Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PENATALAKSANAAN TINDAKAN JIKA TERJADI PENYULIT KALA IV


Mata Kuliah: Askeb Persalinan dan Bayi Baru Lahir

Disusun Oleh:
Kelompok 8, Tingkat 2, Reguler 2

1. Dea Putri Pratidina Siregar 2015301051


2. Febylia Azzahra 2015301060
3. Mutiara Patrecia Elisabeth Manalu 2015301073
4. Priska putriana 2015301080
5. Sisca amelia roswati dewi 2015301092
6. Vivi Rahani Parera 2015301096

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
TAHUN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kami ucapkan atas berkah dan rahmat dari Allah
SWT yang telah memberikat berkat kesehatan dan nikmat berfikir bagi kami untuk dapat
menyelesaikan makalah kami ini yang berjudul “Penatalaksanaan Tindakan Jika Terjadi
Penyulit Pada Kala IV”

Makalah ini disusun untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi pembaca
khususnya dalam kebidanan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan dan sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
sifatnya membangun senantiasa kami harapkan untuk memperbaiki dan menambah penulisan
dan kelengkapan isi makalah ini.
Ucapan terima kasih juga tak lupa kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam penulisan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat
bagi kelompok kami sendiri khususnya, teman-teman sependidikan dan bagi siapapun yang
membacanya.

Bandar Lampung, 25 Agustus 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Table of Contents
MAKALAH.................................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii

BAB 1..........................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................................1

1. LATAR BELAKANG.......................................................................................................................1

2. RUMUSAN MASALAH...................................................................................................................1

3. TUJUAN...........................................................................................................................................1

BAB 2..........................................................................................................................................................2

PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2

A. PENGERTIAN PERSALINAN.........................................................................................................2

B. TAHAPAN PERSALINAN..............................................................................................................3

C. ASUHAN PERSALINAN KALA IV................................................................................................4

D. PENYULIT PADA KALA IV...........................................................................................................5

E. PENATAKSANAAN PADA PAYULIT KALA IV.........................................................................5

BAB III.......................................................................................................................................................6

PENUTUP..................................................................................................................................................6

A. KESIMPULAN.................................................................................................................................6

B. SARAN.............................................................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................7

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Persalinan adalah proses dimana bayi, Plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus
ibu bersalin. Persalinan yang normal terjadi pada usia kehamilan cukup bulan/setelah usia
kehamilan 37 minggu atau lebih tanpa penyulit. Pada akhir kehamilan ibu dan janin
mempersiapkan diri untuk menghadapi proses persalinan. Janin bertumbuh dan berkembang
dalam proses persiapan menghadapi kehidupan di luar Rahim. Ibu menjalani berbagai perubahan
fisiologis selama masa hamil sebagai persiapan menghadapi proses persalinan dan untuk berperan
sebagai ibu.Persalinan dan kelahiran adalah akhir kehamilan dan titik dimulainya kehidupan di
luar Rahim bagi bayi baru lahir.

Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks
yang membuka dan menipis dan berakhir dengan lahirnya bayi beserta plasenta secara lengkap
Pengalaman persalinan bisa dialami oleh ibu pertama kali (primi), maupun kedua atau lebih
(multi). (Fauziah, 2015) Primigravida yaitu wanita yang hamil untuk pertama kali, sedangkan
multigravida adalah seorang ibu yang hamil untuk kedua atau lebih.Tanda-tanda kehamilan
primigravida seperti perut tegang, labla mayora tampak bersatu, hypen seperti pada beberapa
tempat, vagina sempit dengan rugae yang utuh jari, perineum utuh dan baik. Pada serviks terdapat
pembukaan yang di dahului dengan pendataran dan setelah itu baru pembukaan (pembukaan rata-
rata 1 cm dalam 2 jm) Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan
multigravida lama kala I multigravida 8 jam (Moctar, 1998).

Menurut penelitian (Saryono, 2012)Perbedaan tingkat nyeri persalinan normal pada Ibu
primigravida dan Multigravida, pada Ibu primigravida yang mengalami nyeri berat melahirkan
saat kala 1 sebanyak61,5% dan 20 responden ibu Multigravida mengalami nyeri berat melahirkan
kala 1 sebanyak 38,5%.Nyeri melahirkan di sebabkan oleh faktor dilatasi serviks yaitu kekuatan
primer membuat serviks menipis/effacement, berdilatasi dan janin turun. Dilatasi serviks adalah
pelebaran muara dan saluran serviks, yang terjadi pada kala I persalinan.Diameter meningkat dari
1 cm sampai dilatasi lengkap (sekitar 10 cm) agar janin aterm dapat dilahirkan.Apabila dilatasi
serviks sudah lengkap menandai akhir kala I persalinan dan masuk kepada kala II

1
persalinan.Dilatasi serviks terjadi karena komponen muskulofibrosa tertarik dari serviks kea rah
atas, akibat kontraksi uterus yang kuat.

Tekanan yang ditimbulkan cairan amnion selama ketuban utuh atau kekuatan yang timbul
akibat tekanan bagian presentasi juga membantu serviks berdilatasi (Fauziah, 2015) Wanita yang
melahirkan mengharapkan persalinan berlangsung tanpa rasa nyeri, Berbagai cara dilakukan agar
ibu melahirkan tidak selalu merasa sakit dan merasa nyaman. Saat ini hingga 50% persalinan di
seluruh rumah sakit di Indonesia memilih melakukan operasi cectio caesarea, tingginya operasi
caesar disebabkan para ibu primigravida yang hendak bersalin lebih memilih operasi cectio
caesarea karena tidak kuat dan tidak ingin mengalami nyeri persalinanpada saat kala 1 menurut
penelitian (Jayanthi, 2010) Ibu Primigravida di Provinsi bali tercatat sebanyak 58,5 % memilih
menjalani operasi section caesaria, lebih besar dari Persalinan Normal.

Hasil penelitian yang dilakukan di RSU Bali Royal Hospital angka section caesaria non
indikasi medis di karenakan ibu takut dan cemas menghadapi rasa sakit yang akan terjadi pada
persalinan normal pada tahun 2014 dari juli – desember terdapat 345 total persalinan SC (13,3%)
melakukan SC non indikasi medis dan pada tahun 2015 mengalami peningkatan ibu primi
melakukan SC oleh karena indikasi non medis (on request) (13,69%). Menurut penelitian
(Hariningsih, 2016) Menurut (Lase, 2012)dari hasil penelitian yang di lakukan di RSU Bunda
Thamrin Medan 22 ibu mayoritas responden memiliki umur dalam rentang 25-30 tahun, ibu
primigravida menyatakan memilih tindakan section caesaria di karenakan calon ibu tidak siap
melahirkan secara normal, tidak kuat dan tidak ingin merasakan nyeri berat melahirkan di kala I
sebanyak 59,1%. (Hamilton, 1995).

Sebanyak 90% persalinan disertai rasa nyeri berat dan 7-14% tidak disertai nyeri, pada
kala I terjadi kontraksi yang dapat menekan ujung saraf sehingga menimbulkan rangsangan nyeri
dan berdampak timbulnya rasa takut. Penekanan pada ujung-ujung saraf menimbulkan nyeri
disebabkan karena antara serabut otot dari korpus fundus uterus, adanya iskemik miomerium dan
serviks karena kontraksi sebagai konsekuensi dari pengeluaran darah dari uterus atau karena
adanya vasokontriksi akibat aktivitas berlebihan dari saraf simpatis, adanya proses
peradangan pada otot uterus, kontraksi pada serviks dan segmen bawah rahim
menyebabkan rasa takut yang memacu aktivitas berlebih dari systemsaraf simpatis,
adanya dilatasi dari serviks dan segmen bawah Rahim. (Kampono, 2008) Nyeri
persalinan dapat dikendalikan dengan 2 metode yaitu farmakologis dan
nonfarmakologis.Metode penghilang rasa nyeri secara farmakologis adalah metode

2
penghilang rasa nyeri dengan menggunakan obat-obat kimiawi, sedangkan metode non
farmakologis adalah metode penghilang rasa nyeri secara alami tanpa menggunakan obat-
obat kimiawi yaitu teknik relaksasi, yang merupakan tindakan eksternal yang
mempengaruhi respon internal individu terhadap nyeri.

2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Konsep Dasar Persalinan Normal ?
2. Apa itu Asuhan Kebidanan Kala IV Persalinan ?
3. Apa saja Tahapan Persalinan Normal Kala IV ?
4. Apa saja Penyulit Pada Kala IV Pendarahan Post Partum Primer ?
5. Bagaimana Penatalaksanaan Tindakan Pada Penyulit Kala IV ?

3. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan Konsep Dasar Persalinan Normal
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Asuhan Kebidanan Kala IV Persalinan
3. Menjelaskan Persalinan Normal Kala IV
4. Menjelaskan Penyulit Pada Kala IV Pendarahan Post Partum Primer
5. Menjelaskan Penatalaksanaan Tindakan Pada Penyulit Kala IV

3
BAB 2

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERSALINAN
Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup
bulan dan dapat hidup di luar uterus melalui vagina secara spontan (Manuaba, 1998;
Wiknjosastro dkk, 2005). Pada akhir kehamilan, uterus secara progresif lebih peka sampai
akhirnya timbul kontraksi kuat secara ritmis sehingga bayi dilahirkan (Guyton & Hall, 2002).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2007: 100).

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi janin dan uri yang dapat hidup ke
dunia luar dari rahim melalui jalan lahir atau jalan lain. Adapun menurut proses berlangsungnya
persalinan dibedakan sebagai berikut:

1. Persalinan Spontan

Bila persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri. Pengertian persalinan, melalui jalan
lahir ibu tersebut.

2. Persalinan Buatan

Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi forsep atau dilakukn operasi
sectio caesaria.

3. Persalinan Anjuran

Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya, tetapi baru berlangsung setelah pemecahan
ketuban dan pemberian pitochin dan prostagladin.

B. TAHAPAN PERSALINAN
Secara klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang disertai darah (bloody show). Lendir yang disertai darah ini berasal
dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya
berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena
pergeseranpergeseran ketika serviks membuka (Wiknjosastro dkk, 2005).

4
1. Kala I (Pembukaan Jalan Lahir) Kala I persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang teratur
dan diakhiri dengan dilatasi serviks lengkap. Dilatasi lengkap dapat berlangsung kurang dari satu
jam pada sebagian kehamilan multipara. Pada kehamilan pertama, dilatasi serviks jarang terjadi
dalam waktu kurang dari 24 jam. Rata-rata durasi total kala I persalinan pada 6 Buku Ajar—
Asuhan Kebidanan pada Persalinan primigravida berkisar dari 3,3 jam sampai 19,7 jam. Pada
multigravida ialah 0,1 sampai 14,3 jam (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Ibu akan
dipertahankan kekuatan moral dan emosinya karena persalinan masih jauh sehingga ibu dapat
mengumpulkan kekuatan (Manuaba, 2006). Proses membukanya serviks sebaga akibat his dibagi
dalam 2 fase, yaitu:
1) Fase laten:
berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran
diameter 3 cm. Fase laten diawali dengan mulai timbulnya kontraksi uterus yang teratur yang
menghasilkan perubahan serviks.
2) Fase aktif:
dibagi dalam 3 fase lagi yakni: · Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi
menjadi 4 cm. · Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat
cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm. · Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam
waktu 2 jam, pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap. Fase-fase tersebut dijumpai pada
primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian akan tetapi terjadi dalam waktu yang
lebih pendek (Wiknjosastro dkk, 2005).

2. Kala II (Pengeluaran)
Kala II persalinan adalah tahap di mana janin dilahirkan. Pada kala II, his menjadi lebih kuat dan
lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Saat kepala janin sudah masuk di ruang panggul,
maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasakan tekanan pada rektum dan hendak buang air
besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia
mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his.
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan presentasi
suboksiput di bawah simfisis, dahi, muka dan dagu. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi
untuk mengeluarkan badan dan anggota badan bayi (Wiknjosastro dkk, 2005).
Masih ada banyak perdebatan tentang lama kala II yang tepat dan batas waktu yang dianggap
normal. Batas dan lama tahap persalinan kala II berbeda-beda tergantung paritasnya. Durasi kala
II dapat lebih lama pada wanita yang mendapat blok epidural dan menyebabkan hilangnya refleks

5
mengedan. Pada Primigravida, waktu yang dibutuhkan dalam tahap ini adalah 25-57 menit
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Rata-rata durasi kala II yaitu 50 menit (Kenneth et al,
2009) Pada tahap ini, jika ibu merasa kesepian, sendiri, takut dan cemas, maka ibu akan
mengalami persalinan yang lebih lama dibandingkan dengan jika ibu merasa percaya diri dan
tenang (Simkin, 2008).
3. Kala III (Kala Uri) Kala III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta lahir (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004). Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di
atas pusat. Beberapa menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar
spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri (Wiknjosastro dkk, 2005). Pada tahap ini
dilakukan tekanan ringan di atas puncak rahim dengan cara Crede untuk membantu pengeluaran
plasenta. Plasenta diperhatikan kelengkapannya secara cermat, sehingga tidak menyebabkan
gangguan kontraksi rahim atau terjadi perdarahan sekunder (Manuaba, 2006).

4. Kala IV (2 Jam Setelah Melahirkan) Kala IV persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua jam
setelah plasenta lahir. Periode ini merupakan masa pemulihan yang terjadi segera jika
homeostasis berlangsung dengan baik (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Pada tahap ini,
kontraksi otot rahim meningkat sehingga pembuluh darah terjepit untuk menghentikan
perdarahan. Pada kala ini dilakukan observasi terhadap tekanan darah, pernapasan, nadi,
kontraksi otot rahim dan perdarahan selama 2 jam pertama. Selain itu juga dilakukan penjahitan
luka episiotomi. Setelah 2 jam, bila keadaan baik, ibu dipindahkan ke ruangan bersama bayinya
(Manuaba, 2008).

C. ASUHAN PERSALINAN KALA IV


Kala IV adalah kala dimana 1-2 jam setelah lahirnya plasenta.Kala IV persalinan ditetapkan
berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta lahir. Periode ini merupakan masa pemulihan yang
terjadi segera jika homeostasis berlangsung dengan baik (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
Pada tahap ini, kontraksi otot rahim meningkat sehingga pembuluh darah terjepit untuk
menghentikan perdarahan. Pada kala ini dilakukan observasi terhadap tekanan darah, pernapasan,
nadi, kontraksi otot rahim dan perdarahan selama 2 jam pertama. Selain itu juga dilakukan
penjahitan luka episiotomi. Setelah 2 jam, bila keadaan baik, ibu dipindahkan ke ruangan bersama
bayinya.

Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah:

6
a. Memastikan tanda vital, kontraksi uterus, perdarahan dalam keadaan normal.
b. Membantu ibu untuk berkemih.
c. Mengajarkan ibu dan keluarganya tentang cara menilai kontraksi dan melakukan massase
uterus.
d. Menyelesaikan asuhan awal bagi bayi baru lahir.
e. Mengajarkan ibu dan keluarganya ttg tanda-tanda bahaya post partum seperti perdarahan,
demam, bau busuk dari vagina, pusing, lemas, penyulit dalam menyusuibayinya dan terjadi
kontraksi hebat.
f. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.
g. Pendampingan pada ibu selama kala IV.
h. Nutrisi dan dukungan emosional.

D. PENYULIT PADA KALA IV PENDARAHAN POST PARTUM PRIMER


Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir.
Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala
IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir.

Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama
setelah lahirnya bayi (William Obstetri, 2010). HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml
selama atau setelah kelahiran.

Perdarahan postpartum terjadi dalam 24 jam pertama. Ada beberapa kemungkinan penyebab yaitu:

 Atonia uteri

 Perlukaan jalan lahir

 Retensio plasenta

 Tertinggalnya sebagian plasenta di dalam uterus

 Kelainan proses pembekuan darah akibat hipofibrinogenemia

 Penatalaksanaan kala III yang salah

1. Atonia Uteri

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini (50%), dan merupakan
alasan paling sering untuk melakukan histerektomi post partum. Kontraksi uterus merupakan
mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan
mekanisme ini. Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan

7
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan
plasenta lahir.

Etiologi

Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang),
seperti:

a. Regangan rahim berlebihan, seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion atau paritas tinggi.

b. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.

c. Multipara dengan jarak kelahiran yang pendek.

d. Partus lama/partus terlantar

e. Malnutrisi

f. Penanganan yang salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya: plasenta belum terlepas dari
dinding uterus.

g. Adanya mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.

2. Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah lepas plasenta tidak bersamaan sehingga masih melekat pada tempat
implantasi, menyebabkan retraksi dan kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap
terbuka serta menimbulkan perdarahan. Kondisi ini sangat berbahaya, serta menyebabkan infeksi dan
perdarahan pasca melahirkan yang mengakibatkan kematian. Retensio plasenta dapat menyebabkan
perdarahan, perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu
melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca
persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%, menurut WHO dilaporkan bahwa 15-20% kematian ibu
karena retensio plasenta dan insidennya adalah 0,8-1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan
dengan resiko-resiko lain dari ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio plasenta salah
satu penyebabnya dapat mengancam jiwa dimana ibu dengan perdarahan yang hebat akan cepat
meninggal jikan tidak mendapat perawatan medis yang cepat.

Etiologi

8
a) Faktor maternal: gravida tua dan multiparitas.

b) Faktor uterus: bekas section caesarea, bekas pembedahan uterus, tidak efektifnya kontraksi
uterus, bekas kuretase uterus, bekas pengeluaran manual plasenta, dan sebagainya.

c) Faktor plasenta: plasenta previa, implantasi corneal, plasenta akreta dan kelainan bentuk plasenta.

Klasifikasi

a) Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

b) Plasenta Inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati


lapisan miomerium.

c) Plasenta Akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian
lapisan miomerium.

d) Plasenta Perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

e) Plasenta Inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh
konstriksi uteri.

3. Emboli Air Ketuban

Emboli air ketuban adalah masuknya air ketuban/cairan amnion ke dalam sirkulasi ibu menyebabkan
kolaps pada ibu pada waktu persalinan dan hanya dapat dipastikan dengan autopsi. Emboli air
ketuban dapat terjadi setiap saat waktu kehamilan. Untuk terjadinya emboli ini harus ada hubungan
langsung antara air ketuban dan pembuluh darah ibu.

AFE dimulai dengan masuknya cairan amnion ke dalam sirkulasi ibu dan ditandai dengan tiba-tiba
mengalami dyspnea berat, takipnea, dan sianosis selama persalinan, persalinan atau nifas dini,
mekanisme yang jelas. Selain itu, unsur-unsur cairan ketuban telah diisolasi dalam darah dan sputum
ibu hamil yang tidak memiliki bukti klinis AFE. Pada beberapa wanita AFE dapat menyebabkan
derajat ringan disfungsi organ sementara di lain itu dapat menyebabkan koagulopati, kolaps
kardiovaskular, dan kematian

9
Etiologi

Etiologi dari emboli air ketuban adalah :

a) Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun

Shock yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa diduga pada wanita yang proses persalinanya
sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan yang sulit . Khususnya kalau wanita itu multipara
berusia lanjut dengan janin yang amat besar, mungkin sudah meningal dengan meconium dalam
cairan ketuban, harus menimbulkan kecurigaan, pada kemungkinan ini (emboli cairan ketuban).

b) Janin besar intrauteri

Menyebabkan rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan ketubanpun dapat masuk melalui
pembuluh darah.

c) Kematian janin intrauteri

Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga kemungkinan besar akan ketuban pecah dan
memasuki pembuluh darah ibu, dan akan menyubat aliran darah ibu, sehingga lama kelamaan ibu
akan mengalami gangguan pernapasan karena cairan ketuban menyubat aliran ke paru, yang lama
kelamaan akan menyumbat aliran darah ke jantung, dengan ini bila tidak tangani dengan segera dapat
menyebabkan iskemik bahkan kematian mendadak.

