Anda di halaman 1dari 15

TUGAS BIOMOLEKUL

LIPID
ASAM LEMAK JENUH

Disusun Oleh
1. Laili Nafis (151810301002)
2. Tri Wulan Ramadhani (151810301006)
3. Rosyida Amini (151810301008)
4. Chanifah Dwi Happy Pratiwi (151810301010)
5. Ani Sofiyana (151810301013)
6. Himyatul Khoirah (151810301017)
7. Nur Abqoriyah (151810301046)
8. Rosa Safitri (151810301060)
9. Khonita Anjalsari R (151810301063)
10. Frida Kristining Tyas (151810301067)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LIPIDA ASAM LEMAK JENUH

1. Asam Lemak Jenuh membentuk Lipida


Lemak atau minyak adalah triester dari gliserol pada umumnya lebih
dikenal dengan nama trigliserida. Lemak atau minyak merupakan suatu asam
karboksilat/asam alkanoat jenuh alifatis (tidak terdapat ikatan rangkap C=C dalam
rantai alkilnya, rantai lurus, panjang tak bercabang) dengan gugus utama –COOH
dalam bentuk ester/gliserida yaitu sesuatu jenis asam lemak atau beberapa jenis
asam lemak dengan gliserol suku tinggi. Minyak atau lemak merupakan lipida
yang banyak terdapat di alam. Minyak merupakan senyawa turunan ester dari
gliserol dan asam lemak. Struktur umum minyak adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Struktur Minyak


Senyawa R1,R2, R3 adalah gugus alkil yang dapat berupa alkil yang sama
ataupun alkil yang berbeda. Gugus alkil yang terikat tersebut dibedakan menjadi
dua yaitu gugus alkil jenuh dan gugus alkil tak jenuh. Gugus alkil jenuh adalah
gugus yang tidak memiliki ikatan rangkap sedangkan gugus alkil tak jenuh adalah
alkil yang memiliki ikatan rangkap (Lehninger, 1990).
Asam lemak adalah asam organik berantai panjang dengan atom karbon 4
sampai 24, memiliki gugus karboksil tunggal (hidrofilik) dan ekor hidrokarbon
non polar yang panjang (hidrofobik). Asam lemak tidak terdapat secara bebas
dalam sel atau jaringan tapi dalam bentuk terikat secara kovalen. Asam lemak
dapat bebas dari ikatan ini oleh hidrolisis kimia atau enzimatik (Lehninger, 1990).
Asam lemak dan gliserol merupakan penyusun utama minyak nabati atau
lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam
ini mudah dijumpai dalam minyak goreng, margarin, atau lemak hewan dan
sebagai penentu nilai gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas
(karena lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai gliserida. Lemak jenuh
terdapat di hewan dan produk-produk makanan olahan, seperti daging, produk
susu, kripik, dan lain-lain. Struktur kimia dari lemak jenuh yaitu semua atom
karbonnya berikatan dengan atom hidrogen dan tidak mengandung dua ikatan
antara atom-atom karbon. Lemak jenuh tidak menyehatkan jantung, karena
termasuk dalam lemak yang dikenal meningkatkan kolesterol LDL (kolesterol
yang buruk) (Winarno,2002).
Minyak atau lemak dapat mengalami reaksi hidrolisis menjadi asam lemak
bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis tersebut dapat mengakibatkan kerusakan
minyak atau lemak. Hal tersebut juga disebabkan karena adanya sejumlah air
dalam minyak atau lemak tersebut . Reaksi hidrolisis tersebut dapat menyebabkan
ketengikan pada minyak. Reaksi hidrolisis terjadi sebagai berikut :

Gambar 2. Reaksi pada Minyak atau Lemak


Minyak juga dapat mengalami oksidasi ketika terkontak antara sejumlah oksigen
dengan minyak atau lemak. Oksidasi juga dapat menyebabkan minyak dan lemak
menjadi tengik. Reaksi oksidasi terjadi dengan dibentukkanya peroksida dan
hidroperoksida. Proses oksidasi ini juga menyebabkan terurainya asam-asam
lemak dan terjadi perubahan hidroperoksida menjadi aldehida dan keton serta
asam-asam lemak bebas (Ketaren, 2008).
Lemak dan minyak adalah senyawaan trigliserida dari gliserol. Trigliserida
dalam pembentukannya merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol
dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda–
beda) Trigleserida dapat dibentuk melalui proses esterifikasi. Proses esterifikasi
ini akan menghasilkan sebuah lipid yang berupa trigleserida sebanyak tiga
dengan hasil samping berupa tiga molekul air. Reaksi yang terjadi yang terjadi
yaitu sebagai berikut :

Gambar 3. Reaksi Pembentukan Trigliserida dari Gliserol dan Asam Lemak.


