OLEH
MUHAMMAD FIKRUL IRSYAD
NPM
161000221201009
PRODI
TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH
SUMATERA BARAT
1. JELASKAN SEJARAH MESIN KONVERSI ENERGI ?
Mesin konversi energi memegang peran vital dalam perkembangan industri yang
sangat pesat sejak ditemukannya mesin uap sebagai cikal bakal perkembangan mesin
konversi energi saat ini. Mesin uap ini memiliki sistem pembakaran luar dengan
menggunakan air sebagai fluida kerja yang diubah menjadi uap dengan memakai ketel
uap. Uap yang dihasilkan oleh ketel tersebut diteruskan untuk menggerakkan turbin uap.
Sejak abad ke-19 hingga abad ke-20, terjadi perkembangan yang sangat pesat pada
berbagai jenis mesin konversi energi, seperti turbin gas yang memiliki sistem pembakaran
luar dengan memakai udara sebagai fluida kerja dalam siklus Brayton serta penemuan
motor bakar torak yang memiliki sistem pembakaran dalam. Perkembangan ini dimulai
dengan ditemukannya siklus Brayton untuk pembangkit tenaga gas dan siklus empat
langkah oleh Nicolas A. Otto (1832-1891) yang kemudian dikenal sebagai siklus otto.
Siklus otto banyak digunakan pada motor bakar torak dengan bahan bakar bensin,
sehingga lebih dikenal dengan motor bensin.
Pada tahun 1880-an beberapa ahli (Dugald Clerk, 1854-1913 dan James Robson,
1833-1913 dari Inggris serta Karl Benz, 1844-1929 dari Jerman) berhasil menemukan
suatu siklus dua langkah yang memiliki daya relatif lebih besar dari siklus empat langkah.
Perkembangan berikutnya ialah di tahun 1890, seorang ahli mesin asal Jerman
bernama Rudolf Diesel (1858-1913) menemukan suatu mesin pembakaran dalam jenis
baru, atau lebih dikenal dengan nama motor diesel. Kemudian pada tahun 1957 Felix
Wenkel dari jerman menemukan suatu mesin rotary yang lebih dikenal dengan nama
mesin wenkel.
Seluruh mesin konversi energi tersebut, dapat diklasifikasikan atas dua kelompok,
yaitu:
Permasalahan polusi udara akibat kendaraan bermotor mulai timbul pada tahun
1940-an di Los Angeles. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa asap putih (smog) timbul
akibat reaksi antara oksida-nitrogen dengan hidrokarbon. Emisi hidrokarbon banyak
ditemukan pada gas buang kendaraan bermotor.
Gas alam memiki masa depan yang lebih baik, dari segi lingkungan karena
kandungan emisi Hidrokarbon dan partikulat relatif sangat sedikit, serta dapat terbakar
sempurna. Dengan demikian, bahan bakar bensin dan diesel yang selama ini digunakan
dapat diganti dengan gas alam atau bahan bakar lain yang lebih ramah lingkungan. Untuk
pengganti bahan bakar bensin perlu diperhatikan apakah bahan bakar tersebut dapat
digunakan langsung pada motor bakar bensin atau tidak. Ini dapat ditentukan dengan
melihat harga dari Bilangan Oktana (Oktane Number, ON) dari bahan bakar tersebut. Hal
ini sangat penting untuk menghindari terjadinya knocking.
Harga bilangan oktane yang dimiliki oleh suatu bahan bakar harus lebih besar
daripada harga Bilangan Oktana Minimum (Minimum Octane Number, MON) yang
dibutuhkan oleh motor untuk kondisi operasi tertentu, agar tidak terjadi detonasi.
Konversi energi termal lautan adalah metode untuk menghasilkan energi listrik
menggunakan perbedaan temperatur yang berada di antara laut dalam dan perairan dekat
permukaan untuk menjalankan mesin kalor. Seperti pada umumnya mesin kalor, efisiensi
dan energi terbesar dihasilkan oleh perbedaan temperatur yang paling besar. Perbedaan
temperatur antara laut dalam dan perairan permukaan umumnya semakin besar jika
semakin dekat ke ekuator. Pada awalnya, tantangan perancangan OTEC adalah untuk
menghasilkan energi yang sebesar-besarnya secara efisien dengan perbedaan temperatur
yang sekecil-kecilnya.
