NI WAYAN SARININGSIH - 2114901093 - LP KDM Pada Klien Dengan Gangguan Suhu Tubuh
NI WAYAN SARININGSIH - 2114901093 - LP KDM Pada Klien Dengan Gangguan Suhu Tubuh
OLEH:
NI WAYAN SARININGSIH
2114901093
b. Umur.
Pada bayi yang baru lahir, suhu tubuh masih belum mantap dalam
masa ini suhu tubuhnya masih mudah dipengaruhi oleh suhu
lingkungan. Pada dewasa muda, suhu tubuh tetap mantap, sedangkan
pada usia lanjut suhu tubuhnya akan lebih rendah sehubungan dengan
laju metabolism pada golongan umur.
c. Jenis kelamin.
Sesuai dangan kegiatan metabolisme, suhu tubuh pria lebih tinggi dari
pada wanita. Disamping itu suhu tubuh wanita juga dipengaruhi oleh
siklus menstruasi. Pada waktu terjadi ovulasi suhu menurun 0,2
derajat celcius sedangkan setelah haid suhu tubuh naik 0,1 – 0,6
derajat celcius.
d. Gizi.
Pada keadaan kurang gisi atau puasa, suhu tubuh lebih rendah
e. Kerja jasmani.
Sesudah kerja jasmani (olahraga) suhu tubuh akan naik. Hasil salah
satu penelitian menunjukkan suhu rectum naik sampai 41 derajat
celcius setelah lari maraton.
f. Lingkungan.
Suhu lingkungan yang tinggi akan meningkatkan suhu tubuh yang
terdapat dalam tubuh, serta akibatnya pada laju metabolism. Udara
lingkungan yang lembap, yang menyebabkan hambatan pada
penguapan keringan akan meningkatkan suhu tubuh.
Dari uraian diatas terlihat bahwa suhu tubuh merupakan pencerminan
panas tubuh yang merupakan imbangan antara pembentukan panas dan
pengeluaran panas.
4. Gangguan pengaturan suhu tubuh
a. Etiologi
1) Hilangnya Panas dari Tubuh
Hilangnya panas pada merupakan keadaan yang merugikan,
karena itu suhu tubuh normal harus dipelihara. Menurut buku
Maternal and Neonatal Nursing, 1994, hilangnya panas melalui
empat cara yaitu:
a) Radiasi
Radiasi yaitu: transfer panas dari tubuh kepermukaan yang lebih
dingin, dan obyek yang tidak berhubungan langsung dengan tubuh
Hal tersebut dapat diartikan, panas tubuh memancar ke lingkungan
sekitar tubuh yang lebih dingin.
Contoh: udara dingin pada dinding luar dan jendeladan penyekat
tempat tidur yang dingin
b) Evaporasi
Evaporasi yaitu: hilangnya panas ketika air dari kulit menguap.
Contoh: Bayi lahir tidak langsung dikeringkan dari cairan ketuban,
Selimut atau popok basah bersentuhan dengan kulit bayi.
c) Konduksi
Konduksi yaitu: transfer panas yang terjadi ketika tubuh kontak
langsung dengan permukaan obyek yang dingin. Pernyataan
tersebut dapat dijelaskan bahwa pindahnya panas tubuh karena
kulit langsung kontak dengan permukaan yang lebih dingin.
Contoh: Tangan perawat yang dingin, tempat tidur, selimut,
stetoskop yang dingin
d) Konveksi
Konveksi yaitu: Hilangnya panas pada tubuh yang terjadi karena
aliran udara yang dingin menyentuk kulit. Hal tersebut terjadi
karena aliran udara sekliling yang dingin.
Contoh: saat tubuh berada didekat pintu atau jendela yang terbuka,
aliran udara dari pipa AC.
2) Penyebab peningkatan suhu tubuh.
Hipertermi dapat disebabkan gangguan otak atau akibat bahan toksik
yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, zat yang dapat
menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu
sehingga menyebabkan demam disebut pirogen. zat pirogen ini dapat
berupa protein, pecahan protein, dan zat lain. terutama toksin
polisakarida yang dilepas oleh bakteri toksik / pirogen yang dihasilkan
dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama
keadaan sakit.
b. Patofisiologi
1) Hipotermi
Pada saat suhu kulit mulai turun, thermoreseptor menyebarkan
impuls kesusunan saraf pusat, distimuli sistem saraf simpatis,
norephineprin dilepaskan oleh kelenjar adrenal dan saraf setempat
yang berakhir dengan lemak coklat dimetabolisme untuk
memproduksi panas.
