Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN

RESUME SEMINAR NASIONAL 1 & 2

FAIZAL MANDALAY PUTRA (M1A120093)

JURUSAN KEHUTANAN C
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2021
RESUME KEGIATAN SEMINAR HARI PERTAMA

SEMINAR NASIONAL FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN


(FHIL UHO) DAN KOMUNITAS MANAJEMEN HUTAN INDONESIA VI
DIRANGKAIKAN DENGAN KONGRES KOMHINDO V

TEMA SEMINAR

“RELAKSASI PENGELOLAAN HUTAN INDONESIA PASCA UNDANG-UNDANG


CIPTA KERJA”

1. Pembukaan Seminar & Kongres serta tujuan kegitannya

Moderator :

Tarian Budaya Sulawesi Tenggara :

TIM Forum Alam Seni Kehutanan dan Ilmu Lingkungan (FASKIL)

Dr. Ir. Sitti Marwah, M.Si. selaku ketua panitia mengatakan, tujuan seminar ini agar
tersusun rekomendasi pengelolaan hutan kepada pemerintah, asosiasi pengusaha
hutan Indonesia (APHI) yang dapat menciptakan iklim positif untuk kesejahteraan
masyarakat, sehingga kita dapat membentuk manajemen kolaborasi dalam
pengelolaan hutan Indonesia pasca undang-undang cipta kerja yang dapat
memperkuat Komhindo di kancah nasional, dam serta juga meningkatkan peran FHIL
UHO pada level nasional dalam dunia ilmuwan dan pembangunan di bidang
kehutanan dan lingkungan. Ujarnya melalui siaran pers yang di kirim ke redaksi
Inilahsultra.com

Kegiatan ini di buka langsung oleh Dekan FHIL UHO Bapak Prof. Dr. Ir Aminuddin
Mane Kendari. M.Si. Harapan Bapak Aminuddin Mane Kendari, semoga di dalam
UU Cipta kerja ini tidak membawa dampak negative terhadap pengelolaan hutan.

 Bapak Dr. Ir. Bambang Hendroyono, MM (Sekjen KLHK RI) yang


langsung membuka kegiatan Seminar.

2. Menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan Mars Rimbawan

MC : Elno Molan, S.IP., M.AP & Viqi Virly, S.Km

Dirigen : Viqi Virly, S.Km


3. Pembacaan Do’a :

La Ode Siwi, S.P., M.Si

4. Keynote Speaker dan Isi Ringkasan Materi

 Prof. Dr. Muh. Zamrun F., S.Si., M.Si., M.Sc. (Rektor UHO)

Tema : “Peran Perguruan Tinggi Dalam Transformasi pembelajaran Kehutanan dan


Lingkungan Pasca undang-undang Cipta kerja”

Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka, diambil untuk merespon secara cepat
tantangan disrupsi agar kita bisa melompat ke masa depan. Pada saat yang bersamaan
telah dibuat kebijakan nasional dalam bidang hukum yaitu simplikasi dan harmonisasi
peraturan perundang-undangan, dikenal dengan sebutan Undang-undang Cipta Kerja
yang selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan pemerintah.

Kedua kebijakan tersebut tentunya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, namun


beberapa perbedaan persfektif muncul dan hal itu syah-syah saja sebagai konsekuensi
dari demokrasi yang kita anut.

Menurut saya, perguruan tinggi seharusnya memandang UUCK ini secara komprehensif
menggunakan kesadaran ekosistem bukan kesadaran keakuan, sehingga dalam merespon
suatu permasalahan kita tidak bereaksi berdasarkan hal-hal yang tampak saja, tetapi
sebagai akademis kita harus merespon berdasarkan akar masalahnya, sehingga solusi
yang dibuat dapat menuntaskan permasalahan yang ada.

Berdasarkan hasil transformasi pembelajaran bidang kehutanan dan lingkungan pasca


UUCK, maka FHIL UHO segera menfollow up hasil seminar nasional ini melalui
pengembangan model transformasi pembelaran sebagai berikut:

a. Patner Akademik & penelitian kehutanan dan lingkungan

b. Patner Lab Inovasi

c. Patner pembangunan kapasitas

 Bapak Dr. Ir. Bambang Hendroyono, MM (Sekjen KLHK RI)

Tema : “Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Hutan Pasca Undang-Undang Cipta


Kerja”

1. Pemetaan potensi sdh di dalam areal kerja sebagai dasar permohonan perizinan berusaha.

2. Penyesuaian perencanaan dengan melakukan perubahan (revisi) rencana kerja usaha


berbasis kegiatan multi usaha kehutanan.
3. Menyelesaikan tata batas areal perizinan berusaha mengikuti ketentuan baru dengan
pendekatan teknologi informasi untuk menjamin kepastian kawasan dan jaminan hukum
berusaha.