d) Meconium dalam cairan ketuban

e) Kontraksi uterus yang kuat

Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan terjadinya laserasi atau rupture uteri, hal ini
juga menggambarkan pembukaan vena, dengan pembukaan vena, maka cairan ketuban dengan mudah
masuk ke pembuluh darah ibu, yang nantinya akan menyumbat aliran darah, yang mengakibatkan
hipoksia, dispue dan akan terjadi gangguan pola pernapasan pada ibu.

f) Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi

Dengan prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan pembuluh darah, dan hal ini dapat terjadi
ketuban pecah dan masuk ke pembuluh darah ibu.

g) Kematian selama aborsi

10
Sementara emboli cairan amnion biasanya merupakan komplikasi kehamilan, dan dapat dihubungkan
dengan kematian yang dalam aborsi. Dari tahun 1972 sampai 1978, 12% dari semua kematian yakni
15 kasus aborsi legal disebabkan oleh emboli cairan amnion.

Faktor Resiko

Secara normal, air ketuban tidak masuk ke dalam sirkulasi maternal karena terdapat aman di dalam
uterus, dilindungi oleh kantung ketuban. Perihal kenapa masuknya air ketuban terjadi pada beberapa
wanita dan tidak pada yang lainnya, belum dapat dimengerti. Banyak faktor yang dipertimbangkan
berhubungan dengan meningkatnya risiko kejadian AFE, antara lain :

1) Overdistensi uterus.Akibat his/kontraksi persalinan berlebih, yang umumnya terjadi pada


penggunaan obat-obatan perangsang persalinan yang tidak terkontrol.

2) Rupture uteri

3) Multiparitas

4) Kehamilan lewat waktu

5) Fetal distress, ditemukannya mekonium atau tinja janin dalam air ketuban, di mana janin dalam
keadaan kekurangan oksigen. Air ketuban yang penuh dengan kotoran bayi inilah yang sering kali
menimbulkan kefatalan pada kasus-kasus AFE.

6) Persalinan buatan

7) Janin laki-laki

8) Usia maternal yang lanjut

9) Sectio caesaria

10) Polihydramnion

11) Laserasi serviks yang luas

12) Solusio plasenta dan plasenta previa

13) IUFD

14) Bayi besar

11
15) Eklampsia

4. Robekan Jalan Lahir

Trauma jalan lahir perlu mendapatkan perhatian khusus, karena dapat menyebabkan:

 Disfungsional organ bagian luar sampai alat reproduksi vital

 Sebagai sumber perdarahan yang berakibat fatal.

 Sumber atau jalannya infeksi.

Klasifikasi robekan jalan lahir adalah sebagai berikut:

1) Robekan Perineum

Robekan perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan
alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila
kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu
panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.

Etiologi

 Kepala janin terlalu cepat lahir

 Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya

 Adanya jaringan parut pada perineum

 Adanya distosia bahu

Klasifikasi

 Derajat satu: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum.

 Derajat dua: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum dan
otot – otot perineum (perinea transversalis), tetapi tidak mengenai spingter ani.

12
 Derajat tiga: robekan ini terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum dan
otot – otot perineum dan sfingter ani eksterna

 Derajat empat: robekan dapat terjadi pada seluruh perineum dan sfingterani yang meluas
sampai ke mukosa rektum.

2) Robekan Serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda dari
yang belum melahirkan pervaginan. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat
menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta
sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik perlu diperkirakan perlukaan jalan lahir,
khususnya robekan serviks uteri.

Etiologi

 Partus presipitatus

 Trauma karena pemakaian alat – alat kontrasepsi

 Melahirkan kepala pada letak sungsang secara paksa, pembukaan belum lengkap.

 Partus lama.

3) Robekan Dinding Vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Robekan
terjadi pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum. Berikut ini adalah faktor
yang berhubungan dengan peningkatan risiko dari laserasi vagina atau serviks :

 Persalinan per vaginam pertama kali. Faktor risiko tersering untuk laserasi vagina adalah
nuliparitas. Jaringan pada saat pembukaan vagina tegang dan rapat pada saat persalinan. Namun
bagaimanapun, saat bayi mengalami desensus melalui jalan lahir, jaringan akan melebar dan
melunak. Sekali seorang ibu melahirkan secara per vaginam, faktor risiko untuk trauma vagina
akan berkurang untuk persalinan berikutnya.

13
 Makrosomia

 Semakin besar bayi, semakin serviks dan vagina harus melebar sehingga menimbulkan beberapa
robekan.

 Posisi kepala janin abnormal.

4) Inversio Uteri

Inversion uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya ke dalam
kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi diluar saat melahirkan
plasenta. Reposisi sebaiknya dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus
yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.

Etiologi

 Grande multipara

 Atonia uteri

 Kelemahan alat kandungan

 Tekanan intraabdominal yang tinggi (batuk dan mengejan)

 Cara crade yang berlebihan

 Tarikan tali pusat

 Manual plasenta yang terlalu dipaksakan

 Retensio plasenta

5) Syok Obstetri

Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah ke dalam jaringan sehingga tidak
dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil
metabolisme.