Permukaan laut dipanaskan secara terus menerus dengan bantuan sinar matahari,
dan lautan menutupi hampir 70% area permukaan bumi. Perbedaan temperatur ini
menyimpan banyak energi matahari yang berpotensial bagi umat manusia untuk
dipergunakan. Jika hal ini bisa dilakukan dengan cost effective dan dalam skala yang
besar, OTEC mampu menyediakan sumber energi terbaharukan yang diperlukan untuk
menutupi berbagai masalah energi.
Konsep mesin kalor adalah umum pada termodinamika, dan banyak energi yang
berada di sekitar manusia dihasilkan oleh konsep ini. Mesin kalor adalah alat
termodinamika yang diletakkan di antara reservoir temperatur tinggi dan reservoir
temperatur rendah. Ketika kalor mengalir dari temperatur tinggi ke temperatur rendah,
alat tersebut mengubah sebagian kalor menjadi kerja. Prinsip ini digunakan pada mesin
uap dan mesin pembakaran dalam, sedangkan pada alat pendingin, konsep tersebut
dibalik. Dibandingkan dengan menggunakan energi hasil pembakaran bahan bakar, energi
yang dihasilkan OTEC didapat dengan memanfaatkan perbedaan temperatur lautan
disebabkan oleh pemanasan oleh matahari.
Siklus kalor yang sesuai dengan OTEC adalah siklus Rankine, menggunakan
turbin bertekanan rendah. Sistem dapat berupa siklus tertutup ataupun terbuka. Siklus
tertutup menggunakan cairan khusus yang umumnya bekerja sebagai refrigeran, misalnya
ammonia. Siklus terbuka menggunakan air yang dipanaskan sebagai cairan yang bekerja
di dalam siklusnya.
Meski sistem OTEC adalah suatu teknologi terbaru, konsepnya memiliki jalan
pengembangan yang panjang. Dimulai pada tahun 1881, yaitu ketika Jacques Arsene
d'Arsonval, fisikawan prancis yang mengajukan konsep konversi energi termal lautan.
Dan murid d'Arsonval, George Claude yang membuat pembangkit listrik OTEC pertama
kalinya di Kuba pada tahun 1930. Pembangkit listrik itu menghasilkan listrik 22 kilowatt
dengan turbin bertekanan rendah.
Pada tahun 1931, Nikola Tesla meluncurkan buku "On Future Motive Power"
yang mencakup konversi energi termal lautan. Meski ia tertarik dengan konsep tersebut,
ia beranggapan bahwa hal ini tidak bisa dilakukan dalam skala besar.
Di tahun 1935, Claude membangun pembangkit kedua di atas 10000 ton kargo
yang mengapung di atas lepas pantai Brazil. Namun cuaca dan gelombang
menghancurkan pembangkit listrik tersebut sebelum bisa menghasilkan energi.
Di tahun 1962, J. Hilbert Anderson dan James H. Anderson, Jr. mulai mendesain
sebuah siklus untuk mencapai tujuan yang tidak dicapai Claude. Mereka fokus pada
pengembangan desain baru dengan efisiensi yang lebih tinggi. Setelah menganalisa
masalah yang ditemukan pada desain Claude, akhirnya mereka mematenkan desain siklus
tertutup buatan mereka pada tahun 1967.
Amerika serikat mulai terlibat pada penelitian OTEC pada tahun 1974, ketika
otoritas Natural Energy Laboratory of Hawaii mendirikan Keahole Point di Pantai Kona,
Hawaii. Laboratorium itu merupakan fasilitas penelitian dan percobaan OTEC terbesar di
dunia. Hawaii merupakan lokasi yang cocok untuk penelitian OTEC karena permukaan
lautnya yang hangat dan akses ke laut dalam yang dingin. Selain itu, Hawaii juga negara
bagian yang biaya listriknya cukup mahal di Amerika Serikat.
Meski Jepang tidak memiliki tempat yang berpotensial untuk mendirikan OTEC,
namun Jepang banyak berkontribusi dalam penelitian dan pengembangan OTEC,
terutama untuk ekspor dan penerapannya di luar negeri. Salah satu proyek Jepang dalam
pengembangan OTEC adalah fasilitas OTEC di Nauru yang menghasilkan 120 kW listrik.
