
9. Evaluasi efektifitas analgesic,tanda
dan gejala (efek samping) optimal
10. Pilih rute pemberian secara IV,IM
untuk pengobatan nyeri secara
teratur
11. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian anlgesik
pertama kali
12. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
Gangguan 1.status respiratori : Airway Management
Pertukaran gas pertukaran gas 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
2.status respiratori : chin lift atau jaw thrust bila perlu
Definisi : Kelebihan ventilasi 2. Posisikan pasien untuk
atau kekurangan Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan ventilasi
dalam oksigenasi keperawatan diharapkan 3. Identifikasi pasien perlunya
dan atau pengeluaran pasien dengan pemasangan alat jalan nafas buatan
karbondioksida di Kriteria Hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
dalam membran a. Mendemonstrasikan 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
kapiler alveoli peningkatan ventilasi 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
dan oksigenasi yang suction
Batasan adekuat 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
karakteristik: b. Memelihara suara tambahan
1. Takikardi kebersihan paru paru 8. Lakukan suction pada mayo
2. Hiperkapnia dan bebas dari tanda 9. Berika bronkodilator bial perlu
3. Keletihan tanda distress 10. Barikan pelembab udara
4. Somnolen pernafasan 11. Atur intake untuk cairan
5. Hypoxia c. Tanda tanda vital mengoptimalkan keseimbangan.
6. Kebingungan dalam rentang normal 12. Monitor respirasi dan status O2
7. Dyspnoe d. Mendemonstrasikan
8. nasal faring batuk efektif dan suara Respiratory Monitoring
9. frekuensi dan nafas yang bersih, 1. Monitor rata – rata, kedalaman,
kedalaman nafas tidak ada sianosis dan irama dan usaha respirasi
abnormal dyspneu (mampu 2. Catat pergerakan dada,amati
mengeluarkan sputum, kesimetrisan, penggunaan otot
mampu bernafas tambahan, retraksi otot
dengan mudah, tidak supraclavicular dan intercostal
ada pursed lips) 3. Monitor suara nafas, seperti
dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma
(gerakan paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi
pada jalan napas utama
9. auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
Ketidakseimbanga Status Nutrisi : asupan Nutrition Management
n Nutrisi Kurang makan dan cairan 1. Kaji adanya alergi makanan
Dari Kebutuhan Setelah dilakukan tindakan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Tubuh keperawatan diharapkan menentukan jumlah kalori dan
pasien dengan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Defenisi : asupan Kriteria Hasil: 3. Anjurkan pasien untuk
nutrisi tidak cukup a. Mampu mengidentifikasi meningkatkan intake fe
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi 4. Berikan informasi tentang
kebutuhan metabolic b. Tidak ada tanda-tanda kebutuhan nutrisi
malnutrisi
Batasan c. Asupan makanan normal Nutrition Monitoring
karakteristik: d. Asupan cairan normal 1. Monitor adanya penurunan berat
1. tonus otot e. Tidak ada keletihan badan
menurun f. Hb dalam rentang normal 2. Monitor lingkungan selama makan
2. kurang minat g. Albumin dalam rentang 3. Monitor kulit kering dan perubahan
pada makanan normal pigmentasi
3. kelemahan otot 4. Monitor kekeringan, rambut kusam,
mengunyah dan mudah patah
4. membran mukosa 5. Monitor mual muntah
pucat 6. Monitor kadar albumin, total
5. enggan makan protein, Hb, Ht
6. bising usus 7. Catat adanya edema, hiperemik,
hiperaktif hipertonik, papilla lidah dan cavitas
7. kurang informasi oral

4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan fase kelima dan fase terakhir dalam proses
keperawatan, didalam fase ke lima ini perawat dapat mengevaluasi seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan implementasi keperawatan sudah berhasil dicapai.
Perawat dapat memantau apa saja yang terlewatkan atau yg belum tercapai dalam tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan pelaksanaan tindakan keperawatan. Serta
dapat menentukan apakah intervensi tetap harus delanjutkan atau dihentikan tergantung
perkembangan kondisi masalah klien.
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T. & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat
Profesional. Jakarta : Prestasi Pustakaraya

Caia, F. (2011). Respiratory Care. Diterjemahkan oleh Tini Stella. Jakarta : Erlangga

Muttaqin, A. (2012). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem respirasi. Jakarta :
Salemba Medika.

NANDA NIC NOC. 2018. Aplikasi Asuahan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis.
Yogyakarta: Mediaction Publishing.

Price, S., A. & Wilson,L.,M. (2009). Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-proses Penyakit.
Jakarta : EGC.

Sumantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.


SALEMBA MEDIKA: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai