Anda di halaman 1dari 3

Batas Dagu Wanita yang Harus Ditutup Saat Shalat

Batasan wajah bagi wanita seperti batasan wajah dalam wudlu yaitu panjang adalah antara
tempat tumbuhnya rambut dan di bawah ujung tulang dagu (tulang tempat tumbuhnya
jenggot), yaitu dengan kalimat “‫”وتحت منتهي لحييه‬. Dan di syarahnya disebutkan bahwa ujung
dagu termasuk bagian dari wajah, yang karenanya wajib ditutup.

Dari redaksi itu pula bisa diambil ibarot bahwa ujung dagu adalah batas antara DALAM
dan LUAR wajah. Dalam tatanan praktis, menutup wajah hanya sampai pada batas-batas
yang ditentukan tentu saja tidak bisa (sulit). Yang karenanya diperlukan area tambahan
(sekunder) untuk menyempurnakan batasan primer, dalam hal ini mukena mesti menutupi
sebagian dagu bagian depan.
Dalam fiqih, kondisi ini termasuk bahasan “BAABU MAA LAA YATIMMU ALWAAJIBU ILLAA
BIHI FA HUWA WAAJIBUN”. yang karenanya membuat area sekunder hukumnya menjadi
wajib. - Tuhfatul habib :
‫ َف ْال ُم ْن َت َهى دَا ِخ ٌل فِي‬.‫ت إ َل ْخ‬ َ ْ‫ت أَيْ َوه َُو َما َبي َْن َر ْأسِ ِه َو َما َتح‬ ِ ‫ت ُم ْن َت َهى) ِب ْال َجرِّ َع ْط ًفا َع َلى َم َن ِاب‬ِ ْ‫(و َتح‬ َ :ُ‫َق ْولُه‬
‫ت أَل َ َفا َد أَنَّ ْال ُم ْن َت َهى‬ ْ
ِ ‫ َو ْال ُم ْن َت َهى أَيْ َو َبي َْن ْال ُم ْن َت َهى ِب ُد‬.ِ‫ت َشعْ ِر َرأسِ ه‬
َ ْ‫ون َتح‬ ِ ‫ أَمَّا َل ْو َقا َل َما َبي َْن َم َن ِاب‬،ِ‫ْال َوجْ ه‬
.ُ‫ْس م َُرا ًدا َب ْل ْالم َُرا ُد ُد ُخولُه‬َ ‫ار ٌج َو َلي‬ ِ ‫َخ‬
‫ سليمان بن محمد‬: ‫ تحفة الحبيب على شرح الخطيب = حاشية البجيرمي على الخطيب المؤلف‬:‫الكتاب‬
1/141)‫هـ‬1221 : ‫بن عمر الب َُجي َْرمِيّ المصري الشافعي (المتوفى‬
Jika tidak ada pendapat yang membolehkan membuka bagian bawah dagu, bagaimana
solusi untuk fenomena tersebut mengingat mayoritas kaum wanita tidak menutup bagian
tersebut saat melaksanakan shalat yang tentunya berkonsekuensi pada batalnya shalat?
Sholatnya sah mengacu pada pendapat Malikiyah atau Hanafiyyah

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/82855/batasan-dan-ketentuan-aurat-dalam-
shalat

Teladan Nabi adalah tidak suka menyimpan uang. Saat sakit, beliau bertanya pada Aisyah
ra tentang uang yang ia titipkan padanya sebelum ia sakit, “Aisyah, dimana uang yang
pernah kutitipkan padamu sebelum sakit?” tolong kau bagikan uang itu di jalan Allah.
Karena aku akan malu bertemu Allah SWT yang dicintai,sedangkan dirumahnya masih ada
timbunan dan simpanan uang.”
Waspada dan tetap bermala. Pernah dikisahkan dalam sebuah cerita, pada suatu malam
Aisyah RA mendapati Rasulullah SAW tidak bisa tidur dan hanya membolak-balik
tubuhnya diatas ranjang penuh dengan kegelisahan.
Ia pun bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa tidak tidur semalaman?” Rasulullah lalu
menjawab, “Hari ini aku menemukan sebuah kurma di tengah jalan, kemudian aku ambil
buah itu dan memakannya karena aku pikir lebih baik dimakan daripada busuk dan
terbuang sia-sia, sekarang aku merasa gelisah karena siapa tahu jika kurma yang
kumakan itu termasuk harta sedekah.”

