Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

TERAPI BERMAIN “TEMPEL GAMBAR”

1.1   LATAR BELAKANG

Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak


secara optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain
ini tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat dirawat
di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak
menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut
merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa
stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan
anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan
melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya
(distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Tujuan bermain
di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan
perkembangan secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi
lebih efektif terhadap stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan
kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga
terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).

1.2   TUJUAN

a. TUJUAN UMUM

Meminimalkan dampak hospitalisasi pada anak

b. TUJUAN KHUSUS

1.      Anak dapat lebih mengetahui jenis dan nama hewan

2.      Menurunkan tingkat kecemasan pada anak

3.      Mengembangkan imajinasi pada anak


BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1     PENGERTIAN BERMAIN

Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh


kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang berpendapat
bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas bekerja
dan bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena beberapa ahli psikolog mengatakan
bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.

Bermain adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang secara sukarela untuk


memperoleh kesenangan atau kepuasan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir
(Suhendi, 2001). Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan
atau mempraktekkan ketrampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi
kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Aziz A,
2005). Jadi kesimpulannya bermain adalah cara untuk memperoleh kesenangan  agar
anak dapat kreatif dan mengekspresikan pikiran, tanpa mempertimbangkan hasil akhir.

2.2    KATEGORI BERMAIN

Bermain Aktif: Anak banyak menggunakan energy inisiatif dari anak sendiri.

Contoh: bermain sepak bola.

Bermain Pasif: Energi yang dikeluarkan sedikit, anak tidak perlu melakkan aktivitas


(hanya melihat)

Contoh: Memberikan support.

2.3    CIRI-CIRI BERMAIN

1.         Selalu bermain dengan sesuatu atau benda

2.         Selalu ada timbal balik interaksi

3.         Selalu dinamis
4.         Ada aturan tertentu

5.         Menuntut ruangan tertentu

2.4    KLASIFIKASI BERMAIN MENURUT ISI

1.  Social affective play

           Anak belajar memberi respon terhadap respon yang diberikan oleh lingkungan
dalam bentuk permainan, misalnya orang tua berbicara memanjakan anak tertawa
senang, dengan bermain anak diharapkan dapat bersosialisasi dengan lingkungan.

2.  Sense of pleasure play

      Anak memperoleh kesenangan dari satu obyek yang ada di sekitarnya, dengan
bermain anak dapat merangsang perabaan alat, misalnya bermain air atau pasir.

3.  Skill play

Memberikan kesempatan bagi anak untuk memperoleh ketrampilan tertentu dan


anak akan melakukan secara berulang-ulang misalnya mengendarai sepeda.

4.  Dramatika play role play

Anak berfantasi menjalankan peran tertentu misalnya menjadi ayah atau ibu.

2.5    KLASIFIKASI BERMAIN MENURUT KARAKTERISTIK SOSIAL

1.   Solitary play

Jenis permainan dimana anak bermain sendiri walaupun ada beberapa orang lain
yang bermain disekitarnya. Biasa dilakukan oleh anak balita Toddler.

2.   Paralel play

Permaianan sejenis dilakukan oleh suatu kelompok anak masing-masing


mempunyai mainan yang sama tetapi yang satu dengan yang lainnya tidak ada
interaksi dan tidak saling tergantung, biasanya dilakukan oleh anak pre school.

Contoh : bermain balok


3.  Asosiatif play

Permainan dimana anak bermain dalam keluarga dengan aktivitas yang sama
tetapi belum terorganisasi dengan baik, belum ada pembagian tugas, anak bermain
sesukanya.

4.  Kooperatif play

Anak bermain bersama dengan sejenisnya permainan yang terorganisasi dan


terencana dan ada aturan tertentu. Biasanya dilakukan oleh anak usia
sekolah Adolesen.

2.6     FUNGSI BERMAIN

          Anak dapat melangsungkan perkembangannya

1.  PERKEMBANGAN SENSORIK MOTORIK

Membantu perkembangan gerak dengan memainkan obyek tertentu, misalnya

meraih pensil.

2.  PERKEMBANGAN KOGNITIF

Membantu mengenal benda sekitar (warna, bentuk kegunaan).

