16177-Article Text-20169-1-10-20160725
16177-Article Text-20169-1-10-20160725
Hananto Widodo
Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya, hananto.widodo@gmail.com
Abstrak
Pengujian Undang - Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN Charter dimohonkan ke
Mahkamah Konstitusi, karena Pasal 1 ayat (5) dan Pasal 2 ayat (2) huruf n dianggap bertentangan dengan Pasal 27 ayat
(2) dan Pasal 33 ayat (1) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Permasalahannya Undang –
Undang Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Pengesahan ASEAN Charter memiliki ciri tersendiri dari Undang – Undang
pada umumnya antara lain, materi muatan Undang - Undang Nomor 38 Tahun 2008 hanya terdiri dari 2 pasal serta
lampirannya merupakan ASEAN Charter. Berdasarkan ciri khusus serta dissenting opinion 2 (dua) dari 9 (sembilan)
hakim Mahkamah Konstitusi (Maria Farida Indrati dan Hamdan Zoelva) seharusnya Mahkamah Konstitusi menyatakan
permohonan pemohon tidak dapat diterima, karena Undang - Undang Nomor 38 Tahun 2008 secara formil dan materiil
berbeda dengan Undang – Undang pada umumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan Undang - Undang Nomor 38 Tahun 2008
Tentang Pengesahan ASEAN Charter terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 33/PUU-IX/2011 telah tepat atau
belum. Penelitian ini merupakan penelitian hukum Normatif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam
penelitian ini didapatkan dari peraturan perundang-undangan, literatur dan juga didapatkan dari internet.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2008 secara formil dalam hierarki
Peraturan Perundang - undangan berada di bawah Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
namun secara materiil atau menyangkut substansi materinya berbeda dengan undang-undang pada umumnya.
Mahkamah Konstitusi tidak berwenang menguji undang-undang hasil ratifikasi perjanjian internasional dan seharusnya
menjatuhkan putusan tidak dapat diterima terhadap pengujian Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 Tentang
Pengesahan Piagam ASEAN.
Abstract
Judicial Review of Law Number 38 Year 2008 on Ratification of ASEAN Charter petitioned to Constitutional
Court. Is because article 1 paragraph 5 and article 2 paragraph 2 letter n is considered contrary against article 27
paragraph 2 dan article 33 paragraph 1 of Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. The
problems that the Law Number 38 Year 2008 on Ratification of ASEAN Charter has different characteristic toward the
general act. Law Number 38 Year 2008 only consists of 2 articles and its annex is ASEAN Charter. Based on the
special characteristic and dissenting opinion of 2 (two) constitutional court judges (Maria Farida Indrati and Hamdan
Zoelva) Constitutional Court should declare petition is not acceptable, because Law Number 38 Year 2008 in formally
and materially different from general act.
This research aims to review legal position of Law Number 38 Year 2008 on Ratification of ASEAN Charter
against Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, as well as analyzing Constitutional Court
decision Number 33/PUU-IX/2011 related Judicial Review on Law Number 38 Year 2008 on Ratification of ASEAN
Charter have done exactly or not. This research is a normative legal search. Approaches used in this research are the
statute approach, case approach, and conceptual approach. Technique of legal material collection in this research is by
literature study on legal regulation, literature and also from internet.
The Results of research show that Law Number 38 Year 2008 formally in hierarchy of legal norm reside in
below Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, but materially or concerning the material
subtance is different from general act. Constitutional Court hasn’t competence to review ratification of treaties act and
should declare petition as not acceptable to review Law Number 38 Year 2008 on Ratification of ASEAN Charter.
PENDAHULUAN
Pemerintah Negara Republik Indonesia, Asia Tenggara) selanjutnya disebut Undang –
dalam turut serta melaksanakan kepentingan dunia Undang Tentang Pengesahan ASEAN Charter.
dalam rangka mencapai tujuan Negara serta Undang – Undang Tentang Pengesahan ASEAN
sebagai bagian dari masyarakat internasional Charter yang telah disahkan dinilai bertentangan
melakukan hubungan internasional melalui kerja dengan UUD NRI 1945. Pasal dalam Undang –
sama internasional, yang salah satunya diwujudkan Undang Tentang Pengesahan ASEAN Charter
dalam turut serta sebagai anggota ASEAN. Kerja yang dinilai bertentangan dengan UUD NRI 1945,
sama internasional tersebut dituangkan dalam sehingga diajukan pengujian, yaitu Pasal 1 angka 5
bentuk perjanjian internasional melaui Piagam dan Pasal 2 ayat (2) huruf (n), pasal – pasal ini
ASEAN (yang selanjutnya disebut ASEAN dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD
Charter). NRI 1945 yang menyatakan “Tiap-tiap warga
ASEAN Charter merupakan perjanjian negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
Internasional antar negara – negara di kawasan yang layak bagi kemanusiaan”, dan Pasal 33 ayat
Asia Tenggara atau disebut ASEAN, bagi negara – (4) UUD NRI 1945.
negara yang telah menyetujui perjanjian tersebut Pengujian Undang - Undang Tentang
wajib membuat aturan hukum yang dapat Pengesahan ASEAN Charter diperkarakan pada
dijalankan di negara masing – masing. Pengesahan perkara nomor 33/PUU-IX/2011. Pada amar
sebuah perjanjian Internasional kedalam hukum putusannya Hakim Mahkamah Konstitusi
nasional di Indonesia memerlukan adanya suatu menyatakan menolak permohonan para pemohon
peraturan perundang - undangan yang mencakup untuk seluruhnya. Dalam putusan Mahkamah
aspek pembuatan dan pengesahan perjanjian Konstitusi tersebut terdapat disenting opinion,
internasional demi kepastian hukum, sebagaimana yakni Hakim Konstitusi Hamdan Zoleva dan
yang disebutkan dalam penjelasan umum Undang- Maria Farida Indrati yang menyatakan bahwa
Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Mahkamah Konstitusi tidak berwenang menguji
Internasional, yang menyatakan agar tercapai hasil Undang – Undang Tentang Pengesahan ASEAN
yang maksimal, diperlukan adanya koordinasi di Charter, karena Undang - Undang Nomor 38
antara lembaga-lembaga yang bersangkutan. Tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN Charter
Tujuan tersebut memerlukan adanya suatu secara formil dan materiil berbeda dengan Undang
peraturan perUndang-Undangan yang mengatur – Undang pada umumnya. Permasalahannya
secara jelas dan menjamin kepastian hukum atas Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2008 Tentang
setiap aspek pembuatan dan pengesahan perjanjian Pengesahan ASEAN Charter memiliki ciri
internasional. tersendiri dari Undang – Undang pada umumnya,
Perjanjian internasional harus antara lain materi muatan Undang - Undang
ditransformasikan menjadi hukum nasional dalam Nomor 38 Tahun 2008 hanya terdiri dari 2 pasal
bentuk peraturan perundang - undangan. Perjanjian serta lampirannya merupakan ASEAN Charter.