14
Etiologi

 Pendarahan

 Abortus

 Infeksi berat

 Solusio Plasenta

 Luka jalan lahir

 Emboli air ketuban

 Inversio uteri

 Syok postular

 Kolaps Vasomotor pospartum

 Fakta predisposisi timbulnya syok

Klasifikasi

 Syok Hemoragik, adalah suatu syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak. Akibat
perdarahan pada kehamilan muda, misalnya abortus, kehamilan ektopik dan penyakit trofoblas
(mola hidatidosa); perdarahan antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri,
dan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan laserasi jalan lahir.

 Syok Neurogenik, yaitu syok yang akan terjadi karena rasa sakit yang berat disebabkan oleh
kehamilan ektopik yang terganggu, solusio plasenta, persalinan dengan forceps atau persalinan
letak sungsang di mana pembukaan serviks belum lengkap, versi dalam yang kasar,
firasat/tindakan crede, ruptura uteri, inversio uteri yang akut, pengosongan uterus yang terlalu
cepat (pecah ketuban pada polihidramnion), dan penurunan tekanan tiba-tiba daerah splanknik
seperti pengangkatan tiba-tiba tumor ovarium yang sangat besar

15
 Syok Kardiogenik, yaitu syok yang terjadi karena kontraksi otot jantungyang tidak efektif yang
disebabkan oleh infark otot jantung dan kegagalan jantung. Sering dijumpai pada penyakit-
penyakit katup jantung.

 Syok Endotoksik/septic merupakan suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah disebabkan oleh
lepasnya toksin. Penyebab utama adalah infeksi bakteri gram nagatif. Sering dijumpai pada
abortus septic, korioamnionitis, dan infeksi pascapersalinan.

 Syok Anafilatik, yaitu syok yang sering terjadi akibat alergi /hipersensitif terhadap obat-obatan.
Penyebab syok yang lain seperti emboli air ketuban, udara atau thrombus, komplikasi anastesi
dan kombinasi seperti pada abortus inkompletus (hemoragik dan ensotoksin) dan kehamilan
ektopik terganggu dan rupture uteri (hemoragik dan neurogenik).

E. PENATAKSANAAN TINDAKAN PADA PEYULIT KALA IV


1.Teknik KBI

a. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan tangan
(dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke intraktus dan ke dalam vagina itu.

b. Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri
mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.Letakkan kepalan tangan pada fornik
anterior tekan dinding anteror uteri sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan
dengan kuat dinding belakang

c. Uterus ke arah kepalan tangan dalam.

d. Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan tekanan
langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merang sang miometrium
untuk berkontraksi.

f. Evaluasi keberhasilan :

 Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama dua
menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu
secara melekat selama kala empat.

16
 Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dari
serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera lakukan si penjahitan jika ditemukan
laserasi.
 Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan
kompresi bimanual eksternal (KBE, Gambar 5-4) kemudian terus kan dengan langkah-
langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai
menyiapkan rujukan. Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBI, jika KBI tidak
berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.
 Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi)
Alasan : Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan tekanan darah lebih tinggi dari
kondisi normal.
 Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 ml
larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin. Alasan: Jarum dengan diameter
besar, memungkinkan pemberian cairan IV secara cepat, dan dapat langsung digunakan jika
ibu membutuhkan transfusi darah. Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi
uterus. Ringer Laktat akan membantu mengganti volume cairan yang hiking selama
perdarahan.
 Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI. Alasan: KBI yang
digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin dapat membantu membuat uterus-
berkontraksi.
 Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera lakukan rujukan Berarti
ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat-darurat di fasilitas
kesehatan yang dapat melakukan tindakan pembedahan dan transfusi darah.
 Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI hingga ibu tiba di tempat rujukan.
 Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba di fasilitas rujukan:

 Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit.

 Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah
cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan 125 ml/jam.

 Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan dengan tetesan
lambat dan berikan cairan secara oral untuk asupan cairan tambahan.

2. Kompresi Bimanual Eksternal (KBE)

17
 Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis pubis.

 Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus uteri), usahakan
memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.

 Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresi pembuluh
darah di dinding uterus dengan cara menekan uterus di antara kedua tangan tersebut.

Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi :

 Lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika.


 Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi.

Uterotonika : Oksitosin : merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis.
Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur
kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan
meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan
secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU
perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping
pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu
intoksikasi cairan jarang ditemukan.