3.  KREATIFITAS

Mengembangkan kreatifitas menoba ide baru misalnya menyusun balok.

4.  PERKEMBANGAN SOSIAL

Diperoleh dengan belajar berinteraksi dengan orang lain dan mempelajari belajar

dalam kelompok.

5.  KESADARAN DIRI (SELF AWARENESS)

Bermain belajar memahami kemampuan diri, kelemahan, dan tingkah laku terhadap

orang lain.

6.  PERKEMBANGAN MORAL
Interaksi dengan orang lain, bertingkah laku sesuai harapan teman, menyesuaikan

dengan aturan kelompok.

Contoh : dapat menerapkan kejujuran

7.  TERAPI

Bermain kesempatan pada anak untuk mengekspresikan perasaan yang tidak enak,

misalnya : marah, takut, benci.

8.  KOMUNIKASI

Bermain sebagai alat komunikasi terutama bagi anak yang belum dapat mengatakan

secara verbal, misalnya : melukis, menggambar, bermain peran.

2.7     FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS BERMAIN

1.         Tahap perkembangan, tiap tahap mempunyai potensi / keterbatasan

2.         Status kesehatan, anak sakit à perkembangan psikomotor kognitif terganggu

3.         Jenis kelamin

4.         Lingkungan à lokasi, negara, kultur

5.         Alat permainan à senang dapat menggunakan

6.         Intelegensia dan status sosial ekonomi

2.8     TAHAP PERKEMBANGAN BERMAIN

1.    Tahap eksplorasi

       Merupakan tahapan menggali dengan melihat cara bermain

2.    Tahap permainan

       Setelah tahu cara bermain, anak mulai masuk dalam tahap permainan

3.    Tahap bermain sungguhan

Anak sudah ikut dalam permainan


4.    Tahap melamun

Merupakan tahapan terakhir anak membayangkan permainan berikutnya.

2.9   TAHAP TUMBUH KEMBANG dan KARAKTERISTIK BERMAIN ANAK

PRESCHOOL (2-6 TAHUN)

                  Masa kanak-kanak dini atau anak usia pra-sekolah merupakan fase
perkembangan individu sekitar 2-6 tahun, ketika anak mulai memiliki kesadaran
tentang dirinya sebagai perempuan atau laki-laki, dapat mengatur diriya sendiri dan
mengenal bebrapa hal yang dianggap berbahaya. Secara umum, aspek-aspek
perkembangan pada usia anak pra sekolah ini dapat diuraikan sebagai berikut;
1. Perkembangan fisik
                  Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan
berikutnya. Seiring meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut berat
badan dan tinggi, maupun tenaganya, memungkinkan anak untuk lebih
mengembangkan keterampilan fisiknya dan eksplorasi terhadap lingkungan tanpa
bantuan orang tua. Pada usia ini banyak perubahan fisiologis seperti pernapasan
yang menjadi lebih lambat dan dalam serta denyut jantung lebih lama dan menetap.
Proporsi tubuh juga berubah secara dramatis seperti pada usia 3 tahun, rata-rata
tingginya sekitar 80-90 cm dan beratnya sekitar 10-13 kg, sedangkan pada usia 5
tahun tingginya dapat mencapai 100-110 cm. Tulang  kakinya tumbuh dengan
cepat dan tulang-tulang semakin besar dan kuat, pertumbuhan gigi semakin
komplit. Untuk perkembangan fisik anak sangat diperlukan gizi yang cukup seperti
protein, vitamin, dan mineral dsb.
2. Perkembangan Intelektual
                  Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada
periode preoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai
operasi mental secara logis. Periode ini juga ditandai dengan berkembangnya
representasional atau symbolic function yaitu kemampuan menggunakan sesuatu
untuk mempresentasikan sesuatu yang lain menggunakan simbol-simbol seperti
bahasa, gambar, isyarat, benda, untuk melambangkan sesuatu atau peristiwa.
Melalui kemampuan diatas, anak mampu berimajinasi atau berfantasi tentang
berbagai hal. Ia dapat menggunakan kata-kata, benda untuk mengungkapkan
lainnya atau suatu peristiwa.
3. Perkembangan Emosional
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa akunya (dirinya)
berbeda dengan Aku (orang lain atau benda). Kesadaran ini diperoleh dari
pengalaman bahwa tidak semua keinginannya dapat dipenuhi orang lain.
Bersamaan dengan itu berkembang pula perasaan harga diri. Jika lingkungannya
tidak mengakui harga dirinya seperti memperlakukan anak dengan keras, atau
kurang menyayanginya maka dalam diri anak akan berkembang sikap-sikap keras
kepala, menentang, atau menyerah dengan terpaksa.
Beberapa emosi umum yang berkembang pada masa anak yaitu, takut (perasaan
terancam), cemas (takut karena khayalan), marah (perasaan kecewa), cemburu
(merasa tersisihkan), kegembiraan (kebutuhan terpenuhi), kasih sayang
(menyenangi lingkungan), phobi (takut yang abnormal), ingin tahu (ingin
mengenal).
4. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa anak pra-sekolah, dapat diklasifikasikan kedalam dua tahap
(sebagai kelanjutan dari dua tahap sebelumnya). Masa Ketiga (2,0-2,6 tahun)
bercirikan;
a)      anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna.
b)      anak sudah mampu memahami memahami tetang perbandingan.
c)      Anak banyak menanyakan tempat dan nama; apa, dimana, darimana, dsb.
d)     Anak sudah mulai menggunakan kata-kata berawalan dan berakhiran.[7]

