Anda di halaman 1dari 14

TUGAS 2

IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA PADA PEKERJAAN


PROYEK KONSTRUKSI (PENGENDALIAN BANJIR)

Disusun untuk memenuhi syarat mata kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Dosen Pengampu:
Satriana Fitri Mustika Sari, ST., MT.
NIP 19800 813 200801 2 011
Heri Suryaman, S.Pd., M.Pd.
NIP 19871 226 201903 1 008

Disusun Oleh:
Devi Fitria Anggraini (19051417056)

PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2021
JENIS PEKERJAAN
(PEKERJAAN KONTRUKSI PROYEK PENGENDALIAN BANJIR)

➢ Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi adalah suatu upaya untuk mencapai suatu hasil dalam bentuk bangunan atau
infrastruktur. Proses yang terjadi pada suatu proyek tidak akan berulang pada proyek lainnya.
Hal ini disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi proses suatu proyek konstruksi berbeda
satu sama lain.
Pekerjaan konstruksi dibagi atau dikelompokkan menjadi 3 (tiga) golongan besar, yaitu:
1. Konstruksi perteknikan yang dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Konstruksi jalan raya misalnya penggalian, pengerasan jalan, jembatan, dan
sebagainya.
b. Konstruksi berat misalnya pembuatan bendungan, saluran air, dan sebagainya.
2. Konstruksi industri, misalnya pembuatan kilang minyak, peleburan biji besar dan
sebagainya.
3. Konstruksi bangunan, misalnya bangunan pabrik, tempat tinggal, gedung, dan
sebagainya.
➢ Proyek Pengendalian Banjir
Proyek pengendalian banjir adalah salah satu proyek yang dilakukan di lokasi proyek dikenal
sebagai daerah yang rawan banjir, banjir akan menyulitkan akses untuk ke kota dikarenakan
jalan tergenang dan banjir juga memasuki rumah warga, oleh karena itu dilakukan
pembangunan tanggul agar bisa menahan tingginya permukaan air yang menyebabkan banjir.
Pekerjaaan yang termasuk pada proyek yaitu, pembangunan tanggul , pembuatan Shortcut
Slincing, pembuatan pintu pengendali dan pompa 1 buah, perbaikan alur dan proteksi jembatan,
pekerjaan jalan masuk, pekerjaan pembuatan rumah jaga dan rumah panel diesel engginer.
Pekerjaan yang dilakukan banyak menggunakan alat berat seperti escavator, bulldozer, water
tank, dump truck, vibratory roller, crawl crane.

URAIAN PEKERJAAN DALAM PROYEK PENGENDALIAN BANJIR

➢ Tahapan Pembangunan Tanggul Proyek Pengendalian Banjir


Secara umum tahapan pembangunan tanggul melalui beberapa tahap dari awal hingga
pekerjaan timbunan. Sesuai dengan uraian pada latar belakang. Terdapat dua tahapan pekerjaan
pada pembangunan tannggul adapun tahapan pekerjaan tersebut :
1. Tahapan pekerjaan pemancangan concrete sheet pile.
Pekerjaan pemancangan concrete sheet pile menggunaan material sheet pile (tiang pancang).
Sebelum pengaadan tiang pancanglahan yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu.
Pembersihan lahan yang akan dijadikan tempat persediaan tiang pancang (stockyard)
menggunakan alat bulldozer dan dibantu dengan tenaga manusia. Pembuatan jalan akses ke
lokasi pengadaan menggunakan material lime stonekemudian dipadatkan menggunakan alat
sheepfoot roller. Selanjutnya dilakukan analisa kedalaman pemancangan sheet pile
berdasarkan type sheet pile yang dipakai dan data tanah hasil soil investigation. Setelah itu
dilakukan pengukuran area pemancangan tiang pancang untuk menentukan titik yang akan
dipancang sesuai dengan gambar yang telah di setujui serta dilakukan pekerjaan galian untuk
memudahkan mobilisasi/ tiang pancang dan sebagai dudukan crane. Untuk mendapatkan hasil
pemancangan yang lurus, dibantu dengan pemasangan guide beamyang terdiri dari H-BEAM
& UNP yaitu besi penyangga yang berbentuk huruf H dan huruf U. Material tiang pancang
dipasang ditengah guide beam menggunakan crawler crane, lalu ditancapkan kedalam tanah
menggunakan pile driver hammer. Dikarenakan setiap kepadatan tanah tidak sama, maka
dilakukan pemotongan sisa tiang pancang menggunakan alat bobok hammer dan tenaga
manusia untuk meratakan tinggi tiang pancang sesuai yang sudah ditentukan. Setelah dilakukan
pemotongan,kemudian dipasang bekisting caping beam bawah dengan material plat besi.
Setelah pemasangan bekisting selesai, pengecoran capping beam dapat dilakukan dengan truck
mixer dan dibantu tenaga manual. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan bekisting kolom
frame revetment dilanjutkan pekerjaan pengecoran beton, pemasangan batu muka sebagai
badan dari frame beton revetmentdan pekerjaan pemasangan bekisting balok frame revetment.
Selesai bekisting dipasang pengecoran balok frame revetment dengan mutu beton yang
ditentukan dapat dilakukan menggunakan truck mixer dan alat bantu talang cor dan pekerjaan
batu muka secara keseluruhan sebagai isian frame beton revetment atau sebagai badan dari
revetment tersebut. Tahap selanjutnya dalah pekerjaan timbunan.
2. Tahapan Pekerjaan Timbunan.
Pekerjaan penimbunan dimulai dari pengambilan tanah dari quarry (tempat pengambilan
tanah) menggunakan excavator, tanah yang digali dipindahkan ke mobil dump truck lalu
diangkut menuju lokasi timbunan melewati jalan umum , setelah sampai dilokasi tanah
dibongkar lalu kemudian tanah dihamparkan secara merata menggunakan bulldozer,
penghamparan tanah dilakukan lapis demi lapis kelokasi yang akan ditimbun. Setelah
penghamparan selesai, tanah dipadatkan menggunakan vibro roller. Setelah mencapai elevasi
tanggul rencana maka sloof tanggul dibentuk dan dirapikan dengan excavator dengan
kemiringan yang sudah ditentukan, sisa tanah dari perapihan sloof dibuang ke disposa area.

PROSEDUR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)


(PEKERJAAN KONTRUKSI PROYEK PENGENDALIAN BANJIR)

➢ Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu upaya perlindungan agar setiap tenaga
kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja senantiasa dalam keadaan sehat dan selamat
serta sumber-sumber proses produksi dapat dijalankan secara aman dan efisien dan produktif.
Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat
kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum
dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang
mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas. Ada 4 (empat) faktor penyebabnya
yaitu:
1. Faktor manusia.
2. Faktor material/bahan/peralatan.
3. Faktor bahaya/sumber bahaya.
4. Faktor yang dihadapi (pemeliharaan/perawatan mesin-mesin).
➢ Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3), Pengendalian Risiko Serta
Lingkungan
Perusahaan telah menetapkan kebijakan K3 sebagai acuan setiap proyeknya termasuk
Kebijakan K3 yang digunakan pada proyek pengendalian banjir adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan terhadap terjadinya cedera dan sakit akibat kerja;
2. Perbaikan yang berkesinambungan terhadap Keselamatan, Kesehatan Kerja
dan Pengelolaan Lingkungan dengan melibatkan pihak terkait;
3. Peduli akan Lingkungan Kerja yang Sehat dan mempertimbangkan Dampak
Lingkungan dalam setiap kegiatan kerja;
4. Penggunaan Sumber Daya yang efisien dalam setiap aktivitas untuk ikut
menjaga kelestarian Alam;
5. Penerapan Sistem Manajemen SHE (Safety Health Environtment) mengikuti
peraturan-peraturan dan persyaratan yang berlaku.

➢ Program Kerja SHE (Health Safety Environtment).


Program kerja SHE pada proyek pengendalian banjir adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan SHE, perencanaa SHE sebagai Petunjuk/ gambaran pelaksanaan SHE :
IBPR (Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko), IPPAL (Identifikasi, Pengendalian
dan Pemantauan Aspek Lingkugan) di area proyek.
2. Target, target SHE adalah mengoptimalkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
sehingga tercapainya zero accident.
3. SHE Induction, pengarahan SHE, House keeping dan Lingkungan serta ketertiban
proyek kepada pekerja baru sebelum melakukan pekerjaan.
4. Surat Izin Bekerja (SIB), Check List Sebelum Bekerja sebagai syarat untuk bekerja
seperti APD, APK & Lingkungan Kerja tiap-tiap Jenis Pekerjaan, perlokasi, perhari
untuk pekerja, sub kontraktor & mandor.
5. SHE Talk, Pengarahan tentang SHE kepada seluruh pekerja, subkontraktor, mandor &
personil pekerja.
6. SHE Patrol dan Inspeksi SHE, Inspeksi yang dilakukan untuk memonitor pelaksanaan
SHE dan untuk menjaga konsistensi penerapan SHE diproyek.
7. SHE Meeting, Meeting untuk membahas masalah yang mungkin terjadi dan tindakan
perbaikannya
8. PSRS dan Assesment Online, Sistem laporan harian seluruh item SHE & diinput ke
perusahaan On Line setiap bulannya.
9. Training SHE, Training tentang SHE kepada karyawan, mandor, sub kontraktor
tentang dasar-dasar SHE, P3K, cara pemadaman api, tanggap darurat, dll.
10. Environmental dan Green, Test kebisingan, getaran, ambient, emisi & manajemen
sampah.
11. Audit SHE, Audit intern proyek implementasi dan monitoring penerapan SHE.
➢ Contoh Jadwal Program SHE
Jadwal program SHE yang dilaksanakan pada proyek pengendalian banjir
Tabel 1 Contoh Jadwal Program HSE
NO KEGIATAN PESERTA PERIODE WAKTU
SHE
Setiap waktu jika
1 INDUCTION SHEO & SS
ada Pekerja baru
SHE
PM, SOM, SEM, SHEO, SS, Setiap hari & 09.00 s/d
2 PATROL
GSP, Peralatan, Subkont, Mandor sesuai jadwal 11.00
SHE PM, SOM, SEM, SHEO,GSP, SP, 1 Minggu sekali 09.00 s/d
3
INSPECTION Subkont, Mandor hari Senin 11.00
SHE SHEO, SOM, SEM, SAM,GSP, 1 Minggu sekali 19.30 s/d
4
MEETING SP, Peralatan, Subkont, Mandor hari Selasa 21.00
Staff PP, Seluruh Pekerja, 1 Minggu sekali 07.30 s/d
5 SHE TALK
Mandor & Subkont hari Jumat 08.00
(Dapat
Seluruh staff & pekerja,
TRAINING Sesuai jadwalMin. bersamaan
6 disesuaikan dengan materi
SHE 2 x sebulan saat SHE
training
TALK)
Sesuai jadwal
Seluruh personel proyek
7 AUDIT SHE Audit Internal
maupun External