90 kW dimanfaatkan untuk menggerakkan fasilitas OTEC tersebut dan 30 kW dialirkan
ke sekolah-sekolah dan beberapa tempat di Nauru.
PERIODE V
Sejarah pengembangan teknologi sel surya (solar cell) atau photovoltaic (lm ml.
ii ketika seorang fisikawan Prancis bernama Antoine-Cdsar Becquer-el melakukan
serangkaian penelitiannya pada 1839. Becquerel menemukan fakta tegangan listrik dapat
termanifestasikan saat cahaya jatuh pada sebuah elektroda. Itulah pengamatan pertama
dalam sejarah terhadap efek dari photovoltaic.
Istilah photovoltaic merujuk dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu
foto yang berbunyi "phos" dan berarti cahaya serta voltaic merupakan hasil
pengembangan dari istilah volt yang diambil dari nama Alessandro Volta, seorang
pelopor dalam pengembangan energi listrik. Photovoltaic (PV) secara harfiah bisa berarti
cahaya listrik.
Dari data yang dipaparkan Encyclopedia Britannica, penemu pertama sel surya
adalah Charles Fritts pada 1883. Ilmuwan berkebangsaan Amerika Serikat (AS) itu
menggunakan lapisan selenium sebagai semikonduktor yang sangat tipis dan dilapisi
dengan emas.
Namun, sinar matahari yang dikonversi menjadi listrik dengan menggunakan sel
surya buatannya itu hanya menghasilkan efisiensi sebanyak satu persen. Dengan hasil itu,
sel surya pengembangan Fritts terbilang belum efektif digunakan sebagai sumber energi.
Ilmuwan lain yang memiliki andil dalam pengembangan PV ialah Russel Ohl.
Sarjana yang bekerja pada AT T Bell Labs, New Jersey, AS, itu menjadi ilmuwan pelopor
penelitian di bidang semikonduktor.
Pada 1941, Ohl menggunakan silikon pada sel surya buatannya. Panel surya
buatan Ohl itu mendapatkan paten bernomor US2402662 dan karena hal itu Ohl dikaitkan
dengan pengembangan sel surya modern.
Langkah yang lebih besar dalam pengembangan bidang photovoltaic terjadi pada
1954 ketika tiga orang peneliti, yaitu Gerald Pearson, Calvin Fuller, dan Daryl Chapin,
dari AT T Bell Labs secara tidak sengaja menemukan bahwa silikon dengan impurity
(campuran berbagai berbagai senyawa dari unsur gas, cair, dan padat) tertentu menjadi
sangat sensitif terhadap cahaya.
Ketiga peneliti itu menjadi kelompok peneliti pertama yang membuat perangkat
praktis dengan mengonversi sinai matahari menjadi energi listrik.Panel surya buatan
mereka bisa mengubah sinar matahari menjadi tenaga listrik dengan tingkat efisiensi
sebanyak 6 persen. Saat ini, ada lima negara yang berperan sebagai produsen utama
perangkat photovoltaic, yaitu Jepang, China, Jerman, Taiwan, dan Amerika Serikat. Pada
tahun lalu, China telah mengukuhkan diri sebagai negara produsen photovoltaic terbesar
di dunia.
Di dalam inti atom tersimpan tenaga inti (nuklir) yang luar biasa besarnya.
Tenaga nuklir itu hanya dapat dikeluarkan melalui proses pembakaran bahan bakar
nuklir. Proses ini sangat berbeda dengan pembakaran kimia biasa yang umumnya sudah
dikenal, seperti pembakaran kayu, minyak dan batubara. Besar energi yang tersimpan (E)
di dalam inti atom adalah seperti dirumuskan dalam kesetaraan massa dan energi oleh
Albert Einstein : E = m C2, dengan m : massa bahan (kg) dan C = kecepatan cahaya (3 x
108 m/s). Energi nuklir berasal dari perubahan sebagian massa inti dan keluar dalam
bentuk panas.