Tahap Keempat (2,6-6,0 tahun) bercirikan;


a)      Anak sudah menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya.
b)      Tingkat berpikir anak sudah lebih maju
c)      Anak banyak bertanya tentang waktu, sebab akibat melalui pertanyaan kapan,

mengapa, bagaimana, dsb.


5. Perkembangan Sosial
Pada usia anak pra-sekolah (terutama mulai usia 4 tahun), perkembangan sosial
anak sudah tampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan
teman sebayanya. Tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah;
a)      Anak mulai mengetahui aturan-aturan (lingkungan keluarga/lingkungan
bermain).
b)      Sedikit-sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan.
c)      Anak makin menyadari akan kepentingan diri dan kepentingan orang lain.
d)     Anak sudah bisa bersosialisasi (bermain) dengan anak-anak yang lain (peer
group)
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosio-psikologis keluarga.
Anak akan mampu menyesuaikan diri dengan keharmonisan, kerjasama dan
berkomunikasi serta konsisten pada aturan bila lingkungan keluarga bersuasana
kondusif.
6. Perkembangan Bermain
Usia anak pra-sekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap
waktunya diisi dengan kegiatan bermain. Terdapat beberapa macam permainan
anak seperti;
a)      Permainan fungsi (permainan gerak),ex: meloncat-loncat, berlarian dsb.
b)      Permainan fiksi, ex: kuda-kudaan, perang-perangan dsb
c)      Permainan reseptif atau apresiatif, ex: mendengar cerita, dongeng dsb
d)     Permainan konstruksi, ex: membuat kue dari tanah, membuat rumah-rumahan
dsb
e)      Permainan prestasi, ex: sepak bola, basket, dsb.
Secara psikologis dan pedagogis, bermain mempunyai nilai-nilai yang sangat
berharga bagi anak, diantaranya;
a)      Anak memperoleh perasaan senang, puas, bangga dsb
b)      Anak dapat mengembangkan rasa percaya diri, tanggung jawab.
c)      Anak dapat berimajinasi secara luas dan berkreatifitas.
d)     Anak dapat mengenal aturan bermain
e)      Anak dapat memahami bahwa dirinya dan orang lain sama-sama mempunyai
kelebihan dan kekurangan.
f)       Anak dapat mengembangkan sikap sportif, tenggang rasa atau toleransi.
7. Perkembangan Kepribadian
Masa anak-anak awal ini lazim disebut masa Trotzalter atau periode perlawanan
atau masa krisis pertama. Krisis ini terjadi karena ada perubahan yang signifikan
dalam dirinya, yaitu dia mulai sadar akan Aku-nya, dia menyadari bahwa dirinya
terpisah dari lingungannya atau orang lain, dia suka menyebut nama dirinya
apabila bericara dengan orang lain. Dengan kesadaran ini anak menemukan bahwa
ada dua pihak yang berhadapan yaiu Aku-nya dan orang lain (orang tua, saudara,
teman). Dia sadar bahwa tidak semua keinginannya akan dipenuhi orang lain atau
diperhatikan kepentingannya.
Pertentangan didalam diri anak ini dapat menyebabkan ketegangan sehingga tidak
jarang anak meresponsnya dengan sikap membandel atau keras kepala. Bagi usia
anak, sikap membandel ini merupakan suatu kewajaran, karena perkembangan
pribadi mereka sedang bergerak dari sikap dependen (membutuhkan perawatan) ke
independent (bebas). Oleh karena itu agar tida berkembang sikap membandel anak
yang kurang terkontrol orang tua harus menghadapinya secara bijaksana dan penuh
kasih sayang.
8. Perkembangan Moral
                  Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas
terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara, dan teman  sebaya) melalui
pengalaman berinteraksi dengan orang lain. Melalui proses berinteraksi ini anak
belajar memahami tentang kegiatan atau prilaku yang baik, buruk, dilarang,
disetujui, dsb. Maka berdasarkan pemahaman iti, anak harus senantiasa dilatih dan
