Anda di halaman 1dari 27

PENDAHULUAN

Konektivitas menjadi komponen yang patut dipenuhi dalam membangun pariwisata.


Konektivitas berperan sebagai “jembatan” antara wisatawan dengan atraksi wisata.
Tanpa adanya komponen konektivitas, amatlah mustahil jika pariwisata di Indonesia
dapat berkembang pesat hingga saat ini. Seiring dengan berjalannya waktu, timbul
berbagai fenomena yang berkaitan dengan konektivitas pariwisata. Beberapa pihak-
pihak terkait seperti masyarakat, pemerintah, praktisi, akademisi, hingga media
diharapkan bahu-membahu dalam mengenali fenomena tersebut, memberikan respon
bahkan mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. Sebagai akademisi, amatlah
penting jika fenomena tersebut dibahas bersama secara mendalam dengan suatu wadah
untuk menyatukan pikiran. Harapannya, terjadi pertukaran informasi sekaligus diskusi
yang konstruktif membahas hal-hal yang berkaitan dengan pariwisata serta
membangun hubungan positif antar pihak terkait. Sebagai wadah yang diharapkan
memenuhi kebutuhan, The 6th Travel Industry Student Forum (TISF) hadir dan
diselenggarakan di Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

The 6th TISF ini merupakan kegiatan tahunan Program Studi Industri Perjalanan
Sekolah Tinggi Pariwisata NHI Bandung yang diselenggarakan di Bandung, Jawa
Barat, Indonesia pada tanggal 15 November 2018. Acara TISF 2018 ini merupakan
forum yang dilakukan secara berkelanjutan sejak tahun 2013 dengan tema yang
berbeda-beda di tiap tahunnya. Tema yang dipilih kali ini adalah “Connectivity : The
Driving Force in Travel and Tourism Industry” dengan tujuan untuk memfasilitasi
pertukaran informasi dengan adanya diskusi antar komponen “pentahelix pariwisata”
mengenai pariwisata dan membangun hubungan yang postitif demi pembangunan
pariwisata Indonesia.

i
DAFTAR ISI

Alternatif Marketing Pendukung Dalam Proses Rekonstruksi Pasca Gempa


Lombok ....................................................................................................................... 1
Samir Ajri, Ni Wayan Windira

Aksesbilitas Menuju Atraksi Wisata Alam di Kecamatan Ranca Bali


.................................................................................................................................... 17
Iqbal Lisyanto, Yonafia Salsabila, Dea Meirizha, Ikhsan Muttaqin, Siti Adelita

Analisis Percieved Ease of Use Terhadap Keputusan Pembelian Pada Konsumen


Saat Menggunakan Sistem Reservasi Online (Studi Kasus Pada Traveloka)
.................................................................................................................................... 33
Dian Haryani

Analisis SWOT Faktor Pembukaan Rute Penerbangan Internasional di Bandara


Internasional H.AS Hanandjoeddin Belitung (Studi Kasus: Maskapai
Penerbangan Sriwijaya Air) ................................................................................... 50
Prabu Airlangga, Rut Christiani, Noviyanti Hanafi, Olla Gusti, Zhara Yugnie

Dampak Sistem Satu Arah Dalam Keputusan Berkunjung ke Destinasi Wisata


Bogor ......................................................................................................................... 59
Ikbal Fahrul Rozi, Kristian, Yogi Dhiarest

E-Tourism : Web Application To Raise Up The Travel and Tourism Industry


.................................................................................................................................... 79
Anisa Dwiyanti, Ari Yudianto, Fahmi Ahmad, Fuad Hasan

Notification Alarm For Travel and Tourism Guide


.................................................................................................................................... 88
Siti Faridah, Wahyuningtyas Dwi Saputri

Pemanfaatan Media Sosial Terhadap Promosi Wisata Minat Khusus di Taman


Wisata Alam Sicike – Cike .................................................................................... 104
Sri Rahayu Tambunan

Pengembangan Jaringan Transportasi dan Destinasi Pariwisata di Kota Cirebon


.................................................................................................................................. 127
Galuh Putri, Vina Febriani, Millary Agung

ii
Potensi Pemanfaatan Jakabaring Sport City Setelah Asian Games Terhadap
Penyelenggaraan Event Dan Sport Tourism di Kota Palembang
.................................................................................................................................. 149
Arif Setiawan, Fadillah Nur Islami

Prefrensi Wisatawan Domestik Dalam Memilih Jenis Transportasi Air di


Kepulauan Seribu .................................................................................................. 169
Aswar Ferdiansyah, Nastiti Rahmadiani, Ayuni Rizkia, Selvia Puriyantika, Yasmin
Inaya, Rd. Moch. Rhana Respati

Promosi Agrowisata Kopi Gayo di Kabupaten Aceh Tengah ............................ 198


Ikhtiara Mahreta

Promosi Digital Melalui Kompetisi Lombok Bangkit Kreasi Genpi Poltekpar


Lombok Sebagai Alternatif Pemulihan Pasca Gempa ........................................ 217
M. Yusril Haqqi, Reza Fiqri

Proposed Red Hill New Travel Destination Development Program in Bangka


Based on Local Wisdom ......................................................................................... 237
Ghina Mayliana, Lia Yuliana, Puput Choiriyah

Strategi Pengembangan Pariwisata Benteng Van Den Bosch Di Kabupaten Ngawi


(Kajian Atraksi, Amenitas, Aksesibilitas, Dan Ancillary Service) ..................... 255
Nava Ayu, Ilyas Ayub

Strategi Promosi Direct Shuttle Bandara Soekarno Hatta – Tanjung Lesung


Berdasarkan Preferensi Wisatawan ..................................................................... 273
Anita Saphira, Cinta Martinez, Evita Amba,, M. Ekas Suhendar, Ramadhina Irawan

Synergy of Tourism Sector Development ............................................................. 290


Lale Rahma, Muhammad Alfarizi, Lalu Zullaiviatin, Muh. Rafly, Diki Mandala

iii
JARINGAN TRANSPORTASI DAN PENGEMBANGAN DESTINASI
PARIWISATA DI KOTA CIREBON

Millary Agung Widiawaty


Galuh Putri Pramulatsih
Vina Pebriani
Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. DR. Setiabudhi No.229 Bandung
Email : millary@student.upi.edu

Abstrak: Pengembangan pariwisata di Kota Cirebon memerlukan aksesibilitas


yang baik guna menunjang konektivitas wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis peranan jaringan transportasi dalam pengembangan destinasi
pariwisata di Kota Cirebon. Penelitian ini menggunakan analisis jaringan
spasial berbasis SIG untuk memperoleh komponen sistem jaringan jalan pada
tiap kecamatan, sehingga nilai indeks jaringan jalan yang meliputi indeks alfa,
indeks beta, indeks gama, indeks eta, dan kepadatan jaringan jalan. Hasil
penelitian ini menunjukan Kota Cirebon memiliki konektivitas dan aksesibilitas
jaringan jalan yang rendah hingga menengah dengan indeks alfa 0.1323, indeks
beta 1.2608, indeks gama 0.422, indeks eta 0.1576, dan kepadatan jaringan
jalan mencapai 20.869 km/km2. Pada tingkat kecamatan, Pekalipan merupakan
wilayah yang paling mudah diakses bila mengacu pada seluruh parameter
jaringan jalan dan menjadi lokasi yang sesuai untuk pengembangan pariwisata
di Kota Cirebon.