3. Kompresi Aorta Abdominal (KAA)

Kompresi bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan secara
mekanik. Proses mekanika yang digunakan adalah dengan aplikasi tekanan pada korpus uteri sebagai
upaya pengganti kontraksi meometrium (yang untuk sementara waktu tidak dapat berkontraksi).
Kontraksi meometrium dibutuhkan untuk menjepit anyaman cabang-cabang pembuluh darah besar
yang berjalan diantaranya. Pendarahan pasca persalinan disebabkan :

1. Atonia uteri

2. Sisa placenta

3. Robekan jalan lahir

4. Kelainan pembekuan darah

18
Atonia uteti adalah salah satu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi. Bila kejadian ini
terjadi, maka dsrah yang keluar dari bekas melekatnya placenta menjadi tidak terkendali. Beberapa
faktor pendarahan pasaca persalinan :

1. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan

2. Kala I dan II memanjang

3. Persalinan cepat

4. Persalinan yang di induksi/dipercepat dengan oksitosin

5. Infeksi intrapartum

6. Multiparitas tinggi

7. Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsi dan eklamsi.

Tanda dan gejala :

1. Pendarahan pervaginam

2. Konsistensi rahim lunak/lembek

3. Fundus uteri naik

4. Terdapat tanda-tanda syok

Prosedur ini dilakukan dari luar (kompresi bimanual eksterna) atau dari dalam (kompresi bimanual
interna), tergantung tahapan upaya mana yang memberikan hasil atau dapat mengatasi perdarahan
yang terjadi. Bila kedua upaya tersebut belum berhasil, segera lakukan usaha lanjutan, yaitu
Kompresi Aorta Abdominalis. Pada keadaan yang sangat terpaksa dan termpat rujukan yang sangat
jauh, walaupun bukti- bukti keberhasilan kurang menyokong tapi dapat dilakukan tindakan alternatif
yaitu pemasangan tampon uterovaginal dan kompresi eksternal. Upaya tersebut diatas sebaiknya
dikombinsikan dengan uterotonika (oksitosin 20 UI, ergometrin 0,4 mg dan atau misoprostol 600
mg).

19
CARA MELAKUKAN KAA

1. Baringkan ibu diatas ranjang, penolong menghadap sisi kanan pasien. Atur posisi penolong
sehingga pasien berada pada ketinggian yang sama dengan pinggul penolong.

2. Tungkai diletakkan pada dasar yang rata (tidak memakai penopang kaki) dengan sedikit fleksi pada
artikulasio koksae.

3. Raba pulsasi arteri femoralis dengan jalan meletakkan ujung jari telunjuk dan tengah tangan kanan
pada lipat paha, yaitu pada perpotongan garis lipat paha dengan garis horisontal yang melalui titik 1
sentimeter diatas dan sejajar dengan tepi atas simfisis ossium pubis. Pastikan pulsasi arteri teraba
dengan baik.

4. Setelah pulsasi dikenali, jangan pindahkan kedua ujung jari dari titik pulsasi tersebut.

5. Kepalkan tangan kiri dan lakukan pekankan bagian punggung jari telunjuk, tengah, manis dan
kelingking pada umbilikus ke arah kolumna vertebralis dengan arah tegak lurus.

6. Dorongan kepalan tangan kanan akan mengenai bagian yang keras di bagian tengah/ sumbu badan
ibu dan apabila tekanan kepalan tangan kiri mencapai aorta abdominalis maka pulsasi arteri femoralis
(yang dipantau dengan ujung jari telunjuk dan tengah tangan kanan) akan berkurang/ terhenti
(tergantung dari derajat tekanan pada aorta).

7. Jika pendarahan masih berlanjut, lakukan ligasi uterina dan utero ovarika, jika perdarahan masih
terus banyak, lakukan histerektomi supravaginal (tindakan di RS).

8. Perhatikan perubahan perdarahan pervaginam (kaitkan dengan perubahan pulsasi arteri femoralis).

Perhatikan :

1. Bila perdarahan berhenti sedangkan uterus tidak berkontraksi dengan baik, usahakan pemberian
preparat prostatglandin. Bila bahan tersebut tidak tersedia atau uterus tetap tidak dapat berkontraksi
setelah pemberian prostatglandin, pertahankan posisi demikian hingga pasien dapat mencapai fasilitas
rujukan.

2. Bila kontraksi membaik tetapi perdarahan masih berlangsung maka lakukan kompresi eksternal
dan pertahankan posisi demikian hingga pasien mencapai fasilitas rujukan.

3. Bila kompresi sulit untuk dilakuakan secara terus menerus maka lakukan pemasangan tampon
padat uterovaginal, pasang gurita ibu dengan kencang dan lakukan rujukan.

20
4. Kompresi baru dilepaskan bila perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi dengan baik. Teruskan
pemberian uterotonika.

10. Bila perdarahan berkurang atau berhenti, pertahankan posisi tersebut dan lakukan pemijatan
uterus (oleh asisten) hingga uterus berkontraksi dengan baik.

CARA MELAKUKAN PENEKANAN PADA KAA

Tata cara komperesi aorta abdominalis :

 Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan tangan kiri
selama 5 s/d 7 menit.
 Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak terlalu banyak
kekurangan darah.
 Tekanan aorta abdominalis untuk mengurangi perdarahan bersifat sementara sehingga
tersedia waktu untuk memasang infus dan memberikan uterotonika secara intravena.