dibiasakan bagaimana seharusnya bertingkah laku yang baik.
Pada saat mengenalkan konsep-konsep baik buruk, benar salah, orang tua
hendaknya memberikan penjelasan tentang alasannya, seperti; mengapa harus
gosok gigi sebelum tidur, mengapa harus mencuci tangan sebelum makan,
mengapa tidak boleh membuang sampah sembarangan. Hal ini diharapkan akan
mengembangkan self-control  atau self discipline (kemampuan mengendalikan
diri) pada anak. Pada usia pra-sekolah berkembang kesadaran sosial anak yang
meliputi sikap simpati  atau sikap kepedulian terhadap sesama.
9. Perkembangan Kesadaran Beragama
                  Secara umum, kesadaran beragama pada usia ini ditandai dengan ciri-
ciri sebagai berikut ;
a)      Sikap keagamaannya masih bersifat reseptif (menerima) meski banyak
bertanya.
b)      Pandangan keTuhanannya bersifat anthropormorph (dipersonifikasikan).
c)      Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meski
telah ikut berpartisipasi dalam beribadah.
d)      Hal keTuhanan dipandang secara khayalan sesuai taraf berpikirnya.
Pengetahuan anak tentang agama akan terus berkembang ketika mendengarkan
ucapan-ucapan orang tuanya, melihat sikap dan prilaku orang tuanya saat
beribadah, serta pengalaman dalam mengikuti ibadah dan meniru ucapan orang
tuanya.
B. Masa Anak Sekolah ( usia sekolah dasar)
1. Perkembangan Intelektual
Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun), anak sudah dapat mereaksi rangsangan
intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menurut kemampuan
intelektual atau kemampuan kognitifnya (membaca, menulis, menghitung). Pada
masa pra-sekolah pola pikirnya masih bersifat imajinatif (khayalan), sedangkan
pada masa sekolah dasar daya pikirnya sudah merujuk kepada hal-hal yang bersifat
kongkrit dan rasional. Piaget menamakannya sebagai masa operasi kongkrit, masa
berakhirnya berpikir khayal dan mulai berpikir nyata.
Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru yakni;
mengklasifikasikan, menghubungkan angka-angka. Kemampuan menghitung,
menambah, mengurangi. Kemampuan selanjutnya anak sudah bisa memecahkan
masalah yang sederhana.
Kemampuan intelektual anak pada masa ini sudah cukup untuk menjadikan dasar
diberi berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan daya pikir dan daya
nalarnya seperti, membaca, menulis, dan berhitung seta diberi pengetahuan tentang
manusia, hewan, alam serta lingkungan.
2. Perkembangan Bahasa
Bahasa adalah sarana komunikasi dengan orang lain. Usia sekolah dasar
merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal, dan menguasai
vocabulary  atau perbendaharaan kata. Terdapat dua faktor yang memengaruhi
perkembangan bahasa yaitu;
a)      Proses jadi matang, dengan kata lain anak itu menjadi matang (organ suara
sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
b)      Proses belajar, yang berarti anak telah matang untuk berbicara lalu
mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan yang
didengarnya.
Kedua proses ini berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak, sehingga pada
usia anak memasuki usia sekolah dasar, sudah sampai pada tingkat dapat membuat
kalimat yang lebih sempurna, dapat membuat kalimat majemuk dan dapat
menyusun dan mengajukan pertanyaan. Disekolah sengaja diberi pelajaran bahasa
untuk menambah menambah perbendaharaan katanya serta mengajar menyusun
struktur kalimat, pribahasa, kesusastraan dan keterampilan mengarang. Hal ini
dilakukan diharapkan pesrta didik dapat menguasai dan mempergunakan
bahasanya dengan baik.
3. Perkembangan Sosial
Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan
interaksi sosial. Dapat dikatakan sebagai proses belajar penyesuaian diri terhadap
norma-norma kelompok, tradisi dan moral. Perkembangan sosial anak sekolah
dasar ini ditandai dengan adanya perluasan hubungan, baik hubungan keluarga,
teman sebaya, atau lingkungan sekolah. Pada fase ini, anak mulai memiliki
kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap kooperatif (kerja
sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Anak
merasa senang jika ia diterima dalam suatu kelompok dan merasa tidak senang jika
ia ditolak dalam kelompoknya.
Berkat perkembangan sosialnya ini anak dapat menyesuaikan dirinya dengan
kelompok teman sebayanya maupun lingkungan sekitarnya. Dalam proses belajar
disekolah, kematangan perkembangan sosialnya ini dapat dimanfaatkan atau
dimaknai dengan memberikan tugas-tigas kelompok baik secara fisik maupun
tugas yang membutuhkan pikiran.
4. Perkembangan Emosi
Menginjak usia anak sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi
secara kasar tidaklah diterima dimasyarakat. Oleh karena itu ia mulai belajar untuk
mengendalikan dan mengontrol emosinya. Kemampuan control ini diperoleh
melalui peniruan dan latihan-latihan (pembiasaan). Apa bila anak dikembangkan
dalam lingkungan yang suasananya stabil, maka perkembangan emosi anak
cenderung stabil dan sebaliknya.
Emosi-emosi yang secara umum dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini
adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan
kegembiraan (senang, nikmat, bahagia). Emosi merupakan faktor dominan yang
memengaruhi tingkah laku, dalam hal ini tingkah laku belajar. Emosi yang positif,
akan memengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas
belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, membaca, berdiskusi dsb. Dan
sebaliknya, apabila yang menyertai proses itu emosi yang negatif, maka proses
belajar akan terganggu dalam arti individu tidak bisa memustkan perhatiannya
untuk belajar.[8]
5. Perkembangan Moral
Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar dan salah) pertama kali dari
lingkungan keluarga. Usaha menanamkan konsep moral sejak dini adalah
keharusan karena informasi yang diterima anak mengenai benar salah, baik buruk,
akan menjadi pedoman pada tingkah lakunya dihari kemudian. Pada usia sekolah
dasar ini anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntunan dari orang tua atau
lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini anak sudah dapat memahami alasan yang
mendasari suatu peraturan.
Dismping itu anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk prilaku dengan
konsep benar salah. Misalnya ia memandang bahwa perbuatan nakal atau dusta dan
tidak hormat pada orang tua adalah perbuatan yang salah. Sedagkan perbuatan
jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua dan guru merupakan suatu yang
benar.
6. Perkembangan Motorik
Seiring dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka
perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap
gerakannya sudah selaras dengan kebutuhannya. Pada fase ini ditandai dengan
kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini
merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan
motorik ini, seperti menulis, menggambar, melukis, mengetik, berenang dsb.
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran
proses belajar, baik di bidang pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karena itu
perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar pserta didik. Pada
usia sekolah dasar kematangan perkembangan motorik ini pada umumnya dicapai,
karena mereka sudah siap menerima pelajaran keterampilan.
7. Perkembangan Keagamaan
                  Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaannya ditandai
dengan ciri-ciri sebagai berikut;

    Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian


    Pandangan keagamaannya diperoleh secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah
logika pada indikator alam semesta sebagai ciptaan Tuhan.
    Penghayatan secara rohaniah mulai mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual
diterimanya sebagai keharusan moral.
2.10     BERMAIN DI RUMAH SAKIT

A.  TUJUAN

1.        Melanjutkan tugas kembang selama perawatan

2.        Mengembangkan kreativitas melalui pengalaman permainan yang tepat

3.        Beradaptasi lebih efektif terhadap stress karena sakit atau dirawat

B.   PRINSIP

1.        Tidak banyak energi, singkat dan sederhana

2.        Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang

3.        Kelompok umur sama

4.        Melibatkan keluarga/orangtua

C.   UPAYA PERAWATAN DALAM PELAKSANAAN BERMAIN

1.        Lakukan saat tindakan keperawatan

2.        Sengaja mencari kesempatan khusus

D.      BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

1.        Alat bermain

2.        Tempat bermain

E.   PELAKSANAAN BERMAIN DI RS DIPENGARUHI OLEH

1.        Faktor pendukung

Pengetahuan perawat, fasilitas kebijakan RS, kerjasama Tim dan keluarga

2.        Faktor penghambat

Tidak semua RS mempunyai fasilitas bermain


2.11  BERMAIN MEWARNAI GAMBAR

a.   Definisi

Menempel merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk


mengembangkan keterampilan motorik halus pada anak. Menempel sering disebut
kolase. Kegiatan menempel adalah salah satu kegiatan yang menarik minat anak-
anak karena berkaitan dengan meletakkan dan merekatkan sesuatu sesuka mereka.
Dari pengertiannya, kolase adalah penyusunan berbagai bahan pada sehelai kertas
yang datar. Bahan yang digunakan untuk direkatkan terdiri dari berbagai bentuk
kertas, kain, bahan-bahan bertekstur dan benda-benda menarik lainnya, bisa 2
dimensi atau 3 dimensi.

b.  Manfaat

1)      Memberikan kesempatan pada anak untuk bebas berekspresi dan sangat


terapeutik (sebagai permainan penyembuh/”therapeutic play”).

2)      Dengan bereksplorasi menggunakan gambar, anak dapat membentuk,


mengembangkan imajinasi dan bereksplorasi dengan ketrampilan motorik
halus..

3)      Sebagai terapi kognitif, pada anak menghadapi kecemasan karena proses


hospitalisasi, karena pada keadaan cemas dan stress, kognitifnya tidak akurat
dan negative.

4)      Dapat digunakan sebagai terapi permainan kreatif yang merupakan metode


penyuluhan kesehatan untuk merubah perilaku anak selama dirawat di rumah
sakit.
SATUAN ACARA KEGIATAN

TERAPI BERMAIN TEMPEL GAMBAR

Judul                                : Terapi bermain “Tempel Gambar”

Tanggal pelaksanaan        : 11 Desember 2014

Waktu                              : 10.00 WIB

Tempat                             : Di Ruang Anak (IV) Rumah Sakit Dustira

SASARAN

1.   Anak usia toddler (2-6 tahun)

2.   Anak yang dirawat di ruang IV

3.   Tidak mempunyai keterbatasan (fisik atau akibat terapi lain) yang dapat menghalangi

proses terapi bermain

4.   Kooperatif dan mampu mengikuti proses kegiatan sampai selesai

5.   Anak yang dapat memegang menempelkan gambar dengan benar

6.   Anak yang mau berpartisipasi dalam terapi bermain tempel gambar

MEDIA

1.   Buku Gambar

2.   Potongan Gambar Hewan

3.   Karpet

4.   Speaker

5.   Boneka Kaus Kaki


SETTING TEMPAT

STRATEGI PELAKSANAAN

No. Waktu Kegiatan Peserta

1. 5 menit Pembukaan :

  1. Membuka kegiatan dengan §  Menjawab salam

mengucapkan salam. §  Mendengarkan

2. Memperkenalkan diri §  Memperhatikan

3. Menjelaskan tujuan dari terapi bermain §  Memperhatikan

4. Kontrak waktu anak dan orang tua

20 menit Pelaksanaan :