2) Hipertermi
Sengatan panas didefinisikan sebagai kegagalan akut
pemeliharaan suhu tubuh normal dalam mengatasi lingkungan
yang panas. Orang tua biasanya mengalami sengatanpanas yang
tidak terkait aktifitas karena gangguan kehilangan panas dan
kegagalanmekanisme homeostatik. Seperti pada hipotermia,
kerentanan usia lanjut terhadap seranganpanas berhubungan
dengan penyakit dan perubahan fisiologis.
Castillo, et al (2018) melaporkan bahwa hipertermia, 58%
disebabkan oleh infeksi, 42% disebabkan oleh nekrosis jaringan
atau oleh perubahan mekanisme termoregulasi yang terjadi jika
lesi mengenai daerah anterior hipotalamus. Terjadinya demam
disebabkan oleh pelepasan zat pirogen dari dalam lekosit yang
sebelumnya telah terangsang baik oleh zat pirogen eksogen yang
dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil
reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi (Benneth,
et al, 2016; Gelfand, et al, 2018). Pirogen eksogen ini juga dapat
karena obat-obatan dan hormonal, misalnya progesterone. Pirogen
eksogen bekerja pada fagosit untuk menghasilkan IL-1, suatu
polipetida yang juga dikenal sebagai pirogen endogen. IL-1
mempunyai efek luas dalam tubuh.
Zat ini memasuki otak dan bekerja langsung pada area
preoptika hipotalamus. Di dalam hipotalamus zat ini merangsang
pelepasan asam arakhidonat serta mengakibatkan peningkatan
sintesis PGE-2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia/
demam (Lukmanto, 2010; Gelfand, et al, 2018). Secara skematis
mekanisme terjadinya demam dapat digambarkan sebagai berikut:
(Gelfand, et al, 2018) Penyebab demam selain infeksi ialah
keadaan toksemia, adanya keganasan atau akibat reaksi
pemakaian obat (Gelfand, et al, 2018). Sedangkan gangguan pada
pusat regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peninggian
temperature seperti yang terjadi pada heat stroke, ensefalitis,
perdarahan otak, koma atau gangguan sentral lainnya. Pada
perdarahan internal saat terjadinya reabsorbsi darah dapat pula
menyebabkan peninggian temperatur (Andreoli, et al, 2013).
Reaksi tubuh terhadap stress pada keadaan injury akan
menimbulkan peningkatan metabolic, hemodinamik dan hormonal
respons (Lukmanto, 2010). Peningkatan pengeluaran hormon
katabolik (stress hormon) yang dimaksud adalah katekolamin,
glukagon dan kortisol. Ketiga hormone ini bekerja secara
sinergistik dalam proses glukoneogenesis dalam hati terutama
berasal dari asam amino yang pada akhirnya menaikkan kadar
glukosa darah (hiperglikemia). Faktor lain yang menambah
pengeluaran hormon katabolik utamanya katekolamin ialah
dilepaskannya pirogen dapat merubah respon hiperkatabolisme
dan juga merangsang timbulnya panas (Lukmanto, 2010;
Ginsberg, 2018).
c. Manifestasi Klinis
Sengatan panas memiliki ciri khas di mana suhu tubuh inti lebih
dari 40,6 derajatcelcius disertai disfungsi sistem saraf pusat yang
berat (psikosis, delirium, koma) dan anhidrosis (kulit yang panas dan
kering). Manifestasi dini, disebut kelelahan panas (heat
12exhaustion), tidak khas dan terdiri dari rasa pusing, Terasa
kehausan, Mulut kering-kering, Kedinginan, lemas, Anoreksia (tidak
selera makan), Nadi cepat dan, Pernafasan tidak teratur kelemahan,
sensasi panas, anoreksia, mual, muntah, sakit kepala dan sesak napas.
