Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Geografis Pesisir Paiton


2.1.1 Definisi Pesisir
Menurut Nontji (2002), wilayah pesisir adalah wilayah
pertemuan antara daratan dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan
yang masih dipengaruhii oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin
laut dan intrusi garam, sedangkan ke arah laut mencakup bagian laut yang
masih dipengaruhi oleh proses alami yang ada di darat seperti sedimentasi
dan aliran air tawar serta daerah yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan
manusia di daratan. Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun
2007, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan
laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, ke
arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun
terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut,
angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir
mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami
yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang
disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
pencemaran (Carlos, 2011). Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada garis
batas yang nyata, sehingga batas wilayah pesisir hanyalah garis khayal
yang letaknya ditentukan oleh situasi dan kondisi setempat. Definisi
wilayah seperti diatas memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem
perairan pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai
kekayaan habitat beragam, di darat maupun di laut serta saling
berinteraksi.
Wilayah pesisir merupakan ekosistem yang mudah terkena
dampakkegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara
langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap
ekosistem perairan pesisir (Dahuri, Rais, Ginting dan Sitepu, 1996).
MenurutBengen (2002), hingga saat ini masih belum ada definisi
wilayah pesisir yang baku. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum
bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan
lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line), maka wilayah pesisir
mempunyai dua macam batas (boundaries) yaitu batas yang sejajar garis
pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus garis pantai (cross shore).
Untuk kepentingan pengelolaan, batas ke arah darat suatu wilayah pesisir
ditetapkan dalam dua macam, yaitu wilayah perencanaan (planning zone)
dan batas untuk wilayah pengaturan (regulation zone) atau pengelolaan
keseharian (day to day management).
Adapun definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia
adalah wilayah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat wilayah
pesisir meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air yang
masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan
perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup
bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi
di daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang
disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
pencemaran (Aqilah, 2011).
MenurutAtmaja (2010) karakteristik khusus dari wilayah pesisir
antara lain:
1. Suatu wilayah yang dinamis yaitu seringkali terjadi
perubahan sifat biologis, kimiawi, dan geologis.
2. Mencakup ekosistem dan keanekaragaman hayatinya
dengan produktivitas yang tinggi yang memberikan tempat hidup penting
buat beberapa jenis biota laut.
3. Adanya terumbu karang, hutan bakau, pantai dan bukit
pasir sebagai suatu sistem yang akan sangat berguna secara alami untuk
menahan atau menangkal badai, banjir dan erosi.
4. Dapat digunakan untuk mengatasi akibat-akibat dari
pencemaran, khususnya yang berasal dari darat.
Dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem
lingkungan (ekosistem) dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir
dapat bersifat alami ataupun buatan (man-made).Ekosistem alami yang
terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah terumbu karang (coral
reefs), hutan mangrove, padang lamun (sea grass), pantai berpasir
(sandy beach), formasi pes-caprea, formasi baringtonia, estuaria,
laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa
tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri,
kawasan agroindustri dan kawasan pemukiman (Dahuri, Rais, Ginting
dan Sitepu, 2004).

2.1.2 Definisi pantai


Pengertian Pantai adalah suatu barisan sedimen atau endapan yang
muncul mulai dari garis air terendah sampai ke tebing atau sampai ke zona
dengan tumbuhan permanen.
Pantai merupakan bagian daratan yang terdekat dengan laut. Garis
pantai adalah garis batas antara laut dengan darat. Pesisir adalah bagian
daratan yang tergenang oleh air laut ketika pasang naik dan kering ketika
pasang surutWilayah pesisir/pantai adalah suatu hal yang lebarnya
bervariasi, yang mencakup tepi laut (shore) yang meluas kearah daratan
hingga batas pengaruh marin masih dirasakan (Bird, 1969 dalam
Sutikno,1999).
Klasifikasi pantai menurut Valentin, 1952 (Sutikno, 1999), dasar
klasifikasinya adalah perkembangan garis pantai maju atau mundur. Pantai
maju dapat disebabkan oleh pengangkatan pantai atau progradasi oleh
deposisi, sedangkan pantai mundur disebabkan pantai tenggelam atau
retrogradasi oleh erosi.

2.1.3 Kondisi Geografi Pesisir Paiton


Geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari
kenyataannya di bumi atau posisi daerah itu pada bola bumi dibandingkan
dengan posisi daerah lain. Letak geografis ditentukan pula oleh segi
astronomis, geologis, fisiografis dan social budaya.
Hasil overlay citra menunjukan perubahan garis pantai masing-
masing kecamatan di kecamatan Paiton pada tahun 1994 sepanjang
7150.361 meter, tahun 2002 sepanjang 7174.307 meter , dan tahun 2009
sepanjang 7192.413 meter atau 72 km.
Pada tahun 2017 jumlah nelayan di Kabupaten Probolinggo
sebanyak 11.399 orang, armada penangkapan laut sebanyak 2.218 unit
Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Probolinggo mengalami
tren positif setiap tahun. Pada tahun 2018 produksinya mencapai 24.045,4
ton dengan nilai produksi mencapai Rp. 294.505.197.000. Realisasi
produksi ini mengalami kenaikan 8% dibandingkan periode yang sama
pada tahun lalu sebesar 22.119,1 ton.
Rincian realisasi produksi perikanan tangkap tahun 2018 meliputi,
perikanan tangkap laut sebesar 23.944,7 ton dan perikanan perairan umum
sebesar 100,7 ton. Jenis ikan yang dominan dalam perikanan tangkap laut
adalah Ikan Layang, Ikan Kembung, Ikan Tongkol, Ikan Tembang dan
Ikan Teri.
Letak geografis adalah posisi keberadaan sebuah wilayah
berdasarkan letak dan bentuknya dimuka bumi. Letak geografis biasanya
di batasi dengan berbagai fitur geografi yang ada di bumi dan nama daerah
yang secara langsung bersebelahan dengan daerah tersebut. Fitur bumi
yang dimaksud disini contohnya seperti benua, laut, gunung, samudera,
gurun, dan lain sebagainya (Badan Pusat Statistika Provinsi Jawa Timur).
Pelabuhan Perikanan Pantai Paiton didirikan pada tahun 2011
dengan nama awal Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai Paiton
(UPPP Paiton) Dan sekarang menjadi Instalasi Pelabuhan Perikanan Pantai
Paiton (IPPP), berlokasi di Jalan Lapangan Tembak, Dusun Pesisir, Desa
Sumberanyar, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo dengan titik
koordinat 7.422472 LS dan 113.312557 BT (Pusat Informasi Pelabuhan
Perikanan, 2012).
Batas desa diantara Instalasi Pelabuhan Perikanan Pantai Paiton
(IPPP), di bagian timur

