Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ORDE BARU SAMPAI ERA REFORMASI

DOSEN PENGAMPUH MATA KULIAH

Mahmuji, M. Pd

Disusun oleh :

Nur Avifah 211101153


Rabiatul Adawiah 2111101018
Wahdiannur 2111101012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PENDIDIKAN ISLAM
PADA MASAORDEBARU SAMPAI ERA REFORMASI” dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam, selain
itu makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan sejarah pendidikan islam diorde baru
sampai era reformasi bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mahmuji, M.Pd selaku dosen mata
kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karenanya,
diharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulis menjadi lebih baik di masa
mendatang.

Samarinda,17 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
a) Latar Belakang...................................................................................................................1
b) Rumusan Masalah..............................................................................................................1
BAB II.......................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.......................................................................................................................2
1) Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru.........................................................................2
2) Pendidikan Islam Pada Era Reformasi............................................................................3
3) Dikotomi Pendidikan Islam Era Orde Baru dan Reformasi............................................5
BAB III......................................................................................................................................7
PENUTUP.................................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................8
BAB I

PENDAHULUAN

a) Latar Belakang
Islam memandang ilmu pengetahuan sebagai salah satu aspek yang penting. Dengan
ilmu pengetahuan, masyarakat menjadi tercerdaskan dan salah satu cara untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan adalah dengan pendidikan. Sejak permulaan
perkembangan Islam, aspek pendidikan menjadi prioritas masyarakat muslim di seluruh
dunia, bahkan pendidikan menjadi aspek prioritas yang senantiasa diupayakan oleh
masyarakat Indonesia hingga sekarang.

Apabila dicermati, modernisasi pendidikan Islam sesungguhnya sudah diawali sejak


masuknya gerakan modernisasi Islam di Indonesia. Gerakan modernisasi Islam ini cenderung
ingin mengembangkan gerakannya melalui pendidikan Islam dengan didirikannya model
pendidikan modern. Dalam hal ini modernisasi pendidikan diprakarsai oleh organisasi-
organisasi Islam pada masa itu seperti Al-Irsyad, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Organisasi-organisasi itu mengembangkan corak pendidikan Islam modern dalam hal


teknik, kurikulum serta metode pengajaran. Tidak dapat dipungkiri bahwa Umat Islam di
Indonesia merupakan unsur mayoritas, bahkan di kancah internasional, komunitas muslim di
Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Dikarenakan sebagai umat mayoritas, umat
Islam dirasa banyak memiliki kepentingan dalam berbagai aspek salah satunya adalah
pendidikan. Berbagai kalangan juga sangat mengapreasiasi kepentingan tersebut.

Tulisan ini berupaya mencermati kebijakan pendidikan Islam era Soeharto sampai
reformasi, di mana aspek pendidikan menjadi salah satu domain yang intens diperbincangkan
di sana. Dalam konteks itu, secara umum di awal Orde Baru berkuasa sebenarnya hanya
melanjutkan dan memperkuat kebijakan Orde Lama.

b) Rumusan Masalah
a. Bagaimana pendidikan pada masa Orde Baru?
b. Bagaimana pendidikan pada era reformasi?
c. Bagaimana perkembangan pendidikan pada masa Orde Baru sampai era reformasi?
BAB II

PEMBAHASAN

1) Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru


Pada awal Orde Baru muncul ketegangan-ketengan politik antara umat Islam dengan
kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendorong lahirnya intensifikasi identitas keagamaan
di sebagian umat Islam, di saat yang sama revivalisme Islam di Timur Tengah kala itu
mempengaruhi semangat keberislaman di Indonesia. Bila melihat undang-undang yang
berlaku, Sistem Pendidikan Indonesia diatur dalam beberapa yurisprudensi yang semuanya
tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan.

