Anda di halaman 1dari 3

Indah Hanifah.

193517003 Rabu, 21 Oktober 2020


Administrasi Bisnis/ III
Etika Bisnis

Tugas Etika Bisnis


Pert. VI: Artikel Mengenai Fraud

Silahkan cari artikel tentang contoh Fraud yang dilakukan (real)!

A. Latar Belakang Kasus


Kasus SNP Finance & Upaya Menutup Celah Curang Keuangan
Penulis: Ringkang Gumiwang

Tirto.id – Pada Mei 2018, PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) menjadi
sorotan otoritas keuangan dan publik. Perusahaan pembiayaan berumur kurang lebih 18 tahun ini
ternyata berada di ambang kepailitan. Perusahaan pembiayaan yang berada dibawah naungan
Columbia Group tersebut diatas kertas terlihat dalam kondisi baik-baik saja. Rating utang
perseroan sempat mendapatkan rating idA atau stabil dari Pefindo pada Maret 2018. Namun,
kondisi perusahaan berubah 180 derajat. Rating utang perseroan berubah drastis dari stabil
menjadi idSD (selective default) pada 9 Mei 2018 lantaran salah satu kupon Medium Term Notes
(MTN) yang diterbitkan SNP gagal bayar.
Imbasnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membekukan kegiatan usaha SNP karena
perseroan gagal membayar bunga MTN seniali Rp6,75 miliar pada 14 Mei 2018 melalui Surat
Deputi Komisioner Pengawas IKNB II No. S-247/NB.2/2018.
Diduga pihak SNP tidak menyampaikan laporan keuangan dengan benar alias fiktif,
sehingga perusahaan pemeringkat dan auditor tidak mengeluarkan peringatan atau warning
sebelum gagal bayar terjadi. Persoalan laporan keuangan ini sangat vital dan seringkali menjadi
keruwetan bagi sebuah perusahaan bila tak dikelola dengan baik.
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencoba mengambil upaya mitigasi, yakni mengusulkan
agar direktur keuangan selaku penyelenggara laporan keuangan wajib memiliki sertifikasi
sebagai pihak yang diaudit (auditee). BEI menilai sertifikasi terhadap auditee cukup penting
untuk meminimalisir kesalahan dalam pelaporan kinerja keuangan. Selain itu, BEI juga
mengusulkan kriteria dari sertifikasi itu, yakni independen dan tidak memiliki ikatan keluarga.
Usul dari BEI ini mendapat dukungan dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dunia usaha
juga turut mendukung agar direktur keuangan memiliki standar dan kompetensi khusus dalam
membuat laporan keuangan. “Saya pikir penyusun laporan keuangan, terutama sektor keuangan
memang perlu ada standar kompetensinya. Apalagi kasus (fraud) di sektor itu juga masih kerap
terjadi,” kata Hariyadi Sukamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) kepada Tirto.
B. Kasus
Kasus SNP Finance, Bank Mandiri Pidanakan Deloitte Indonesia
Tim, CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia – PT Bank Mandiri Tbk mengaku bakal memidanakan kantor
akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP
Finance), salah satunya Deloitte Indonesia. Kantor akuntan publik tersebut dinilai tak mengaudit
laporan tersebut dengan sebenarnya.
“Kami akan gugat (secara) pidana kantor akuntan publiknya, karena di data (keuangan)
mereka sebelumnya tak ada tanda-tanda mengalami kesulitan,” ujar Sekretaris Perusahaan,
Rohan Hafas. Hal tersebut menurut dia, ditemukan setelah pihaknya mengkaji ulang laporan
keuangan SNP Finance melalui kantor akuntan publik lainnya.
Rohan menyebut SNP Finance sebenarnya sudah menjadi nasabah Bank Mandiri selama
20 tahun. Namun, itikad buruk baru ditujukan perusahaan pembiayaan tersebut beberapa bulan
terakhir. Saat ini, pinjaman macet perseroan ke anak perusahaan Columbia Group tersebut
mencapai Rp1,2 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya telah menjatuhkan sanksi administratif
kepada kantor akuntan publik yang diketahui melakukan pelanggaran dalam prosedur audit atas
laporan keuangan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) tahun buku 2012 hingga
2016. Sanksi administrasi diberikan setelah memperoleh pengaduan dari OJK. Kantor akuntan
publik tersebut, yakni Akuntan Publik Marlinna, Akuntan Publik Merliyana Syamsul, dan Kantor
Akuntan Publik (KAP) Satrio Bing, Eny & Rekan (Deloitte Indonesia).
Sebelumnya, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri
Kombes Daniel Tahi Monang Silitong mengungkapkan dugaan transaksi ‘nakal’ SNP Finance,
anak usaha jaringan ritel elektronik Columbia, terhadap 14 bank.
Perusahaan mengajukan fasilitas kredit modal kerja kepada sejumlah bank untuk
memodali kegiatan usahanya. Namun, status kreditnya macet. Berdasarkan hasil penyelidikan,
perusahaan diduga melakukan pemalsuan dokumen, penggelapan dan penipuan. “Modusnya
dengan menambahkan, menggandakan, dan menggunakan daftar piutang (fiktif), berupa data list
yang ada di PT CMP,” jelas Daniel.
Pada 14 Mei 2018, juru bicara OJK, Sekar Putih Djarot menyebut jika perusahaan tidak
dapat memenuhi ketentuan hingga berakhirnya jangka waktu PKU (Pembekuan Kegiatan
Usaha), maka sesuai dengan ketentuan PJOK 29, izin usahanya akan dicabut.

C. Aspek Hukum
Pada tanggal 9 Mei 2018, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membekukan kegiatan usaha
SNP karena perseroan gagal membayar bunga MTN senilai Rp6,75 miliar pada 14 Maret 2018
melalui Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB II No. S-247/NB.2/2018. Untuk manajemen
SNP Finance dijatuhi pasal berlapis, yaitu KUHP 362 tentang Pemalsuan Surat, KUHP 362
tentang Penggelapan dan KUHP 378 tentang Penipuan.
Sementara sanksi yang dijatuhkan kepada Deloitte selaku auditornya, yang dimana sanksi
tersebut diberikan oleh OJK melalui siaran pers tertangga 1 Oktober 2018, OJK memberikan
sanksi kepada Akuntan Publik (AP) Marlina dan AP Merliyana Syamsul, keduanya dari KAP
Satrio Bing Eni dan Rekan (pemegang afiliasi Deloitte di Indonesia), dan juga KAP Satrio Bing
Eny dan rekan sendiri atas pelanggaran PJOK Nomor 13/PJOK.03/2017 tentang Penggunaan
Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik. Ini sebagaimana tertera dalam penjelasan Pasal
39 huruf b PJOK Nomor 13/PJOK.03/2017 (PDF), bahwa pelanggaran berat yang dimaksud
antara lain AP dan KAP melakukan manipulasi, membantu melakukan manipulasi, dan atau
memalsukan data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan.

D. Dampak
Dikarenakan AP dan KAP memberikan opini ‘Wajar Tanpa Pengecualian’ dalam hasil
audit terhadap laporan keuangan tahunan SNP Finance. Padahal, hasil pemeriksaan OJK
mengindikasikan SNP Finance menyajikan laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kondisi
keuangan yang sebenarnya secara signifikan. Sehingga, menyebabkan kerugian banyak pihak
termasuk perbankan serta menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan
akibat dari kulitas penyajian LKTA oleh akuntan publik.

Anda mungkin juga menyukai