Kata Kunci : Destinasi Pariwisata, Jaringan Jalan, Transportasi

Abstract: Tourism development needs a good accessibility to support regional


connectivity. This study aims to analyse the role of transportation network for
tourism destination development in the Cirebon City. This research uses GIS-
based network spatial analysis to obtain road network system components in
each sub-district, thus transportation indices value which includes alpha indeks,
beta indeks, Gama indeks, eta indeks and road density network. The results
shows The Cirebon City has low-medium connectivity and accessibility with
alpha indeks 0.1323, beta indeks 1.2608, Gama indeks, 0.4221, eta indeks
0.1576 and road network density reach 20.869 km / km2. On sub-district level,
Pekalipan is the most accessible region based on all parameters of road network
and create a suitable place for tourism development in the Cirebon City.

Keywords: Road Network, Transportation, Tourism Destination

127
PENDAHULUAN peningkatan pengetahuan tujuan
1.1 Latar Belakang pariwisata (Wilopo & Hakim,
Sektor pariwisata memiliki peran 2017). Oleh sebab itu, aspek
strategis dalam menciptakan nilai pengembangan transportasi perlu
tambah bagi perekonomian dipertimbangkan dengan baik guna
nasional yang dapat menyerap mendukung sektor pariwisata yang
tenaga kerja dalam jumlah besar. berkelanjutan.
Saat ini sektor pariwisata di Sebagai salah satu wilayah
Indonesia menjadi penyumbang yang diproyeksikan sebagai
devisa terbesar ke dua setelah destinasi wisata unggulan,
industri kelapa sawit (CPO). Pada pengembangan transportasi di Kota
tahun 2016, jumlah wisatawan Cirebon terus dilakukan agar
mancanegara ke Indonesia berbagai jenis destinasi pariwisata
mencapai 12.023.971 kunjungan mampu menarik minat para
(Kementrian Pariwisata, 2017). wisatawan untuk berkunjung
Sektor pariwisata memiliki (Suharsono & Prasadja, 2016).
pertumbuhan tahunan sebesar Menurut Ford, et. al. (2015), aspek
15,54 %, sehingga pada tahun 2020 pengembangan transportasi
sektor ini diprediksikan akan terhadap pariwisata dapat
menjadi penyumbang devisa dilakukan dengan mengkaji
terbesar bagi negara mengalahkan keberadaan jaringan transportasi
sektor industri kelapa sawit yang mempengaruhi aksesibilitas
(Pusdatin Kementrian Pariwisata, dan keberadaan amenitas.
2015). Pengembangan jaringan
Mengingat peranan strategis transportasi juga bertujuan untuk
sektor pariwisata pengembangan mengurangi kemacetan dan
pariwisata perlu ditunjang dengan menciptakan iklim pariwisata yang
berbagai fasilitas serta layanan nyaman bagi wisatawan yang salah
yang disediakan oleh berbagai satu ditinjau dari faktor transport
pihak baik oleh masyarakat, network connetivity yang teridiri
pengusaha, pemerintah pusat atas parameter konektivitas dan
maupun daerah melalui 1) kepadatan jalan, karena pada
pengembangan transportasi yang dasarnya pengembangan pariwisata
meliputi perencanaan rute dan berati meningkatnya pelayanan
ketersediaan alat transportasi, 2) kepada wisatawan selaku customer
pengembangan teknologi berupa (Alba, 2003; Eichhorn & Buhalis,
aplikasi berbasis internet yang 2011; Litman, 2018). Selain itu,
berisi informasi destinasi parwisata merupakan industri yang
pariwisata, 3) pengembangan terpadu mengupayakan
komunikasi meliputi peta detail pengembangan aspek lain berupa
destinasi pariwisata yang tersedia prasarana transportasi yang
di semua wilayah, serta 4) menunjang aksesibilitas (Mustofa,

128
2017a). Di Cirebon, aksesibiltas 2. Mengetahui
yang baik dalam kegiatan pengembangan destinasi pariwisata
pariwisata juga meningkatkan di Kota Cirebon.
short-time visit (halfday tour),
terutama bila keberadaan jalan 1.4 Manfaat Penelitian
arteri dan toll tidak disiasati dengan 1. Secara Teoretis
baik (Mustofa, 2017b). Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan keilmuan
1.2 Rumusan Masalah geografi pariwisata, geografi
Berdasarkan latar belakang tersebut trasportasi dan teknologi geospasial
dapat ditemukan rumusan masalah dalam analisis pengembangan
sebagai berikut. destinasi pariwisata.
1. Bagaimanakah jaringan 2. Secara Praktis
transportasi antar wilayah di Kota Sedangkan manfaat praktis dari
Cirebon? penelitian ini yakni dapat
2. Bagaimanakah bermanfaat bagi pemerintah,
pengembangan destinasi pariwisata masyarakat, pengembang
di Kota Cirebon? pariwisata serta peneliti lain dalam
langkah mengambil kebijakan,
1.3 Tujuan Penelitian kontribusi dalam peningkatan
Berdasarkan rumusan masalah, kunjungan/pengembangan
penelitian ini memiliki dua tujuan destinasi pariwisata di Kota
utama, antara lain. Cirebon melakukan evaluasi serta
1. Mengetahui jaringan memerikan sumbangan ide bagi
transportasi antar wilayah di Kota penelitian serupa.
Cirebon.
1.5 Kerangka Berpikir

Gambar 1.1 Kerangka Berpikir Penelitian


Sumber: Analisis Penulisn, 2018

129
1.6 Hipotesis Penelitian menunjang pengembangan
Penelitian ini merupakan penelitian pariwisata secara berkelanjutan.
kualitatif sehingga dalam Wilayah kajian dalam
perumusan tidak memerlukan penelitian ini berada di Kota
hipotesis penelitian. Penelitian Cirebon. Kota ini terdiri atas 5
didasari pada asumsi bahwa (lima) kecamatan yakni Kecamatan
pengembangan pariwisata memiliki Kesambi, Harjamukti, Pekalipan,
keterkaitan erat dengan jaringan Kejaksan, dan Lemahwungkuk.
transportasi, dimana bila dikelola Penelitian ini dilaksanakan sebulan,
dengan keberadaan jaringgan yakni pada bulan Oktober hingga
transportasi berupa mampu November 2018.
1.7 Tempat dan Waktu Penelitian ke tempat lain bersifat sementara,
Wilayah kajian dalam penelitian ini dilakukan perorangan atau
berada di Kota Cirebon. Kota ini kelompok sebagai usaha mencari
terdiri atas 5 (lima) kecamatan keseimbangan dan kebahagiaan
yakni Kecamatan Kesambi, dengan lingkungan hidup baik
Harjamukti, Pekalipan, Kejaksan, dalam dimensi sosial, budaya,
dan Lemahwungkuk. Penelitian ini alam, dan ilmu melalui kegiatan
dilaksanakan sebulan, yakni pada perjalanan (Kodhyat, 1983).
bulan Oktober hingga November Menurut Yoeti (2008) sektor
2018. pariwisata harus memenuhi 4
(empat) kriteria, 1) suatu perjalanan
KAJIAN PUSTAKA dilakukan dari suatu tempat ke
2.1 Pariwisata tempat lain dan dilakukan di luar
Pariwisata berasal dari bahasa tempat di mana seseorang itu
Sansekerta yang terdiri dari dua menetap; 2) tujuan perjalanan
suku kata, yaitu pari (banyak) dan dilakukan untuk mendapatkan
wisata (perjalanan). Pariwisata kebahagiaan, di luar pekerjaan
dapat diartikan sebagai perjalanan yang biasa dilakukan di tempat
yang dilakukan berkali-kali atau lain; 3) mata uang yang
berputar-putar dari satu tempat ke dibelanjakan wisatawan tersebut
tempat yang lain. Pariwisata di`bawa dari tempat asalnya dan
merupakan keseluruhan kegiatan bukan didapat karena hasil dari
yang berhubungan dengan masuk, usaha selama dalam perjalanan
tinggal, dan pergerakan penduduk pariwisata yang dilakukan; serta 4)
asing di dalam atau di luar suatu paling singkat perjalanan dilakukan
negara, kota, atau wilayah tertentu selama 24 jam.
dengan tujuan untuk ertamasya, Sektor pariwisata merupakan
dan berekreasi (Musanef, 1995; sektor unggulan yang menjadi
Muljadi dan Nurhayati, 2002). salah satu faktor penting dalam
Secara luas, pariwisata diartikan pembangunan wilayah dan
sebagai perjalanan dari satu tempat peningkatan kesejahteraan

