Anda di halaman 1dari 4

Metode Kjeldahl

Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam
amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Cara Kjeldahl digunakan untuk
menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang
dianalisisnya adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor
konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan tersebut. Analisa protein cara Kjeldahl
pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu :

1. Destruptif (digestion)
Digesti merupakan proses mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk
nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain menjadi CO2 dan H2O.
Didigesti dilakukan memlaui proses pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai
oksidator yang dapat mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat
tercapainya titik didih) dan katalis sepert tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium
(untuk mempercepat reaksi).
Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat (sebagai oksidator yang dapat
mendigesti Makanan) sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon (C)
dan hidrogen (H) teroksidasi menjadi karbon monoksida (CO), karbondioksida (CO2), dan air
(H2O). Elemen Nitrogen akan berubah menjadi amonium sulfat. Banyaknya asam sulfat yang
digunakan untuk destruksi diperhitungkan terhadap kandungan protein, karbohidrat dan
lemak. Untuk mempercepat destruksi maka ditambahkan katalisator. Dengan penambahan
katalisator, maka titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga proses destruksi akan
berjalan lebih cepat. Katalisator yang digunakan yaitu campuran Selenium yang dapat
mempercepat proses oksidasi dan juga dapat menaikkan titik didih asam sulfat. Proses
destruksi diakhiri jika larutan telah menjadi warna hijau jernih. Reaksi yang terjadi pada proses
destruksi :

Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada dalam bentuk ion
amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat (SO42-) sehingga yang berada dalam larutan
2. Destilasi
Tujuan : memecah amonium sulfat menjadi gas amonia dengan penambahan NaOH
Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima (recieving
flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu digesti dibasakan dengan penambahan
NaOH, yang mengubah amonium sulfat menjadi gas amonia. Supaya selama destilasi tidak
terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar
maka dapat ditambahkan logam Seng (Zn). Reaksi yang terjadi :
(NH4)2SO4 + 2 NaOH -> 2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4 (2)
Gas amonia yang dibebaskan akan ditangkap oleh larutan asam (asam sulfat atau asam
borat).Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu
digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH larutan di
labu penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah asam borat
menjadi ion borat:

Destilasi diakhiri jika semua amonia sudah terdestilasi sempurna menggunakan indikator
mengsel (indikator campuran metil red dan metil blue) sebagai indikator penunjuk.
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi
dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan HCl 0,1 N dengan indikator (BCG +
MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. %N = ×
N.HCl × 14,008 × 100 % Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan
mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada
persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan. Hasil akhir inilah yang dihitung sebagai
kadar protein total dalam bahan makanan tersebut. Cheap Offers:

a. Keuntungan :
• Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan metode
standar dibanding metode lain.

• Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini banyak
digunakan untuk penetapan kadar protein.

b. Kerugian :

• Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua
nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.

• Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu asam
amino yang berbeda.

• Teknik ini membutuhkan waktu lama.

Anda mungkin juga menyukai