Komplikasi serangan panas mencakup gagal jantung kongestif dan
aritmia jantung, edema serebral dan kejang serta defisit neurologis
difus dan fokal, nekrosis hepatoselulerdan syok.
d. Komplikasi
Pengaruh hipertermia terhadap sawar darah otak/ BBB adalah
meningkatkan permeabilitas BBB yang berakibat langsung baik
secara partial maupun komplit dalam terjadinya edema serebral
(Ginsberg, et al, 2018). Selain itu hipertermia meningkatkan
metabolisme sehingga terjadi lactic acidosis yang mempercepat
kematian neuron (neuronal injury) dan menambah adanya edema
serebral (Reith, et al, 2016). Edema serebral (ADO Regional kurang
dari 20 ml/ 100 gram/ menit) ini mempengaruhi tekanan perfusi otak
dan menghambat reperfusi adekuat dari otak, dimana kita ketahui
edema serebral memperbesar volume otak dan meningkatkan
resistensi serebral. Jika tekanan perfusi tidak cukup tinggi, aliran
darah otak akan menurun karena resistensi serebral meninggi. Apabila
edema serebral dapat diberantas dan tekanan perfusi bisa terpelihara
pada tingkat yang cukup tinggi, maka aliran darah otak dapat
bertambah (Hucke, et al, 2011).
Dengan demikian daerah perbatasan lesi vaskuler itu bisa
mendapat sirkulasi kolateral yang cukup aktif, kemudian darah akan
mengalir secara pasif ke tempat iskemik oleh karena terdapatnya
pembuluh darah yang berada dalam keadaan vasoparalisis. Melalui
mekanisme ini daerah iskemik sekeliling pusat yang mungkin
nekrotik (daerah penumbra) masih dapat diselamatkan, sehingga lesi
vaskuler dapat diperkecil sampai daerah pusat yang kecil saja yang
tidak dapat diselamatkan lagi/nekrotik (Hucke, et al, 2011).
Apabila sirkulasi kolateral tidak dimanfaatkan untuk menolong
daerah perbatasan lesi iskemik, maka daerah pusatnya yang sudah
nekrotik akan meluas, sehingga lesi irreversible mencakup juga
daerah yang sebelumnya hanya iskemik saja yang tentunya
berkorelasi dengan cacat fungsional yang menetap, sehingga dengan
mencegah atau mengobati hipertermia pada fase akut stroke berarti
kita dapat mengurangi ukuran infark dan edema serebral yang berarti
kita dapat memperbaiki kesembuhan fungsional (Hucke, et al, 2001).
5. Pemerikasaan Diagnostik/Pemerikasaan penunjang
a. Pengukuran suhu oral (mulut)
Normalnya suhu tubuh seseorang berfluktuasi dalam rentang yang
secara relatif sempit. Di bawah kontrol hipotalamus, suhu inti tubuh
tetap dalam 1 detik dari rata-rata suhu tubuh normal 37 0C (98,60F).
Perubahan dapat di akibatkan oleh penyakit, infeksi, pemajanan lama
terhadap panas atau dingin, berolahraga, dan gangguan hormonal.
Tubuh beradaptasi terhadap perubahan suhu dengan menyimpan atau
melepaskan panas, tergantung pada sifat dari perubahan suhu.
Metode oral adalah cara termudah untuk mendapatkan pengukuran
suhu yang akurat. perawat harus menunda pengukuran selama 20
sampai 30 menit bila klien telah minum air panas atau dingin atau
makanan atau merokok. Karena dari hal-hal tersebut dapat
menyebabkan perubahan yang salah dalam tingkat suhu.
Pengukuran suhu peroral dikontraindikasikan bila termometer
dapat mencederai atau bila klien tidak mampu menahan thermometer
dengan tepat. Contoh kotaindasi meliputi bayi dan anak kecil, klien
dengan bedah oral atau dengan nyeri atau trauma pada mulut klien
kacau mental atau tidak sadar, pernapasan mulut, klien dengan
riwayat kejang, dan klien dengan menggigil.
Pengukuran suhu oral tidak digunakan pada bayi atau anak kecil.
Kebanyakan institusi menganjurkan usia yang diijinkan untuk
mengukur suhu oral (misalnya, setelah 5 tahun atau 6 tahun imaturitas
mekanisme regulasi suhu tubuh anak dapat menyebabkan perubahan
tiba-tiba pada suhu tubuh. Suhu tubuh bayi baru lahir normalnya
berkisar dari 35,50C sampai 37,50C (96-99,50 F).