Trigleserida yang terbentuk akan sederhana jika R1 = R2 = R3 namun jika
berbeda-beda maka kan menghasilkan trigliserida campuran. Satu molekul
gliserol jika hanya mengikat satu molekul asam lemak maka akan menghasilkan
monogliserida dan jika mengikat dua molekul asam lemak maka disebut disebut
digliserida. Lemak dapat dimodifikasi dengan mengubah komposisi dari asam
lemak sebagai trigliserida. Modifikasi ini dilakukan untuk membentuk lemak baru
misalnya lemak dengan titik lebur yang tinggi atau titik lebur rendah.
Transformasi dari lemak atau minyak adalah melakukan reaksi-reaksi tertentu
terhadap gliserida sehingga gugus ester, asam lemak baik jenuh maupun tidak
jenuh mengalami perubahan menjadi turunan asam lemak ataupun
gliserida(Sudarmadji,1989).
a. Pembuatan lipid dalam tubuh
Lipid adalah senyawa yang terdiri dari karbon dan hidrogen yang
mempunyai sifat umum tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut bipolar.
Kelompok lipid mencakup lemak, minyak, malam (wax), dan senyawa-senyawa
lainnya. Lemak disebut juga lipid, adalah suatu zat yang kaya energi, berfungsi
sebagai sumber energi yang utama dalam proses metabolisme tubuh. Lemak yang
beredar di dalam tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari makanan dan hasil
produksi organ hati, yang bisa disimpan di dalam sel-sel lemak sebagai cadangan
energi (Guyton dan Hall, 2007).
Lipid yang kita peroleh sebagai sumber energi utamanya adalah berasal dari
lipid netral, yaitu trigliserid. Hasil pencernaan lipid adalah asam lemak dan
gliserol, selain itu juga ada yang masih berupa monogliserid. Sebagian besar asam
lemak dan monogliserid tidak larut dalam air, jadi akan diangkut oleh miselus
atau yang biasa disebut dengan emulsi lemak, dan dilepaskan ke dalam sel epitel
usus. Di dalam sel ini asam lemak dan monogliserida akan segera dibentuk
menjadi trigliserida (lipid) dan berkumpul membentuk gelembung yang disebut
dengan kilomikron. Kemudian kilomikron akan ditransportasikan melalui
pembuluh limfe dan bermuara di vena kava dan bersatu dengan sirkulasi darah.
Setelah itu kilomikron akan ditransportasikan menuju hati dan jaringan adipose.
Di dalam sel-sel hati dan jaringan adipose inilah kilomikron akan dipecah
menjadi asam-asam lemak dan gliserol. Selanjutnya asam-asam lemak dan
gliserol tadi akan dibentuk kembali menjadi simpanan trigliserida. Jika sewaktu-
waktu  kita membutuhkan energi dari lipid, maka trigliserida ini akan dipecah lagi
menjadi asam lemak dan gliserol. Proses pemecahan lemak jaringan ini
dinamakan lipolisis. Asam lemak tersebut ditransportasikan oleh albumin ke
jaringan yang memerlukan dan disebut sebagai asam lemak bebas.
2. Sifat Fisikokimia Lipida Asam Lemak Jenuh
a. Sifat Fisika
 Warna
Warna terdiri dari 2 golongan yaitu :
- Secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan
ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna
tersebut antara lain α dan β karoten (berwarna kuning), xantofil,
(berwarna kuning kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan) dan
antosianin (berwarna kemerahan).
- Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna
alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap
tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk
membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna kuning
umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh.
 Rasa dan Aroma
- Rasa dan aroma terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi
karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.
 Titik cair dan polymorphism
- Minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperatur
tertentu.
- Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk
kristal.
 Titik didih (boiling point)
- Titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya
rantai karbon asam lemak tersebut. Asam lemak jenuh mempunyai
titik didih tinggi.
b. Sifat kimia
 Kelarutan
- Lemak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil), dan
minyak sedikit larut dalam alkohol, etil eter, karbon disulfida dan
pelarut-pelarut halogen.
 Reaksi asam lemak jenuh dengan chloride ( PCl3 /SOCl3)