2.2 Potensi Ikan


2.2.1Potensi Ikan di Laut Jawa
Jawa Timur memiliki wilayah terluas di Pulau Jawa dan memiliki
jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia. Secara Geografis Jawa
Timur terletak diantara 111,0′ BT hingga 114,4′ BT dan Garis Lintang
7,12′ LS hingga 8,48′ LS dengan luas wilayah mencapai 47.157,72 Km2
(BPN Provinsi Jatim, 2006). Jawa Timur memiliki batas-batas wilayah
yakni, berbatasan dengan Laut Jawa dibagian utara, Selat Bali dibagian
timur, Samudra Hindia dibagian selatan, serta Provinsi Jawa Tengah
dibagian barat. Wilayah Jawa Timur juga memiliki pulaupulau meliputi
Pulau Madura, Pulau Bawean, Pulau Kangean serta sejumlah pulau-pulau
kecil di Laut Jawa (Kepulauan Masalembu), dan Samudera Hindia (Pulau
Sempu, dan Nusa Barung). Jawa Timur secara administratif terdiri dari 38
wilayah kabupaten dan kota yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 Kota.
Sedangkan Kabupaten dan Kota untuk wilayah pesisir sebanyak 20
wilayah. Wilayah yang masuk dalam kawasan pesisir untuk daerah Utara
Jawa Timur terbagi lagi menjadi 7 Kabupaten dan 3 Kota, antara lain :
Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik, Kota
Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan,
Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo, dan Kabupaten Situbondo.
Dari 10 wilayah pesisir utara Jawa Timur ini memilikisekitar 237 Desa
yang termasuk kedalam kawasan Desa Pesisir.
Jumlah produksi atau tangkapan ikan berdasarkan data Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur pada 7 kabupaten dan 3 kota
diatas adalah :
NNo Kabupaten/kota Jumlah
( tangkapan (ton) B
a 11. Kabupaten Tuban 9.793.10 d
a n
22. Kabupaten Lamongan 72.496.50

33. Kabupaten Gresik 17.296.00

44. Kota Surabaya 7.802.90

55. Kabupaten Sidoarjo 10.917.80

66. Kabupaten Pasuruan 7.942.90

77. Kota Pasuruan 1.473.40

88. Kabupaten 13.068.40


Probolinggo

99. Kota Probolinggo 18.647.10

110. Kabupaten Sidoarjo 10.917.80

JUMLAH TOTAL 170.3559

Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2014).

2.2.2 Jenis Ikan Laut di Probolinggo


Menurut (Qurmadi, 2016), jenis jenis ikan laut di Probolinggo
adalah:

N Na Nama Be Panja
No ma ikan ilmiah rat rata- ng rata- rata
rata

11. Ika (Decapte 7,4 7,5-28,6 cm


n layang rus russelli) -244.6
gram

22. Ika (Sardinel 5,3 5,5-18,6 cm


n tembang la fimbriata) -156 gram

33. Ika (Stelep 2-6 0,2-2 cm


n teri Indicus) gram

44. Ika 30- 11,7-


n tongkol 1246 gram 55,4 cm

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi hasil Tangkapan Nelayan


Ada beberapa factor yang mempengaruhi, yaitu :
1. Kecepatan kapal
Kecepatan kapal pada saat melingkari gerombolan ikan,
jika kapal dijalakan cepat maka germobolan ikan dapat terkepung.
2. Gelombang
Gelombang merupakan faktor eksternal yang menyebabkan
hasil tangkapan nelayan menurun. Pada musim gelombang besar
biasanya terjadi antara bulan Desember, januari dan Februari.
Disitulah banyak nelayan yang tidak melaut dikarenakan resiko
yang cukup tinggi. Namun ada juga nelayan tetap melaut, ini
karena cara nelayan untuk memenuhi kebutuhannya. Walaupun
demikian hasil yang diperoleh nelayan tidak seimbang dengan
resiko yang dihadapi para nelayan, dalam artian nelayan mendapat
kerugian. Gelombang besar banyak dipengaruhi oleh angin. Jadi
angin dan gelombang merupakan satu kesatuan yang saling
mempengaruhi. Dengan demikian nelayan dapat memprediksi
besar gelombang dengan melihat kecepatan angin yang ada.
Dengan terjadi gelombang yang besar juga mempengaruhi
keberadaan ikan (fish target).
3. Kecerahan suatu daerah perairan
Kecerahan suatu daerah perairan akan mempengaruhi
keberadaan ikan pada wilayah tersebut. Kecerahan mempengaruhi
berbagai faktor dalam suatu wilayah, diantaranya yang sangat
berpengaruh karena kecerahan suatu wilayah adalah keberadaan
plankton dan oksigen. Hal ini terjadi karena semakin keruh maka
sinar matahari semakin sulit untuk masuk, sedangkan sinar
matahari dibutuhkan oleh plankton dan tanaman - tanaman air
untuk melakukan fotosintesis. Dengan kurangnya cahaya yang
masuk pada suatu wilayah perairan maka menyebabkan keberadaan
fitoplankton, dengan berkurangnya fitoplankton maka akan
berdampak kepada keberadaan zooplankton sebagai sumber
makanan ikan. Dengan demikian akan mengganggu sistem rantai
makanan yang ada di wilayah tersebut.

2.3 Nelayan
2.3.1 Deksripsi Nelayan
Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya
melakukan penangkapan ikan.Dalam perstatistikan perikanan perairan
umum, nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan operasi
penangkapan ikan di perairan umum. Orang yang melakukan pekerjaan
seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat penangkapan ikan ke dalam
perahu atau kapal motor, mengangkut ikan dari perahu atau kapal
motor, tidak di kategorikan sebagai nelayan (Departemen Kelautan dan
Perikanan,2002).
Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh,
nelayan juragan dan nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan
yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Sebaliknya nelayan
juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh
orang lain. Sedangkan nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki
peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan
orang lain (Subri, 2005).
Sumberdaya nelayan dicirikan oleh pendidikan dan keterampilan
yang rendah, kemampuan manajemen yang terbatas. Taraf hidup
penduduk desa pantai yang sebagian besar nelayan sampai saat ini masih
rendah, pendapatan tidak menentu (sangat tergantung pada musim ikan),
kebanyakan masih memakai peralatan tradisional dan masih sukar
menjauhkan diri dari prilaku boros (Sitorus, 1994). 
Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil
laut.Di Indonesia para nelayan biasanya bermukin di daerah pinggir pantai
atau pesisir laut.Komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bermata
pencaharian hasil laut dan tinggal didesa-desa atau pesisir (Sastrawidjaya.
2002).Ciri komunitas nelayan dapat dilihat dari berbagai segi. Sebagai
berikut :
1. Dari segi mata pencaharian. Nelayan adalah mereka yang
segala aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut dan pesisir. Atau
mereka yang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian mereka.
2. Dari segi cara hidup. Komunitas nelayan adalah komunitas
gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa
sangat penting pada saat untuk mengatasi keadaan yang menuntut
pengeluaran biaya besar dan pengerahan tenaga yang banyak. Seperti
saat berlayar. Membangun rumah atau tanggul penahan gelombang di
sekitar desa.
3. Dari segi ketrampilan. Meskipun pekerjaan nelayan adalah
pekerjaan berat namun pada umumnya mereka hanya memiliki
ketrampilan sederhana. Kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan
adalah profesi yang diturunkan oleh orang tua. Bukan yang dipelajari
secara professional.
Dilihat dari teknologi peralatan tangkap yang digunakan dapat
dibedakan dalam dua katagori, yaitu nelayan modern dan nelayan
tradisional.Nelayan modern mengunakan teknologi penangkapan yang
lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional. Ukuran
modernitas bukan semata-mata karena pengunaan motor untuk
mengerakkan perahu, melainkan juga besar kecilnya motor yang
digunakan serta tingkat eksploitasi dari alat tangkap yang digunakan.
Perbedaan modernitas teknologi alat tangkap juga akan berpengaruh pada
kemampuan jelajah operasional mereka (Imron, 2003).
Di Pelabuhan Perikanan Pantai Paiton (IPPP), kebanyakan nelayan
menggunakan alat tangkap puakt cincin (purseseine). pukat cincin adalah
alat penangkapan ikan berbentukempat persegi panjang (tip selendang)
atau gabungan antara empat persegi panjang yang terletak di tengah
dengan bentk trapesium yang terletak di sisi-sisinya (tipe gunungan).
Pembentukan (bunt) dapat di bagian ujung jarring atau di tengah jaring.
Bagian atas jaring dipasang pelampung dan bagian bawahnya dipasang
pemberat, serta sejumlah cincin penjepit (purse ring) yang terbuat dari
kuningan atau besi.
Pada umumnya dalam pengusahaan perikanan laut terdapat tiga
jenis nelayan, yaitu; nelayan pengusaha, nelayan campuran dan nelayan
penuh. Nelayan pengusaha yaitu pemilik modal yang memusatkan
penanaman modalnya dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan
campuran yaitu seseorang nelayan yang juga melakukan pekerjaan yang
lain di samping pekejaan pokoknya sebagai nelayan. Sedangkan nelayan
penuh ialah golongan nelayan yang hidup sebagai penangkap ikan di laut
dan dengan memakai peralatan lama atau tradisional. Namun demikian
apabila sebagian besar pendapatan seseorang berasal dan perikanan (darat
dan laut) ia disebut sebagai nelayan. (Mubyarto, 2002).
Sejalan dengan itu, dalam hal tingkat pendidikan khususnya bagi
nelayan tradisional, untuk bekal kerja mencari ikan dilaut, latar belakang
seorang nelayan memang tidak penting artinya karena pekerjaan sebagai
merupakan pekerjaan kasar yang lebih banyak mengandalkan otot dan
pengalaman, maka setinggi apapun tingkat pendidikan nelayan itu tidaklah
memberikan pengaruh terhadap kecakapan mereka dalam melaut.
Persoalan dari arti penting tingkat pendidikan ini biasanya baru
mengedepankan jika seorang nelayan ingin berpindah ke pekerjaan lain
yang lebih menjanjikan. Dengan pendidikan yang rendah jelas kondisi itu
akan mempersulit nelayan tadisional memilih atau memperoleh pekerjaan
lain selain mejadi nelayan. (Kusnadi, 2002).

