Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEWARGANEGARAAN
Kasus Penyerangan Novel Baswedan

Disusun Oleh:
Gideon P. Kurniawan 1810531023
Gusti Ayu Putri Mei Ulianti 1910531030
Welter Albettha Sembiring 1910531031
Angel Citra Ornella 1910531032
Rhyo Safrilistyo 1910531033
Hermanto 1910531034
Raka Maydia Purnama 1910531035

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
2020
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara hukum adalah negara yang dalam menjalankan sistemnya berdasarkan atas hukum
yang berlaku berdasarkan kepentingan umum serta bebas dari kesewenangan-wenangan penguasa.
Dalam penyelenggaraannya negara haruslah bertumpu pada demokrasi, karena jika negara hukum
tanpa demokrasi sama dengan hilangnya maksud atau makna dari negara hukum tersebut. Maka,
dapat dikatakan bahwa salah satu prinsip yang harus ada dalam negara hokum ialah tegaknya Hak
Asasi Manusia. Negaralah yang berkewajiban melindungi hak-hak yang melekat pada masyarakat.

Berdasarkan ketentuan yang di atur dalam Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia (HAM), memiliki pengertian merupakan seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan setiap manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, Hukum,
Pemerintahan, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia. Artinya, yang dimaksud sebagai hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri
setiap pribadi manusia.

Catatan kelam sejarah Indonesia pun menunjukkan banyaknya kasus-kasus pelanggaran Hak
Asasi Manusia yang hingga kini masih belum menemukan titik temu. Contoh kasus pelanggaran
HAM yang pernah terjadi, yaitu: kasus G30S/PKI, Kasus pembunuhan Munir, dan peristiwa
Trisakti. Karena itulah perlunya pengkajian kembali dan lebih mendalam terkait kasus pelanggaran
Hak Asasi Manusia yang ada di Indonesia mengingat statusnya sebagai negara hukum yang
demokratis dan seharusnya menjungjung tinggi hak asasi manusia yang ada.

Kasus pelanggaran yang tengah di perbincangkan kembali adalah kasus penyiraman air keras
yang di alami oleh penyidik tetap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Novel Baswedan. Kasus
ini tidak hanya pelanggaran HAM. Namun, hukuman yang tidak setimpal yang diberikan kepada
pelaku yang juga merupakan polisi aktif tebilang janggal. Kasus ini sudah tejadi sejak April 2017
namun hingga kini belum ada keadilan yang dirasakan korban, terlebih hukuman yang diberikan
kepada para pelaku terbilang sangat ringan. Inilah yang menyorot publik kembali
memperbincangkan kasus Novel Baswedan.
Komnas (Komisi Nasional) HAM pun menanggapi serius kasus ini, hingga pada tahun 2018
dibentuk tim penyelidikan khusus kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan. Terkait putusan
hukuman yang diberikan kepada dua pelaku, komnas HAM menyebut ini merupakan abuse of
process atau pelanggaran prosedur. Sehingga, telah terjadi pelanggaran prosedur dalam
penyidikan sehingga kasus ini tak kunjung selesai. Komnas HAM pun menilai dokumen yang
telah diberikan kepada jaksa terkait sudah jelas dan runtut, sehingga tidak menduga vonis
hukuman yang diberikan kepada pelaku terbilang ringan. Komnas HAM pun berjanji akan
konsisten mengawal kasus penyerangan kepada Novel Baswedan.

Kedua pelaku masih merupakan tokoh di lapangan. Hingga kini belum terungkap siapa
dalang di belakang kasus penyerangan kepada penyidik Novel Baswedan. Semoga perkara ini
dapat memberi putusan dengan berdasar pada keadilan dan kebenaran.

1.2. Rumusan Masalah


a) Bagaimana kondisi HAM di negara hukum Indonesia?
b) Bagaimana Implementasi Undang-Undang HAM terhadap berbagai kasus pelanggaran
HAM?
c) Jelaskan mengenai kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan?
d) Bagaiamana keterkaitan Hukum dan HAM itu berlaku di Indonesia?
1.3. Tujuan Penulisan
a) Mengetahui kondisi HAM di Indonesia.
b) Mengetahui apakah penerapan Undang-Undang Hak Asasi Manusia sudah tepat
diterapkan di Indonesia.
c) Mengetahui secara mendalam analisis kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel
Baswedan.
d) Mengetahui hubungan yang berkesinambungan antara hukum dan HAM sehingga dapat
memberi perlindungan.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1. Kondisi HAM di Negara Hukum Indonesia

Pemerintahan berdasarkan hukum adalah suatu prinsip dimana menyatakan bahwa hukum
adalah otoritas tertinggi dan bahwa semua warga negara tunduk kepada hukum dan berhak atas
perlindungannya. Secara, sederhana supremasi hukum bisa dikatakan bahwa kekuasaan pihak
yang kuat diganti dengan kekuasaan berdasarkan keadilan dan rasional.

Sedangkan, HAM merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir yang berlaku
seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Artinya, dengan adanya ketentuan
mengenai Hak Asasi Manusia tersebut, Negara wajib hadir untuk melindungi setiap hak individu
warga negaranya, sehingga dapat secara bebas untuk memperoleh kehidupan yang layak,
mengembangkan diri, mengekspresikan gagasan dan kreativitasnya, serta mengoptimalkan peran
dan sumbangsihnya terhadap kesejahteraan hidup manusia secara luas.