130
masyarakat di suatu negara yang meningkatkan prestasi. Oleh sebab
telah mengalami ekspansi dan itu, kegiatan pariwisata dapat
diversifikasi berkelanjutan serta diartikan sebagai suatu aktivitas
menjadi salah satu sektor yang yang dilakukan oleh seseorang
mengalami pertumbuhan terbesar maupun sekelompok orang menuju
di dunia (Kementrian Pariwisata, suatu tempat tertentu dengan
2015). Di Indonesia, pariwisata maksud dan tujuan tertentu. Dalam
merupakan salah satu sektor kegiatan pariwisata terdapat objek
ekonomi yang begitu penting, dan atraksi yang mampu menarik
sehingga mendapatkan perhatian seseorang maupun sekelompok
serius dari pemerintah orang untuk berkunjung, sehingga
diterbitkannya Undang-Undang dikenal istilah destinasi wisata
No. 10 Tahun 2009 Tentang (Fandeli, 1995).
Kepariwisataan ebagai landasan Berbagai jenis destinasi pariwisata
dalam penyelenggaraan kegiataan dapat dibedakan berdasarkan
kepariwisataan. Peraturan tersebut jenisnya. Menurut Ismayanti
mendefinisikan pariwisata sebagai (2010) dan (Hadiwijoyo, 2012),
macam kegiatan pariwisata yang destinasi wisata terbagi menjadi 1)
didukung berbagai fasilitas serta pariwisata olahraga (sport tourism)
layanan yang disediakan oleh baik itu bersifat aktif maupun pasif;
masyarakat, pengusaha (swasta), 2) pariwisata kuliner (culinary
dan pemerintah. Sedangkan tourism); 3) pariwisata religi
kepariwisataan merupakan (pilgrim / religious tourism); 4)
keseluruhan kegiatan yang terkait pariwisata pertanian (agrotourism);
dengan pariwisata serta bersifat 5) pariwisata belanja; 6) pariwisata
multidimensi serta multidisiplin ekologis (ecotourism); 7)
yang timbul sebagai bentuk pariwisata alam; 8) pariwisata
kebutuhan setiap orang di berbagai sosial budaya; dan 9) pariwisata
negara serta interaksi antara minat khusus.
wisatawan dan masyarakat Berdasarkan beberapa
setempat, pemerintah, serta pendapat tersebut, dapat
pengusaha (swasta). disimpulkan bahwa pariwisata
Pariwisata merupakan segala merupakan suatu perjalanan yang
sesuatu yang berkaitan dengan dilakukan sementara waktu, yang
kegiatan pariwisata, termasuk dilakukan dari tempat satu ke
pengusahaan obyek dan daya tarik tempat yang lain dengan tujuan
pariwisata serta usaha-usaha yang bukan untuk bekerja atau berusaha.
terkait di dalamnya. Kegiatan dengan tujuan untuk mendapatkan
pariwisata bermaksud bukan untuk kebahagiaan atau berlibur dan
mencari nafkah, melainkan untuk mencari pengalaman serta
menciptakan kembali kesegaran menambah wawasan dan
baik fisik maupun psikis agar dapat pengetahuan. Selain itu, berbagai

131
destinasi wisata juga dapat yang dapat menjadi factor
dibedakan berdasarkan berbagai pendukung keberhasilan dan
jenis sesuai karakteristiknya. kelancaran pengembangan.
Diantaranya adalah aspek fisik,
2.2 Pengembangan Destinasi aspek daya tarik, aspek
Pariwisata aksesibilitas, juga aspek sosial
Pada titik tertentu, usaha ekonomi dan budaya.
pemanfaatan pariwisata diperlukan Pengembangan aspek fisik meliputi
pengembangan yang berdasarkan pengembangan lingkungan yang
berbagai pertimbangan dan mendukung kegiatan pariwisata
permintaan wisatawan, hal ini yang meliputi kondisi keruangan
berkaitan dengan hukum dalam lingkup administrasi
permintaan dan penawaran dalam maupun kewilayahan, topografi
ekonomi. Pengembangan (kemiringan dan elevasi), tanah
pariwisata adalah proses (batuan dan risiko geologis), iklim
berkelanjutan dengan melakukan (temperratur, kelembapan, curah
penyesuaian dan pengaturan dari hujan, kecepatan angin, dan
sudut pandang permintaan dan penyinaran matahari), hidrologis
penawaran pariwisata untuk (tata air), dan biosfer (makhluk
mencapai tujuannya yakni hidup) disekitar objek pariwisata .
meningkatkan produktifitas Selain aspek fisik, aspek daya tarik
penduduk di sekitar daerah potensi menjadi tak kalah penting karena
pariwisata (Nuryanti, 1994). akan mampu mengundang
Menurut Swarbrooke (1996), pengunjung untuk menikmati
terdapat beberapa jenis atraksi wisata. Menurut Inskeep
pengembangan pariwisata seperti (1991), daya tarik dikategorikan
1) menambah destinasi wisata baru menjadi 3 (tiga), yakni 1) natural
baik dengan cara membuat atau attraction, yakni berupa daya tarik
merevitalisasinya; 2) memperkuat yang menawarkan pesona
tujuan baru yang dilakukan dengan pariwisata alam yang sudah ada di
cara membuat dan menambah daya lokasi objek pariwisata tersebut; 2)
atraksi yang telah ada; 3) cultural attraction, yaitu daya tarik
pengembangan baru secara yang menawarkan kekhasan
keseluruhan agar memperoleh aktivitas manusia yang berupa
jangkauan luas; 4) pengembangan cipta, rasa, karya manusia yang
baru pada objek wisata dengan cara terwujudkan dalam bentuk aktivitas
meningkatkan fasilitas dan budaya, kebiasaan, dan karya seni;
meminimalisir pengeluaran serta 3) special types of attraction
wisatawan; serta 5) penciptaan berupa daya tarik buatan hasil
kegiatan-kegiatan baru. rekayasa dan ide manusia namun
Pengembangan pariwisata terdapat perbedaan dengan culturan
perlu adanya aspek pendukung attraction yang mana sangat