2.3.2 Instalasi Pelabuhan Perikanan Pantai Paiton (IPPP)


Definisi Pelabuhan Perikanan Berdasarkan peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006, pelabuhan perikanan
adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan disekitarnya dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal
bersandar, berlabuh dan bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan
perikanan. Menurut peraturan terbaru berdasarkan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan
Perikanan, Pelabuhan Perikanan dibagi menjadi 4 kategori utama yaitu: 1)
PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera) 2) PPN (Pelabuhan Perikanan
Nusantara) 3) PPP (Pelabuhan Pendaratan Pantai) 4) PPI (Pelabuhan
Pendaratan Ikan) Pelabuhan tersebut dikategorikan menurut kapasitas dan
kemampuan masing-masing pelabuhan untuk menangani kapal yang
dating dan pergi serta letak dan posisi pelabuhan. 1) Pelabuhan Perikanan
Samudera (PPS), dengan kriteria: (1) Melayani kapal perikanan yang
melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI), dan laut lepas; (2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk
kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60 GT; (3) Panjang
dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-
kurangnya minus 3 m, (4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 100
kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6000 GT
kapal perikanan sekaligus, (5) Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan
ekspor, (6) Terdapat industri perikanan.
Instlasi Pelabuhan Perikanan Pantai (IPPP) disebut juga pelabuhan
perikanan tipe C atau kelas III. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani
kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan di perairan
pedalaman, perairan kepulauan dan laut territorial. PPP memiliki fasilitas
tambat labuh untuk kapal perikanan ≥10 GT, dengan panjang dermaga
≥100 m, kedalaman kolam ≥2 m, dan mampu menampung 50 kapal atau
500 GT sekaligus. Pelabuhan ini juga melayani kapal ikan yang beroperasi
di perairan pantai. Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 15-20 ton/hari atau
4.000 ton/tahun. PPP telah dibangun di 46 lokasi di seluruh Indonesia.
Termasuk di dalam kategori ini di antaranya adalah PPP Paiton dan 45
pelabuhan perikanan pantai lainnya (Muslem, 2016).

Anda mungkin juga menyukai