Internasional sesuai dengan Undang – Undang Berdasarkan ciri khusus serta disenting
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 opinion 2 (dua) dari 9 (sembilan) hakim
Tentang Perjanjian Internasional pada Pasal 9 ayat Mahkamah Konstitusi (Maria Farida dan Hamdan
(2), diratifikasi melalui Undang-Undang dan Zoleva) di atas, peneliti tertarik untuk meneliti
Keputusan Presiden. Undang-Undang ratifikasi mengenai kedudukan Undang - Undang Nomor 38
tersebut tidak serta merta menjadi hukum nasional Tahun 2008 Tentang Pengesahan ASEAN Charter
Indonesia, Undang-Undang ratifikasi hanya terhadap Undang – Undang Dasar Negara
menjadikan Indonesia sebagai negara terikat Republik Indonesia 1945, serta menganalisis
terhadap perjanjian internasional tersebut. Untuk putusan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan
perjanjian internasional tersebut berlaku, perlu Nomor 33/PUU-IX/2011. Sehingga tujuan
dibuat Undang-Undang yang lebih spesifik penelitian ini adalah mengetahui kedudukan
mengenai perjanjian internasional yang Undang - Undang Nomor 38 Tahun 2008 Tentang
diratifikasi. Pengesahan ASEAN Charter terhadap Undang –
ASEAN Charter yang telah di ratifitkasi yang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
oleh pemerintah Indonesia, perlu dibentuk aturan dan mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi
khusus agar dapat diterapkan di Indonesia, maka dalam Putusan Nomor 33/PUU-IX/2011 telah tepat
disahkanlah Undang-Undang Republik Indonesia atau belum
Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Pengesahan
Charter Of The Association Of Southeast Asian
Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa - Bangsa
Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Pengujian Undang – Undang Pengesahan Piagam Asean
Terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
(Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-IX/2011)
kebutuhan untuk mengartikan ratifikasi perjanjian yang mensyaratkan ratifikasi. Produk perbuatan ini
internasional dari dua perspektif prosedur yang berbentuk instrument of ratification yang
terpisah namun terkait, yaitu prosedur internal dan ditandatangani oleh atau atas nama Kepala
ekseternal:5 perjanjian internasional adalah Negara/Pemerintah.
masalah hukum tata negara, yaitu hukum nasional ASEAN Charter merupakan perjanjian
Indonesia yang mengatur tentang kewenangan Internasional antar negara – negara di kawasan
eksekutif dan legislatif dalam pembuatan Asia Tenggara atau disebut ASEAN. Piagam
perjanjian internasional serta mengatur produk ASEAN ditandatangani oleh 10 Kepala Negara
hukum apa yang harus dikeluarkan untuk menjadi /Pemerintahan ASEAN, dan telah diratifikasi oleh
dasar bagi Indonesia melakukan prosedur seluruh negara anggota ASEAN pada KTT
eksternal. Sedangkan dari perspektif prosedur ASEAN ke-14 di Thailand, Desember 2008.
eksternal maka ratifikasi perjanjian adalah the Sesuai dengan konsepsi ratifikasi diatas, Undang-
international act so named whereby a State Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
establishes on the international plane its consent 2008 Tentang Pengesahan ASEAN Charter
to be bound by a treaty yang validitasnya diatur merupakan bagian dari perbuatan hukum internal,
oleh hukum perjanjian internasional. undang – undang ini merupakan bentuk
Pembentukan Perjanjian Internasional di persetujuan yang diberikan oleh DPR kepada
Indonesia didasarkan pada UUD NRI 1945 Pasal Presiden. Dari prespektif prosedur internal,
11 ayat (1) dan (2) UUD menyebutkan bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38
Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Tahun 2008 Tentang Pengesahan ASEAN Charter
Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian merupakan produk hukum yang menjadi dasar
dan perjanjian dengan negara lain. Presiden dalam bagi Indonesia untuk melakukan prosedur
membuat perjanjian internasional lainnya yang eksternal.
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi Pembentukan Undang - Undang- Nomor 38
kehidupan rakyat yang terkait dengan beban Tahun 2008 sangat berbeda dengan Undang -
keuangan negara, dan/atau mengharuskan Undang pada umumnya, hal ini karena Undang -
perubahan atau pembentukan Undang-Undang Undang- Nomor 38 Tahun 2008 merupakan hasil
harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan ratifikasi ASEAN Charter. Pemerintah Indonesia
Rakyat (DPR). dalam membentuk peraturan perundang-undangan
Mekanisme dan praktik pembentukan pada umumnya berpedoman pada Undang-Undang
perjanjian internasional di indonesia diatur di Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011
dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
tentang Perjanjian Internasional. Undang – undangan saja dan Peraturan Dewan Perwakilan
Undang ini merupakan pelaksanaan pasal 11 UUD Rakyat Republik Indonesia Nomor 1/Dpr
NRI 1945. Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 RI/Tahun 2009 Tentang Tata Tertib. Sedangkan
Pasal 9 ayat (1) Pengesahan perjanjian dalam pembentukan Undang - Undang- Nomor 38
internasional oleh Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2008 perlu berpedoman pada Undang-
dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
perjanjian internasional tersebut, ayat (2) 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana undangan dan Undang-Undang Republik
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 Tentang
undang-undang atau keputusan presiden. Perjanjian Internasional, serta Peraturan Dewan
Konsepsi ratifikasi perlu dibedakan dari dua Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor
perbuatan hukum: 6 Perbuatan hukum internal, 1/Dpr RI/Tahun 2009 Tentang Tata Tertib.
yaitu persetujuan yang diberikan oleh organ negara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
(pada umumnya parlemen) kepada Kepala 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Negara/Kepala Pemerintah untuk melakukan Perundang-undangan, mengatur tentang batang
pengikatan diri kepada suatu perjanjian, terlepas tubuh undang-undang pada umumnya (termasuk
apakah berlakunya perjanjian ini harus melalui peraturan perundang undangan lainnya) diatur
mekanisme ratifikasi atau tidak. Produk dari dalam Lampiran II Bab I huruf C, Pedoman
perbuatan ini dapat berupa undang-undang atau Nomor 61 sampai dengan Pedoman Nomor 159
instrumen lain. Sedangkan Perbuatan hukum (berjumlah sembilan puluh delapan pedoman).
eksternal, yaitu ratifikasi oleh Kepala Sedangkan batang tubuh dari Undang-Undang
Negara/Kepala Pemerintah terhadap perjanjian Pengesahan Perjanjian Internasional diatur dalam
Lampiran II Bab I huruf F, Pedoman Nomor 240
5
Damos Dumoli Agusman. Hukum Perjanjian sampai dengan Pedoman Nomor 241 (hanya dalam
Internasional; Kajian Teori danPraktek, PT. Refika Aditama, dua pedoman).
Bandung, 2010 hal 70. Pengaturan batang tubuh undang undang pada
6 umumnya (termasuk peraturan perundang-
Ibid hal 71
Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Pengujian Undang – Undang Pengesahan Piagam Asean
Terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
(Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-IX/2011)
undang pada umumnya. Naskah yang dibahas Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
dalam Undang Nomor 38 Tahun 2008 sudah 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
merupakan naskah yang disepakati bersama oleh Pengujian materiil Undang Nomor 38 Tahun
wakil-wakil negara ASEAN. Sehingga DPR 2008 ke Mahkamah Konstitusi oleh hakim kurang
terbatas hanya pada menyetujui RUU pengesahan tepat. Menurut penulis sebagian besar hakim
ini untuk dilanjutkan ke presiden. Mahkamah Konstitusi terjebak pada wadah
Naskah ASEAN Charter dalam RUU yang “Undang-Undang”, memang salah satu wewenang
telah diundangkan melalui Undang Nomor 38 Mahkamah Konstitusi menguji Undang - Undang
Tahun 2008 bukan merupakan norma terhadap UUD NRI 1945, sesuai pasal 24 C ayat
implementasi ASEAN Charter. Damos Dumoli (1) UUD NRI 1945, serta pasal 10, dan pasal
Agusman menjelaskan bahwa sekalipun suatu Pasal 51 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8
perjanjian internasional telah diratifikasi dengan Tahun 2011 Perubahan Undang-Undang Nomor
undang-undang, masih dibutuhkan adanya 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,
undang-undang lain untuk mengimplementasikan namun seperti yang telah penulis bahas pada poin
pada domain hukum nasional.10 Sebagai contoh sebelumnya, kedudukan Undang-Undang Nomor
adalah ketentuan-ketentuan dari Berne 38 Tahun 2008 merukapan bentuk Pengesahan
Convention for the Protection of Literary and ASEAN Charter yang merupakan bagian dari
Artistic Works yang disahkan melalui Keputusan perbuatan hukum internal. Dari prespektif
Presiden Nomor 19 Tahun 1997 yang kemudian prosedur internal, Undang-Undang Republik
dijabarkan di dalam UU Nomor 19 Tahun 2002 Indonesia Nomor 38 Tahun 2008 Tentang
tentang Hak Cipta, dan materi-materi dalam UN Pengesahan ASEAN Charter merupakan produk
Convention on Climate Change yang diratifikasi hukum yang menjadi dasar bagi Indonesia untuk
oleh Pemerintah Indonesia melalui UU Nomor 6 melakukan prosedur eksternal.
Tahun 1994 mulai berlaku efektif setelah Substansi materiil Undang-Undang Nomor 38
diundangkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tahun 2008 sangat berbeda dengan UU pada
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan umumnya, seperti yang telah dibahas sebelumnya.
Hidup.11 Undang-undang hasil ratifikasi perjanjian
internasional secara formil memang undang–
Pengujian Undang-Undang ke Mahkamah undang yang dalam hierarki peraturan perundang-
Konstitusi ini dilakukan sesuai dengan pasal 24C undangan berada dibawah UUD NRI 1945,
UUD NRI 1945 menyebutkan beberapa namun secara materiil atau menyangkut subtansi
kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah materinya berbeda dengan undang-undang pada
Konstitusi yang tertuang dalam ayat (1) dan (2), umumnya. Naskah yang dibahas dalam Undang
serta secara khusus diatur lagi dalam Pasal 10 Nomor 38 Tahun 2008 sudah merupakan naskah
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Perubahan yang disepakati bersama oleh wakil-wakil negara
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang ASEAN. Sehingga DPR terbatas hanya pada
Mahkamah Konstitusi. Teori tentang pengujian menyetujui RUU pengesahan ini untuk
undang – undang (toetsing), dibedakan antara dilanjutkan ke presiden.
materiile toetsing dan formeele toetsing. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008
Pembedaan tersebut biasanya dikaitkan dengan merupakan kewenangan presiden dan DPR
perbedaan pengertian antara wet in materiile zin sebagai treaty making power, bukan sebagai
(Undang-Undang dalam arti materiil) dan wet in legislative power. Menurut penulis UU yang
formele zin (Undang-Undang dalam arti formal).12 dapat dilakukan pengujian ke Mahkamah
Pengujian atas materi muatan Undang-Undang Konstitusi adalah Undang-Undang dalam arti
adalah pengujian materiil yang didasarkan pada legislative power, sesuai dengan amanat pasal 20
pasal Dalam Pasal 51 ayat (3) Undang-Undang UUD NRI 1945. Naskah ASEAN Charter dalam
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 RUU yang telah diundangkan melalui Undang–
Undang Nomor 38 Tahun 2008 bukan merupakan
norma implementasi ASEAN Charter, maka
masih diperlukan UU implementasi, seperti yang
10 Damos Dumoli Agusman. Hukum Perjanjian telah penulis contohkan sebelumnya.
Internasional; Kajian Teori dan Praktek Op.Cit., hal. Pengujian Undang–Undang Nomor 38 Tahun
105 2008 yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi
11 Simon Tumanggor. Desember 2011. Judicial
ini menandakan dianutnya prinsip monoisme
Review Undang-Undang Pengesahan Piagam
Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. primat hukum nasional dimana materi perjanjian
Kementerian Perdagangan. Edisi Ketiga. Hal 5 internasional dalam undang-undang pengesahan
12 JImly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang Di tersebut dapat langsung diuji karena dianggap
Indonesia. Hal 81 langsung berlaku dengan undang-undang
pengesahan tanpa dibutuhkannya undang-undang
Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Pengujian Undang – Undang Pengesahan Piagam Asean
Terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
(Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-IX/2011)
Saran
Mempertimbangkan Putusan MK No 33/PUU-
IX/2011, maka sebaiknya Pemerintah, dalam hal
ini Presiden dan DPR segera menyusun dan
mengesahkan Undang – Undang implementasi
ASEAN Charter, agar ASEAN Charter dapat
diberlakukan di wilayah Indonesia, mengingat
Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2008 bukan
merupakan implementasi ASEAN Charter..
DAFTAR PUSTAKA