Dilihat dari proses berlangsungnya, ada dua jenis reaksi nuklir, yaitu reaksi nuklir
berantai tak terkendali dan reaksi nuklir berantai terkendali. Reaksi nuklir tak terkendali
terjadi misal pada ledakan bom nuklir. Dalam peristiwa ini reaksi nuklir sengaja tidak
dikendalikan agar dihasilkan panas yang luar biasa besarnya sehingga ledakan bom
memiliki daya rusak yang maksimal. Agar reaksi nuklir yang terjadi dapat dikendalikan
secara aman dan energi yang dibebaskan dari reaksi nuklir tersebut dapat dimanfaatkan,
maka manusia berusaha untuk membuat suatu sarana reaksi yang dikenal sebagai reaktor
nuklir. Jadi reaktor nuklir sebetulnya hanyalah tempat dimana reaksi nuklir berantai
terkendali dapat dilangsungkan. Reaksi berantai di dalam reaktor nuklir ini tentu sangat
berbeda dengan reaksi berantai pada ledakan bom nuklir.
Sejarah pemanfaatan energi nuklir melalui Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
dimulai beberapa saat setelah tim yang dipimpin Enrico Fermi berhasil memperoleh
reaksi nuklir berantai terkendali yang pertama pada tahun 1942. Reaktor nuklirnya sendiri
sangat dirahasiakan dan dibangun di bawah stadion olah raga Universitas Chicago. Mulai
saat itu manusia berusaha mengembangkan pemanfaatan sumber tenaga baru tersebut.
Namun pada mulanya, pengembangan pemanfaatan energi nuklir masih sangat terbatas,
yaitu baru dilakukan di Amerika Serikat dan Jerman. Tidak lama kemudian, Inggris,
Perancis, Kanada dan Rusia juga mulai menjalankan program energi nuklirnya.
Listrik pertama yang dihasilkan dari PLTN terjadi di Idaho, Amerika Serikat,
pada tahun 1951. Selanjutnya pada tahun 1954 PLTN skala kecil juga mulai dioperasikan
di Rusia. PLTN pertama di dunia yang memenuhi syarat komersial dioperasikan pertama
kali pada bulan Oktober 1956 di Calder Hall, Cumberland. Sistim PLTN di Calder Hall
ini terdiri atas dua reaktor nuklir yang mampu memproduksi sekitar 80 juta Watt tenaga
listrik. Sukses pengoperasian PLTN tersebut telah mengilhami munculnya beberapa
PLTN dengan model yang sama di berbagai tempat.
Teknologi energi adalah teknologi yang terkait dengan bidang-bidang mulai dari
sumber, pembangkitan, penyimpanan, konversi -energi dan pemanfaatannya untuk
kebutuhan manusia. Sektor kebutuhan utama yang paling besar dalam jumlah untuk
massa mendatang adalah sektor kelistrikan dan sektor transportasi. Sumber energi dapat
digolongkan menjadi dua bagian yaitu energi terbarukan dan energi tak terbarukan.
Dalam pembangkitan energi beberapa sistem pembangkitan yang telah digunakan untk
memenuhi kebutuhan energi didunia, seperti:
• Tebu
Tebu (bahasa Inggris: sugar cane) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan
baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini
termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen
mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa
dan Sumatra.
Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin
pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan tebu tersebut
disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari
proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya
berupa tetes (molasse) dan air. Daun tebu yang kering (dalam bahasa Jawa, dadhok)
adalah biomassa yang mempunyai nilai kalori cukup tinggi. Ibu-ibu di pedesaan sering
memakai dadhok itu sebagai bahan bakar untuk memasak; selain menghemat minyak
tanah yang makin mahal, bahan bakar ini juga cepat panas. Dalam konversi energi pabrik
gula, daun tebu dan juga ampas batang tebu digunakan untuk bahan bakar boiler, yang
uapnya digunakan untuk proses produksi dan pembangkit listrik.
• Minyak Sayur
Minyak sayur dapat digunakan sebagai makanan atau bahan bakar; kualitas dari
minyak dapat lebih rendah untuk kegunaan bahan bakar. Minyak sayur dapat digunakan
dalam mesin diesel yang tua (yang dilengkapi dengan sistem injeksi tidak langsung, tapi
hanya dalam iklim yang hangat. Dalam banyak kasus, minyak sayur dapat digunakan
untuk memproduksi biodiesel, yang dapat digunakan kebanyakan mesin diesel bila
dicampur dengan bahan bakara diesel konvensional. MAN B&W Diesel, Wartsila dan
Deutz AG menawarkan mesin yang dapat digunakan langsung dengan minyak sayur.