  1. Menjelaskan tata cara pelaksanaan §  Memperhatikan


terapi bermain tempel gambar kepada
anak

2. Memberikan kesempatan kepada anak


untuk bertanya jika belum jelas
§  Bertanya
3. Membagikan buku gambar dan pilihan
§  Antusias saat
gambar hewan
menerima peralatan
4. Fasilitator mendampingi anak dan
§  Memulai untuk
memberikan motivasi kepada anak
mewarnai gambar
5. Menanyakan kepada anak apakah telah
§  Menjawab
selesai menempel gambar
pertanyaan
6. Memberitahu anak bahwa waktu yang
§  Mendengarkan
diberikan telah selesai

7. Memberikan pujian terhadap anak yang


mampu menempel gambar sampai selesai §  Memperhatikan

3. 10 menit Evaluasi :

1.   Memotivasi anak untuk mengetahui §  Menceritakan


jenis hewan

2.   Mengumumkan nama anak yang dapat


§  Gembira
menempelkan gambar dengan benar

3.   Membagikan reward kepada seluruh


peserta §  Gembira

4. 5 menit Terminasi:

1.   Memberikan motivasi dan pujian §  Memperhatikan


kepada seluruh anak yang telah mengikuti
§  Gembira
program terapi bermain
§  Mendengarkan
2.   Mengucapkan terima kasih kepada
anak dan orang tua

3.   Mengucapkan salam penutup §  Menjawab salam

KRITERIA EVALUASI

1.      Evalusi Struktur
a.      Anak hadir di ruangan minimal 6 orang.

b.      Penyelenggaraan terapi bermain dilakukan di ruang perawatan IV.

c.      Pengorganisasian penyelenggaraan terapi dilakukan sebelumnya

2.      Evaluasi Proses

a.       Anak antusias dalam kegiatan menempel gambar

b.      Anak mengikuti terapi bermain dari awal sampai akhir

c.       Tidak  terdapat anak yang rewel atau malas untuk menempel gambar

3.    Kriteria Hasil

a.       Anak terlihat senang dan gembira

b.      Kecemasan anak berkurang

c.       Menempel gambar sesuai dengan contoh

d.      Anak mampu mengetahui jenis hewan

PENGORGANISASIAN                                                    

1.      Pembimbing Pendidikan         : Septiani Andriyani, S.Kp., M.Kep

2.      Pembimbing Ruangan             : Renny

3.      Leader             :

4.      Co Leader       :

5.      Fasilitator        :

                               

                               

                                                    

6.      Observer          :

7.      Anak               : anak berusia 2-6 di ruang IV


TUGAS MASING-MASING

1.      Leader             : Memimpin jalannya program terapi

2.      Fasilitator        : Mendampingi dan mengarahkan saat anak terapi

3.      Observer          : Mencatat dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan

4.      Anak               : Mengikuti jalannya terapi bermain

PERKIRAAN HAMBATAN :

1.              Jadwal terapi bermain yang kurang sesuai (lebih lambat dari yang di jadwalkan)

2.              Anak rewel atau ingin keluar dari terapi bermain

ANTISIPASI HAMBATAN/MASALAH

1.      Jadwal terapi bermain disesuaikan (tidak pada waktu terapi)

2.      Melakukan kerjasama dengan orang tua untuk mendampingi anak selama program

terapi.

DAFTAR PUSTAKA
Erlita, dr. (2006). Pengaruh Permainan pada Perkembangan Anak.Terdapat pada : http://info.
balitacerdas.com. Diakses pada tanggal 21 Desember 2009

Foster and Humsberger, 1998, Family Centered Nursing Care of Children. WB sauders


Company, Philadelpia USA

Hurlock, E B.1991. Perkembangan Anak Jilid 1. Erlangga : Jakarta

L. Wong, Donna. 2003. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik Edisi 4. EGC :


Jakarta www.Pediatrik.com Selasa 21 Desember 2009. Jam 15.25

Markum, dkk. 1990.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, EGC : Jakarta

Soetjiningsih, 1995,Tumbuh Kembang Anak, EGC : Jakarta

Whaley and Wong, 1991, Nursing Care Infanst and Children. Fourth Edition. Mosby Year
Book. Toronto Canada

Anda mungkin juga menyukai