IDENTIFIKASI BAHAYA DAN MATRIKS PENILAIAN RISIKO


(PEKERJAAN KONTRUKSI PROYEK PENGENDALIAN BANJIR)

➢ Bahaya dan Risiko


Bahaya dan risiko memiliki hubungan yang erat. Bahaya menjadi sumberterjadinya kecelakaan
atau insiden baik yang menyangkut manusia, properti, dan lingkungan. Risiko menggambarkan
bersarnya kemungkinan suatu bahaya dapat menimbulkan kecelakaan serta besarnya
keparahan yang dapat diakibatkannya. Besarnya risiko ditentukan oleh berbagai faktor, seperti
besarnya paparan, lokasi, pengguna, kuantiti serta kerentanan unsur yang terlibat. Oleh karena
itu, suatu risiko digambarkan sebagai pelung dan kemungkinan (problability) suatu bahaya
untuk menghasilkan kecelakaan serta tingkat keparahan yang dapat ditimbulkan jika
kecelakaan terjadi (severity). Karena itu dalam konsep keselamatan kerja, sasaran utama adalah
mengendalikan atau menghilangkan bahaya sehingga secara otomatis risikonya dapat
dikurangi atau dihilangkan.

MANUSIA

BAHAYA KECELAKAA LINGKUNGA


N
PERALATA
RISIK N
O
Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif OHS Risk Management
Gambar 1. Hubungan Bahaya Dan Risiko
➢ Potensi Bahaya
Bahaya (hazard) adalah segala hal yang berpotensi menimbulkan bahaya dan sering
dikaitkan dengan suatu kondisi atau aktivitas tak terkendali dan jika dibiarkan bisa
mengakibatkan cedera. Potensi bahaya atau bahaya kerja (work hazard) adalah suatu sumber
potensi kerugian atau suatu situasi yang berhubungan dengan pekerja, pekerjaan dan
lingkungan kerja yang berpotensi menyebabkan gangguan/kerugian.
Bahaya di tempat kerja timbul atau terjadi ketika ada interaksi antara unsur-unsur
produksi yaitu manusia, peralatan, material, proses, atau metode kerja. Dalam proses tersebut
terjadi kontak antara manusia dengan mesin, material, lingkungan kerja yang diakomodir oleh
prosesatau prosedur kerja. Oleh karena itu, sumber bahaya dapat berasal dari unsur-unsur
produksi tersebut, yaitu manusia, peralatan, material, proses serta sistem dan prosedur.
Potensi bahaya merupakan segala sesuatu yang mempunyai kemungkinan
mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan maupun manusia. Di tempat kerja,
potensi bahaya sebagai sumber risiko keselamatan dan kesehatan akan selalu dijumpai. Jika
setiap bahaya-bahaya tersebut dapat diidentifikasi, tindakan harus diambil untuk
menghilangkan atau meminimalkan risiko yang dihadapi oleh pekerja.
Jika bahaya tersebut tidak dapat dihilangkan, suatu penilaian risiko perlu dilakukan
untuk menentukan tingkat pencegahan apa saja yang harus diambil. Hal ini diupayakan untuk
melindungi pekerja yang merupakan aset yang sangat berharga bagi perusahan.
➢ Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)
Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas
organisasi. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari manajemen risiko. Tanpa melakukan
identifikasi bahaya tidak mungkin melakukan pengelolaan risiko dengan baik.
Kegiatan lainnya yang berkaitan dengan identifikasi bahaya dan risiko adalah melakukan
penlaian setiap laporan survei dan/ atau inspeksi K3 atau lingkungan yang berhubungan dengan
lokasi. Sumber-sumber tambahan yang mungkin dapat digunakan untuk mengidentifikasi
risiko antara lain:
1. Analisis dan prosedur kerja yang dilaksanakan pada atau di dekat lokasi kerja.
2. Laporan kecelakaan/ insiden dari area umum di lokasi kerja.
3. Laporan pengamatan kerja.
4. Peraturan kerja khusus di lokasi.
5. Kebutuhan alat pelindung diri.
6. Gambar, skema atau diagram alir berkaitan dengan lokasi.
Tujuan identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari program pencegahan
kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko tidak dapat
ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat dijalankan.
Identifikasi bahaya memberikan berbagai manfaat antara lain:
1. Mengurangi peluang kecelakaan.
2. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak (pekerja-manajemen dan pihak
terkait lainnya) mengenai potensi bahaya dari aktivitas perusahaan sehingga dapat
meningkatkan kewaspadaan dalam menjalankan operasi perusahaan.
3. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan
pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan menentukan skala prioritas penanganannya
sesuai dengan tingkat risikonya sehingga diharapkan hasilnya akan lebih efektif.
4. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam
perusahaan kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan.
➢ Pengendalian Risiko (Risk Control)
Pengendalian risiko adalah langkah penting dan menentukan dalam keseluruhan manajemen
risiko. Risiko yang telah diketahui besar dan potensi akibatnya harus dikelola dengan tepat,
efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kondisi perusahaan. Pedoman pengendalian risiko
yang lebih spesifik untuk bahaya K3 dengan pendekatan sebagai berikut :

Gambar 2 Pedoman Pengedalian Risiko


➢ Cara Penilaian Risiko Pengendalian Banjir
Penilaian risiko yang dilakukan pada proyek pengendalian banjir menggunakan matrix risk
rating sesuai dengan Work Intruction. Pada matrix terdapat nilai yang menunjukkan tingkat
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja (likelihood) dan tingkatkeparahan akibat kecelakaan
kerja (severity). Untuk melihat tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan
keparahan akibat kecelakaan kerja diberi nilai 1 sampai dengan 5.Setelah diketahui nilai tingkat
kemungkinan kecelakaan kerja dan nilai tingkat keparahan akibat kecelakaan kerja, nilai
kemungkinan (likelihood) dan nilai keparahan (severity) dikalikan untuk menentukan tingkat
risiko pada proses pekerjaan proyek pengendalian banjir.
Risk Rating (RR)
Severity
Risk Matrix 1 2 3 4 5
1 1 2 3 4 5
2 2 4 6 8 10
Likelihood 3 3 6 9 12 15
4 4 8 12 16 20
5 5 10 15 20 25
L=Likelihood 15 to 25 = High
Key S= Severity 8 to 12 = Medium High
Rating L x S 4 to 6 = Medium Low
2 to 3 = Low
1 = Insignificant
Gambar 3 Matriks Penilaian Risiko
➢ Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Proyek Pengendalian Banjir
Identifikasi bahaya dilakukan dengan memperhatikan interaksi antara pekerja, tugas/pekerjaan,
alat dan lingkungan. Untuk mempermudah dalam mengidentifikasi bahaya pada setiap proses
menggunakan HIRARC (Hazard Identification, Risk Assasment & Risk Control) sehingga
setiap prosespada pekerjaan tanggul diuraikan. Kemudian dari setiaptahapan tersebut dapat
diidentifikasi bahaya keesehatan dan keselamatan kerja secara sistematis.Setelah dilakukan
identifikasi bahaya dengan mengurutkan secara sistematis tahapan pekerjaan dan mendapatkan
potensi bahaya yang terdapat dalam setiap tahapan tersebut, lalu dilakukan penentuan tingkat
risiko dengan melakukan analisa risiko yakni memberikan penilaian terhadap keparahan
(severity) dan kemungkinan (likelihood).
Keterangan :
Likehood (L)
1. Mungkin tidak akan pernah terjadi (sekali dalam sepuluh tahun)
2. Mungkin terjadi dalam 5 tahun
3. Mungkin terjadi setahun sekali
4. Mungkin terjadi sebulan sekali
5. Mungkin terjadi seminggu sekali atau sering
Severity (S)
1. Tidak terjadi cidera, kerugian finansal sedikit
2. Cidera ringan, kerugian financial sedikit
3. Cidera sedang, perlu medis, kerugian financial besar
4. Cidera berat ≥ 1 orang, kerugian besar, gangguan produksi
5. Fatal ≥ 1 orang, kerugian sangat besar dan dampak luas, terhentinya seluruh kegiatan.

Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Tahapan Pemancangan Concrete Sheet
Pile
1. Penggunaan Crawler Crane
Identifikasi Bahaya:
a. Terjungkir akibat kelebihan beban material dan kurangnya penopang. Hal ini
disebabkan karena tidak seimbangnya antara beban material yang terlalu berat dengan
berat penopang.
b. Longsor, berat crawler crane juga dapat menyebabkan tanah dipinggiran sungai
sebagai bantaran crawler crane longsor, sehingga berpotensi crawler crane terjungkir
kesungai dan menyebabkan pekerja sebagai operator crane cedera dan terjebak
didalamnya crawler crane.
c. Jatuhnya material akibat kegagalan gigi pengangkat. Hal ini disebabkan kerusakan pada
roda gigi pengangkat yang berfungsi sebagai penahan dan pengatur ketinggian material
yang di angkat dan pengoperasian alat berat oleh personil yang tidak berkompetan.
d. Kegagalan gigi dapat menyebabkan kecelakaan kerja seperti pekerja tertimpa material.
Tidak seimbangannya beban material dengan berat penopang dan kegagalan gigi
pengangkat yang dioperasikan oleh personil yang tidak berkompeten adalah bentuk dari
tindakan tidak aman (unsafe act) karena pekerja tidak memeriksa dengan benar
kelayakan roda gigi yang akan digunakan.
e. Bahaya kontak dengan saluran listrik di ketinggian. Hal ini disebabkan banyaknya
instalasi listrik karenalokasi proyek berada di daerah pemukiman warga. Selain itu
permukaaan crane yang kasar dan tajam dapat membuat kabel listrik menjadi
terkelupas ketika terkena gesekan dari crane sehingga pekerja operator yang berada
didalam crane berisiko tersengat listrik karena hampir semua bagian dari crane
merupakan konduktor listrik. arus kejut listrik yang mengenai tubuh dapat
menimbulkan berhentinya fungsi jantung serta menghambat pernapasan, panas yang
ditimbulkan dapat menyebabkan kulit atau tubuh terbakar, menimbulkan pendarahan
serta gangguan saraf dan gerakan spontan akibat terkena arus listrik, dapat
mengakibatkan cedera lain seperti terjatuh atau terkena/ tersandung benda
lain.
Pengendalian Risiko:
Melakukan pengendalian seperti personel diperingatkan mengenai bahaya terperangkap dan
bahaya benda jatuh, seperti personel yang tidak diijinkan di bawah beban dan beban kerja aman
ditandai di kabin dan indikator beban terpasang dan melakukan uji kepadatan tanah (soil
investigation) sebelum melakukan pekerjaan agar tanah yang digunakan sebagai bantaran alat
berat tidak longsordan mengakibatkan kecelakaan.
Penilaian Risiko:
Tingkat risiko penggunakan crawler crane dikategorikan Medium High yang berarti kategori
ini cukup berbahaya sehingga memerlukan pengendalian khusus. Nilai kemungkinan
terjadinya kecelakaan pada penggunaan crawler crane diberi nilai 2 yang berarti kecelakaan
kerja mungkin terjadi dalam 5 tahun sekali dan nilai keparahan akibat kecelakaan kerja diberi
niai 5 yang berarti fatal, kerugian sangat besar dan hingga memakan korban jiwa.
2. Pengadaan Standar Alat Pengangkatan dan Aksesoris Pengangkatan
Identifikasi Bahaya:
Pengadaan standar alat pengangkatan dan aksesoris pengangkatan menyebabkan potensi
bahaya kegagalan selama pekerjaan misalnya kerusakan selama pekerjaan mengangkat. Hal ini
bisa disebabkan karena penggunaan peralatan yang tidak standar seperti tali slingyang
digunakan untuk mengangkat material sudah lama atau palsuatau alat yang digunakan sudah
lama tetapi dijual sebagai baru, atau alat berat yang digunakan tidak memiliki sertifikat
kelayakan beroperasi. kondisi ini dapat mengakibatkan pekerja mengalami cedera fisik sepeti
terbentur material dan tertimpa material karena ada kerusakan peralatan selama
pekerjaan.
Pengendalian Risiko:
Melakukan pengendalian dengan memeriksa dengan benar item yang masuk untuk
mengkonfirmasi tidak ada barang yang palsu atau barang rekondisi telah dijual sebagai baru.
Dan memeriksa alat-alat yang digunakan dan memeriksa surat-surat kelayakan beroperasi
seperti KIR untuk kendaraan bermotor dan SIA (sertfikat izin alat) untuk alat berat.
Penilaian Risiko:
Tingkat risiko pengadaan standar alat pengangkatan dan aksesoris pengangkatan dikategorikan
Medium High, dengan nilai kemungkinan terjadinya kecelakaan diberi nilai 2 yang berarti
kecelakaan kerja mungkin terjadi dalam 5 tahun sekali dan nilai keparahan akibat kecelakaan
kerja diberi niai 5 yang berarti fatal, kerugian sangat besar dan hingga memakan korban jiwa.
3. Kurangnya Koordinasi Pekerjaan Pengangkatan
Identifikasi Bahaya:
Kurangnya koordinasi pekerjaan pengangkatan menyebabkan potensi bahaya tertabrak dan
