Anda di halaman 1dari 1

Adab Membaca al-Quran, Membaca Al-Quran dengan Tartil

Banyak umat muslim mengabaikan tata cara membaca Al-Quran. Salah satunya tartil. Tartil adalah
membaca Al-Quran secara perlahan, tidak tergesa-gesa dan sesuai kaidah tajwid sebagaimana dalam firman-
Nya warattilil qurana tartilan. Dewasa ini, membaca Al-Quran secara tartil agaknya diabaikan oleh beberapa
– untuk tidak menyebut sebagian bahkan mayoritas – kalangan.
Padahal membaca Al-Quran dengan tartil sangat dianjurkan dalam syariat Islam. Tidak sekadar karena Al-
Quran menggunakan Bahasa Arab, tapi karena seperti itulah yang diajarkan Nabi SAW. Bahkan Nabi
Muhammad sendiri yang asli orang Arab dalam mengucapkan huruf dhad, berulang kali dipergoki membaca
Al-Quran secara tartil.
Anjuran Membaca Al-Quran Dengan Tartil
Tartil maknanya adalah perlahan-lahan. Sedang membaca Al-Quran secara tartil, mengutip keterangan Imam
A-Zarkasyi, berarti membaca Al-Quran dengan memperjelas setiap huruf, membaca dengan fasih disertai
menghayati makna, teratur nafasnya tatkala membaca, serta tidak melipat-lipat huruf (Al-Burhan/1/449).
‫ْﻼ‬
ۗ ً ‫اَوْ ِز ْد َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َرﺗﱢ ِﻞ ا ْﻟﻘُﺮْ اٰنَ ﺗَﺮْ ﺗِﯿ‬
atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. (Q.S. Al-Muzzammil [73]:
4)
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Ya’la ibn Mamlik yang menceritakan bagaimana Ummi Salamah
menceritakan salat Nabi, disebutkan:
‫ﺛُ ﱠﻢ ﻧَ َﻌﺘَﺖْ ﻗِﺮَا َءﺗَﮫُ ﻓَﺈِذَا ِھ َﻰ ﺗَ ْﻨﻌَﺖُ ﻗِﺮَا َءةً ُﻣﻔَ ﱠﺴ َﺮةً ﺣَﺮْ ﻓًﺎ ﺣَﺮْ ﻓًﺎ‬
Ummi Salamah lalu menggambarkan cara membaca Nabi Muhammad. Saat itu Ummi Salamah
mempraktikan membaca dengan memperjelas setiap satu persatu huruf. (H.R. Imam At-Tirmidzi)
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah ibn Mughaffal disebutkan:
‫ﺢ ﻗِﺮَا َءةً ﻟَﯿﱢﻨَﺔً ﯾَﻘْ َﺮأُ َو ْھ َﻮ ﯾُ َﺮ ﱢﺟ ُﻊ‬
ِ ‫ﻰ – ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ – ﯾَ ْﻘ َﺮأُ َو ْھ َﻮ َﻋﻠَﻰ ﻧَﺎﻗَﺘِ ِﮫ َو ْھ َﻰ ﺗَﺴِﯿ ُﺮ ﺑِ ِﮫ َو ْھ َﻮ ﯾَ ْﻘ َﺮأُ ﺳُﻮ َرةَ ا ْﻟﻔَ ْﺘ‬ ‫َرأَﯾْﺖُ اﻟﻨﱠﺒِ ﱠ‬
Aku melihat Nabi membaca Al-Quran sementara ia di atas untanya. Si unta berjalan dan Nabi membaca
Surat Al-Fath dengan lembut. Nabi membaca dengan mengulang-ulang suara (HR. Imam Bukhari).

Dalam riwayat lain disebutkan, Nabi Muhammad membaca basmalah dengan memanjangkan
“bismillaah”, memanjangkan “ar-rahmaan”, dan memanjangkan “ar-rahiim”. Nabi juga membaca Al-Quran
dengan memotong ayat per ayat, tidak menggandengkan ayat satu dengan ayat lain dengan sekali nafas.
Berbagai keterangan di atas menunjukkan, membaca Al-Quran secara tartil dianjurkan dalam Islam. Oleh
karena itu, para ulama melarang secara ceroboh membaca Al-Quran secara cepat. Sahabat Ibn ‘Abbas
berkata: “Membaca satu surat dengan tartil lebih aku sukai daripada membaca Al-Quran seluruhnya”. Imam
Mujahid menyatakan, bila ada dua orang dalam waktu yang sama, yang satu hanya membaca Al-Baqarah
dan yang satu membaca Al-Baqarah serta Ali Imran, maka yang hanya membaca Al-Baqarah sajalah yang
lebih baik menurutnya (At-Tibyan/71).
Keutamaan Tartil Bagi Yang Tidak Memahami Bahasa Arab
Imam An-Nawawi dalam At-Tibyan mengutip keterangan para ulama yang menjelaskan, tartil dianjurkan
untuk tujuan menghayati makna Al-Quran maupun selainnya. Para ulama juga menjelaskan, tartil juga
dianjurkan bagi orang non Arab yang tidak mengerti makna Al-Quran. Hal ini disebabkan membaca Al-
Quran secara tartil lebih mendekatkan pada mengagungkan serta memuliakan Al-Quran, dan lebih mengena
pada hati (At-Tibyan/71).
Maka tak tepat bila menyimpulkan bahwa untuk apa membaca tartil, kalau tidak memahami makna Al-
Quran? Tartil tidak semata-mata memberi kesempatan pembacanya untuk memahami kandungan setiap ayat
yang ia baca. Tartil juga mendorong hati untuk senantiasa memuliakan Al-Quran. Sehingga keyakinan akan
keagungan Al-Quran dapat tertancap dalam hati meski tanpa melalui perantaraan memahami makna Al-
Quran.

Anda mungkin juga menyukai