Kisah seorang budak yang paling beruntung dan  menjadi warisan bagi Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam . Setelah menikah dengan Khodijah radhiallahu’anha, Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam memerdekakannya. Dialah yang telah merawat Nabi
Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam sewaktu kecil, sehingga beliau menganggapnya
seperti ibu sendiri. Dan bertambah pula keutamaan Ummu Aiman dengan adanya Usamah
bin Zaid, putra mereka yang menjadi kesayangan Rasulullah SAW.
Sebelumnya dalam perjalanan pulang dari mengunjungi saudara-saudara suaminya dari
Bani Najjar di Yatsrib (Madinah), ajal menjemput Aminah binti Wahab. Beliau
meninggalkan putranya yang telah yatim dan baru berumur empat tahun bersama seorang
hamba sahaya. Hamba sahaya tersebutlah yang merawat dan menemaninya dalam
kesedihan ditinggal sang ibunda. Ia juga menemani melintasi perjalanan menuju ke Mekah
dalam terik matahari serta panasnya batu dan pasir gurun.
Anak tersebut ialah Muhammad bin Abdullah (Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam) dan
budak itu adalah Ummu Aiman Al-Habasyiyyah radhiallahu’anha. Sebelum memeluk
Islam, seorang hamba sahaya Zaid dilahirkan sebagai seorang Nasrani. Saat ia masih kecil,
ia ikut bepergian dengan ibunya dalam suatu kafilah namun segerombolan perampok
menghadang mereka dan menculik Zaid. Ia kemudian di jaul dan jatuh ditangan Hakim
dan ia menghadiahkan Zaid kepada Khadijah, isteri nabi Muhammad SAW.
Setelah menikah dengan Rasul, Khadijah menghadiahkan Zaid kepada beliau dan beberapa
orang dari salah satu rombongan haji melihat Zaid. Saat itu beliau berada di Mekah,
kemudian mereka memberitahukan hal tersebut kepada ayah Zaid. Sang ayah yang sudah
mencari anaknya dan hampir putus asa kemudian pergi ke Mekah untuk menjemput
anaknya meskipun ia harus menebusnya.
Pada saat tiba di Mekah, Rasul bertemu dengan ayah Zaid dan di mata sang ayah yang
terlihat berduka menyentuh hati Rasulullah. Kemudian ia memerdekan Zaid tanpa syarat
apapun. Meskipun demikian, Zaid menolak untuk pergi. Seraya ia berkata
“Aku tidak akan pergi, aku lebih mencintai engkau daripada ayah dan ibu kandungku
sendiri.”
Ketulusan hati Rasulullah dengan memerdekakan budak dan mempermudah urusan orang
lain patut untuk di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada Hadits Riwayat Muslim,
“Barangsiapa yang membantu menghilangkan satu kesedihan (kesusahan) dari sebagian
banyak kesusahan orang mukmin ketika didunia maka Allah akan menghilangkan satu
kesusahan (kesedihan) dari sekian banyak kesusahan dirinya pada hari kiamat kelak. Dan
barangsiapa yang memberikan kemudahan (membantu) kepada orang yang kesusahan,
niscaya Allah akan membantu memudahkan urusannya didunia dan di akhirat. Dan
barangsiapa yang menutup aib orang muslim , niscaya Allah akan menutup aibnya dunia
dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan selalu menolong seorang hamba selama dia gemar
menolong saudaranya.”

