Anda di halaman 1dari 3

ABSEN 21

Pertama, dalam fungsi legislasi. Perubahan Pasal 20 Ayat (1) UUD 1945 dari tiap undang-
undang menghendaki persetujuan DPR menjadi DPR mempunyai kekuasaan membentuk
undang-undang dan penambahan Pasal 20A Ayat (1) bahwa DPR memiliki fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan pengawasan tidak saja berakibat pada melemahkan fungsi legislasi
presiden tetapi memunculkan superioritas fungsi legislasi DPR terhadap DPD.

Hal ini karena lembaga tertinggi negara akan memiliki pengertian bahwa ia adalah institusi di
atas Presiden, DPR, dan DPD dengan kewenangan yang luar biasa. Tentu akan menjadi
berbahaya jika pimpinan lembaga tersebut tidak amanah.

ABSEN 22

Oleh karena itu, ruang untuk dapat mengajukan dan ikut membahas rancangan undang-undang
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam
Pasal 22D Ayat (1) dan (2) UUD 1945 tidak cukup untuk mengatakan bahwa DPD mempuyai
fungsi legislasi.

ABSEN 23
Kedua, dalam fungsi anggaran. Pasal 22D Ayat (2) UUD 1945 menyatakan, …memberikan
pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja
negara. Sama dengan fungsi legislasi, dalam fungsi anggaran DPD juga mempunyai fungsi
anggaran yang sangat terbatas yaitu terbatas pada memberikan pertimbangan kepada DPR dalam
proses pembahasan rancangan undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN).

ABSEN 24
Padahal, pertimbangan hanyalah sebagian kecil saja penggunaan hak dalam fungsi anggaran.
Semestinya, DPD diberi kewenangan untuk mengusulkan, mempertimbangkan, mengubah, dan
menetapkan anggaran seperti DPR. Ketiga, fungsi pengawasan. Tidak berbeda dengan fungsi
legislasi dan fungsi anggaran, dalam fungsi pengawasan pun DPD mempunyai kewenangan yang
sangat terbatas sesuai dengan Pasal 22D Ayat (3) UUD 1945. Kemudian, hasil itu disampaikan
kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

ABSEN 25

Ketidakseimbangan antara DPD dan DPR dapat dicermati dalam proses pemberhentian presiden
dan/atau wakil presiden di tengah masa jabatannya (impeachment). Berdasarakan Pasal 7B ayat
(1-6) UUD 1945, usul pemberhentian dapat diajukan kepada MPR dengan terlebih dahulu
mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus pendapat DPR apabila presiden dan wakil presiden tidak lagi memenuhi ketentuan
yang terdapat dalam Pasal 7A UUD 1945.

ABSEN 26

Apabila Mahkamah Konstitusi membenarkan pendapat DPR, maka MPR akan


menyelenggarakan sidang untuk memutus usul DPR. Untuk itu, Pasal 7B Ayat (7) UUD 1945
menentukan, keputusan MPR atas usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden harus
diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah
anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. Kalau
ditelaah lebih lanjut ketentuan hukum yang dalam proses impeachment di MPR, peran DPD
dapat diabaikan.

ABSEN 27

1. Kewenangan DPD dibidang legislasi sangat terbatas karena DPD hanya bisa ikut
mengusulkan dan membahas RUU pada bidang tertentu saja namun tidak bisa dalam
pengambilan keputusan akhir.
2. Walaupun mendapatkan fungsi, tugas dan kewenangan pengawasan seperti DPR, akan tetapi
DPD hanya terbatas pada memberikan masukan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan
saja.

ABSEN 28

3. Tidak ada peraturan yang mengatur tentang hak DPD untuk meminta keterangan dari pejabat
negara, pejabat pemerintah ataupun lainnya seperti yang diberikan kepada DPR dalam UU
No. 22 Tahun 2003 Pasal 30 jo UU No. 23 Tahun 2009.
4. Tidak ada peraturan mengenai hubungan dan kewenangan DPD dalam kaitannya dengan
Pemerintah Daerah. Padahal anggota DPD memiliki kewajiban menyerap, menghimpun,
menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah.

ABSEN 29
Haluan negara dapat ditetapkan oleh MPR untuk jangka menengah dan panjang, berisi pokok-
pokok pikiran yang mengelaborasi tujuan bernegara yang termaktub dalam alinea kedua dan
keempat Pembukaan UUD NRI 1945. Materi haluan negara tidak saja dijabarkan oleh Presiden,
tetapi oleh semua lembaga/komisi negara ke dalam dokumen Haluan Pembangunan. Atas
penjabaran dan pelaksanaan haluan negara, Presiden dan lembaga/komisi negara menyampaikan
progress report setiap tahun, namun tidak dapat dituntut secara politik apalagi diberhentikan
hanya karena tidak menjalankan Haluan Negara secara baik.

Anda mungkin juga menyukai