132
menekankan kebudayaan asli, bagaimana implikasinya terhadap
sedangkan special types of masyarakat sekitar bagaimana
attraction cenderung lebih modern kerugiannya dan keuntungannya
sebagai adaptasi dari kebutuhan dengan keberadaan objek
manusia saat ini. pariwisata. Selain itu pula apakah
Sebagai kegiatan perjalana, sudah selaras atau belum dengan
pariwisata juga harus kondisi sosial budaya
mempertimbangkan aspek masyarakatnya.
aksesibilitas dalam Sebuah tempat (destinasi
pengembangannya karena terkait wisata) dapat dikatakan hendak
dengan bagaimana cara manusia melakukan pengembangan bila
untuk menjangkau lokasi terdapat aktivitas pariwisata
pariwisata. Menurut Bovy dan sebelumnya. Namun untuk
Lawson (1998) bahwa jaringan dilakukan pengembangan ini, perlu
jalan memiliki dua peran penting adanya perencanaan yang matang
dalam kegiatan pariwisata, yaitu agar setelah dilakukan
sebagai alat akses, transportasi, dan pengembangan akan menjadi lebih
komunikasi antara pengunjung atau baik dari sebelumnya. Terdapat tiga
wisatawandengan atraksi rekreasi prinsip utama sebelum melakukan
atau fasilitas, dan sebagai cara pengembangan pariwisata
untuk melihat-lihat dan sebagaimana menurut McIntyre
menemukan suatu tempat yang (1993), seperti 1) ecological
membutuhkan perencanaan dalam sustainability, yaitu memastikan
penentuan pemandangan yang bahwa pengembangan yang
dapat dilihat selama perjalanan. dilakukan sesuai dengan proses
Sesuai dengan tujuanya ekologi, biologi, dan keragaman
meningkaykan produktifivitas sumber daya ekologi yang ada; 2)
masyarakat sekitar, baik secara social and cultural sustainability,
langsung (direct effect) maupun yaitu memastikan bahwa
tidak langsung (melaui mekanisme pengembangan yang dilakukan
multiplier effect), sehingga memberi dampak positif bagi
pengembangan pariwisata tak dapat kehidupan masyarakat sekitar dan
dilepaskan dari aspek sosial, sesuai dengan kebudayaan serta
ekonomi, dan budaya (Dede, et. al., nilai-nilai yang berlaku pada
2016; Muta’ali, 2015). Destinasi masyarakat tersebut; serta 3)
pariwisata sangat berkaitan dengan economic sustainability, yaitu
keberadaan masyarakat social memastikan bahwa pengembangan
disana, misalnya dengan bekerja di yang dilakukan efisien secara
sektor pariwisata sebagai tour ekonomi dan bahwa sumber daya
guide, maupun pedagang pernak yang digunakan dapat bertahan
pernik. Dari segi ekonomi, aspek bagi kebutuhan di masa mendatang.
ini perlu dipertimbangkan

133
Dalam pengembangan sector transportasi apa saja yang
pariwisata, sangatlah penting untuk digunakan sehubungan dengan
memperhatikan tindakan pra- kedatangan wisatawan tersebut; 3)
pengembangan. Hal ini berapa lama waktu tinggal dan
dikarenakan pariwisata memiliki berapa jumlah biaya yang
komponen yang sangat perlu dikeluarkan; dan 4) pilihan
dimengerti sebelum melakukan individu dan anggaran belanja.
perencanaan upaya pengembangan Perlu ditekankan bahwa
yang berintegrasi dengan transportasi dan aksesibilitas
masyarakat setempat dan menjadi aspek penting dari prinsip
keberadaan pasar wisatawan (baik permintaan akan pariwisata.
domestik maupun mancanegara) Tentunya karena untuk mencapai
melalui pengembangan atraksi dan lokasi tersebut,
kegaiatn wisata, transportasi, pengunjung/wisatawan akan
akomodasi, infrastruktur, melalui jalur yang menuju lokasi.
kelembagaan pariwisata, serta Apabila akses yang mendukung
fasilitas pendukung lainnya ketercapaian ke lokasi mudah,
(Inskeep, 1991). maka pengunjung akan semakin
banyak mengunjungi tempat
Gambar 2.1 Komponen Pengembangan tersebut.
Pariwisata

2.3 Jaringan Transportasi


Analisis jaringan tranportasi
merupakan aspek penting dalam
geografi transportasi karena
melibatkan node dan hubungan nya
dengan jalan serta sebarannya.
Analisis jaringan transportasi
memberikan ukuran aksesibilitas
dan konektivitas suatu wilayah
(Sumber: Inskeep, 1991) serta menunjukkan perbandingan
jaringan antar wilayah. Variasi
Permintaan pariwisata dari karakteristik jaringan
masyarakat sangat berpengaruh mencerminkan aspek spasial
terhadap segala komponen. tertentu dari sistem sosial dan
Indikator permintaan akan ekonomi (Fitzgerald, 1974).
pariwisata menurut Basu & Irawan Dalam geografi transportasi
(1997) diantaranya 1) jumlah untuk mengidentifikasi beberapa
wisatawan yang berkunjung ke jenis struktur transportasi yang
tempat tersebut; 2) berbagai alat terkait dengan jaringan transportasi

134
dikenal beberapa istilah seperti menekankan pada prinsip bahwa
simpul, tautan, arus, hub atau efisiensi jaringan bergantung pada
koridor (Colby, 2009). Struktur tata letak link/edge dan node/vertex
jaringan meliputi sentripetal serta topologinya. Efisiensi jaringan
sentrifugal perihal aksesibilitas transportasi juga terkait dengan
menuju lokasi. Pola jaringan ketahanannya. Ketahanan jaringan
sentripetal cenderung mendukung merupakan kemampuan untuk
lokasi terbatas sementara jaringan mendukung berbagai masalah
sentrifugal tidak memiliki banyak untuk mempertahankan tingkat
keunggulan. layanan dan konektivitas. Jaringan
yang baik akan tetap terhubung
setelah menghadapi kendala seperti
link yang terputus.
Jaringan transportasi
merupakan dasar untuk melakukan
analisis transportasi yang dapat
diaplikasikan untuk pengembangan
pariwisata. Jaringan transportasi
Gambar 2.2 Jaringan Sentripetal dan
berisikan vertex (node / titik) dan
Sentrifugal
(Sumber: Colby, 2009) edge (garis / link) yang digunakan
untuk mengidentifikasi titik awal
dan akhir dari setiap rute. Setiap
vertex (V) dan edge (E) merupakan
Jaringan transportasi lebih nilai yang digunakan untuk
mudah diaplikasikan pada tingkat merepresentasikan karakteristik
penggunaan nya sebagai contoh jalan pada suatu wilayah.
jumlah penumpang, kendaraan, Keberadaan vertex dan node ini
kapasitas dibandingkan akan menghasilkan indek
berdasarkan topologi tunggal. konektivitas yang meliputi alfa,
Ketidaksetaraan antar lokasi beta, Gama, dan eta.
seringkali dapat diukur secara
kuantitatif berdasarkan hubungan 1. Indeks Alfa
antara edge dan node terkait yang Indeks Alfa merupakan
dihasilkan oleh arus lalu lintas perbandingan antara jumlah jalan
(Setiawan, et. Al, 2018). Efisiensi maksimum yang terdapat dalam
jaringan mewakili kemampuannya jaringan. Kisaran nilai yang didapat
untuk mendukung arus ketika yakni 0 hingga 1. Apabila nilai
kondisi operasi memenuhi kriteria indeks mencapai 1,
kinerja seperti kecepatan, kapasitas mengindikasikan jaringan yang
dan keamanan. Indikator tersebut sangat terkoneksi dengan jaringan
dapat diukur melalui teori grafik jalan lainnya (Sreelekha., et al,
dan analisis jaringan. Metode ini 2016).

135
Gambar 2. 3 Indeks Alfa Gambar 2.5 Indeks Gama
(Sumber: Arlinghaus, 2002) (Sumber: Arlinghaus, 2002)

2. Indeks Beta 4. Indeks Eta


Indeks Beta digunakan untuk Indeks eta merupakan jumlah
mengukur tingkat konektivitas, panjang rata-rata segmen di tiap
dinyatakan oleh hubungan antara jaringan jalan dalam unit geografis
jumlah garis (e) dengan jumlah tertentu. Berbeda dengan nilai
vertex (v). Indeks beta berkorelasi indek konektivitas lainnya, indeks
positif dengan nilai e, dimana eta mencerminkan nilai real dalam
semakin besar nilai (e), maka salam satuan meter. Bila node baru
indeks pun akan turut tinggi ditambahkan akan menyebabkan
(Rodrigue., et al, 2017). penurunan nila indeks eta karena
nilai rata-rata per jaringan jalan
menurun (Setiawan, et. al., 2018).