Hingga kini pemerintah telah menerbitkan tiga undang-undang sistem pendidikan


nasional, diantaranya undang-undang pokok pendidikan dan pengajaran No.4 Tahun 1950,
Undang-Undang No. 12 Tahun 1954 yang khusus diterbitkan pada masa Orde Lama,
kemudian Undang-Undang Sisdiknas No. 2 Tahun 1989 pada masa Orde Baru, dan terakhir
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pada masa Reformasi. Sementara itu pesantren yang
dikenal selama ini sebagai pioner pendidikan Islam Indonesia pada tahun 2003 baru
mendapatkan pengakuan secara yuridis melalui UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, hal
tersebut membuktikan bahwa pemerintah belum sepenuhnya menaruh perhatian pada sistem
pendidikan Islam Indonesia. Demikian juga terhadap madrasah, oleh pemerintah hanya diakui
sebagai sub-sistem dari sistem pendidikan nasional. Itu pun setelah mengurangi pelajaran
ilmu-ilmu agama .

Tahap ini madrasah belum dilihat sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional,
melainkan hanya lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama. Sistem
pendidikan madrasah lebih banyak didominasi oleh muatan-muatan agama, belum
menggunakan standarisasi kurikulum yang baik dan tidak didapatkan manajemen sekolah
yang baku, akibatnya Pemerintah juga tidak dapat mengkontrol penuh model pendidikan
semacam itu.

Tahap berikutnya, Orde Baru mulai memikirkan kemungkinan mengintegrasikan


madrasah ke dalam Sistem Pendidikan Nasional. Namun apa yang hendak dilaksanakan oleh
Orde Baru tidak mudah, karena secara Undang-Undang, pendidikan nasional masih diatur
oleh UU No. 14 tahun 1950 dan UU No. 12 tahun 1954.

Langkah kongkrit tersebut hanya memperkuat struktur madrasah saja, baik jenjang
maupun kurikulumnya, sehingga lulusan yang dihasilkan hanya dapat memperoleh
pengakuan yang sama dengan lulusan sekolah negeri dan dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan lebih tinggi ke sekolah-sekolah yang dikelola Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Untuk lebih memperkuat kebijakan itu, pemerintah mengeluarkan SKB (Surat
Keputusan Bersama) tiga menteri tahun 1975 tentang peningkatan mutu pendidikan
madrasah.
Selanjutnya memasuki era 90-an, kebijakan Orde Baru mengenai madrasah ditujukan
secara penuh untuk membangun satu Sistem Pendidikan Nasional yang utuh. Dengan
demikian, Pemerintah tidak hanya bergantung pada pendidikan jalur sekolah, melainkan juga
memanfaatkan jalur di luar sekolah, yang karenanya Pemerintah membuat kebijakan-
kebijakan operasional dalam Sistem Pendidikan Nasional tanpa menghilangkan identitas
keagamaan. Realisasinya pemerintah segera mengganti UU No. 4 tahun 1950 dan No. 12
tahun 1954 dengan menyusun UU No. 2 Tahun 1989. Diharapkan dengan upaya ini madrasah
akan berkembang dan dapat berpadu dalam Sistem Pendidikan Nasional.

Sejalan dengan penerapan otonomi daerah, dalam dunia pendidikan diterapkan juga
otonomi pendidikan, terutama kebijakan yang diberlakukan bagi madrasah. Dalam
menjembatani hal tersebut maka terbitlah Undang-Undang No. 20 Sisdiknas tahun 2003 ,
sehingga undang-undang tersebut tidak disebutkan istilah perbedaan (dikotomi) antara
sekolah agama dan sekolah umum. Dalam Undang-Undang tersebut dikemukakan bahwa
antara sekolah dasar dengan Madrasah Ibtidaiyah (MI), antara Sekolah Menengah Pertama
dengan Madarasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lainnya memiliki kedudukan yang sama.