4. Optimalisasi pemanfaatan hutan di areal perizinan berusaha

5. Diversifikasi produk/komoditas yang berasal dari pemanfaatan hasil hutan kayu, hasil
hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.

6. Membangun konfigurasi bisnis baru yang menjamin kekuatan sektor hulu, hilir, dan
pasar.

7. Evaluasi kinerja pbph multiusaha kehutanan dalam melaksanakan prinsip pengelolaan


hutan lestari (adaptasi dan mitigasi perubahan).

8. Kegiatan penyimpanan dan penyerapan karbon merupakan salah satu kegiatan multi
usaha kehutanan yang berperan penting dalam mendukung mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim dalam mencapai target ndc sektor kehutanan. Untuk implementasi
kebijakan perdagangan karbon menunggu terbitnya peraturan presiden.
DISKUSI I

1. Moderator Invited speakers

Atas nama : Muthiah. S.IP

(Manager External Affairs, PT HM Sampoerna Tbk.)

2. Invited Speakers dan Ringkasan Materi

 Invited speakers 1

Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, M.Sc.

(Dosen Kehutanan UGM & Penasehat Senior Menteri LHK RI)

Tema : "Relaksasi Pengelolaan Hutan Konvensional dan Perhutanan Sosial di Indonesia"


 Tata Hutan dan KPH

PELAKSANAAN TATA HUTAN MELIPUTI KEGIATAN SBB:

(1)Inventarisasi Hutan; (2) Perancangan tata hutan; (3) Penataan batas dalam unit
pengelolaan; (4) Penataan tata hutan; dan (5) Partisipasi para pihak melalui konsultasi
publik.

 Relaksasi Kinerja Pemanfaatan Hutan sebelum UUCK

(1)lakukan evaluasi kinerja IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT yang sudah berizin oleh
lembaga penilai independen; (2) (2) Bagi izin usaha yang sudah lebih dari 10 tahun
berkinerja buruk maka di cabut izinnya.; (3) bagi izin usaha yang kurang dari 10 tahun
dengan kinerja buruk diberi kesempatan untuk memperbaiki kekurangannya; (4) bagi
pemegang izin yang kinerjanya baik maka diberi sertifikat pengelolaan hutan lestari dan
difasilitasi pinjaman dana pengembangan dari dana pengelolaan lingkungan dan di
dukung oleh menteri LHK; (5) Areal yang dicabut izinnya karena berkinerja buruk dapat
diusulkan untuk dilelang kepada perusahaan yang baru sesuai peraturan No.8/2021

 Relaksasi Pengelolaan Perhutanan Sosial

(1)Pemerintah memberi bantuan permodalan melalui APBN atau APBD. Jika skema
permodalannya adalah pinjaman, maka harus seringan mungkin sistem pengembalian
dananya; (2) Komoditi tanaman hutan lebih didorong ke tanaman kayu yang cepat
menghasilkan dan HHBK yang dapat dijadikan sumber penghidupan jangka pendek dan
menengah; (3) Pembentukan KUPS jangan dipaksakan maunya pemerintah. (4)
Membangun hutan melalui PPS ini harus sesuai dengan pengetahuan lokal , dan
ekosistem berbasis budaya tempatan (5) Pemerintah membangun pusat pelatihan
teknologi agroforestry untuk mendukung PPS; (6) Pemerintah membantu sepenuhnya
pemasaran hasil produksi yang bernilai tinggi; (7) Dalam kaitannya dengan kelola
kawasan maka terpenting adalah membuat perencanaan KPS yang logis, sederhana dan
dapat dipahami dan dilaksanakan oleh pemegang persetujuan KPS. Selama ini rencana
yng dibuat hanya formalitas dan tidak dapat dilaksanakan oleh masyarakat. (8) Berkaitan
dengan penandaan batas. Ini kegiatan yang rumit dan memberatkan petani. Buatlah batas
batas lokasi dan batas penguasaan per keluarga dengan cara yang sederhana. Pemerintah
harus mendorong yang melakukan penandaan adalah petani dan pendamping saja. Buat
pelatihan pemetaan partisipatif kepada kelompok tani.

 Invited Speaker 2

Prof. Dr. Ir. Christine Wulandari, M.P.

(Kaprodi Magister Kehutanan, Faperta UNILA)

Tema : "Kesiapan Daerah dalam Mendukung Program Pembangunan Kehutanan


Berkelanjutan Berdasarkan UUCK"

 KPH sebagai representasi PEMDA

Kph sebagai organisasi pengelola hutan di lapang mampu melaksanakan, antara lain :
1. Memperbaiki dan menjaga kualitas potensi hutan 2. Mempertahankan/meningkatkan
tutupan hutan sebagai sumber tata air dan penyangga kehidupan 3.
Menyelesaikan/meminimalkan konflik tenurial pengelolaan hutan 4. Menumbuhkan berbagai
usaha dan industri kehutanan (hhk dan hhbk, jaslink) 5. Berkontribusi terhadap pendapatan
dan kesejahteraan masyarakat 6. Mendukung adanya sumber pendapatan baru bagi daerah /
pemprov 7. Melaksanakan penertiban dan penegakan hukum tindak pidana kehutanan

Peraturan menteri dalam negeri nomor 12 tahun 2017:

Unit kph adalah organisasi perangkat daerah propinsi (uptd) yang melaksanakan kegiatan
teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu pada dinas dan bertanggung
jawab kepada kepala dinas provinsi.

 Kph merupakan fasilitator


 Sdm kph adalah asn yang merupakan profesi dan mempunyai kode etik
 Kinerja kph tidak bisa dipisahkan dengan kinerja dinas yang menangani kehutanan
(hutan rakyat??)
 Kph tidak lagi mempunyai kewenangan swakelola pemanfaatan atas kawasan hutan
tertentu yang belum berizin
 Uptd kph menjadi organisasi struktural fasilitator, bukan lagi entitas yang bisa
langsung memanfaatkan sumber daya hutan
 Pemanfaatan hutan dilakukan pihak lain melalui perizinan berusaha dan pengelolaan
perhutanan sosial
 Mendorong pembentukan bumd untuk cipta kerja, peningkatan produktivitas hutan,
peningkatan pada sektor kehutanan, peningkatan daya saing daerah

 Invited Speaker 3 :

Prof. Dr. Ir. Daud Malamassam, M.Agr., IPU

(Dosen Fakultas Kehutanan UNHAS)

Tema : "Sinergisitas Para Stakeholder untuk Optimalisasi Pelayanan Pengelolaan dan


Pemanfaatan Hutan oleh Masyarakat dan Dunia Usaha"

1. Pembangunan KPH sangat membutuhan adanya sinergitas antar para pemangku


kepentingan KPH, agar dapat menjadi penyumbang yang cukup signifikan bagi
pengembangan investasi dan penciptaan lapangan kerja.

2. Dalam rangka pemandirian KPH, perlu rekonstruksi KPH sebagai suatu Badan usaha
dengan penyertaan modal dari pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten, dan desa),
bersama swasta dan masyarakat, dengan memberi peran dan tanggung jawab, serta
mengakomodir kepentingan semua pihak.

3. Perwujudan kewenangan KLHK, Pemprov (selaku Regulator dan Administratur) dan


KPH (selaku Fasilitator), pada tataran implementasi, dengan lebih memberi
penekanan pada pengembangan kapasitas KPH sebagai Fasilitator.

4. KPH Model perlu dihidupkan lagi ; diawali dengan pengem- bangan Model dalam
perwujudan sinerjitas antar pihak. Untuk itu, perlu disiapkan data & hasil kajian
tentang potensi-potensi pengembangan setiap KPH yang ada (Profil Investasi).

5. Untuk jangka panjang, pada saat KPH-KPH sudah terbangun, perlu dipikirkan
pendirian Badan Pengelola Kehutanan pada setiap pulau besar, yang
mengintegrasikan dan mensinergikan potensi dari KPH-KPH pada setiap wilayah.

 Invited Speaker 4 :

Prof. Dr. Ir. Indroyono Soesilo, M.Sc.

(Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia)

Tema : "Transformasi Pengelolaan Hutan Indonesia Pasca UUCK dari Prespektif Sektor
Usaha Kehutanan"
 KONFIGURASI BISNIS BARU KEHUTANAN MELALUI MULTIUSAHA
KEHUTANAN

a. Industri berbasis hasil hutan kayu,

b. Hasil hutan bukan kayu dan bioprospecting,

c. Agroforestry/ pangan,

d. Jasa lingkungan (i.e ekowisata, karbon),

e. Energi biomassa & energi terbarukan

 Invited Speaker 5 :

Ir. Sahid

(Kadishut Prov. SULTRA)

Tema : "Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Hutan Tingkat Tapak Pasca UUCK"

1. UU Ciptakerja mengubah secara drastis Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Hutan


Tingkat Tapak;

2. Peranan KPH bergeser dari sebelumnya sebagai pelaksana pengelolaan hutan menjadi
administrator/fasilitator seperti Dinas Kehutanan;

3. Diperlukan (1) penjabaran NSPK pengelolaan hutan tingkat tapak yang mempertegas
peran, tugas dan fungsi KPH, (2) dukungan kewenangan dan anggaran dari
pemerintah pusat dan daerah, (3) pengalihan peran, tugas dan fungsi terkait
pengelolaan hutan dari UPT kementerian terkait ke KPH.

 Invited Speaker 6 :

Dr. Ir. Sitti Marwah, M.Si.