Gambar 4. Reaksi Asam Lemak dengan Klorida


 Reaksi asam lemak dengan amonia

Gambar 5. Reaksi Asam Lemak dengan amonia


 Reaksi asam lemak dengan H2S dan H2

Gambar 5. Reaksi Asam Lemak dengan H2S dan H2


 Reaksi asam lemak dengan SO3

Gambar 6. Reaksi Asam Lemak dengan SO3


 Oksidasi asam lemak
- Proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah
oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Berikut ini
reaksinya :

Gambar 7. Reaksi Oksidasi Asam Lemak


 Esterifikasi asam lemak
- Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari
trigliserida dalam bentuk ester. Dengan menggunakan prinsip reaksi
ini hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang menyebabkan
bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat
tidak menguap. Berikut reaksinya :

Gambar 8. Reaksi Esterifikasi


 Hidrogenasi asam lemak
- Proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari
rantai karbon asam lemak pada minyak. Berikut ini reaskinya :

Gambar 9. Reaksi Esterifikasi


(Ketaren, 2005).
3. Metode Isolasi Lipida Asam Lemak Jenuh
Metode isolasi yang digunakan pada asam lemak jenuh yaitu dilakukan
dengan cara sebagai berikut,
a. Ekstraksi
Prosedur yang dilakukan saat ekstraksi adalah larutan yang ingin dipisahkan
ditempatkan dalam corong pemisah. Sejumlah kecil pelarut organik misalnya eter
atau kloroform ditambahkan ke dalamnya. Pelarut organik yang larut dengan air
akan membentuk lapisan terpisah. Mulut corong ditutup dengan stopper dan
tangan mengguncangkan isi corong pemisah. Zat terlarut akan lebih larut dalam
pelarut organik sehingga berpindah ke dalamnya. Lapisan pelarut kemudian
dipisahkan dengan membuka keran dan mengeluarkan lapisan bawah seluruhnya.
Bahan organik terlarut akhirnya diperoleh dengan penyulingan pelarut. Hasil
tersebut akan lebih baik jika diekstrak dua atau ketiga kali (Arun, 2005).
Ekstraksi sokletasi sangat baik digunakan untuk ekstraksi lemak dan minyak
dari biji-bijian juga alkaloid dari tumbuhan. Zat organik yang akan diperoleh dari
padatan dapat diekstraksi dengan pelarut organik dimana zat pengotor tidak ikut
terlarut. Dalam prakteknya ekstraksi dari padatan dilakukan dengan alat khusus
yaitu soxhlet. Dengan alat soxhlet akan memperoleh hasil ekstraksi maksimum
dengan jumlah pelarut yang terbatas (Arun, 2005).
b. Metilasi asam lemak
Metilasi asam lemak merupakan suatu tahap untuk mendapatkan asam
lemak dari lemak yang sudah didapat dari suatu sampel. Metilasi asam lemak
dilakukan dengan menambahkan pelarut berupa etanol dan H2SO4 pekat dengan
rasio 1:1. Sampel dipanaskan selama 1 jam pada suhu 50°C, dilanjutkan dengan
penambahan akuades dan n-heksana (1:1) dengan pengadukan terus menerus dan
dipindahkan ke corong pisah. Akuades ditambahkan berkali-kali unutk pemisahan
lapisan organik.
c. Hidrolisis
Hidrolisis merupakan proses pemisahan zat yang disebabkan oleh molekul
air (H2O). Hidrolisis dapat terjadi pada kondisi asam maupun basa. Reaksi antara
minyak dengan basa dikenal dengan reaksi saponifikasi atau sering disebut reaksi
penyabunan. Reaksi penyabunan pada minyak menghasilkan garam asam lemak
atau sabun. Ester dapat disintesis dengan mereaksikan asam karboksilat dan
alkohol menggunakan katalis asam yang disertai pemanasan, sehingga
menghasilkan ester dan air atyau dengan kata lain esterifikasi adalah tahap
konversi asam lemak bebas menjadi ester, dengan mereaksikan asam lemak
dengan alkohol.
Analisis asam lemak mula-mula lemak atau minyak dihidrolisis menjadi
asam lemak, kemudian ditransformasi menjadi bentuk esternya yang bersifat lebih
mudah menguap. Transformasi dilakukan dengan metilasi, sehingga diperoleh
metil ester asam lemak. Hidrolisis biasa disebut saponifikasi. Reaksi saponifikasi
tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester dengan alkali (NaOH, KOH).
Hidrolisis lemak oleh alkali disebut penyabunan. yang dihasilkan adalah gliserol
dan garam alkali asam lemak yang disebut sabun.
d. Pembentukan sabun

Lipida dapat terhidrolisis oleh larutan alkali yang menghasilkan alkohol


dan garam dari asam lemak. Proses hidrolisis lipida oleh larutan alkali disebut
sebagai proses penyabunan (saponifikasi) (Fessenden, 1982).