2) Pendidikan Islam Pada Era Reformasi


Pendidikan diera reformasi lahir sebagai koreksi, perbaikan, dan penyempurnaan atas
berbagai kelemahan kebijakan pemerintahan Orde Baru yang dilakukan secara menyeluruh.
Berbagai kebijakan tersebut diarahkan pada sifatnya yang lebih demokratis, adil, transparan,
akuntabel, kredibel, dan bertanggung jawab dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil,
makmur, tertib, aman dan sejahtera.

Pendidikan era reformasi telah melahirkan sejumlah kebijakan strategis dalam bidang
pendidikan yang pengaruhnya langsung dapat dirasakan oleh masyaraket secara luas dan
menyeluruh, bukan hanya bagi sekolah umum yang bernaung dibawah Kementerian
Pendidikan Nasional saja, melainkan juga berlaku bagi madrasah dan Perguruan Tinggi yang
bernaung dibawah Kementerian Agama.

Keadaan pendidikan islam era reformasi keadaannya jauh lebih baik dari keadaan
pemerintah era Orde Baru. Karena dibentuknya kebijakan-kebijakan pendidikan islam era
reformasi, kebijakan itu antara lain:

1) Pertama, kebijakan tentang pemantapan pendidikan islam sebagai bagian dari System
pendidikan nasional. Upaya ini dilakukan melalui penyempurnaan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
system pendidikan nasional. Jika pada Undang-Undang No 2 Tahun 1989 hanya
menyebutkan madrasah saja yang masuk dalam system pendidikan nasional, maka
pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 manyebutkan pesantren, ma’had Ali,
Roudhotul Athfal (Taman Kanak-Kanak) dan Majlis Ta’lim termasuk dalam system
pendidikan nasional. Dengan masuknya pesantren, ma’had Ali, Roudhotul Athfal
(Taman Kank-Kanak) dan Majlis Ta’lim ke dalam system pendidikan nasional ini,
maka selain eksistensi dan fungsi pendidikan islam semakin diakui, juga
menghilangkan kesan dikotomi dan diskriminasi.

2) Kedua, kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan. Kebijakan ini misalnya


terlihat pada ditetapkannya anggaran pendidikan islam 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang di dalamnya termasuk gaji Guru dan
Dosen, biaya operasional pendidikan, pemberian beasisiwa bagi siswa kurang
mampu, pengadaan buku gratis, infrastruktur, sarana prasarana, media pembelajaran,
peningkatan sumber daya manusia bagi lembaga pendidikan yang bernaung di bawah
Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional. Dengan adanya
anggaran pendidikan yang cukup besar ini, pendidikan saat ini mengalami
pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan yang signifikan dibandingkan dengan
keadaan pendidikan sebelumnya, termasuk keadaan pendiidkan islam.

3) Ketiga, program wajib belajar 9 tahun, yaitu setiap anak Indonesia wajib memilki
pendidikan minimal sampai 9 tahun. Program wajib belajar ini bukan hanya berlaku
bagi anak-anak yang berlaku bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan
yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Nasional, melainkan juga
bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan
Kementerian Pendidikan Agama.

4) Keempat, penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Nasional (SBN), Sekolah Bertaraf


Internasional (SBI), yaitu pendidikan yang seluruh komponen pendidikannya
menggunakan standar nasional dan internasional. Dalam hal ini, pemerintah telah
menetapkan, bagi sekolah yang akan ditetapkan menjadi SBI harus terlebih dahulu
mencapai sekolah bertaraf SBN. Sekolah yang bertaraf nasional dan internasional ini
bukan hanya terdapat pada sekolah yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan
Nasional, melainkan juga pada sekolah yamg bernaung di bawah Kementerian
Agama.