(Kajur Kehutanan FHIL UHO)

Tema : "Ancaman Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) dibalik UUCK"

 Kerusakan Hutan dan DAS di Indonesia, meliputi :

 Pencurian Kayu dan Penebangan Pohon Tanpa Izin.

 Kebakaran Hutan.

 Penambangan Emas dan Tambang Ilegal, Penebangan Liar.


 Korporasi yang Tidak Bertanggung Jawab thdp Eksploitasi SDA.

 Perladangan Berpindah, dan Pembukaan Lahan.

 Dampak Kerusakan Hutan dan DAS di Indonesia

 Kekeringan air

 Longsor

 Banjir bandang, dan lain sebagainya.

 Manfaat dan Fungsi Hutan Dalam DAS

 Hutan dapat digunakan sebagai sumber mata pencarian masyarakat dan


sistem perlindungan

 Kebijakan Pengelolaan DAS dan Hutan Dalam Undang-Undang Cipta Kerja.

 Lingkungan Hidup: Ada beberapa isu kritis di dalam UU Cipta Kerja


terkait lingkungan hidup. UU ini mengabaikan prinsip kehati-hatian
(precautionary principle) yang digunakan sebagai pedoman utama
dalam pemanfaatan SDA dan perlindungan lingkungan dengan
mengubah konsep Izin Lingkungan yang sebelumnya ada di UUPPLH
menjadi ‘persetujuan’ lingkungan. Meskipun menjadi prasyarat
perizinan berusaha, posisi persetujuan lingkungan diformulasikan
dengan tidak tegas.

 PENUTUP SEMINAR HARI PERTAMA

WR III UHO: Dr. Nur Arafah, S.P., M.Si


RESUME KEGIATAN SEMINAR HARI 2
SEMINAR NASIONAL FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
(FHIL UHO) DAN KOMUNITAS MANAJEMEN HUTAN INDONESIA VI
DIRANGKAIKAN DENGAN KONGRES KOMHINDO V

TEMA SEMINAR

“PEMBAHASAN HASIL SEMNAS DAN KONGRES KOMHINDO V”

1. Pembukaan Pembahasan Hasil Semnas dan KONGRES KOMHINDO V

2. Menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan Mars Rimbawan


MC : ElnoMolan, S.IP., M.AP & Viqi Virly, S.Km Dirigen : Viqi
Virly, S.Km
3. Pembacaan Do’a oleh Agus Setiawan, S.Hut., M.Hut.

4. Invitespeaker dan isi ringkasan materi

Bapak Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodiharjo, MS.


Moderator : Dr. Soni Trison, S.Hut., M.Si
Host : Al Basri, S.Hut., M.Hut
Pembahasan Tema, Sub Tema, Penyusunan Rekomendasi

• Beberapa hal yg perlu diperjelas pelaksanaannya (“relaksasi”), terutama untuk


dapat dihubungkan dengan kenyataan di lapangan, dan kondisi di masa lalu. HPH dan
HTI misalnya, yg buruk kinerjanya dicabut? Soal wilayah kerja P 8/2021 (KPH,
penggunaan, PBPH, PS), status HL yg datar, PS (modal, pasar, pengetahuan local,
batas individual), dlsb. • Kelemahan fungsi “fasilitasi” oleh KPH, termasuk dalam
menghadapi konflik, hilangnya mitra = hilangnya kapasitas finansial, dlsb. Perlu
percepatan adanya NSPK dan kejelasan makna “fasilitator”, anggaran dan
penguatan SDM, dlsb.
• Titik Kritis UU dan Pelaksanaannya yaitu Ketelitian Membaca
Sumber Hukum, Kelembagaan, Menghentikan De-motivasi, Menyelesaikan masalah
di lapangan.
• WEBINAR KOMHINDO ini belum membicarakan isu lainnya seperti: hutan
adat dan masyarakat hukum adat yang termasuk tetapi punya mekanisme di dalam
PS, pengelolaan kawasan konservasi termasuk KEE, bentukbentuk sanksi dan
pelaksanaannya, berbagai pengaturan turunan mengenai lingkungan hidup, dlsb.
• FAKTA LAPANGAN DAN RESENTRALISASI. Pembahasan mengenai
dampak pelaksanaan UU perlu disertai dengan pengetahuan mengenai ragam kondisi
di lapangan— termasuk kapasitas kelembagaan pelaksananya. Pembahasan secara
khusus mengenai dampak resentralisasi kehutanan perlu dilakukan.

5. Penutup

Penutupan Pembahasan Hasil Semnas, Rekomendasi dan Kongres


KOMHINDO V
Dekan FHIL UHO : Prof. Dr. Ir Aminuddin Mane Kandari., M.S

BERIKUT GAMBAR BUKTI MENGIKUTI KEGIATAN SEMINAR

Anda mungkin juga menyukai