Gambar 2.4 Indeks Beta


(Sumber: Arlinghaus, 2002)

3. Indeks Gama
Indeks Gama digunakan untuk Gambar 2.6 Indeks Eta
mengukur tingkat konektivitas (Sumber: Arlinghaus, 2002)
dengan mempertimbangkan rasio
antara jumlah garis yang teramati METODE PENELITIAN
dengan jumlah vertex. Nilai indeks 3.1 Lokasi Penelitian
gama berkisar antara 0 dan 1 di Wilayah kajian dalam penelitian ini
mana nilai 1 menunjukkan jaringan yakni berada di Kota Cirebon yang
yang terhubung sepenuhnya, secara geografi terletak pada 108°
namun pada kenyataan jaringan 31’ 09,7357” BT – 108° 35’ 22,75”
jalan seperti ini jarang ditemukan BT dan 6° 41’ 29,40” LS – 6° 47”
(Rodrigue., et al, 2017). 47,73” LS. Kota imni memiliki luas
37,36 km2 yang terbagi menjadi 5
(lima) wilayah kecamatan meliputi

136
Kecamatan Kesambi, Harjamukti, berupa Kali Banjir Kanal
Pekalipan, Kejaksan dan (Kabupaten Cirebon), sebelah
Lemahwungkuk (BPS Kota selatan Kali Jaga (Kabupaten
Cirebon, 2018) dengan batas Utara Cirebon), dan sebelah timur berupa
berupa Kali Kedung Pane Laut Jawa.
(Kabupaten Cirebon), sebelah barat

Gambar 3.2 Lokasi Penelitian


(Analisis Penulis, 2018

Kota Cirebon berada pada mengenai kondisi aksesibilitas dan


ketinggian antara 0 – 126 mdpl. konektivitas wilayah Kota Cirebon
Titik terendah berada pada berdasarkan teori-teori yang ada,
Kecamatan Kejaksan dan tanpa adanya variabel yang
Lemahwungkuk karena berada di dianalisis secara statistik.
wilayah pesisir, sedangkan titik
tertinggi berada pada Kecamatan 3.3 Populasi dan Sampel
Harjamukti. Kota Cirebon Populasi penelitian dalam ini
merupakan wilayah beriklim tropis, terbagi atas populasi jaringan
dengan temperatur udara minimum transportasi dan destinasi wisata.
rata-rata 24,13 °C dan temperatur Sampel jaringan transportasi dan
maksimun rata-rata 31,18 °C serta destinasi pariwisara menggunakan
curah hujan berkisar 2.369,1 mm kaidah sampling jenuh, sehingga
per tahun. seluruh populasi dipergunakan
sebagai sampel penelitian.
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian 3.4 Sumber Data
deskriptif kualitatif karena Penelitian ini memanfaatkan data
berusaha memberikan deskripsi sekunder yang tersedia secara

137
bebas dan mudah diakses untuk pihak yang relevan, baik secara
kepentingan penelitian. Data langsung maupun melalui perantara
mengenai jaringan jalan diperoleh pihak lain terhadap objek yang
melalui HOT BNPB-Open Street diteliti. Data yang diperoleh dari
Map (OSM), sedangkan data studi dokumentasi ini berupa
destinasi wisata didapatkan dari karakteristik wilayah, jaringan
data Dinas Pariwisata Kota Cirebon jalan, destinasi wisata, dan
yang telah terkoreksi secara spasial informasi lain yang menunjang
melalui kegiatan on-screen penelitian.
plotting.
3.6 Metode Analisis Data
1. Generalisasi Jaringan Jalan
3.5 Teknik Pengumpulan Data Generalisasi jalan merupakan
Pemanfaatan data sekunder untuk operasi geometrik yang melibatkan
menganalisis pengembangan tahap seleksi, penggabungan,
transportasi dan destinasi simbolisasi, dan eliminasi. Data
pariwisata di Kota Cirebon, jaringan jalan memiliki berbagai
diperoleh dengan berbagai cara kategori jenis jalan, seperti jalan
sebagai berikut. arteri, jalan tol, jalan kolektor, jalan
lingkungan, jalan lokal dan jalan
1. Studi Literatur lain sesuai dengan Undang-Undang
Studi literatur digunakan untuk Nomor 38 Tahun 2004 Tentang
memperoleh berbagai data Jalan. Dengan menggunakan
sekunder yang berkaitan dengan klasifikasi ini proses seleksi
tujuan penelitian. Pada penelitian dilakukan.
ini, studi literatur diperlukan guna
mengetahui teori tentang konsep 2. Network Analysis
kepariwisataan serta studi tentang Jaringan merupakan sistem elemen
jaringan transportasi. Studi literatur yang saling berhubungan seperti
dalam penelitian ini umumnya garis (edge) dan menghubungkan
dilakukan dengan menelaah persimpangan (vertex) yang
berbagai buku, jurnal atau artikel, menghubungkan setiap rute satu
aturan pemerintah, laporan kinerja wilayah menuju wilayah lain.
atau fenomena, media massa, dan Ekstensi Network Analysis yang
sebagainya yang pada akhirnya terdapat pada software ArcGIS 10.4
dapat dijadikan rujukan penelitian digunakan untuk membangun
yang relevan. dataset jaringan dan melakukan
analisis pada dataset jaringan.
2. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dimaksudkan 3. Menghitung Konektivitas
untuk memperoleh berbagai data Komponen dari analisis
sekunder yang berasal dari berbagai aksesibiltas dan konektivitas yakni

138
network indices seperti indeks alfa,
indeks beta, indeks Gama dan 5. Kepadatan Jaringan Jalan (Road
indeks eta yang secara umum Density)
membutuhkan data berupa garis / Selain itu, pada analisis
jalan (E) dan persimpangan jalan pengembangan destinasi pariwisata
(V) sehingga struktur jaringan jalan juga dapat diketahui dengan
dapat tergambarkan secara menghitung kepadatan jalan (road
matematis (Nagne, dkk., 2013, hlm. density) (Zaki dan Abdullah, 2012,
2592; Nagne dan Bharawati, 2013, hlm. 331; Du dan Law, 2016, hlm.
hlm. 2248). Berikut persamaan 20). Kerapatan jaringan jalan
dalam mengukur jaringan digunakan untuk mengukur
transportasi. perkembangan jaringan
Indeks Alfa (α) = e - v + 1)⁄(2v - 5)
(Persamaan 1) Kepadatan Jalan = L (G) / A
Indeks Beta (β) = e / v (Persamaan 5)
(Persamaan 2)
Indeks Gama (γ) = e / (3 (v - 2)) Keterangan:
(Persamaan 3) L (G) = Panjang Jalan Total (km)
Indeks Eta (η) = L (G) / e A = Luas Wilayah (km2)
(Persamaan 4)
Keterangan: HASIL DAN PEMBAHASAN
e = umlah garis (edge) 4.1 Jaringan Transportasi Kota
v = Jumlah persimpangan(vertex) Cirebon
L (G) = Panjang Jalan Total (km) 1. Jaringan Jalan
e = Jumlah garis Kota Cirebon memiliki panjang
jaringan jalan di Kota Cirebon
4. Scoring sebesar 713,7936 km, dengan
Scoring (pengharkatan) pada tahap rincian jalan arteri 22,4237 km,
ini dimaksudkan untuk jalan kolektor 110,6302 km, jalan
memberikan nilai pada masing- lokal 428,5311 km, jalan
masing kecamatan di Kota Cirebon lingkungan 48,3512 km, jalan tol
agar dapat dilakukan klasifikasi 4,8362 km dan jalan lain 99,0208
tingkat konektivitas setiap km. Data tersebut menunjukkan,
kecamatan. Nilai tersebut diperoleh setiap jenis jalan dapat ditemukan
dari penjumlahan setiap indeks pada wilayah ini, meskipun
konektivitas yang terdiri atas keberadaan jalan arteri dan tol
indeks alfa, indeks beta, indeks hanya berada di beberapa
Gama, dan indeks eta. Penyamaan kecamatan.
nilai antar tiap indeks konektivitas
diberlakukan kaidah nilai mutlak,
sehingga proses penjumlahan dapat
dilakukan.