Gambar 10 pembentukan sabun


Hasil reaksi ini berupa campuran sabun dan gliserol yang mudah larut
dalam air dan alkohol. Setelah tercampur larutan dipanaskan hingga air dan
alkohol menguap. Hasil yang diperoleh adalah hasil hidrolisis karena pengaruh
suatu basa kuat berupa NaOH. Reaksi hidrolisis ester dalam suasana asam
menghasilkan asam karboksilat dan alkohol, namun bila reaksi hidrolisis
dilangsungkan dalam suasana basa diperoleh garam karboksilat dan alkohol.
Hidrolisis ester dengan basa disebut reaksi Penyabunan (Saponifikasi).
Saponifikasi memberikan hasil positif dari bahan lipid yang dipakai pada
minyak merupakan larutan lipid terbanyak dan tercepat dalam pembentukan
sabun. Sabun yang terbentuk tersebut berasal dari larutan alkali (dalam percobaan
menggunakan NaOH) berlebih yang beraksi dengan asam lemak bebas
membentuk garam natrium. Sabun yang terbentuk bersifat larut dalam air tapi
akan mengalami pengendapan bila ada penambahan NaCl berlebih. NaCl
merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl
pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di
dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl digunakan untuk
memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan
dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap.
Lemak dan minyak dari asam lemak jenuh dengan rantai panjang (C16 –C18) akan
menghasilkan sabun keras (Poedjiadi, 2005).
Saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai
produk samping. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan
alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki
struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air,
tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam
bentuk ion. Asam lemak jenuh menggunakan pembentukan sabun akan
menghasilkan positif apabila sabun yang dihasilkan keras (Deni, 2006).
4. Metode Karakterisasi Asam Lemak Jenuh
a. Metode kromatografi gas
Komposisi asam lemak penyusun minyak lemak dapat dianalisis dengan
kromatografi gas dengan membandingkan waktu retensi relatif dari tiap-tiap
puncak. Sebagai standar digunakan asam stearat. Sebelum di analisis asam lemak
bebas dibuat dalam bentuk esternya dengan transesterifikasi agar lebih mudah
menguap, sehingga dapat dipisahkan menjadi komponen-kompenenya secara
kromatografi gas. Contoh kromatogram asam lemak adalah sebagai berikut:

Gambar 11. Kromatogram komposisi asam lemak biji durian yang dianalisis
dengan kromatografi gas sebagai metil ester kurva (a) 1. Palmitat, 2. Stearat
3. Oleat 4. Linoleat dan baku pembanding metil ester asam stearat (St) kurva
(b)
Dari hasil kromatogram asam stearat baku didapat dua puncak, dimana puncak
pertama dengan waktu retensi 7,88 menit merupakan asam stearat, dan puncak
kedua dengan waktu retensi 4,68 menit diduga merupakan senyawa hasil
degradasi asam stearat baku.
b. Uji ketidakjenuhan (angka iod)
Angka iod merupakan ukuran ketidakjenuhan lemak atau minyak yang
didefinisikan sebagai jumlah gram iodin yang diabsorbsi oleh 100 gram minyak
atau lemak. Senyawa ini dapat mengidentifikasi apakah asam lemak yang
diperoleh pada saat penelitian merupakan asam lemak jenuh atau asam lemak tak
jenuh. Lemak yang mengandung gliserida asam lemak tidak jenuh bila
ditambahkan sejumlah tertentu halogen maka halogen tersebut akan diikat oleh
asam lemak untuk memutuskan ikatan tidak jenuhnya, sedangkan halogen pada
asam lemak jenuh tidak akan diserap (Aurand,et.al, 1987). Iodium dapat
mengadisi ikatan rangkap pada gliserida tidak jenuh. Reaksi adisi yang terjadi
pada iodium dengan asam lemak tak jenuh yaitu

