Anda di halaman 1dari 5

Hadits terhentinya wahyu di awal masa kenabian

dan “isu”bunuh diri Rasulullah saw.

Menyambung beberapa riwayat yang sering dijadikan senjata untuk


“menembak” Rasulullah saw. Mencela kepribadian beliausebagai seorang
Nabi sang tauladan dan uswah hasanah kita semua.

Yaitu sebuah hadits yang diulang beberapa kali oleh Imam Bukhori di tiga
tempat yang berbeda dengan penambahan yang berbeda pula. Yaitu
tentang hadits terhentinya wahyu dan “isu” bunuh diri Rasulullah saw.

Bunyi (terjemahan) haditsnya sebagaimana yang diriwayatkan Aisyah:


“Awal dari dimulainya wahyu ke Rasulullah adalah mimpi yang benar
pada saat tidur.Beliau tidaklah melihat mimpi itu kecuali datangnya
seperti cahaya shubuh. Beliau mendatangi (gua) Hira’ dan bertahannuts
di sana. Yaitu beribadah pada malam hari beberapa waktu lamanya dan
membawa bekal untuk kepentingan tsb. Kemudian beliau kembali ke
Khadijah seraya dibekali dengan yang serupa. Hingga suatu ketika di
Gua Hira’ beliau dikejutkan. Malaikat mendatanginya seraya berkata:
Bacalah. Nabi saw. menjawabnya: Aku berkata: Aku tak bisa membaca.
Dia menarikku. Mendekapku erat sehingga aku kepayahan, kemudian
melepaskanku. Dia berkata (lagi): Bacalah. Aku menjawab:Aku tak bisa
membaca. Dia menarikku dan mendekapku untuk kedua kalinya……
(berhubung haditsnya panjang sayapotong sampai di sini)…
Waraqah berkata: Ya. Tidaklah ada seorang lelakipun yang datang
serupa dengan apa seperti yang kau bawa kecuali dia dimusuhi. Jika aku
sempat menemui harimu akan kutolong engkau dengan sungguh-
sungguh. Kemudian tak lama kemudian dia meninggal. Dan wahyu pun
terputus (berhenti sementara). Sehingga Nabi Saw
bersedih. Seperti apa yang sampai ke kami, kesedihan yang
mengakibatkan beliau pergi berkali-kali untuk menolakkan
dirinya dari puncak bukit…dst ”

(HR Imam al-Bukhary)

Keterangan:

1. Warna Merah adalah bunyi hadits yang disepakati


(mu’tamad dan banyak dipakai). Yaitu berhenti pada bunyi itu.
(diriwayatkan Imam Bukhary di Kitab I: Bad’i al Wahyi
(Permulaan Wahyu) Bab III hadits ke 3)
2. Warna Hijau. (diriwayatkan Imam Bukhary di Kitab 65: at
Tafsir (Tafsir al-Qur’an) Bab I hadits ke 4953) Tambahan yang
didapat dari riwayat Yunus bin Yazid dari Ibnu Syihab.
3. Warna Coklat. (diriwayatkan Imam Bukhary di Kitab 91: at
Ta’bir (sesuatu yang bisa diekspresikan dan diinterpretasikan)
Bab I hadits ke 6982) Tambahan riwayat yang didapatkan oleh
Ma’mar dari Imam az-Zuhry.

Analisis Hadits:

Analisis Ibnu Hajar, penulis Fathul Bary, Syarah Shahih Bukhary: Banyak


ulama yang meragukan keaslian teks tersebut berasal dari Aisyah, rawy
tertinggi hadits ini. Maka tambahan ini ditimpakan sebagai analisa dan
perkataan Imam Zuhry. Dalam hadits ini dinamakan MUDROJ. Namun
Ibnu Hajar tak melemahkan hadits ini. Beliau menambahkan: seandainya
benar pun hal tersebut dapat dimaklumi. Karena ini berkaitan dengan
keberlangsungan status beliau. Benarkah status beliau sebagai Nabi ini
diteruskan. Kok berhenti wahyunya. Kecemasan-kecemasan ini membawa
beliau berkali-kali bolak-balik ke gua dan gunung/bukit. Tempat beliau
menerima wahyu pertama. Ini urusan besar. Dan bersangkutan dengan
hajat orang banyak. Bahkan seluruh umat manusia. Selain itu saat itu
belum ada penjelasan tentang (hukum)+larangan bunuh diri.

Kalau bahasa sekarang kalau pun saat ini orang-orang bunuh diri karena
tertekan dengan masalahnya sendiri. Belum pernah ada cerita bunuh diri
karena merasa bertanggung jawab kepada nasib orang banyak.

Ada yang bilang tambahan itu ditelusuri dari Imam Abdul Rozaq yang
hidup setelah az-Zuhry. Itu yang terlacak satu-satunya yang beda berasal
dari dia. Karena orang sekaliber Imam Zuhry sulit dipercaya rasanya bila
salah atau lupa atau sengaja memasukkan lafaz tambahan.

Memang kemudian saya pun agak heran ketika orang sekaliber Syeikh
Ramadhan al Buthy dan Mubarakfury membiarkan begitu saja riwayat
tersebut tanpa ada komentar. Menurut saya ini sangat penting untuk
dikomentari. Agar tidak salah mempersepsikan kondisi psikis Rasulullah
saw saat itu. Memang benar Rasul cemas dan sedih. Tapi untuk sampai
pada level itu. Entar dulu…J

Kurang lebih saya simpulkan dari hasil bacaan saya dari beberapa buku
yang ada dirumah. Kurang lebihnya sebagai berikut:

Sebenarnya saya ingin berpihak pada orang yang mengatakan bahwa


tambahan tersebut adalah lemah. Tapi saya takut implikasinya
mengakibatkan pada “meragukan validitas Shahih Bukhory” yang jelas-
jelas diperas dari ratusan ribu hadits. Ini fatal. Maka saya mengambil
pendapat yang tengah-tengah. Tidak juga menerima langsung atau
menolaknya. Kira-kira seperti Ibnu Hajar lah. Sang Penulis Fathul Bary.
Imam Bukhory sendiri menempatkannya di belakang. Hadits yang
disepakati ditempatkan di Kitab pertama, di awal buku. Kemudian
setelahnya yang ada tambahan sedikit. Dan terakhir dibelakangkan pada
Kitab Ta’bir (yang disana ada berbagai mimpi, simbol dan beberapa hal
yang bisa diinterpretasikan). Karena hadits ini (hadits tambahan
maksudnya) masih bisa ditakwilkan dan diinterpretasikan.

Ada kejanggalan lagi. Yaitu berulangnya malaikat menegur dan


mengatakan :Engkau benar utusan Allah. Dan beliau tetep saja berulang
kali mencoba terjun. Mestinya beliau percaya dengan Jibril sebagai utusan
Allah yang mengawalnya.

Namun lagi-lagi beberapa ulama mencoba menginterpretasikannya: Hal


tsb bisa jadi karena beberapa hal. Diantaranya beliau mengkhawatirkan
terhentinya/terputusnya wahyu karena sebab atau kesalahan yang beliau
lakukan. Atau hukuman dari kesalahan yang dilakukan. Atau tekanan-
tekanan yang dilakukan oleh kaumnya nanti. Kecemasan-kecemasan dalam
rangka mensosialisasikan diri pada umatnya. Bagaimana nanti tanggapan
mereka. Serta berbagai interpretasi lain.

Yang kedua. Ketika seseorang mendapat nikmat atau sesuatu yang


berharga di tempat itu. Kemudian terhenti, ia akan mencoba mendatangi
tempat tersebut. Menunggu-nunggu kedatangannya kembali. Menaiki
gunung ke arah yang lebih tinggi lagi. Berputar-putar. Cemas dan gelisah.
Mungkin saat menerima hadits ini sang rawi mengira Rasul saw berusaha
bunuh diri. Padahal Cuma mondar-mandir saja. Menengok kanan kiri
kadang sesekali ke bawah gunung. Ini wajar. Namanya juga orang
menunggu.

Ini juga sekaligus mengajarkan pada beliau bahwa Tidak boleh


memastikan. Karena urusan wahyu adalah urusan Allah. Beliau hanya
menunggu dan meminta petunjuk dari-Nya. Ini nanti juga terjadi seperti
yang ada pada (Surat al-Kahfi: 23-24).

Kalau kita telusuri kembali bahwa proses turunnya wahyu pertama juga
cukup panjang. Berawal dari mimpi. Kemudian Allah memupuk
kecenderungan dan kesukaan menyendiri dalam beribadah dan
bertahannus di gua Hira. Hingga pada saat yang pas Allah menurunkan
wahyu-Nya. Ini justru menunjukkan kemanusiaan Rasul. Artinya beliau
memang manusia. Bisa saja cemas-gelisah-takut dll.

Jadi sebaiknya untuk cari amannya. Yang paling laik dipakai adalah hadits
pertama (merah). Kemudian kalau pun untuk menggambarkan kesedihan
cukuplah pakai riwayat kedua (hijau). Adapun riwayat ketiga (coklat) hanya
digunakan untuk perbandingan saja. Ga usah terlalu diangkat dan
dipopulerkan sampai ngalahin yang petama. Karena secara otomatis
pengulangan sampai yang terpanjang pun maka yang terpendek (yang
merah) tetep saja begitu. Maka ia menjadi riwayat yang disepakati. Serta
jalan (riwayat)-nya kuat dan banyak. Beda dengan yang ketiga (coklat). Ini
dibilang mudroj. Juga terputus. Karena ini adalah perkataan perawi. Bukan
isi hadits yang diriwayatkan. Ini menjadi lemah. Jadi keshahihannya hanya
sampai yang disepakati.

Lalu mengapa Imam Bukhari perlu memuat riwayat ini. Tentunya beliau
sudah berpikir panjang akan aksesnya. Ini menurut Dr Said Showaby
(dosen sirah saya dulu di S1) agar kita bisa membedakan ketiga hadits
tersebut. Derajatnya tentu berbeda. Karena disana beliau jeli membedakan
jalannya lingkaran riwayat satu persatu.

Sebenarnya bukan masalah bunuh diri yang bisa jadi syubhat penting.
Yaitu sebuah celah yang dipakai untuk memukul akidah. “Bagaimana
mungkin Rasul meragukan kenabian beliau?” Bolehkah itu terjadi?

Dan masalahnya tidak terletak pada masalah ragu atau tidak. Adalah


masalah manusiawi atau tidaknya sikap dan perasaan Rasul. Toh,
kemudian beliau mantap dan lalu menyampaikan risalah tersebut kepada
segenap umatnya. Perebatan masalah ini cukup panjang.

Saya masih belum puas membaca pembacaan Ibnu hajar saja. Tapi
sekaligus mengakui bahwa dari sekian syarah Shahih Bukhori memang laik
jika kemudian beliau diletakkan di nomor wahid. Terlepas dari beberapa
pembacaan beliau yang tentunya ada beberapa yang perlu untuk diikritisi
tanpa harus mengurangi rasa hormat pada beliau..

Dan memang sepertinya tidak masuk akal jika orang sebaik dan sehebat
Nabi Muhammad saw memiliki niatan untuk bunuh diri. Wallahu a’lam

Lanjutan Kajian Hadits Nabi

Akhir Pekan, Kamis, Dokki

30.10.2008
Share this:

Anda mungkin juga menyukai