Gangguan pada pengaturan suhu yang normalnya terjadi pada
proses penuaan dapat menyebabkan klien lansia mengalami suhu
tubuh lebih rendah dari normal.
b. Pengukuran Suhu Rektal (anus)
Perawat mengukur suhu tubuh klien per rektal bila menggunakan
termometer oral menjadi kontraindikasi. Bagian rektal memberikan
ukuran yang dapat diandalkan dari suhu tubuh. Namun, klien dapat
dengan mudah menjadi malu bila harus dilakukan pengukuran suhu
rektal. Maka perawat harus berhati-hati untuk mempertimbangkan
privasi dan kenyamanan klien.
Suhu harus tidak diukur per rektal pada hal berikut: bayi, klien
dengan bedah atau kelainan rektal, klien pada traksi atau gips pelvik
atau ekstremitas bawah, dan kadang-kadang, klien dengan infark
miokard akut. Pengukuran suhu rektal adalah paling mungkin pada
anak-anak yg lebih muda. Selalu pegang termometer rektal saat
dipasangkan. Gerakan mendadak oleh klien dapat menyebabkan
termometer pecah di dalam rektal.
Pengukuran suhu per rektal merupakan kontraindikasi pada bayi
baru lahir. Jangan biarkan bayi atau anak kecil menendang kaki
mereka atau berguling ke samping saat termometer dipasang.
Imaturitas dari mekanisme pengaturan suhu anak dapat menyebabkan
perubahan mendadak dalam suhu tubuh. Suhu tubuh bayi baru lahir
normalnya berkisar 35,50C dan 37,50C (960F dan 99,50F).
Gangguan dlm pengaturan suhu yang normalnya terjadi pada
proses penuaan dapat menyebabkan klien usia lanjut mengalami suhu
tubuh lebih rendah dari normal. Orang lansia dapat mengalami
kesulitan untuk memfleksikan lututnya atau pinggul untuk
menentukan posisi Sim. Pada kasus ini, biarkan ia berbaring miring
dengan kaki lurus.
c. Pengukuran Suhu Aksila (ketiak)
Pengukuran suhu aksila adalah cara paling aman untuk mengetahui
suhu tubuh pada bayi baru lahir. Namun, suhu aksila merupakan
teknik pengukuran suhu yang kurang akurat dari ketiga teknik
pengukuran karena termometer harus di letakkan di luar tubuh
daripada di dalam tubuh. Kapanpun termometer oral atau rektal dapat
di gunakan dengan aman, perawat harus menghindari menggunakan
termometer aksila.
Imaturitas mekanisme pengaturan suhu tubuh anak dapat
menyebabkan perubahan suhu tubuh tiba-tiba. Suhu tubuh bayi baru
lahir normalnya berkisar antara 35,50C dan36,50C (960F dan 99,50F)
Perbedaan suhu tubuh antara pemeriksaan di oral, rectal, dan aksila:
Oral : 0,2 oC – 0,5 oC lebih rendah dari suhu rektal
d. Pelaksanaan (Pengertian)
Pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam asuhan keperawatan,
pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan yang sudah
direncanakan dalam rencana tindakan. mencangkup tindakan mandiri
(independen ) dan kolaborasi (Nursalam,2001)
Pelaksaanaan yang dapat dilakukan untuk pengaturan suhu tubuh
menurut Nanda Nic-Noc,2017 adalah:
- Monitoring suhu sesering mongkin
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor tanda-tanda vital
- Delegatif pemberian antipiretik
- Kompres air hangat
- Anjurkan pasien untuk banyak minum
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. (Nursalam,2001)
Evaluasi pada pasien dengan gangguan pengaturan suhu tubuh
menurut Nanda Nic-Noc (2017) adalah:
S : pasien mengatakan badannya tidak teraba hangat.
Pasien tidak mengeluh lemas atau pusing
O : - tanda-tanda vital dalam rentang normal
- pasien tampak tidak menggigil
- warna kulit pasien normal
- tidak ada tanda tanda dehidrasi
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif .A.H. & Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction
Termoreseftor Merangsang
menyebarkan influs hipotalamus
kesaraf pusat
Respon Tubuh