139
merupakan wilayah dengan total
jaringan jalan terkecil yakni
41,096 km (lihat Gambar 4.2 dan
4.3).

Gambar 4 Panjang Total Jaringan Jalan


Kota Cirebon
(Sumber: Analisis Penulis, 2018)
Gambar 4. 2 Panjang Jaringan Jalan
di Setiap Kecamatan Kota Cirebon
Setiap kecamatan di Kota (Sumber: Analisis Penulis, 2018)
Cirebon memiliki variasi
panjang jalan untuk tiap
jenisnya. Kecamatan Harjamukti
merupakan kecamatan dengan
total jaringan jalan terpanjang
yakni 264,088 km. Kecamatan
Harjamukti merupakan satu-
satunya kecamatan yang dilalui
oleh jalan tol yaitu tol Palimanan
–Kanci. Sehingga akses
wisatawan menuju destinasi di
wilayah ini semakin mudah.
Kemudian disusul oleh
Kecamatan Kesambi dan
Lemahwungkuk yang mana
keduanya sama-sama dilalui
oleh jalan arteri, masing-masing
kecamatan memiliki total Gambar 4. 3 Peta Jaringan Jalan Kota
panjang jaringan jalan sebesar Cirebon
199,232 km dan 113,955 km. (Sumber: Analisis Penulis, 2018)
Kecamatan Lemahwungkuk
merupakan wilayah yang dilalui 2. Konektivitas
jalur pantura yang Sistem jaringan jalan merupakan
menghubungkan antar provinsi komponen utama yang
(Provinsi Jawa Barat dan Jawa mendukung terjadinya
Tengah). Sementara itu, konektivitas intraregion maupun
Kecamatan Kejaksan memiliki interregion. Konektivitas
total jaringan jalan sepanjang merupakan salah satu bagian dari
95,448 km yang mana aksesibilitas atau
merupakan jalur pantura sama kerterjangkauan, dimana
seperti Kecamatan konektivitas hanya mengacu
Lemahwungkuk. Sedangkan pada jumlah koneksi menuju dan
Kecamatan Pekalipan dari region tertentu di
permukaan bumi (Marshall, 205,

140
hlm. 88). Penentuan indeks geografis, data-data yang
konektivitas memerlukan data diperlukan untuk mengkaji
berupa jumlah segmen jalan indeks konektivitas dapat
(edge), jumlah titik diperoleh secara efisien dan
persimpangan (node atau tepat. Data mengenai hal
vertex), dan panjang jalan di tersebut pada tiap kecamatan di
wilayah kajian. Melalui Kota Cirebon tersaji lengkap
teknologi sistem informasi pada tabel berikut.
Tabel 4. 1 Parameter Indeks Konektivitas
No Kecamatan Vertex Edge (e) Panjang Jalan (km)
(v)
1 Harjamukti 1556 1792 264,088
2 Kejaksan 476 627 95,448
3 Pekalipan 187 242 41,096
4 Kesambi 1091 1382 199,232
5 Lemahwungkuk 510 652 113,955

Nilai indeks alfa memiliki segmen dengan jumlah titik di suatu


rentang antara 0,0 hingga 1,0 yang wilayah. Dalam indeks beta, nilai
akan menunjukan tingkat derajat nya diperoleh menggunakan
konektivitas jaringan jalan. persamaan 2, dimana nilai tersebut
Menggunakan persamaan 1 dan menandakan tingkat konektivitas
data dari tabel diketahui nilai dalam sistem jaringan jalan. Kota
indeks alfa di Kota Cirebon Cirebon memiliki indeks beta
mencapai yang berarti intrakoneksi sebesar 1,260, nilai indeks beta
wilayahnya mencapai 13,23 persen. terbesar untuk unit kecamatan
Nilai intrakoneksi tertinggi di dimiliki oleh Kecamatan Kejaksan
Kecamatam Sumur Bandung dengan nilai 1,317 sedangkan nilai
dimiliki oleh Kecamatan Kejaksan terendah untuk Kecamatan
dengan nilai 0,160, sedangkan nilai Harjamukti dengan nilai 1,151.
terendah dimiliki oleh Kecamatan
Haejamukti dengan nilai 0,076.
Perbedaan nilai indeks alfa juga
menunjukkan kelengkapan
intrakoneksi sistem jaringan jalan,
dimana semakin tinggi nilainya
menandakan konektivitas suatu
wilayah mampu dipenuhi hingga
level jalan lingkungan (Nagne,
dkk., 2013).
Indikator konektivitas
selanjutnya yakni indeks beta yang
menunjukkan rasio antara jumlah

141
Gambar 4. 4 Peta Konektivitas Kota nilai 0,4409 atau 44,09 persen.
Bandung Konektivitas yang diukur dengan
(Sumber: Analisis Penulis, 2018)
indeks Gama akan bervariasi bila di
Kota Cirebon memiliki indeks suatu wilayah terdapat node yang
Gama sebesar 0,4221 atau 42,21 memiliki dan tidak memiliki
persen, sedangkan kecamatan yang interkoneksi dengan segmen
memiliki indeks Gama tertinggi maupun node lainnya.
yakni Kecamatan Kejaksan dengan

Tabel 4.2 Indeks Konektivitas setiap Kecamatan di Kota Cirebon


Kecamatan Indeks Alpha Indeks Beta Indeks Gama Indeks Eta
Harjamukti 0,076094 1,151301 0,384261 0,147371
Kejaksan 0,160507 1,317227 0,440928 0,15223
Pekalipan 0,15 1,290667 0,434861 0,169818
Kesambi 0,13413 1,266728 0,423018 0,144162
Lemahwungkuk 0,140887 1,278431 0,427822 0,174778
Total 0,132323 1,260871 0,422178 0,157672

memiliki nilai indeks eta sebesar


0,157 yang berarti panjang rata-rata
tiap segmen jalan sebesar 157
meter, sedangkan untuk pada unit
kecamatan indeks eta terbesar
dimiliki oleh Kecamatan
Lemahwungkuk dengan nilai 0,174
yang berarti panjang rata-rata tiap
segmen jalan sebesar 174 meter.
Informasi detail mengenai indeks
konektivitas tiap kecamatan di
Gambar 4. 5 Edges dan Vertex
Kota Cirebon tersaji pada gambar
Sumber: Analisis Penulis, 2018
4.5.
Tabel 4.3 Skor Konektivitas
Indikator konektivitas yang terakhir
adalah indeks eta, nilainya dapat NO Kecamatan Skor
diperoleh dengan menggunakan 1 Harjamukti 15,31395
persamaan 4. Indeks eta dapat
2 Kejaksan 19,35495
digunakan untuk mengetahui
3 Pekalipan 19,3612
panjang tiap segmen jalan dalam
sebuah sistem jaringan jalan dan 4 Kesambi 17,90769
nilai tersebut dapat digunakan 5 Lemahwungkuk 19,09292
untuk mengukur kecepatan trafik
jaringan lalu lintas. Kota Cirebon 3. Kepadatan Jalan (Road Density)