Tekhnik Penekanan Aorta :

 Berikan tekanan kebawah dengan tekanan tangan diletakan diatas pers abdominalis aorta
melalui dinding abdomen.
 Titik kompresi tepat diatas umbilikus dan agak kekiri
 Pertahanan kompresi sampai darah terkontrol.
 Jika pendarahan berlanjut walaupun kompresi telah dilakukan.
 Lakukan ligasi uteria dan ligasi ateri uteri.
 Bila tidak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.Denyut aorta dapat diraba dengan
mudah melalui dinding abdomen anterior segera pada periode pascapartum.Dengan tangan
yang lain palpasi denyut nadi femoral untuk memeriksa keadekuatan kompresi.Jika denyut
nadi teraba selama kompresi tekanan yang dikeluarkan kepalan tangan tidak adekuat.Jika
denyut nadi femoral tidak teraba tekanan yang dikeluarakan kepalan tangan adekuat

21
Ligasi arteria uterine dan arteri utero ovarium (untuk menurunkan aliran darah uterus) langkah-
langkah :

 Tinjau kembali Indikasi.


 Tinjau kembali prinsip perawatan umum,prinsip perawatan operasi dan pasang infuse IV.
 Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksis.
 Buka abdomen, tarik uterus untukmembuka bagian bawah ligamentum latum uteri.
 Raba denyut arteria uterina di dekat persambungan uterus dan servik.
 Dengan menggunakan benang catgut kromik 0 pada jarum besar,masukkan jarum
kesekeliling arteri dan melalui 2-3 cm miometrium pada tempat dibuatnya insisi melintang
segmen bawah uterus lalu ikat benang dengan kuat.
 Buat jahitan sedekat mungkin dengan uterus karena biasanya ureter berada hanya 1 cm
disamping ateria uterina.
 Ulangi posisi tersebut pada sisi sebelahnya.
 Jika arteri robek,pasang klem dan ikat tempat perdarahan.
 Ikat arteri uteroovarium tepat dibawah titik pertemuan ligamentum suspensorium ovari
dengan uterus.
 Ulangi prosedur tersebut pada sisi sebelahnya.
 Pantau adanya perdarahan berkelanjutan atau pembentukan hematoma.
 Tutup abdomen

Histerektomi (pengankatan rahim/kandungan) :

 Tinjau kembali Indikasi.


 Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksis.Tinjau kembali prinsip perawatan umum,prinsip
perawatan operasi dan pasang infus IV.
 Jika terdapat hemoragi yang tidak dapat terkontrol etelah pelahiran per vagina, pikirkan
bahwa kecepatan tindakan adalah hal yang sangat penting.
 Jika pelahiran dilakukan melalui seksio sesaria, pasang klem pada area perdarahan di
sepanjang insisi uterus
 Alternatif Lainnya

22
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Persalinan adalah proses dimana bayi, Plasenta, dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu bersalin.
Persalinan yang normal terjadi pada usia kehamilan cukup bulan/setelah usia kehamilan 37 minggu
atau lebih tanpa penyulit. Pada akhir kehamilan ibu dan janin mempersiapkan diri untuk menghadapi
proses persalinan. Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada
serviks yang membuka dan menipis dan berakhir dengan lahirnya bayi beserta plasenta secara
lengkap Pengalaman persalinan bisa dialami oleh ibu pertama kali (primi), maupun kedua atau lebih
(multi). Kala IV adalah kala dimana 1-2 jam setelah lahirnya plasenta.Kala IV persalinan ditetapkan
berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih
dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta.
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah
anak dan plasenta lahir.

Perdarahan postpartum terjadi dalam 24 jam pertama. Ada beberapa kemungkinan penyebab yaitu:

 Atonia uteri

 Perlukaan jalan lahir

 Retensio plasenta

 Tertinggalnya sebagian plasenta di dalam uterus

 Kelainan proses pembekuan darah akibat hipofibrinogenemia

Pentalaksaan tindakan yang benar saat terjadi pendarahan adalah engan melakukan

1. Teknik KBI
2. Kompresi bimanual eksternal (KBE)
3. KAA

23
B. SARAN
1.Bagi ibu hamil dan bersalin perlu melakukan pemeriksaan kehamilan yang rutin ketenaga
kesehatan untuk mendeteksi penyulit-penyulit yang mungkin muncul saat kehamilan dan
persalinan.
2.Bagi tenaga kesehatan perlunya melakukan penyuluhan atau konseling kepada ibu hamil, seta
menerapkan asuhan sesuai standar pelayanan kebidanan yang telah ditetapkan sesuai dengan
kewenangan bidan yang telah diberikan kepada profesi bidan.serta diharapkan mampu
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam melakuan asuhan kebidanan secara
komprehensif terhadap pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Yanti, S.ST, M.Keb. 2010. Penuntun Belajar Kompetensi Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta:
Pustaka Rihama

Suwanti Endang , S.Pd., S.ST., M.Kes. 2016. Praktikum Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru
Lahir.Pusdik SDM Kesehatan.

Yulizawati, SST., M.Keb dkk.2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Persalinan/ Sidoarjo: Indomedia
Pustaka.

https://bettymaharani.wordpress.com/2015/05/28/makalah-kaa-kompresi-aorta-abdominal/

24
25

Anda mungkin juga menyukai