Minyak sayur bekas yang diproses menjadi biodiesel mengalami peningkatan, dan dalam
skala kecil, dibersihkan dari air dan partikel dan digunakan sebagai bahan bakar.
• Biodisel
• Bioalkohol
Alkohol yang diproduksi secarai biologi, yang umum adalah ethanol, dan yang
kurang umum adalah propanol dan butanol, diproduksi dengan aksi mikroorganisme dan
enzym melalui fermentasi gula atau starch, atau selulosa. Biobutanol seringkali dianggap
sebagai pengganti langsung bensin, karena dapat digunakan langsung dalam mesin
bensin. Butanol terbentuk dari ABE fermentation (acetone, butanol, ethanol) dan
eksperimen modifikasi dari proses tersebut memperlihatkan potensi yang menghasilkan
energi yang tinggi dengan butanol sebagai produk cair. Butanol dapat menghasilkan
energi yang lebih banyak dan dapat terbakar “langsung” dalam mesin bensin yang sudah
ada (tanpa modifikasi mesin).[10] Dan lebih tidak menyebabkan korosi dan kurang dapat
tercampur dengan air dibanding ethanol, dan dapat didistribusi melalui infrastruktur yang
telah ada. Dupont dan BP bekerja sama untuk menghasilkan butanol. Bahan bakar ethanol
merupakan biofuel paling umum di dunia, terutama bahan bakar ethanol di Brazil. Bahan
bakar alkohol diproduksi dengan cara fermentasi gula yang dihasilkan dari gandum,
jagung, sugar beet, sugar cane, molasses dan gula atau starch yang dapat dibuat minuman
beralkohol (seperti kentang dan sisa buah, dll). Produksi ethanol menggunakan digesti
enzyme untuk menghasilkan gula dari starch, fermentasi gula, distilasi dan pengeringan.
Proses ini membutuhkan banyak energi untuk pemanasan (seringkali menggunakan gas
alam). Produksi ethanol selulosik menggunakan tanaman non-pangan atau produk sisa
yang tak bisa dikonsumsi, yang tidak mengakibatkan dampak pada siklus makanan.
Memproduksi ethanol dari selulosa merupakan langkah-tambahan yang sulit dan mahal
dan masih menunggu penyelesaian masalah teknis. Ternak yang memakan rumput dan
menggunakan proses digestif yang lamban untuk memecahnya menjadi glukosa (gula).
Dalam laboratorium ethanol selulosik, banyak proses eksperimental sedang dilakukan
untuk melakukan hal yang sama, dan menggunakan cara tersebut untuk membuat bahan
bakar ethanol.
Bahan bakar ethanol memiliki BTU yang lebih rendah, yang berarti memerlukan
lebih banyak bahan bakar untuk melakukan perjalan dengan jarak yang sama. Dalam
mesin kompresi-tinggi, dibutuhkan bahan bakar dengan sedikit ethanol dan pembakaran
lambat untuk mencegah pra-ignisi yang merusak (knocking). Ethanol sangat korosif
terhadap sistem pembakaran, selang dan gasket karet, aluminum, dan ruang pembakaran.
Oleh karena itu penggunaan bahan bakar yang mengandung alkohol ilegal bila digunakan
pesawat. Untuk campuran ethanol konsentrasi tinggi atau 100%, mesin perlu
dimodifikasi. Ethanol yang meyebabkan korosif tidak dapat disalurkan melalui pipa
bensin, oleh karena itu diperlukan truk tangki stainless-steel yang lebih mahal,
meningkatkan konsumsi biaya dan energi yang dibutuhkan untuk mengantar ethanol ke
konsumen.Banyak produsen kendaraan sekarang ini memproduksi kendaraan bahan bakar
fleksibel, yang dapat beroperasi dengan kombinasi bioethanol dan bensin, sampai dengan
100% bioethanol. Alkohol dapat bercampur dengan bensin dan air, jadi bahan bakar
ethanol dapat tercampur setelah proses pembersihan dengan menyerap kelembaban dari
atmosfer. Air dalam bahan bakar ethanol dapat mengurangi efisiensi, menyebabkan mesin
susah dihidupkan, menyebabkan gangguan operasi, dan mengoksidasi aluminum (karat
pada karburator dan komponen dari besi).
• Syngas