142
Jalan sebagai penunjang menganalisis kepadatan jalan.
transportasi merupakan komponen Kepadatan jalan atau road density
utama untuk meningkatkan merupakan rasio antara total
pengembangan wilayah. Jaringan panjang jalan terhadap wilayah
jalan yang terdiri atas beberapa yang dinyatakan dalam satuam
jenis jalan yang berada di suatu kilometer per km persegi
wilayah digunakan untuk (Hawbaker, dkk., 2014).
tinggi nilai kepadatan jalan maka
semakin baik tingkat
aksesibilitasnya dan vice versa.
Rata-rata kepadatan jalan di Kota
Cirebon sebesar 20,869 km/km2.
Setiap kecamatan memiliki variasi
kepadatan jalan yang berbeda.
Kecamatan Pekalipan memiliki
kepadatan jalan dengan nilai
tertinggi yaitu sebesar 25,846
km/km2. Sedangkan Kecamatan
memiliki nilai kepadatan jalan
Gambar 4. 6 Kepadatan Jalan setiap sebesar 23,345 km/km2.
Kecamatan di Kota Cirebon
(Sumber: Analisis Penulis, 2018)
Selanjutnya Kecamatan Kejakasan
memiliki nilai kepadatan jalan
sebesar 22,462 km/km2.
Kecamatan Lemahwungkuk
memiliki nilai kepadatan jalan
sebesar 17,833 km/km2.
Kecamatan Harjamukti memiliki
nilai kepadatan jalan sebesar
14,858 km/km2.

4.2 Pengembangan Destinasi


Pariwisata di Kota Cirebon
Total destinasi pariwisata yang
terdata di Kota Cirebon sebanyak
51 jenis yakni alam, buatan,
Gambar 4. 7 Peta Kepadatan Jalan Kota sosial/budaya, religi, dan kuliner.
Cirebon Lemahwungkuk merupakan
(Sumber: Analisis Penulis, 2018) kecamatan dengan total 15
destinasi atau terbanyak di Kota
Kepadatan jalan menjadi Cirebon, dengan rincian 6
indikator untuk mengetahui pariwisata sosial/budaya, 5
aksesibilitas wilayah. Semakin pariwisata kuliner, 2 pariwisata

143
religi, 1 pariwisata buatan, dan 1 berada pada posisi yang strategis
pariwisata alam. Terdapat beberapa karena dilalui oleh jalan arteri
destinasi pariwisata yang unggul di (Jalan Pantura), begitu pula
kecamatan ini, diantaranya Keraton konektivitas wilayah tergolong
Kanoman, Keraton Kasepuhan, dalam kategori tinggi dengan skor
Masjid Agung Sang Cipta Rasa, 19,092. Sedangkan pariwisata
dan Taman Ade Irma Suryani kuliner khas yang dapat dijumpai di
Cirebon. Apabila dilihat dari aspek Lemahwungkuk yaitu berupa
jaringan jalan, Lemahwungkuk rumah makan yang menyediakan

nasi lengko, nasi jamblang, dan mie religi, dan 1 pariwisata


kocok. sosial/budaya. Taman Gua
Di sisi lain keberadaan Sunyaragi merupakan pariwisata
hotel/penginapan menjadi aspek populer yang terdapat di kecamatan
penting yang dapat menarik minat ini, ditunjang dengan keberadaan
wisatawan, namun hanya sedikit pariwisata kuliner khas yang
hotel yang tersebar di wilayah ini. mudah ditemukan di sekitar lokasi
Hotel/penginapan besar hanya pariwisata. Dari segi konektivitas,
berjumlah kurang lebih 5. Kondisi Kesambi tergolong dalam kategori
ini berbandung terbalik dengan sedang dengan skor total 17,907,
jumlah destinasi pariwisata yang dan ditunjang oleh jalan arteri.
tersebar di Lemahwungkuk. Sementara itu sebaran hotel sebagai
Sehingga perlu mengembangkan aspek amenitas cukup tersedia,
penunjang berupa hotel/penginapan terdapat 11 hotel yang tersebar di
agar jumlah kunjungan wisatawan kecamatan ini. Kesambi merupakan
semakian meningkat. kecamatan paling potensial dari
segi keberadaan transportasi publik
(angkutan kota).

Gambar 4. 8 Jumlah Destinasi Pariwisata


setiap Kecamatan di Kota Cirebon
(Sumber: Analisis Penulis, 2018)

Kesambi memiliki jumlah


destinasi 12 jenis, sebanyak 8 Gambar 4. 9 Plot Destinasi Pariwisata di
pariwisata kuliner, 3 pariwisata Kota Cirebon

144
(Sumber: Analisis Penulis, 2018) Kecamatan Harjamukti memiliki
total jumlah destinasi pariwisata
Selanjutnya di Kecamatan sebanyak 7 destinasi yang terbagi
Kejaksan terdapat jumlah destinasi menjadi 5 pariwisata religi, 1
pariwisata total sebanyak 10 pariwisata kuliner, serta 1
destinasi dengan rincian 1 pariwisata buatan. Terdapat
pariwisata religi yaitu Masjid Raya destinasi pariwisata religi yang
At-Taqwa Cirebon, dan 9 cukup menarik yaitu Pura Agung
pariwisata kuliner. Konektivitas di Jati Pramana Cirebon sebab pura
Kejaksan tergolong dalam kategori tersebut merupakan satu-satunya
tinggi berada pada jalur pantura tempat ibadah umat Hindu di
dengan skor 19,354. Namun bila Cirebon (Halim, 2013). Harjamukti
dilihat dari varisai destinasi merupakan satu-satunya kecamatan
pariwisata yang terdapat di yang dilalui oleh jalan tol yang
Kejaksan cenderung kurang mana menandakan bahwa jaringan
beragam. Hal ini berbanding jalan sudah terhubung dengan baik.
terbalik dengan konektivitas Namun konektivitas Harjamukti
wilayah yang tinggi. Kondisi yang tergolong dalam kategori rendah
menguntungkan ini dapat dengan skor 15,313. Sebaran
dimanfaatkan oleh berbagai pihak komponen pengembangan
untuk mengembangkan destinasi pariwisata berupa penginapan/hotel
pariwisata di Kejaksan, seperti di kecamatan ini tergolong sedikit
merencanakan pengembangan yakni berjumlah 6
pariwisata buatan. Sedangkan hotel/penginapan. Sedangkan dari
aspek penunjang berupa segi keberadaan transportasi publik
hotel/penginapan mudah (angkutan kota) Harjamukti sudah
ditemukan, sebayak 23 hotel cukup memadai. Sehingga perlu
tersebar. Kejaksan merupakam dikembangkan lagi agar dapat
kecamatan dengan jumlah menarik minat wisatawan.
hotel/penginapan terbanyak bila Sementara itu Kecamatan
dibandingkan dengan kecamatan Pekalipan memiliki jumlah total
lain di Kota Cirebon. destinasi pariwisata 7 destinasi
yaitu 4 pariwisata kuliner, 2
pariwisata religi dan 1 pariwisata
sosial/budaya. Destinasi yang
populer di Pekalipan yaitu Keraton
Kacirebonan. Keberdaan destinasi
pariwisata di wilayah ini didukung
oleh konektivitas yang baik karena
Gambar 4. 10 Jumlah Hotel setiap
merupakan kecamatan yang
Kecamatan di Kota Cirebon
(Sumber: Analisis Penulis, 2018) memiliki skor tertinggi yakni
19,361 dan dilalui oleh jalan arteri.