Gambar 12. Reaksi adisi iodium dengan asam lemak tak jenuh.
(Sumber : Andarwulan et al, 2011)
Jumlah iod yang diabsorbsi menunjukkan derajat ketidakjenuhan
lemak/minyak, dimana semakin banyak iodium yang diserap maka semakin
banyak ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tersebut. Prinsip dari uji
ketidakjenuhan (iod) yaitu adisi halogen yang dibantu dengan katalis logam.
Senyawa asam lemak tak jenuh yang memiliki ikatan rangkap dapat mengubah
atau menghilangkan warna pada iodin atau senyawa halogen lainnya, sedangka
jika senyawa yang diuji merupakan asam lemak jenuh maka warna larutan tidak
mengalami perubahan, misalnya warna larutan tetap berwarna kuning ketika asam
lemak jenuh diuji dengan menggunakan iodin (Bernardini, E. 1983).
c. Gas chromatograpy- spektro massa (GC-MC)
GC-MS merupakan suatu gabungan dari instrumen GC dan instrumen MS
yang dihubungkan dengan satu interfase. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat
pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel sedangkan spektrometer
massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah
dipisahkan pada sistem kromatografi gas. (McNair, 1988). GC-MS dapat
digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Dalam GC-MS, cuplikan
diinjeksikan ke dalam injektor. (McNair, 1988). Instrumen GC-MS terdiri dari gas
pengangkut (gas carrier), pengatur aliran dan pengatur tekanan, tempat injeksi,
kolom, dan detektor. Gas pengangkut yang digunakan dalam GC-MS harus
memiliki persyaratan khusus diantaranya adalah ; inert (tidak bereaksi dengan
sampel, pelarut, dan material kolom), dan dapat mengurangi difusi gas.
(Sastrohamidjojo, 2005).
Suatu pengatur aliran dan pengatur tekanan diperlukan untuk mengalirkan
uap sampel ke dalam kolom GC-MS dengan kecepatan dan tekanan yang sesuai.
Teknik injeksi yang digunakan tergantung pada jenis sampel. Jenis-jenis teknik
injeksi pada GC-MS antara lain split, split less, on column,dan wet needle.
Pemilihan jenis teknik injeksi yang akan digunakan tergantung pada sifat sampel
dan banyaknya sampel. Keberhasilan atau kegagalan analisis GC-MS tergantung
pada pemilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Jika jumlah sampel yang akan
dipisahkan besar maka digunakan packed column sedangkan untuk sampel dalam
jumlah sedikit digunakan capillary column. Pada detektor komponen-komponen
senyara telah dideteksi. Detektor yang baik memiliki sensitivitas tinggi, memiliki
respon linier yang lebar, bersifat nondestruktif, dan memiliki respon yang sama
terhadap semua jenis senyawa. Saat ini ada tiga jenis detektor yang dapat
digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa organik yaitu Flame Ionization
Detector (FID), Thermal Conductivity Detector (TCD), dan Mass Spectroscopy
(MS).
Analisis kromatogram GC-MS memberikan informasi jumlah komponen
senyawa yang terpisah. Luas puncak kromatogram merepresentasikan konsentrasi
(%) senyawa realtif terhadap cuplikan yang menguap pada kondisi pengoperasian
GC-MS. Identifikasi senyawa dilakukan dengan membandingkan pola
fragmentasi spektra massa hasil GC-MS dengan pola fragmentasi senyawa
referensi standar. Komponen utama dari fraksi asam lemak dibatasi hanya pada
puncak yang memiliki prosentase luas area relatif diatas 1%. Identifikasi senyawa
dilakukan dengan membandingkan pola fragmentasi spektra massa dengan pola
fragmentasi senyawa reference.Berikut merupakan beberapa contoh spektra massa
dari asam lemak jenuh :
Gambar 13. Spektra Massa Asam Palmitat

Gambar 14. Spektra Massa Asam Stearat


DAFTAR PUSTAKA

Arun Bahl, B.S. Bahl, 2007. A Textbook of Organic Chemistry. New Delhi:
S.Chand & Company LTD.
Andarwulan, Kusnandar, Herawati. 2011. Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat.
Aurand WL, Wood AE, Wells RM. 1987. Food composition and analysis, 4 th
edition, Van Nostrand Reinhold, 115 fifth avenue, New York, pp. 19-34.
Bernardini, E. 1983. Vegetable Oils and fats processing. Raly: Interstamps House
Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.
Fessenden dan Fessenden.1982. Kimia Organik jilid 2 edisi ketiga. Terjemahan
oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Ph. D..Jakarta : Erlangga.
Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia
Press.
Lehninger. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
McNair, H.M., Bonelli, E.J., 1988. Dasar Kromatografi Gas. Bandung : Penerbit
ITB.
Poedjiadi, Anna dan Titin Supriati. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UIP.
Sastrohamidjojo, H., 2005. Kromatografi. Yogyakarta: Liberty.
Sudarmaji, S,dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta :
Liberty.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai