Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan


yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data World
Health Organization/WHO (2017), saat ini perkiraan jumlah penderita
gangguam jiwa di dunia adalah sekitar 450 juta jiwa termasuk skizofrenia.
Di Indonesia sendiri prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia
mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk
(Kementerian Kesehatan, 2016). Beradasarkan data dari Riskesdas
Provinsi Kalimantan Barat (2018), untuk wilayah Kalimanatan Barat
terdapat sebanyak 7,88% orang mengalami skizofrenia.
Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa berat yang dapat
mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku individu. Skizofrenia dibagi
dalam dua kategori utama yaitu gejala positif atau gejala nyata yang
berupa delusi (keyakinan yang salah), halusinasi, kekacauan alam pikir
dimana orang lain tidak dapat mengerti alur berpikirnya, gaduh, gelisah,
tidak dapat diam, mondar-mandir, pikirannya penuh keucirgaan, dan
menyimpan rasa permusuhan. Sedangkan gejalan negatif dapat terlihat dari
wajah klien yang tidak menunjukkan ekspresi (alam perasaan/afek
tumpul), suka melamun, suka mengasingkan/menarik diri, sulit melakukan
kontak emosional, pasif dan apatis, kehilangan dorongan kehendak, malas,
bersifat monoton, serta tidak adanya spontanitas, inisiatif, maupun usaha,
dan yang paling sering terjadi adalah asosial atau isolasi sosial
(Yudhantara, 2018: 2-4).
Isolasi sosial adalah kesendirian yang dialami oleh individu dan
dianggap disebabkan oleh orang lain dan sebagai situasi yang negatif atau
mengancam (Wilkinson, 2016: 410). Ancaman yang dirasakan dapat
menimbulkan respons. Respons kognitif pasien isolasi sosial dapat berupa
mrasa berbeda dengan orang lain, merasa ingin sendiri, menarik diri,
menolak melakukan interaksi dengan orang lain, merasa sendirian, merasa
tidak diterima, tidak mempunyai sahabat. Respon afektif pasien dengan
masalah keperawatan isolasi sosial berupa afek datar, afek sedih, afek
tumpul, merasa tidak nyaman ditempat umum. Respon perilaku pasien
isolasi sosial ditunjukkn dengan tindakan tidak berarti, tindakan berulang,
dan menunjukkan permusuhan (Keliat, 2019: 189).
Masalah isolasi sosial dapat diatasi dengan memberikan tindakan
keperawatan. Tindakan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien
dengan masalah isolasi sosial adalah tindakan keperawatan generalis dan
terapi aktivitas kelompok. Terapi generalis keperawatan dapat
meningkatkan kemandirian klien ODGJ secara bermakna dibandingkan
dengan yang tidak diberikan terapi generalis keperawatan (Mawaddah,
2016: 294). Pemberian terapi Terapi Generalis, TAKS, dan SST pada
pasien skizofrenia yang mengalami isolasi sosial dapat menurunkan tanda
dan gejala isolasi sosial dan meningkat kemampuan pasien dalam
bersosialisasi (Zakiyah, 2018: 30). Menurut Hastutiningtyas (2016: 68),
klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara
bertahap, klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan
kelompok yang telah dilakukan. Sehingga disimpulkan bahwa adanya
pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) terhadap
kemampuan interaksi sosial pada pasien dengan masalah isolasi sosial.
Selain dengan diberikannya terapi generalis dan TAK pada pasien,
keluarga yang koopertif meliputi peran serta, dukungan keluarga juga
memberikan perubahan perilaku pada pasien skizofrenia dengan isolasi
sosial. Seperti yang dikemukan oleh Sari (2011: 185), terdapat hubungan
bermakna antara dukungan keluarga (dukungan emosional, dukungan
informasional, dukungan instrumental dan dukungana penilaian) dengan
pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia. Menurut Chatters, et. al
(2018), koneksi/dukungan keluarga dan teman dalam memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang keadaan yang kompleks yaitu,
keputusan, kendala, preferensi akan membentuk keterlibatan sosial dan
hubungannya dengan kesejahteraan bersama orang dewasa atau yang lebih
tua.
Oleh karena itu, dalam hal ini kelompok mengangkat masalah isolasi
sosial dalam isi makalah agar kedepannya dapat mengurangi angka
kejadian isolasi sosial serta dapat memberikan informasi kepada siapa saja
ketika mereka bertemu dengan orang-orang yang berisiko mengalami
isolasi sosial

A. Tujuan
1. Tujuan Utama
Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan Isolasi
Sosial dan Aplikasi Kasus terhadap Isolasi Sosial
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan Isolasi Sosial
b. Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan
Teoritis Isolasi Sosial
c. Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang Aplikasi Kasus Isolasi
Sosial
d. Mahasiswa/i mampu menjelaskan tentang Role Play Isolasi Sosial

B. Ruang Lingkup
Untuk memperjelas masalah yang akan dibahas dan agar tidak terjadi
pembahasan yang meluas atau menyimpang,maka perlu kiranya dibuat suatu
batasan masalah. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas
dalam penulisan makalah ini, yaitu hanya pada lingkup seputar Asuhan
Keperawatan Isolasi Sosial. Ruang lingkup yang dibahas dalam makalah ini
mengenai:
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang Konsep dasar asuhan
keperawatan isolasi sosial.
2. Untuk mengatahui dan memahami tentang Asuhan Keperawatan teoritis
isolasi sosial.
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang Aplikasi kasus isolasi sosial.
4. Untuk mengetahui dan memahami role play isolasi sosial.