terpukul alat berat serta material. Hal ini disebabkan kelalaian dan tidak fokus pekerja pada
saat bekerja. Pekerjaan pemancangan dilakukan diarea terbuka, oleh karena itu panas matahari
memmpercepat reaksi tubuh melemah, mengakibatkan kelelahan pada pekerja yang membuat
pekerja kurang fokus pada saat pekerja.Kurangnya koordinasi antara pekerja termasuk
tindakan yang tidak aman. Pekerja yang bertugas memegang langsung material yang berdiri
tepat dibawah material untuk mengarahkan material agar tepat masuk kelubang pressing dapat
mengakibatkankecelakaan kerja yang sangat fatal seperti tertabrak alat berat, terpukul karena
ayunan crane dan terpukul material. Dampak dari kecelakaan tersebut dapat mengakibatkan
pekerja mengalami kecacatan permanen, hingga kehilangan nyawa.
Pengendalian Risiko:
Melakukan pengendalian dengan memberikan instruksi rencana pengangkatan lengkap dengan
jadwal secara umum yang telah disiapkan dandiawasi oleh SHE agar pekerja tetap bekerja
sesuai SOP dan memberikan surat peringatan apabila ada pekerja yang bekerja tidak sesuai
dengan peraturan yang ada.
Penilaian Risiko:
Tingkat risiko kurangnya koordinasi pekerjaan pengngkatan dikategorikan High yang berarti
sangat berbahaya dan memerlukan pengendalian khusus, dengan nilai kemungkinan terjadinya
kecelakaan diberi nilai 3yang berarti kecelakaan kerja mungkin terjadi dalam 1 tahun sekali
dan nilai keparahan akibat kecelakaan kerja diberi niai 5 yang berarti fatal, kerugian sangat
besar dan hingga memakan korban jiwa serta berhentinya seluruh kegiatan.
4. Penggunaan Sling(Tali Baja) / Teknik Rigging yang Tidak Aman
Identiifkasi Bahaya:
Penggunaan sling / teknik rigging yang tidak aman menyebabkan potensi bahaya tertimpa
material. Hal ini disebabkan karena sling yang digunakan untuk mengangkat materialtidak
sengaja terputus dan penggunaan teknik rigging yang tidak aman dapat mengakibatkan sling
terlepas. Terputus dan terlepasnyasling dapat mengakibatkan pekerja tertimpa material.
Pengendalian Risiko:
Melakukan pengendalian dengan selalu menggunakan tali alat bantu setiap melakukan
pengangkatan.
Penilaian Risiko:
Tingkat risiko penggunaan sling dikategorikan Medium Low, dengan nilai kemungkinan
terjadinya kecelakaan diberi nilai 1 yang berarti kecelakaan kerja mungkin terjadi dalam 10
tahun sekali dan nilai keparahan akibat kecelakaan kerja diberi nilai 5 yang berarti fatal,
kerugian sangat besar dan hingga memakan korban jiwa serta berhentinya seluruh kegiatan.
5. Penggunaan Generator
Identifikasi Bahaya:
Penggunaan generator berada di area terbuka menyebabkan potensi bahaya tersetrum listrik
dan kebakaran. Hal ini disebabkan bahan bakar generator menggunakan solar yang mudah
tersambar oleh api, selain itu pekerja dapat tersetrum listrik apabila menghidupkan generator
dalam keadaan basah dan genangan air di sekitar generator akibat hujan dapat mengakibatkan
pekerja yang tidak sengaja melintas tersetrum.
Pengendalian Risiko:
Melakukan pengendalian dengan selalu menggunakan tali alat bantu setiap melakukan
pengangkatan.
Penilaian risiko
Tingkat risiko penggunaan sling dikategorikan Medium Low, dengan nilai kemungkinan
terjadinya kecelakaan diberi nilai 1 yang berarti kecelakaan kerja mungkin terjadi dalam 10
tahun sekali dan nilai keparahan akibat kecelakaan kerja diberi nilai 4 yang berarti cedera berat,
kerugian sangat besar dan cacat permanen.
Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Tahapan Pekerjaan Timbunan
1. Penggunaan Excavator
a. Terpeleset/terjatuh ketika mendaki masuk atau keluar kabin. Hal ini disebabkan
tingginya kabin excavator dan pekerja sebagai operator tidak hati-hati saat mendaki
masuk, keadaan tanah yang basah setelah hujan juga dapat menjadi faktor pekerja
terpeleset karena alas kaki yang digunakan licin.
b. Excavator yang digunakan terjungkir. Hal ini disebabkan proses pengambilan tanah
dilakukan di permukaan tanah berbukit atau lereng.
c. Longsor, Berat excavator memperbesar kemungkinan terjadinya potensi bahaya
excavator terjungkir karena tanah yang dilalui tidak dapat menahan beban dan
menyebabkan longsor. Kondisi ini dapat menyebabkan pekerja sebagai pemberi aba-
aba (signaler) yang sedang berada disekitar excavator tertimbun atau terjebak karena
longsoran tanah.
d. Pekerja terpukul ayunan alat keruk (bucket). Hal ini disebabkan kurangnya koordinasi
antara signaller dengan operator pengoperasi excavator. Bucket yang digunakan untuk
menggali tanah juga dapat terlepas tidak sengaja, terlepasnya bucketmenyebabkan
potensi bahaya tertimpa bucket. Hal ini disebabkan kurangnya perawatan peralatan