5) Kelima, kebijakan sertifikasi bagi semua Guru dan Dosen baik Negeri maupun
Swasta, baik umum maupun Guru agama, baik Guru yang berada di bawah naungan
Kementerian Pendidikan Nasional maupun Guru yang berada di bawah Kementerian
Pendidikan Agama. Program ini terkait erat dengan peningkatan mutu tenaga Guru
dan Dosen sebagai tenaga pengajar yang profesional. Pemerintah sangat mendukung
adanya program sertifikasi tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 74 tahun 2005 tentang sertifikasi Guru dan Dosen, juga mengalokasikan
anggaran biayanya sebesar 20% dari APBN. Melalui program sertifikasi tersebut,
maka kompetensi akademik, kompetensi pedagogik (teaching skill), kompetensi
kepribadian dan kompetensi sosial para Guru dan Dosen ditingkatkan.

6) Keenam, pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK/tahun 2004) dan


kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP/tahun 2006). Melalui kurikulum ini
para peserta didik tidak hanya dituntut menguasai mata pelajaran (subject matter)
sebagaimana yang ditekankan pada kurikulum 1995, melainkan juga dituntut
memilki pengalaman proses mendapatkan pengetahuan tersebut, seperti membaca
buku, memahami, menyimpulkan, mengumpulkan data, mendiskusikan,
memecahkan masalah dan menganalisis. Dengan cara demikian para peserta didik
diharapkan akan memiliki rasa percaya diri, kemampuan mengemukakan pendapat,
kritis, inovatif, kreatif dan mandiri. Peserta didik yang demikian itulah yang
diharapkan akan dapat menjawab tantangan era globalisasi, serta dapat merebut
berbagai peluang yang terdapat di masyarakat.

7) Ketujuh, pengembangan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya terpusat pada


Guru (teacher centris) melalui kegiatan teaching, melainkan juga berpusat pada
murid (student centris) melalui kegiatan learning (belajar) dan research (meneliti)
dalam suasana yang partisipatif, inovatif, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Dengan pendekatan ini metode yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar
bukan hanya ceramah, seperti diskusi, seminar, pemecahan masalah, penugasan dan
penemuan. Pendekatan proses belajar mengajar ini juga harus didasarkan pada asas
demokratis, humanis dan adil, dengan cara menjadikan peserta didik bukan hanya
menjadi objek pendidikan melainkan juga sebagai subjek pendidikan yang berhak
mengajukan saran dan masukan tentang pendekatan dan metode pendidikan.

8) Kedelapan, penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang


naik dan memuaskan (to give good service and satisfaction for all customers).
Dengan pandangan bahwa pendidikan adalah sebuah komoditas yang
diperdagangkan, agar komoditas tersebut menarik minat, maka komoditas tersebut
harus diproduksi dengan kualitas yang unggul. Untuk itu seluruh komponen
pendidikan harus dilakukan standarisasi. Standar tersebut harus dikerjakan oleh
sumber daya manusia yang unggul, dilakukan perbaikan terus menerus, dan
dilakukan pengembangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Berkaitan dengan
ini, maka di zaman reformasi ini telah lahir Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi:
a) Standar Isi (kurikulum)
b) Standar Mutu Pendidikan
c) Standar Proses Pendidikan
d) Standar Pendidik dan tenaga kependidikan
e) Standar Pengelolaan
f) Standar Pembiayaan
g) Standar Penilaian.

9) Kesembilan, kebijakan mengubah sifat madrasah menjadi sekolah umum yang berciri
khas keagamaan. Dengan ciri ini, maka madrasah menjadi sekolah umum plus.
Karena di madrasah (Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah) selain para siswa
memperoleh pelajaran umum yang terdapat pada sekolah umum seperti SD, SMP,
dan SMU siswa juga mendapatkan pembekalan agama. Dengan adanya kebijakan
tersebut, maka tidaklah mustahil jika suatu saat madrasah akan menjadi pilihan utama
masyarakat.