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriptif
yaitu dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dengan menggunakan
studi keperpusakaan yang ada di perpustakaan, jurnal edisi online maupun
edisi cetak, dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet.

D. Sistematika Penulisan
Dalam makalah ini dipergunakan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang Latar belakang, Tujuan umum dan tujuan khusus,
Ruang lingkup, Metode penulisan, serta Sistematika penulisan yang
digunakan.

BAB II Pembahasan
Bab ini berisi tentang Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan
Diri dan Asuhan Keperawatan Teoritis Defisit Perawatan Diri

BAB III Aplikasi Kasus


Bab ini berisi tentang Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Rencana
Keperawatan, dan Strategi Pelaksanaan Komunikasi (Role Play).

BAB IV Pembahasan
Bab ini berisi tentang analisis dari jurnal-jurnal yang dipilih dan dibahas
dibab ini.
BAB V Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh dari aplikasi sistem pakar
yang telah dibuat serta untuk pengembangan yang lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI
1. Konsep Isolasi Sosial
a. Pengertian Isolasi Sosial
Isolasi Sosial adalah ketidakmampuan membina hubungan
yang erat, hangat, terbuka, dan ineterdependen dengan orang lain
(SDKI, 2017: 268). Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu
yang mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya (Keliat, 2013: 131).
Isolasi sosial adalah kesendirian yang dialami oleh individu dan
dianggap timbul karena orang lain serta sebagai suatu keadaan
negatif atau mengancam (NANDA-1, 2018 dalam Keliat, 2019:
189). Jadi dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial adalah
kesendirian yang dialami individu dan ketidakmampuannya
membina hubungan dengan orang lain.

b. Tanda dan Gejala Isolasi Sosial


Menurut Direja (2011: 125), tanda dan gejala isolasi sosial antara
lain:
1) Kurang spontan
2) Apatis (acuh terhadap lingkungan)
3) Ekspresi wajah kurang berseri
4) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
5) Mengisolasi diri
6) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
7) Asupan makanan dan minuman terganggu
8) Retensi urin dan feses
9) Aktivitas menurun
10) Kurang energi (tenaga)
11) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (kuhususnya
posisi tidur)

Menurut SDKI (2017: 268), tanda gejala isolasi sosial dibagi


menjadi:

1) Tanda dan gejala mayor


a) Subjektif
(1) Merasa ingin sendirian
(2) Merasa tidak aman ditempat umum
b) Objektif
(1) Menarik diri
(2) Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain
atau lingkungan
2) Tanda dan gejala minor
a) Subjektif
(1) Merasa berbeda dengan orang lain
(2) Merasa asyik dengan pikiran sendiri
(3) Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
b) Objektif
(1) Afek datar
(2) Afek sedih
(3) Riwayat ditolak
(4) Menunjukkan permusuhan
(5) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
(6) Kondisi difabel
(7) Tindakan tidak berarti
(8) Tidak ada kontak mata
(9) Perkembangan terlambat
(10) Tidak bergairah/lesu
c. Tahapan Isolasi Sosial
Untuk mengembangan hubungan sosial yang positif,s setiap
tugas perkembangan sepanjang daur kehidupan diharapakan dilalui
dengan sukses sehingga kemampuan membina hubungan sosial
dapa menghasilakn kepuasaan bagi individu (Townsend, 1998
dalam Muhith, 2015: 291).
1) Bayi
Bayi sangat tergantung pada orang lain dalam memenuhi
kebutuhan biologis dan psikologisnya. Bayi umumnya
menggunakan komunikasi yang sangat sederhana dalam
menyampaikan kebutuhannya, misalnya menangis untuk semua
kebutuhan. Konsistensi ibu dan anak seperti stimulus sentuhan,
kontak mata, komunikasi yang hangat merupakan aspek
penting yang harus dibina sejak dini karena akan menghasilkan
rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Kegagalan
pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada orang
lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri sendiri dan
orang lain serta menarik diri (Haber, 1978: 90 dalam Muhith,
2015: 291).

2) Prasekolah
Materson menanamkan masa anatar usia 18 bulan sampai 3
tahun yang merupakan taraf masa pemisahan pribadi. Anak
prasekolah mulai memperluas hubungan sosialnya di luar
lingkungan keluarga, khususnya ibu (pengasuh). Anak
menggunakan kemampuan berhubngan yang telah dimiliki
untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga. Dalam
hal ini, anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari
keluarga khususnya pemberian pengakuan yang positif
terhadap perilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan dasar
otonomi anak yang berguna untuk mengembangkan hubungan
interdependen. Kegagalan anak dalam berhubungan dengan
lingkungannya disertai respon keluarga yang negatif akan
mengakibatkan anak menjadi tidak mampu mengontrol diri,
tidak mandiri (tergantung), ragu, menarik diri dari lingkungan,
kurang percaya diri, pesimis, takut perilakunya salah (Haber,
1997: 91 dalam Muhith, 2015: 291).

3) Anak-anak
Anak mulai mengembangkan drinya sebagai individu yang
mandiri dan mulai mengenal lingkungan lebih luas, dimana
anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Pada
usia ini, anak mulai bekerja sama, kompetisi, dan kompromi.
Konflik sering terjadi dengan orang tua karena pembatasan dan
dukungan keluarga yang tidak konsisten. Teman dengan orang
dewasa diluar keluarga (guru, orang tua teman) merupakan
sumber pendukung yang penting bagi anak. Kegagalan dalam
membina hubungan dengan teman di sekolah, kurangnya
dukungan guru dan pembatasan serta dukungan yang tidak
konsisten dari orang tua mengakibatkan frustasi terhadap
kemampuannya, putus asa, merasa tidak mampu, dan menarik
diri dari lingkungan (Haber, 1997: 91 dalam Muhith, 2015:
292).

4) Remaja
Pada usia ini, anak mengembangkan hubungan intim
dengan teman sebaya dan sejenis dan umumnya mempunyai
sahabat karib. Hubungan dengan teman sangat tergantung
sedangkan hubungan dengan orang tua mulai independen.
Kegagalan dalam membina hubungan dengan teman dan
kurangnya dukungan dari orang tua akan mengakibatkan
keraguan identitas, ketidakmampuan mengidentifikasi karier,
dan rasa percaya diri yang kurang (Muhith, 2015: 292)

5) Dewasa Muda
Pada usia ini, individu mempertahankan hubungan
interdependen dengan orag tua dan teman sebaya. Individu
belajar mengambil keputusan dengan memperhatikan saran dan
pendapat orang lain, seperti memilih pekerjaan, memilih karier,
dan melangsungkan pernikahan. Kegagalan individu dalam
melanjutkan sekolah, pekerjaan, pernikahan mengakibatkan
individu menghindari hubungan intim, menjauhi orang lain,
dan putus asa akan karier (Muhith, 2015:292).

6) Dewasa Tengah
Individu pada usia dewasa tengah umunya telah pisah
tempat tinggal dengan orang tua, khususnya individu telah
menikah. Jika ia telah menikah, maka peran menjadi orang tua
dan mempunyai hubungan antar orang dewasa merupakan
stuasi temapt menguji kemampuan hubunan interdependen.
Kegagalan pisah tempat tinggal dengan orang tua, membina
hubungn yang baru dan tidak mendapatkan dukungan dari
orang tua dewasa lain akan mengakibatkan perhatian hanya
tertuju pada diri sendiri, produktivitas dan kreativitas
berkurang, dan perhatian pada orang lain berkurang (Muhith,
2015:293)

7) Dewasa Lanjut
Pada masa ini, individu akan mengalami kehilangan, baik
kehilangan fungsifisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup
(teman sebaya dan pasangan), anggota keluarga (kematian
orang tua). Individu tetap memerlukan hubungan yang
memuaskan dnegan orang lain. Individu yang mempunyai
perkembangan yang baik dapat menerima kehilangan yang
terjadi dalam kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan
orang lain dapat membantu dalam menghadapi kehilanganya.
Kegagalan dalam masa ini dapat menyebabkan individu merasa
tidak berguna, tidak dihargai, dan hal lain dapat membuat
individu menarik diri dan rendah diri (Townsend, 1998 dalam
Muhith, 2015: 283)

d. Proses Terjadinya Masalah


1) Faktor Predisposisi
Menurut Suerni (2019: 63), faktor predisposisi berupafaktor
tumbuh kembang mayoritas pasien merasa tiddak dicintai oleh
keluarganya, sedangkan dalam faktor komunikasi seluruh
pasien mengatakan jika ada masalah tidakselalu didikskusi
bersama keluarga, dalam faktor sosial budaya mayoritas merasa
terintimidasi, sedangkan faktor biologis mayoritas menyatakan
ada masalah yang menyebabkan meraka menarik diri.
a) Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.
Organ tubuh yang dapat memengaruhi terjadinya gangguan
hubungan sosial alah otak, misalnya pada klien skizofrenia
yang mengalami masalah dalam hubungan sosial stuktur
yang abnomal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan
ukuran dan bentuk sel-sel dalam lmbic dan daerah kotikal
(Direja, 2011: 124). Genetik merupakan salah satu faktor
pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak seperti
atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume
otak serta perubahan limbik diduga menyebabkan
skizofrenia (Muhith, 2015: 294). Genetik merupakan salah
satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga
keluarganya ada yang menderita skizofrenia (Damiayanti,
2014: 79).

b) Faktor Psikologis/Perkembangan
Menurut Damaiyanti (2014: 79), setiap tahap tumbuh
kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan
sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih
sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tungkah
laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudia
hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa
ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek.

c) Faktor Sosio Kultural/Budaya


Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam membina hubungan dengan
orang lain, misalnya anggota keluarga yang tidak produktif
diasingkan dari orang lain (lingkungan sosialnya) (Muhith,
2015: 294). Menurut Damaiayanti (2014: 79), isolasi sosial
atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah dianut
oleh satu keluarga seperti anggota tidak produktif
diasingkan dari lingkungan sosial. Kelainan pada strukur
otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat
dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga
didapat menyebabkan skizofrenia.
Menurut Suerni (2019:64), mengatakan bahwa factor
predisposisi berupa faktor tumbuh kembang mayoritas
pasien merasa tidak dicintai oleh keluarganya, sedangkan
dalam faktor komunikasi seluruh pasien yang mengatakan
jika ada masalah tidak selalu didiskusikan bersama
keluarga, dalam faktor sosial budaya mayoritas merasa
terintimindasi, sedangkan faktor biologis mayoritas
menyatakan ada masalah yang menyebabkan mereka
menarik diri.

2) Faktor Presipitasi
Menurut Muhith (2015: 294), faktor presipitasi antara lain:
a) Stressor sosial budaya
Dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam membina
hubungan dengan orang lain, misalnya anggota keluarga
yang labil yang dirawat di ruamah sakit.
b) Stressor psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan
menurunya kemampuan individu untukberhubungan
dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbaasnya kemampuan individu untuk
mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan berbagai
masalah gangguan berhubungan (menarik diri).
c) Stressor Biokimia
(1) Teori dopamine: kelebihan dopamin pada mesokortikal
dan meso limbik serta tractus saraf dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia
(2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam
darah akan meningkatkan dopamin dalam otak.

3) Penilaian Terhadap Stressor


Penilaian terhadap stressor pada pasien isolasi sosial akan
muncul respon berupa respon kognitif, afektif, fisiologis,
perilaku dan sosial. Respon kognitif pada klien isolasi sosial
antara lain merasa tidak berguna, merasa kesepian atau ditolak
oleh orang lain, tidak mampu berkonsentrasi, kehilangan rasa
tertarik untuk melakukan kegiatan sosial, sulit mengambil
keputusan, ketidakmampuan untuk memenuhi pengharapan
dari orang lain, merasa tidak aman berada dekat dengan orang
lain. Respon afektif pada klien isolasi sosial antara lain merasa
sedih, afek tumpul, merasa malu dan takut berada dekat dengan
orang lain. Respon fisiologis yaitu nafsu makan menurun, sulit
tidur, kurang bergairan, merasa letih atau lesu. Respon perilaku
diantaranya tidak ada kontak mata, tidak mampu melakukan
kegaiatan sehari, kurang aktivitas fisik dan verbal, sering
melamun, menarik diri serta respon sosial yaitu menghindari
intraksi sosial dengan orang lain (Stuart, 2013).

4) Sumber Koping
Sumber koping adalah strategi yang membantu dalam
memecahkan masalah yang dihadapi. Sumber koping didapat
dari dalam diri dan luar individu. Sumber koping internal
dihubungkan dengan kemampuan yang dimiliki individu dalam
mengatasi masalah (Stuart, 2013). Kemampuan mengatsi
masalah merupakan koping yang dimiliiki klien dalam
berespon terhadap setiap stressor yang dihadapi (Stuart, 2013;
Videbeck, 2014). Menurut Stuart (2013), koping yang dimiliki
oleh klien dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu kemampuan
internal dan eksternal, kemampuan internal bersumber dari
individu, meliputi kemampuan personal (personal abilities) dan
keyakinan positif (positive belief), sedangkan kemampuan
eksternal bersumber dari luar individu. Termasuk dalam
kemampuan eksternal yaitu dukungan sosial (social support)
dan ketersediaan materi (material assets). Kekuatan pada
keempat komponen terssebut dapat membantu klien dalam
mengintegrasikan pengalaman yang tidak menyenangkan
dimasa lalu menjadi pembelajaran untuk dapat beradaptasi
dilingkungan selanjutnya.

5) Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha
mengatasi ansietas yang merupakan suatu kesepian nyata yang
mengancam dirinya. Mekanisme koping yang sering digunakan
adalah proyeksi, splitting (memisah), dan isolasi. Proyeksi
merupakan keinginan yang tidak mampu ditoleransi dan klien
mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan
sendiri. Splitting merupakan kegagalan individu dalam
menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk.
Sementara itu, isolasi merupakan perilaku mengasingkan diri
dari orang lain maupun lingkungan (Sutejo, 2016: 50).
Menurrut Damaiyanti (2014: 84), mekanisme yang
digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya.
Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah
regresi, represi, dan isolasi.
a) Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang
telah lain
b) Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran
yang tidak dapat diterima, secara sadar dibendung
supaya jangan tiba dikesadaran
c) Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang
mengakibatkan timbulnya kegagalan defesif dalam
menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
pertentangan antara sikap dan perilaku

6) Rentang Respon
Menurut Stuart dalam Damiyanti (2014: 75), menyatakan
bahwa manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai
kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan
interpersonal yang positif. Individu juga harus membina
hubungan saling tergantung yang merupakan keseimbangan
antara keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian
dalam suatu hubungan.

Respon Maladaptif Respon Adaptif

Menyendiri Manipulasi
Kesepian
Otonomi Impulsif
Menarik diri
Kebersamaan Narkisisme
ketergantungan
Saling
ketergantungan

Sumber: Damaiyanti (2014: 75)

7) Pohon Diagnosa Isolasi Sosial

Resiko perubahan sensori persepsi: halusinasi

Isolasi soisal: menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis


Sumber: Yusuf (2015: 107)
BAB III
APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS KLIEN:
1. Nama : Tn. H (L/P)
2. Umur : 22 tahun
3. Nomor CM :-
4. Ruang Rawat :-
5. Tanggal MRS :-

B. ALASAN MASUK:
Orang tua klien merawat klien di rumah, klien terlihat sulit untuk
berinteraksi dengan orang lain. Klien juga takut disentuh, tidak mau
berbicara dengan orang lain. Jika tidak didampingi orang tua, klien tidak
mau bertemu dengan orang lain.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa√ di masa lalu?
Ya Tidak
2. Pengobatan sebelumnya: Berhasil √
Kurang Berhasil Tidak Berhasil
3. Trauma:
Jenis Trauma Usia Pelaku Korban Saksi
Aniaya fisik 6 tahun Teman Klien Teman-
klien teman
klien
Aniaya sexual
Penolakan
Kekerasan dalam keluarga
Tindakan kriminal
Lain-lain

Jelaskan

No. 1,2,3: orang tua klien mengatakan sewaktu klien berumur 6 tahun,
klien sedang bermain bersama teman-teman klien di sekitar rumah
klien. Keadaan rumah klien sangat dekat dengan sungai. Sewaktu
sedang bermain, tanpa disengaja salah satu dayung teman klien
terhantuk pada kepala klien sehingga menyebabkan trauma di kepala
klien. Setelah kejadian itu, klien sering mengalami demam tinggi hingga
kejang-kejang. Klien menjadi sering melamun, takut bertemu orang
lain, dan tidak mau disentuh. Klien sudah dibawa untuk berobat ke
puskesmas bahkan pengobatan tradisional sekalipun namun keluarga
klien mengatakan semua tidak berhasil.

Masalah Keperawatan:

4. Anggota keluarga yang gangguan jiwa? Ada
Tidak ada
Bila ada : Hubungan keluarga : -

Gejala :-

Riw. Pengobatan :-

Masalah Keperawatan: -

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan?


Tidak ada

Masalah Keperawatan: tidak ada

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital : TD:120/80 mm/Hg N:
80x/mt S36,7.ͦ C P: 24x/mt.
2. Ukur : BB: 40 kg TB:
tidak terkaji cm
Jelaskan: Klien m

Masalah Keperawatan:

E. PSIKOSOSIAL
1. Genogram: (minimal 3 generasi)

Klien

Keterangan :

: Anak

: Menikah

: Laki-laki
: Laki-laki

: Menantu

: cucu

Jelaskan: klien 4 bersaudara, memiliki 2 orang abang dan 1 adik


perempuan. Klien adalah anak ketiga, abang klien yang pertama sudah
berstatus menikah dan memiliki 1 orang anak.

Masalah: tidak ada

2. Konsep Diri:
a. Citra tubuh: tidak terkaji
b. Identitas Diri: tidak terkaji
c. Peran: anak
d. Ideal Diri: tidak terkaji
e. Harga Diri: tidak terkaji
Masalah Keperawatan: -

3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti: ketika ditanya, klien menunjuk ibunya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: klien tidak
pernah mengikuti kegiatan diluar rumah
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: klien tidak mau
berinteraksi dengan orang lain dan klien juga tidak mau berbicara
dengan orang lain
Masalah Keperawatan: isolasi sosial

4. Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan: menurut keluarga, klien mempunyai
keyakinan seorang muslim.
b. Kegiatan Ibadah: klien tidak bisa beribadah sendiri, klien terbiasa
dibimbing
Masalah Keperawatan: -

F. STATUS MENTAL
1. Penampilan:
Bagaimana penampilan klien dalam hal berpakaian, makan, mandi,
toileting dan pemakaian sarana dan prasarana atau instrumentasi dalam
mendukung penampilan, apakah klien:

Tidak rapi

Penggunaan pakaian tidak sesuai

Cara berpakaian tidak seperti biasa

Lain-lain,

Jelaskan keluarga klien mengatakan klien tidak bisa melakukan


kebutuhan diri sendirian

Masalah Keperawatan: -

2. Pembicaraan:
Cepat Keras Gagap Inkoherensi √ Apatis
Lambat

Membisu Tidak mampu memulai pembicaraan

Lain-lain, jelaskan klien tidak mau menatap mata dan membuang


muka ketika diajak berbiacara dengan orang lain.

Masalah Keperawatan: isolasi sosial

3. Aktivitas Motorik:
√ Lesu Tegang Gelisah Agitasi TIK
Grimasen

Tremor Kompulsif Lain-lain,

Masalah Keperawatan: -

4. Afek dan Emosi:


a. Afek: v Datar Tumpul Labil Tidak sesuai
Lain-lain Jelaskan:-
Masalah Keperawatan:-

Alam Perasaan (emosi): Sedih Ketakutan Putus


asa v

Khawatir Gembira berlebihan Lain-lain, jelaskan


klien tampak biasa-biasa saja dalam semua keadaan

Masalah Keperawatan : -

5. Interaksi selama Wawancara:


Bermusuhan v Tidak kooperatif Mudah tersinggung

Kontak mata kurang Defensif Curiga Lain-


lain Jelaskan: klien nampak tidak peduli dan acuh tak acuh

Masalah Keperawatan: -

6. Persepsi & Sensorik:


Apakah ada gangguan: v Ada Tidak ada
√ v
Halusinasi: Pendengaran Penglihatan Perabaan

Pengecapan Penghidu

Ilusi: Ada Tidak ada Lain-lain, jelaskan

Masalah Keperawatan: -

7. Proses Pikir:
a. Proses pikir (arus dan bentuk pikir):
Sirkumtansial Tangensial Blocking

Kehilangan asosiasi

Flight of idea Pengulangan pembicaraan Lain-lain,

Masalah Keperawatan: Isi pikir: -

Obsesi Phobia Hipokondria Depersonalisasi

Pikiran magis Ide terkait

Waham: Agama Somatik Kebesaran


Curiga

Nihilistik Sisip pikir Siar pikir

Kontrol pikir Lain-lain,

Masalah Keperawatan: -

8. Tingkat Kesadaran:
Bingung Sedasi Stupor Lain-lain,
jelaskan....................

Adakah gangguan orientasi (disorientasi): Waktu Tempat


Orang

Masalah Keperawatan: -

9. Memori:
v Gangguan daya ingat jangka panjang

Gangguan daya ingat jangka menengah

Gangguan daya ingat jangka pendek

Konfabulasi Lain-lain, jelaskan:

Masalah Keperawatan: -
10. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung:
Mudah beralih v Tidak mampu berkonsentrasi

Tidak mampu berhitung sederhana Lain-lain,

Masalah Keperawatan: -

11. Kemampuan Penilaian:


Gangguan ringan Gangguan bermakna Lain-lain,
jelaskan

Masalah keperawatan:

12. Daya Tilik Diri:


Mengingkari penyakit yang diderita

Menyalahkan hal-hal diluar dirinya

Lain-lain,

Masalah Keperawatan: -

G. KEBUTUHAN PERENCANAAN PULANG


1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan:
Kemampuan memenuhi kebutuhan Ya Tidak
Makanan
Keamanan
Perawatan kesehatan
Pakaian
Transportasi
Tempat tinggal
Keuangan
Lain-lain

Jelaskan: -
Masalah Keperawatan : -

2. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL):


a. Perawatan Diri
Kegiatan hidup sehari- Bantuan Total Bantuan
hari Minimal
Mandi √
Kebersihan √
Makan √
Buang air kecil/ BAK √
Buang air besar/ BAB √
Ganti pakaian √
Jelaskan: klien tidak mampu melakukan kebutuhan perawatan diri
dengan sendiri.

Masalah Keperawatan: Defisit perawatan diri

b. Nutrisi:
1) Apakah anda puas dengan pola makan anda? v Puas
Tidak puas
Bila tidak puas,
jelaskan:....................................................................................
v
2) Apakah anda makan memisahkan diri? Ya Tidak
3) Frekuensi makan sehari: 2x (kali) dan frekuensi kudapan 4-5x
(kali).
4) Nafsu makan: meningkat menurun
berlebihan v sedikit-sedikit

5) Berat badan: meningkat menurun


v

Berat badan saat ini:40 kg BB terendah 40kg BB tertinggi:


50kg.
Jelaskan: klien mengalami penurunan berat badan

c. Tidur:
1) Apakah ada masalah tidur? v Tidak Ada, jelaskan
klien mengeleng ketika ditanya adakah
2) Apakah merasa segar setelah bangun tidur?
Segar tidak segar, jelaskan

3) Apakah ada kebiasaan tidur siang?


Ya, lamanya....... jam. Tidak.

4) Apakah ada yang menolong anda mempermudah tidur?


Ada Tidak ada

Bila ada, jelaskan

5) Tidur malam jam:......... Bangun jam:........... Rata-rata tidur


malam:........ jam.
6) Apakah ada gangguan tidur? Sulit untuk tidur
Bangun terlalu pagi Somnambulisme

Terbangun saat tidur Gelisah saat tidur

Berbicara saat tidur Lain-lain, jelaskan

Masalah Keperawatan: -

3. Kemampuan klien dalam hal-hal berikut ini:


a. Mengantisipasi kebutuhan sendiri: Ya
Tidak
b. Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri:
Ya Tidak
c. Mengatur penggunaan obat:
Ya Tidak
d. Melakukan pemeriksaan kesehatan:
Ya Tidak
Masalah Keperawatan: -

4. Klien memiliki sistem pendukung:


a. Keluarga Ya Tidak
b. Terapis Ya Tidak
c. Teman sejawat Ya Tidak
d. Kelompok sosial Ya Tidak
Masalah Keperawatan:

5. Apakah klien menikmati saat bekerja, kegiatan


produktif atau hobi?
Ya/menikmati Tidak menikmati,
jelaskan............................................

H. MEKANISME KOPING
Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Mampu menyelesaikan Reaksi lambat/ berlebihan
masalah
Tekhnik relaksasi Bekerja berlebihan
Aktivitas konstruktif Menghindar
Olah raga Mencederai diri
Lain-lain Lain-lain

Jelaskan

Masalah Keperawatan: -

I. MASALAH PSIKOSOSIAL & LINGKUNGAN


Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya
Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya

Masalah dengan pendidikan, spesifiknya

Masalah dengan pekerjaan, spesifiknya

Masalah dengan perumahan, spesifiknya

Masalah dengan ekonomi, spesifiknya

Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya

Masalah lainnya, spesifiknya

Masalah Keperawatan: -

J. PENGETAHUAN KURANG TENTANG:


Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan
yang kurang tentang suatu hal:

Penyakit/ gangguan jiwa lain-lain, jelaskan

Masalah Keperawatan:

K. ASPEK MEDIS
Diagnosa Medis
:.................................................................................................

Terapi Medis
:.................................................................................................

Masalah
Keperawatan:.................................................................................................

L. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. ....................................................................................
............................................
2. ....................................................................................
.............................................
3. ....................................................................................
............................................
4. ....................................................................................
.............................................
5. ....................................................................................
.............................................

M. Pohon Masalah

Risiko gangguan persepsi


sensori Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga diri rendah kronik


II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi Sosial
2. Halusinasi Penglihatan dan Pendengaran
3.
dst.

Alas Kusuma, Januari 2021

Perawat yang mengkaji

Kelompok (4)

III. ANALISA DATA


No
Data Senjang Masalah
Dx.
1. DS:

- Keluarga klien mengatakan


klien sejak mengalami
kecelakan terhantuk dayung
sampan menjadi tidak pernah
mau berbicara dengan orang Isolasi Sosial
- Keluarga klien juga
mengatakan, klien selalu terlihat
melamun, dan membuang muka
ketika berbicara
DO:

- Klien tampak sering menunduk


- Klien tidak mau diajak berbicara
- Klien tidak mau disentuh
- Sesekali, klien tampak
tersenyum sambil menunjuk
kearah yang tidak pasti (seolah-
olah melihat sesuatu)
- Klien tampak tidak mau
menatap mata ketika diajak
berbicara

IV. RENCANA KEPERAWATAN


Nama Pasien :Tn. H No. CM :-

Jenis Kelamin :Laki-laki Dx. Medis :Isolasi Sosial

Ruangan : daring Unit Keswa :-

No Diagnosa Tujuan & Rencana Paraf &


Dx. Keperawatan Tindakan Nama
Prwt
1. Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selam 3x
pertemuan di harapkan klien
dengan isolasi sosial dapat
memberikan perubahan
dengan melakukan intervensi:

SP 1 – SP 3 Pasien

1. Me
Nurlaila
mbina hubungan saling
percaya dengan keluarga
dan pasien
2. Men
dorong klien untuk
mengungkapkan
perasaannya.
3. Kaji
pengetahuan klien
tentang perilaku menarik
diri dan tanda-tandanya.
4. Disk
usikan bersama klien
tentang perilaku menarik
diri dan tanda-tandanya
5. Beri
kan pujian terhadap
kemampuan klien dalam
menggunakan
perasaannya.
6. Disk
usikan dengan klien
tentang manfaat
berhubungan dengan
orang lain.
7. Disk
usikan bersama klien
cara berkenalan dengan
orang lain menggunakan
latihan SP 1
(mengajarkan klien
berkenalan dengan 1
orang), SP 2
( memberikan
kesempatan dengan klien
cara berkenalan), dan SP
3 (berkenalan dengan 2
orang atau lebih).
SP 1 Keluarga

- Mendiskusikan
masalah yang
dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
- Menjelaskan
pengertian, tanda dan
gejala isolasi sosial
yang dialami klien
beserta proses
terjadinnya
- Menjelaskan cara-cara
merawat klien dengan
isolasi sosial
SP 2 Keluarga

- Melatih keluarga
mempraktikan cara
merawat klien dengan
isolasi sosial
- Melatih keluarga
mempraktikan cara
merawat langsung
kepada klien isolasi
sosial
SP 3 keluarga

- Membantu keluarga
membuat jadwal
aktivitas di rumah.

V. IMPLEMENTASI & EVALUASI


Nama Pasien : Tn. H No. CM :-

Jenis Kelamin : Laki-laki Dx. Medis :Isolasi Sosial

Ruangan : Rumah Klien Unit Keswa :-

No. Tgl,Paraf
Tindakan Keperawatan Evaluasi
Dx & Nama
1. - membina hubungan saling S:-
percaya dengan klien

- mengkaji pengetahuan
klien tentang perilaku O:
menarik diri dan tanda-
- Klien tampak masih
tandanya
ragu-ragu untuk
- mengkaji pengetahuan berkenalan
klien tentang manfaat dan - Klien tampak masih
keuntungan berhubungan tidak mau berinteraksi
dengan orang lain A:

- Memberikan pujian pada - Klien mengikuti


klien dalam mengungkapkan instruksi apabila
perasaannya dibantu oleh keluarga
- Isolasi sosial
- mengajarkan klien untuk
P:
bisa berkenalan dengan
orang lain - Melanjutkan SP 1, dan
SP 2
- Mengoptimalkan SP 1

S: -

O:

- Mendiskusikan - Ekspresi klien masih


2.
kembali bersama datar
pasien, manfaat dan - Klien mau berjabat
keuntungan jika tangan tetapi tidak
berhubungan dengan mau berbicara
orang lain A:
- Memberikan
- Isolasi Sosial
kesempatan pada
P:
pasien untuk
memperagakan cara - Evaluasi SP 1,
berkenalan dengan 1 optimalkan SP 1.
orang - Lanjutkan SP 2

3. - mengkaji S:
kemampuan klien
- Klien mengatakan
berkenalan dengan
“mau” berkenalan
orang lain
dengan orang lain
- Memberikan
O:
kesempatan kepada
klien untuk - Klien tampak mau

mengulang cara berjabat tangan dan

berkenalan mengucapkan nama


- Klien tampak mau
mengucapkan nama
A:

- Masalah isolasi sosial


klien teratasi sebagian
P:

- Lanjutkan SP 2 dan
SP3
RESUME KEPERAWATAN JIWA

Nama Pasien : Tn. H No. Cm :-

Jenis Kelamin :L Dx. Medis : Isolasi sosial


Ruangan : Daring Unit Keswa : -

TAN DX.
GGA KEPER
DATA FOKUS INTERVENSI IMPLEMENTASI S O A P
L& AWAT
JAM AN
Senin DS: Isolasi Setelah dilakukan - membina hubungan saling S:-
, 11 - Keluarga Sosial
tindakan keperawatan percaya dengan klien
Janu
ari klien selam 3x pertemuan di - mengkaji O:
2021 mengataka harapkan klien dengan pengetahuan - Klien tampak m
10.00 n klien isolasi sosial dapat klien tentang ragu-ragu untuk
-
11.00 sejak memberikan perubahan perilaku berkenalan
WIB mengalami
dengan melakukan menarik diri - Klien tampak m
kecelakan
intervensi: dan tanda- tidak mau
terhantuk
SP 1 – SP 3 Pasien tandanya berinteraksi
dayung
8. - mengkaji pengetahuan klien A:
sampan
menjadi
saling percaya tentang manfaat dan - Klien mengikut

tidak dengan keluarga keuntungan berhubungan instruksi apabil


pernah mau dan pasien dengan orang lain dibantu oleh
berbicara 9. - Memberikan pujian pada keluarga
dengan untuk klien dalam mengungkapkan - Isolasi sosial
orang mengungkapkan perasaannya P:
- Keluarga perasaannya. - mengajarkan klien untuk bisa - Melanjutkan SP
klien juga 10. berkenalan dengan orang lain dan SP 2
mengataka
klien tentang - Mengoptimalka
n, klien
perilaku menarik 1
selalu
diri dan tanda-
terlihat
tandanya.
melamun,
dan 11. S: -
membuang klien tentang - Mendiskusikan kembali O:
muka perilaku menarik bersama pasien, - Ekspresi klien m
ketika diri dan tanda- manfaat dan datar
berbicara tandanya keuntungan jika - Klien mau berja
DO: 12. berhubungan dengan tangan tetapi tid
- Klien terhadap orang lain mau berbicara
tampak
kemampuan klien - Memberikan A:
sering
dalam kesempatan pada pasien - Isolasi Sosial
menunduk
menggunakan untuk memperagakan P:
- Klien tidak
perasaannya. cara berkenalan dengan - Evaluasi SP 1,
mau diajak
13. 1 orang optimalkan SP
berbicara
- Klien tidak klien tentang - Lanjutkan SP 2
mau manfaat
disentuh berhubungan
- Sesekali, dengan orang lain. - mengkaji kemampuan
klien
14. klien berkenalan S:
tampak
klien cara dengan orang lain - Klien mengatak
tersenyum
berkenalan - Memberikan “mau” berkena
sambil
dengan orang lain kesempatan kepada dengan orang la
menunjuk
menggunakan klien untuk mengulang O:
kearah
yang tidak latihan SP 1 cara berkenalan - Klien tampak
pasti (mengajarkan berjabat tangan
(seolah- klien berkenalan mengucapkan n
olah dengan 1 orang), - Klien tampak
melihat SP 2 mengucapkan n
sesuatu) ( memberikan A:
- Klien kesempatan - Masalah i
tampak
tidak mau dengan klien cara sosial klien te
menatap
mata ketika berkenalan), dan sebagian
diajak SP 3 (berkenalan P:
berbicara
dengan 2 orang Lanjutkan SP 2 dan SP
atau lebih).
SP 1 Keluarga
- Mendiskusikan
masalah yang
dirasakan
keluarga dalam
merawat pasien
- Menjelaskan
pengertian,
tanda dan gejala
isolasi sosial
yang dialami
klien beserta
proses
terjadinnya
- Menjelaskan
cara-cara
merawat klien
dengan isolasi
sosial
SP 2 Keluarga
- Melatih
keluarga
mempraktikan
cara merawat
klien dengan
isolasi sosial
- Melatih
keluarga
mempraktikan
cara merawat
langsung kepada
klien isolasi
sosial
SP 3 keluarga
Membantu keluarga
membuat jadwal
aktivitas di rumah

Anda mungkin juga menyukai