setelah digunakan dan kesalahpahaman antara pekerja juga dapat mengakibatkan
pekerja signaller tertabrak, terutama saat excavator bergerak mundur.
Potensi-potensi bahayapada saat pengoperasian excavator, dari resiko paling ringan hingga
fatality, yaitu disaat:
1. Bergerak (moving). Pergerakan excavator berpotensi menabrak perja / pejalan kaki
(pedestrian) terutama saat bergerak mundur.
2. Berbelok/memutar (slewing). Excavator sering sekonyong-konyong bergerak memutar
yang berpotensi menjebak/menggencet seseorang antara excavatordan struktur atau
kendaraan / benda tetap lain.
3. Sedang bekerja (working). ketika bucket bergerak atau attachment lainnya dapat
berpotensi menabrak/membentur/menyerang seseorang atau pejalan kakiatau juga
ketika bucketsecara tidak sengaja jatuh terlepas dari excavator.
Pengendalian Risiko:
Melakukan pengendalian dengan semua pekerjaan harus diawasi dan diperiksa dan dimonitor
untuk memastikan memenuhi prosedur kerja yang aman baik oleh pekerja maupun operatif
proyek.
Penilaian Risiko:
Tingkat risiko pada penggunaan excavator dikategorikan Medium High, dengan tingkat
kemungkinan terjadinya kececelakan diberi nilai 2 yang berarti kecelakaan kerja mungkin
terjadi dalam 5 tahun sekali dan tingkat keparahan akibat kecelakaan kerja diberi nilai 4 yang
berarti cedera berat, kerugian besar dan gangguan pada pekerjaan
2. Mobil Damn Truck Melewati Jalan Umum
Identifikasi Bahaya:
Potensi kecelakaan lalu lintas. Hal ini disebabkan banyaknya kendaraan pada jalan dan jarak
tempuh yang cukup jauh menyebabkan potensi bahaya kecelakaan lalu lintas. Kondisi Pasokan
tanah yang harus dikirim terus-menerus agar sesuai dengan target tidak melewati batas waktu
yang sudah tertulis dalam kontrak mengakibatkan pekerja supir bekerja lebih ekstra, pekerja
supir bekerja 8 jam – 12 jam dalam 1 hari. Lembur kerja yang tidak terlelakkan mengakibatkan
kelelahan pada pekerja juga mengakibatkan pekerja kurang istirahat sehingga mengantuk saat
diperjalanan sangat berisko terjadinya kecelakaan.
Penilaian Risiko:
Tingkat risiko damntruckmelewati jalan umum dikategorikan Medium High, tingkat
kemungkinan terjadinya kecelakaan diberinilai 2 yang berarti kemungkinan terjadinya
kecelakaan dalam 5 tahun sekali dan tingkat keparahanakibat kecelakaan diberikan nilai 5 yaitu
fatal, kerugian sangat besar hingga memakan korban jiwa.
3. Badan Jalan Rusak
Identifikasi Bahaya:
Tanah yang terus-menerus dilalui oleh damn truck menjadi rusak dan tidak rata menyebabkan
potensi bahaya terbalik/terperosoknya damn truck yang mengangkut tanah ke lokasi
pembuangan dan pekerja supir damn truck berisiko mengalami cedera fisik akibat terbentur.
Pengendalian Risiko:
Melakukan pengendalian dengan meletakkan lempengan-lempengan baja pada permukaan
tanah yang tidak padat.
Penilaian Risiko:
Tingkat risiko pada kondisi ini dikategorikan Medium High. Akibat seringnya mobil damn
truck terperosok/terbalik, dalam penilaian tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan diberi
nilai 4 yang berarti kecelakaan kerja mungkin terjadi dalam sebulan sekali dan nilai keparahan
akibat kecelakaan kerja diberi nilai 2 yang berarti cidera ringan, kerugian financial sedikit.
4. Penggunaan Bulldozer dan Vibro Roller
Identifikasi Bahaya:
a. Potensi bahaya terpeleset saat mendaki masuk, tertabrak, dan terjungkir saat bekerja di
lereng. Hal ini disebabkan kurangnya kehati-hatian saaat pekerja.
b. Kurangnya koordinasi antara pekerja juga hal penyebab terjadinya kecelakaan kerja.
c. Tingginya badan alat berat membatasi penghilatan operator di sekitar alat berat
terutama saat bulldozer atau vibro roller bergerak mundur. Kondisi ini dapat
mengakibatkan pekerja tertabrak alat berat yang digunakan.
Penilaian Risiko:
Tingkat risiko penggunaan bulldozer dan vibro roller dikategorikan Medium Low, dengan
tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja diberi nilai 1 yang berarti kecelakaan kerja
mungkin terjadi dalam 10 tahun sekali, dan nilai keparahan diberi nilai 5 yang berarti fatal,
kerugian sangat besar dan sampai memakan korban.
DASAR HUKUM KOMPENSASI DAN PERISTIWA KOMPENSASI PEKERJAAN
KONTRUKSI
➢ Kompensasi
Dalam kontrak pengadaan barang jasa Pemerintah perlu juga ditampilkan klausula peristiwa
kompensasi. Peristiwa kompesasi tersebut merupakan peristiwa di luar kuasa dari penyedia.
Peristiwa kompensasi akan memberikan kompesasi kepada penyedia oleh Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK). Kompensasi yang dapat diberikan oleh PPK dapat berupa memperpanjang