3) Dikotomi Pendidikan Islam Era Orde Baru dan Reformasi


Dalam konteks pendidikan, Marwan Sarijo menyatakan bahwa istilah dualisme dan
dikotomi memiliki makna yang sama yaitu pemisahan antara pendidikan umum dari
pendidikan agama. Dengan pemaknaan di atas, dualisme dan dikotomi pendidikan adalah
pemisahan sistem pendidikan antara pendidikan Islam dan pendidikan umum yang
memisahkan kesadaran keagamaan dan ilmu

pengetahuan atau ilmu umum. Dualisme dan dikotomi ini, bukan hanya pada tataran
pemilahan tetapi masuk pada wilayah pemisahan.

Salah satu permasalahan yang mengemuka dalam dunia pendidikan, khususnya di era
Orde Baru dan mungkin berlangsung hingga sekarang, permasalahan itu adalah dualisme
pendidikan. Diakui atau tidak, dampak sosial dualisme pendidikan dapat menjadikan tingkat
pengetahuan masyarakat terbelah dan tidak utuh, yang pada gilirannya terjadi penilaian yang
berbeda terhadap pendidikan yang ideal sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka
tempuh.

Dalam operasionalnya, pemisahan mata pelajaran umum dengan mata pelajaran


agama, sekolah umum dan madrasah yang pengelolaannya memiliki kebijakan masing-
masing. Tahun 1970-an pemerintah berupaya menyatukan lembaga-lembaga pendidikan di
Indonesia termasuk madrasah di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kebijakan tersebut lantas menimbulkan kekhawatiran dari para pemimpin Islam karena
dianggap akan menghilangkan eksistensi Pendidikan Islam.

Kekhawatiran tersebut semakin memuncak setelah dikeluarkan Keppres No. 34 Tahun


1972 yang menyatakan bahwa semua lembaga pendidikan di Indonesia berada di bawah
tanggung jawab Departemen Pendidikan dan Kebudayaan termasuk lembaga pendidikan
islam. Namun demikian, karena muncul reaksi keras dari para pemimpin Islam, maka
kemudian pemerintah tetap mengizinkan madrasah berada di bawah tanggung jawab
Departemen.

Dengan adanya reaksi tersebut, maka kemudian muncul SKB 3 Menteri Tahun 1975
yaitu Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri yang
masing-masing tertuang dalam: No 6 Tahun 1975, No. 037/U/1975 dan No. 36 Tahun 1975
tertanggal 24 Maret 1975. SKB ini berisi upaya tentang peningkatan mutu pendidikan agama
di madrasah yang kemudian menjadi pijakan dalam penyusunan kurikulum madrasah Tahun
1976.
Selanjutnya, kebijakan-kebijakan pemerintahpun mulai diterapkan dengan
proporsional terkait dengan kedua lembaga tersebut. Atas kebijakan di atas, Azyumardi Azra
memaparkan, pengakuan tersebut menunjukkan bahwa secara perlahan namun pasti,
dikotomi antar madrasah dan sekolah umum mulai pudar.
BAB III

PENUTUP

Berdasarkan makalah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:

Pendidikan di masa Orde Baru banyak terjadi ketegangan-ketegangan sehingga


berpengaruh terhadap pendidikan agama islam.

Pendidikan di era reformasi lahir sebagai koreksi, perbaikan, dan penyempurnaan atas
berbagai kelemahan kebijakan pemerintah Orde Baru yang dilakukan secara menyeluruh.
Berbagai kebijakan tersebut diarahkan pada sifat yang lebih demokratis, adil, transparan,
akuntabel, bertanggung jawab dan fairness dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil,
makmur, tertib, aman, dan sejahterah.

Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh


secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional perasaan dan indera.
Dengan demikian pendidikan menyandang misi keseluruhan aspek kebutuhan hidup serta
perubahan-perubahan yang terjadi, dan pemerintahan di era reformasi teleh melehirkan
sejumlah kebijakan strategis dalam bidang pendidikan yang pengaruhnya langsung dapat
dirasakan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Ruhama: Islamic Education Journal, 2020 - jurnal.umsb.ac.id

https://masarevormasi.blogspot.com/2012/07/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

Anda mungkin juga menyukai