Ketulusan Hati Rasulullah terhadap Hamba Sahaya


Nabi Muhammad SAW dapat berperilaku tegas dan tetap dengan kelembutan, sehingga
tidak menyakiti hati umatnya. Beliau tidak pernah berkata maupun berlaku kasar kepada
mereka yang menghinanya.
Ketegasan Nabi SAW yang Memberikan Hidayah
Pada saat Perang Hunain berkecamuk, Nabi Muhammad SAW mengangkat senjata
melawan Suku Hawazin dan Quraisy yang dipimpin oleh Alabak. Kemudian kedua pasukan
tersebut bertempur di medan Hunain, yang jaraknya sekitar tiga mil dari Mekah. Nabi
Muhammad Saw dan pasukannya berhasil mengalahkan kaum Quraisy dan mendapatkan
banyak harta rampasan perang. Rasulullah sedang membagi-bagikan empat perlima dari
harta rampasan perang yang diperoleh kepada orang-orang ikut berperang seperti biasa
yang ia lakukan. Kemudian bagian seperlimanya untuk Rasulullah sendiri dan
dibagikannya kepada anggota keluarga yang beliau kehendaki. Dari salah seorang
penerima, Abbas seorang penyair yakni merasa tidak puas atas apa yang ia peroleh.
Kemudian ia mengumpat Rasulullah SAW dengan cara membacakan syair yang tidak
mengenakkan hati. Rasulullah pun mendengar syair tersebut kemudian tersenyum dan
seraya berkata “Bawa orang itu pergi dari sini dan potong saja lidahnya!”
Pada saat itu Umar sedang marah melihat perbuatan Abbas yang hampir saja
melaksanakan perintah Rasulullah untuk memotong lidahnya. Seketika Ali tiba-tiba
menyeret Abbas dan membawanya ke lapangan dimana binatang ternak rampasan
dikumpulkan. “Ambillah sebanyak yang kau mau” “Apa?” Tanya Abbas kepada Ali dengan
rasa tak percaya. “Beginikah cara Nabi memotong lidahku? Demi Allah, aku tidak akan
mengambil sedikitpun harta ini“ kata Abbas sambil menahan malu.
Sejak saat itu ia pun menyusun dan membacakan syair kecuali yang berisi pujian kepada
Rasulullah SAW. Hidayah menyelimuti hati Abbas menjadi umat yang berperilaku terpuji
dan bertutur kata dengan baik atas karena ketegasan Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT berfirman,
‫ُح َما ُء َب ْينَهُ ْم ۖ تَ َراهُ ْم ُر َّكعًا ُس َّجدًا يَ ْبتَ ُغونَ فَضْ اًل ِمنَ هَّللا ِ َو ِرضْ َوانًا ۖ ِسي َماهُ ْم فِي ُوجُو ِه ِه ْم ِم ْن أَثَ ِر‬ ِ َّ‫ُم َح َّم ٌد َرسُو ُل هَّللا ِ ۚ َوالَّ ِذينَ َم َعهُ أَ ِش َّدا ُء َعلَى ْال ُكف‬
َ ‫ار ر‬
ۚ ‫ال ُّسجُو ِد‬
“Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah
keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka ”. (Al-Fath : 29)
Sifat Nabi Muhammad SAW yang senantiasa Memberi dan Mengasihi
Roda berputar mengayuhkan kehidupan Rasulullah yang penuh dengan nilai kehidupan
suri tauladan. Pada saat kondisi kesehatan Rasulullah semakin memburuk karena sakit
yang beliau derita. Beliau bertanya pada Aisyah Ra tentang uang yang ia titipkan padanya
sebelum ia menderita sakit. Beliau lupa bahwa ia pernah menitipkan uang dan teringat
saat penyakit ada pada dirinya.
Kemudian Nabi Muhammad bertanya dengan suara parau,
“Aisyah, dimana uang yang pernah kutitipkan padamu sebelum sakit?” .
Lalu Rasulullah berkata kembali
“tolong kau bagikan uang itu di jalan Allah. Karena aku akan malu bertemu Allah SWT
yang dicintai, sedangkan dirumahnya masih ada timbunan dan simpanan uang.”
Nabi Muhammad SAW selalu bersedekah dan memudahkan urusan umat disekitarnya,
bahkan ia selalu mengajak umatnya menuju jalan kebaikan.

Allah SWT berfirman,


ِ ‫ضا ِعفُ لِ َم ْن يَشَا ُء ۗ َوهَّللا ُ َو‬
‫اس ٌع َعلِي ٌم‬ ْ ‫َمثَ ُل الَّ ِذينَ يُ ْنفِقُونَ أَ ْم َوالَهُ ْم فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة أَ ْنبَت‬
َ ُ‫َت َس ْب َع َسنَابِ َل فِي ُكلِّ ُس ْنبُلَ ٍة ِمائَةُ َحبَّ ٍة ۗ َوهَّللا ُ ي‬
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-
tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.
Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah 2:261)

Anda mungkin juga menyukai