jadwal kontrak atau memberikan ganti rugi. Jika memperpanjang kontrak, tentunya harus
diadakan adendum kontrak terlebih dahulu.
➢ Dasar Hukum Kompensasi
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 tahun 2013 dan Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 54 tahun 2010 menerangkan salah satu tugas Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
adalah merancang, menandatangani, dan mengendalikan kontrak pengadaan barang/jasa
Pemerintah. Agar dalam kontrak tidak terjadi banyak kesalahan, PPK membutuhkan sedikit
keahlian tentang penyusunan kontrak. Penyusunan kontrak tentunya dimulai dengan
perancangan kontrak. PPK dapat dibantu oleh ataupun tenaga ahli dalam menyusun rancangan
kontrak. Tentunya dalam rancangan kontrak syarat-syarat sah suatu kontrak seperti yang sudah
ditetapkan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) harus
sudah terakomodasi di dalamnya supaya kontrak tidak mempunyai celah untuk dibatalkan demi
hukum apabila syarat-syarat subyektif tidak dipenuhi atau batal demi hukum jika syarat-syarat
obyektif tidak dipenuhi.
➢ Peristiwa Kompensasi
Kontrak dalam Perpres 54 tahun 2010 adalah perjanjian tertulis antara PPK dengan
Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola. Dalam klausula kontrak juga di bunyikan
tentang sanksi jika para pihak melakukan cidera janji/wanprestasi. Sanksi pada kontrak
pengadaan barang/jasa Pemerintah secara umum dikenal dengan ganti rugi dan denda. Ganti
rugi dikenakan kepada PPK, sedangkan denda dikenakan kepada Penyedia. Denda merupakan
sanksi finansial yang dikenakan kepada penyedia karena terjadinya cidera janji/wanprestasi
dan ganti rugi merupakan sanksi finansial yang dikenakan kepada PPK karena terjadinya cidera
janji/wanprestasi.
Kepada penyedia dikenakan denda untuk keterlambatan penyelesaian pekerjaan untuk
setiap hari keterlambatan dengan pengaturan sebagai berikut :
a. 1/1000 (satu perseribu) dari sisa harga bagian kontrak yang belum dikerjakan, apabila
bagian pekerjaan yang sudah dilaksanakan dapat berfungsi,
b. 1/1000 (satu perseribu) dari harga kontrak, apabila bagian pekerjaan yang sudah
dilaksanakan belum berfungsi.
Akan tetapi, bagi PPK ganti rugi yang dibayar kepada penyedia atas keterlambatan pembayaran
adalah sebesar bunga dari nilai tagihan yang terlambat dibayar, berdasarkan tingkat suku bunga
yang berlaku pada saat itu menurut ketetapan Bank Indonesia.
Pasal 122 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 menyebutkan bahwa PPK yang
melakukan cidera janji terhadap ketentuan yang termuat dalam Kontrak, dapat dimintakan
ganti rugi dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Besarnya ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran adalah
sebesar bunga terhadap nilai tagihan yang terlambat dibayar, berdasarkan tingkat suku
bunga yang berlaku pada saat itu menurut ketetapan Bank Indonesia.
b. Dapat diberikan kompensasi sesuai ketentuan dalam Kontrak
Pada penjelasan pasal 122 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tidak diterangkan istilah
kompensasi yang dapat diberikan kepada penyedia jika PPK melakukan kesalahan dalam
pemenuhan Kontrak. Jadi istilah kompensasi yang dimaksud dalam Peraturan Presiden ini
mengikuti pengertian kompensasi dalam arti umum.
Namun, dalam syarat-syarat Umum Kontrak yang terdapat dalam Standard Bidding
Document yang diterbitkan oleh Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
menyebutkan bahwa kompensasi diberikan jika memenuhi syarat adanya Peristiwa
Kompensasi. Peristiwa kompesasi ini menjadi dasar dapat diberikannya kompensasi bagi
penyedia. Peristiwa kompensasi untuk Pekerjaan Konstruksi dan Barang yang antara lain :
1. PPK mengubah jadwal yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan.
2. keterlambatan pembayaran kepada penyedia.
3. PPK tidak memberikan gambar-gambar, spesifikasi, dan/atau instruksi sesuai jadwal
yang dibutuhkan.
4. PPK menginstruksikan kepada pihak penyedia untuk melakukan pengujian tambahan
yang setelah dilaksanakan pengujian ternyata tidak ditemukan
kerusakan/kegagalan/penyimpangan.
5. PPK memerintahkan penundaaan pelaksanaan pekerjaan.
6. Ketentuan lain dalam SSKK.
Untuk pekerjaan Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya yang termasuk peristiwa kompensasi
selain enam point di atas, ditambahkan penyedia belum bisa masuk ke lokasi sesuai jadwal dan
PPK memerintahkan untuk mengatasi kondisi tertentu yang tidak dapat diduga sebelumnya dan
disebabkan oleh PPK.

Anda mungkin juga menyukai