Disusun Oleh :
Kelompok 5
1. Dona Kristina 11194561920080
2. Merry Lidya 11194561920092
3. Nor Atia 11194561920100
4. Safril 11194561920106
5. Sylvi Wulandari 11194561920110
Dosen :
Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM
Teori Dua Faktor Herzberg atau sering disebut juga dengan Teori
Motivator-Hygiene adalah Teori Motivasi yang dikemukakan oleh Psikolog
Amerika Serikat yang bernama Frederick Herzberg pada tahun 1959
mengenai variabel-variabel yang dianggap diinginkan untuk mencapai
tujuan dan kondisi buruk yang harus dihindari. Dikatakan sebagai Teori
Dua Faktor karena pada teori ini pada dasarnya terdiri atas dua faktor
yang mempengaruhi Motivasi seseorang dalam bekerja, kedua faktor
tersebut adalah faktor Motivator dan faktor Hygiene.
Herzberg Two Factor Theory ini didapat dari hasil penelitian
terhadap 203 orang teknisi dan akuntan di Pittsburgh, Amerika Serikat. Di
penelitian ini, para teknisi dan akuntan diminta untuk berbagi pengalaman
mengenai perasaan “Sangat Baik” dan “Sangat Buruk” mereka pada saat
bekerja. Herzberg kemudian menyimpulkan bahwa ada dua kondisi kerja
yang tidak saling tergantung yang mempengaruhi perilaku secara
berbeda.
Berdasarkan penelitiannya ini, Herzberg kemudian
mengembangkan teori bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung pada
2 jenis faktor yaitu Faktor kepuasan (faktor motivator atau pemuas) dan
faktor ketidakpuasan (faktor Hygiene atau ketidakpuasan) yang kita kenal
sebagai Teori Dua Faktor Herzberg.
2. Faktor Hygiene
Tidak adanya faktor Hygiene akan menyebabkan karyawan
bekerja kurang keras. Ketidakhadiran Faktor Hygiene ini juga akan
menyebabkan ketidakpuasan bagi pekerjanya. Contoh faktor Hygiene
diantaranya seperti kebijakan perusahaan, pengawasan, gaji, kondisi
kerja, keselamatan dan kesehatan tempat kerja, hubungan dengan
kolega, tempat kerja fisik serta hubungan antara atasan dan
bawahan. Namun adanya faktor Hygiene tidak banyak berpengaruh
terhadap kepuasan kerja bagi karyawannya. Faktor Hygiene ini pada
dasarnya tidak ada pekerjaan itu sendiri, tetapi ada pada sekitar
pekerjaan tersebut. Faktor ini sering diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi Faktor Kesehatan atau Faktor Higienis.
a. Kebijakan perusahaan : Perusahaan harus adil dan jelas bagi
setiap karyawan. Mereka juga harus setara dengan pesaing-
pesaingnya.
b. Pengawasan : Pengawasan harus adil dan sesuai. Karyawan
harus diberikan otonomi dan tentunya dalam ruang lingkup yang
sewajarnya.
c. Hubungan : Hubungan yang sehat, ramah dan pantas harus ada
di antara rekan kerja, atasan dan bawahan.
d. Kondisi kerja : Peralatan dan lingkungan kerja harus aman,
cocok untuk tujuan dan higienis (sehat dan bersih).
e. Gaji : Struktur pembayaran harus adil dan masuk akal. Gaji atau
upah juga harus kompetitif dengan organisasi lainnya dalam
industri yang sama.
f. Keamanan : Penting bagi karyawan untuk merasa bahwa
pekerjaan mereka aman dan mereka tidak berada di bawah
ancaman PHK.
Kombinasi Motivator – Hygiene di Tempat Kerja
1. Hygiene tinggi dan Motivasi tinggi – Ini adalah situasi yang ideal.
Karyawan sangat termotivasi dan nyaris tidak memiliki keluhan.
2. Hygiene tinggi dan Motivasi rendah – Karyawan memiliki sedikit
keluhan, tetapi mereka tidak benar-benar termotivasi, mereka melihat
pekerjaan mereka hanya sebagai tempat untuk menerima gaji saja.
3. Hygiene rendah dan Motivasi tinggi – Karyawan termotivasi,
pekerjaan mereka menantang, tetapi mereka memiliki keluhan
tentang gaji atau kondisi kerja.
4. Hygiene rendah dan Motivasi rendah – Ini adalah situasi terburuk
yang mungkin terjadi, karyawan tidak termotivasi dan memiliki banyak
keluhan.
2. Kekurangan
a. Prosedur yang digunakan Herzberg terbatasi oleh metodologinya.
Bila semuanya berlangsung baik, orang cenderung menganggap itu
berkat diri mereka. Sebaliknya, mereka menyalahkan lingkungan
luar jika terjadi kegagalan.
b. Penilai harus melakukan penafsiran, mungkin mereka dapat
mencemari penemuan dengan menafsirkanrespon tertentu dengan
cara tertentu namun di sisi lain memperlakukan respon lain dengan
cara yang berbeda.
c. Tidak digunakannya ukuran total kepuasan apapun. Dengan kata
lain, seseorang dapat tidak menyukai bagian dari pekerjaannya,
masih berpikir bahwa pekerjaan itu dapat diterimanya.
d. Mengasumsikan hubungan antara kepuasan dan produktivitas.
Tetapi, metodologi riset yang dia gunakan hanya memandang ke
kepuasan, bukan produktivitas. Untuk membuat agar riset semacam
itu relevan, kita harus mengasumsikan hubungan yang kuat antara
kepuasan dan produktivitas.