145
Sedangkan dari aspek sarana 5.2 Rekomendasi
penunjang berupa Rekomendasi untuk penelitian lain
hotel/penginapan, jumlah hotel yaitu melakukan survei lapangan
guna mendapatkan data sosial dan
yang tersebar di Pekalipan tidak
ekonomi masyarakat setempat.
banyak hanya 4 hotel/penginapan. Sedangkan bagi pemerintah dan
masyarakat turut serta mengambil
langkah dan kebijakan dalam
pengembangan destinasi pariwisata
di Kota Cirebon.

DAFTAR PUSTAKA
Alba, C. A. (2003). Transportation
Accessibility. Milwaukee:
University of Wisconsin.
Basu, S. & Irawan. (1997).
Manajemen Pemasaran
Modern. Yogyakarta: Liberty
BPS Kota Cirebon. (2018). Kota
Cirebon dalam Angka. Kota
Gambar 4. 11 Sebaran Hotel di Kota Cirebon: Badan Pusat
Cirebon Statistik Kota Cirebon.
Analisis Penulis, 2018
Colby, C. C. (2009). “Centrifugal
KESIMPULAN DAN REKO-
and Centripetal Forces in
MENDASI
Urban Geography”. Annals
5.1 Kesimpulan
of the Association of
Secara umum jaringan transportasi
American Geographers, 23
terbagi menjadi 3 indikator yakni
(1): 1 – 20.
jaringan jalan, konektivitas dan
Dede, M., Sewu, R. S. B., Yutika,
kepadatan jalan (road density).
M., & Ramadhan, F. (2018).
Kota Cirebon memiliki
“Analisis Potensi
konektivitas dan aksesibilitas
Perekonomian Sektor
jaringan jalan yang rendah hingga
Pertanian, Kehutanan, dan
dengan kepadatan jaringan jalan
Perikanan serta
mencapai 20.869 km/km2.
Pertambangan dan
Destinasi pariwisata paling banyak
Penggalian di Pantura Jawa
berada di Kecamatan
Barat”. Prosiding Seminar
Lemahwungkuk dengan jumlah 15
Nasional Geografi:
destinasi, meskipun lokasi ini
Epicentrum 5.5, 1: 100 – 108.
secara eksisting memiliki
Fandeli, C. (1995). Dasar-Dasar
konektivitas dan aksesibilitas
Manajemen Kepariwisataan
jaringan transportasi yang lebih
Alam. Yogyakarta : Penerbit
rendah dari pada Kecamatan
Liberty
Pekalipan. Oleh sebab itu,
Ford, A. C., et al. (2015).
pengembangan destinasi wisata
“Transport Accessibility
berbasis aspek transportasi di Kota
Analysis Using GIS:
Cirebon sangat sesuai bila
Assessing
dilakukan di Pekalipan.

146
Sustainable Transport in London”. Planning Measuring People’s
ISPRS International Journal Ability to Reach Desired
of GeoInformation, 4: 124 – Goods and Activities.
149. Victoria: Victoria Transport
Hadiwijoyo, S. S. (2012). Policy Institute.
Perencanaan Pariwisata McIntyre, G. (1993). A Tourism
Pedesaan Berbasis and the environment
Masyarakat (Sebuah publication. Madrid, Spain :
Pendekatan Konsep). World Tourism Organization
Yogyakarta : Graha Ilmu. Mustofa. (2017a). Membangun
Halim, H. S. (2013). “Envisaged the Kota Cirebon sebagai Tujuan
Potential of Sustainable Pariwisata Nasional.
Sacred Tourism in Java http://disporbudpar.cirebonkota.go.
Indonesia”. International id/artikel/62-membangun-
Journal of Business and kota-cirebonsebagai-tujuan-
Social Science. 4 (12): 123 – pariwisata-nasional . Diakses
127. 05 November 2018.
Hidayat, M. (2011). Strategi Mustofa. (2017b). Diversifikasi
Perencanaan dan Fungsi Prasarana Umum
Pengembangan Objek Sebagai Solusi Keterbatasan
Pariwisata (Studi Obyek dan Daya Tarik
Kasus Pantai Pangandaran Wisata. Tersedia
Kabupaten Ciamis Jawa [online]
Barat). Tourism and http://disporbudpar.cirebonkota.go.
Hospitality Essentials (THE) id/artikel/43-diversifikasi-
Journal, Vol. I, No. 1. fungsi-prasaranaumum-
Politeknik Negeri Bandung. sebagai-solusi-keterbatasan-
Inskeep, E. (1991). Tourism obyek-dan-daya-tarik-wisata.
Planning And Suistainable Diakses 05 November 2018.
Development Approach. Van Diakses 05 November 2018.
Nostrand Reinblod, New Muta’ali, L. (2015). Teknik
York. Analisis Regional.
Ismayanti. (2010). Pengantar Yogyakarta: BPF Geografi,
Pariwisata. Jakarta: PT UGM.
Gramedia Widisarana Nuryanti, Wiendu, 1994.
Indonesia Perencanaan Pembangunan
Kementrian Pariwisata. (2016). Regional dan Kawasan Untuk
Laporan Akuntabilitas Kepariwisataan Alam,
Kinerja Kementerian Makalah Disampaikan Pada
Pariwisata Tahun 2016. Diklat Peningkatan Mutu
Jakarta: Kemenpar RI. Profesionalisme Pengelola
Lawson, F. & Bovy, M. (1998). Obyek dan Daya Tarik
Tourism and Recreation Pariwisata, Yogyakarta.
Handbook of Planning and Rodrigue, J. P., Comtois, C., and
Design. Oxford: Slack, B (2017). The
Architectural Press Geography of Transport
Litman, T. (2018). Evaluating Systems. Britania Raya:
Accessibility for Transport Taylor & Francis.

147
Sari, Dewi Kusuma. 2011. Pariwisata. Jakarta: PT.
Pengembangan Pariwisata Pradaya Paramita.
Obyek Pariwisata Pantai
Sigandu
Kabupaten Batang.
Skripsi. Diunduh
dari
http://eprints.undip.ac.id/285
12/1/Full_Text.pdf
Soebagyo. (2012). Strategi
Pengembangan Pariwisata di
Indonesia. Jurnal Liquidity
vol 1 no 2 online. Diunduh
dari
http://download.portalgaruda.org/a
rticle.php?article=519954&v
al=10643&title=St
rategi%20Pengembangan%2
0Pariwisata%20Di%20Indon
esia
Sreelekha, M. G., Krishnamurthy,
K., & Anjaneyulu, M. V. L.
R. (2016). “Assessment of
Topological Pattern of Urban
Road Transport System of
Calicut City”. Journal of
Transportation Research
Procedia. Vol. 17: 253 – 262.
Suharsono & Prasadja, H. (2016).
“Daya Tarik Keraton
Kasepuhan dan Kanoman
Cirebon”. SNaPP: Sosial,
Ekonomi, Humaniora, 6 (1):
183 – 189.
Swarbrooke, J. (1996).
Pengembangan Pariwisata.
Jakarta: Gramedia.
Wilopo, K. K & Hakim, L. (2017).
“Srategi Pengembangan
Destinasi Pariwisata Budaya
(Studi Kasus Pada Kawasan
Situs Trowulan sebagai
Pariwisata Budaya Unggulan
di Kabupaten Mojokerto)”.
Jurnal Administrasi Bisnis,
41 (1): 56 – 65.
Yoeti, O. A. (2008). Perencanaan
dan Pengembangan

148

Anda mungkin juga menyukai