Kondisi HAM di negara Indonesia pun masih belum menunjukkan keberhasilan, hal ini
dikarenakan masih banyak perbudakan, pembunuhan, dan exploitasi manusia yang semakin
memprihatinkan. Komnas HAM menyimpulkan bahwa penegakan hak asasi manusia di Indonesia
pada 2019 belum mengalami kemajuan yang berarti. Berbagai komitmen dan agenda perbaikan
kondisi HAM yang dimandatkan, Rencana Pembangunan Jangka Mengengah Nasional (RPJMN),
dan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) belum menunjukkan pencapaian
yang signifikan.

Hal ini dikarenakan oleh banyak faktor, karena pada dasarnya untuk melindungi hak
manusia itu sendiri bersumber dari hati bagaimana kita memperlakukan orang lain. Selain itu,
Banyaknya peraturan yang tidak diimbangi dengan penguatan kebijakan perlindungan HAM dan
sosial; eksisnya regulasi yang tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia; lemahnya
kemampuan institusi negara dalam hal penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM;
rendahnya kepatuhan hukum dan budaya aparat dalam penghormatan dan perlindungan HAM;
serta minimnya pemahaman aparat negara pada pendekatan dan prinsip hak asasi manusia.

Human Rights Watch (HRW) juga memperhatikan bahwa catatan HAM di Indonesia
mengalami penurunan sepanjang tahun 2019. Berikut bidang-bidang yang mengalami kemunduran
dalam bidang penegakan HAM di Indonesia dalam laporan HRW:
1. Kebebasan beragama

Rancangan KUHP berupaya untuk memperluas cakupan hukum penistaan agama


Indonesia dari satu menjadi enam pasal untuk pelanggaran seperti "membujuk seseorang menjadi
orang yang tidak beriman."

2. Kebebasan berekspresi dan berasosiasi

HRW menyoroti pada bulan September yaitu tanggal 27, polisi menangkap pembuat film
dokumenter Dandhy Laksono karena memposting tweet tentang kekerasan di Jayapura dan
Wamena, Papua. Dandhy didakwa melanggar hukum ujaran kebencian di internet.

3. Hak-hak perempuan dan anak perempuan

Pada bulan September, parlemen merevisi undang-undang perkawinan tahun 1974, dengan
menaikkan usia minimum pernikahan untuk anak perempuan dan laki-laki dengan persetujuan
orang tua dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Namun masih berlaku klausa yang memungkinkan
pengadilan untuk mengesahkan pernikahan anak perempuan di bawah usia 19 tahun, tanpa batasan
usia minimum. Sekitar 14 persen anak perempuan di Indonesia menikah sebelum berumur 18
tahun, dan 1 persen menikah sebelum usia 15 tahun. Pemerintahan juga dianggap gagal dalam
menghentikan "tes keperawanan" terhadap perempuan yang berminat bergabung dengan angkatan
bersenjata dan menghentikan praktik sunat terhadap anak perempuan.

4. Papua dan Papua Barat

Masalah penentuan nasib Papua dan Papua Barat kembali mencuat setelah beredarnya
video tentang pihak berwenang Indonesia yang secara rasis melecehkan siswa Papua di Surabaya
pada 17 Agustus 2019.

5. Orientasi seksual dan identitas gender

HRW menilai banyak opresi terhadap kaum LGBT di Indonesia. Tingkat penularan virus
HIV di antara laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki memang meningkat lima kali lipat
sejak 2007 dari 5 menjadi 25 persen. Namun penggerebekan terhadap pertemuan LGBT dinilai
sewenang-wenang dan ilegal dan seringnya didukung oleh ormas tertentu.
6. Hak-hak penyandang disabilitas

Meskipun tahun 1977 telah ada larangan memasung orang yang menyandang disabilitas
psikososial, tetapi praktik pemasungan masih berlanjut. Karena stigma dan layanan pendukung
yang tidak memadai, lebih dari 57.000 orang dengan cacat psikososial di Indonesia telah dipasung
atau dikunci di ruang terbatas setidaknya sekali dalam hidup mereka.

7. Hak-hak terkait lingkungan

Kebakaran hutan dan lahan kembali melanda sejumlah wilayah di Indonesia sejak Juli
2019. Provinsi Riau, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat mengalami tingkat polusi udara
terburuk. Indeks Kualitas Udara di 13 provinsi tersebut mencapai level maksimum 500,
mempengaruhi kesehatan jutaan orang.

8. Hak masyarakat adat

Hukum yang lemah, pengawasan pemerintah yang buruk, dan kegagalan perkebunan
kelapa sawit serta perusahaan bubur kertas untuk memenuhi tanggung jawab HAM juga telah
mempengaruhi hak-hak masyarakat adat atas hutan, mata pencaharian, makanan, air, dan budaya
mereka. Masalah ini juga termasuk dalam dua kasus yang didokumentasikan secara rinci oleh
Human Rights Watch pada tahun 2019.

Inilah kenyataan pahit mengenai kondisi HAM (Hak Asasi Manusia) di negara Indonesia
yang notabennya merupakan negara hukum. Namun, Indonesia masih memiliki harapan untuk
memperbaiki di masa depan. Untuk memperbaiki catatan HAM-nya, Indonesia perlu melakukan
tiga hal; Penegakan Hukum, Mengubah cara berpikir para pejabat yang sangat kaku dalam berpikir
sehingga menjadi landasan penangkapan warga yang dianggap mengancam, dan adanya
masyarakat madani yang lebih aktif yang bisa mempengaruhi pengambilan keputusan yang tidak
mewakili rakyat di dalam DPR dan pemerintah. Ini menurutnya penting karena rakyat perlu
dilibatkan, terwakili dalam keputusan-keputusan penting yang dampaknya tinggi pada
pelaksanaan HAM.

2.2. Implementasi Undang-Undang HAM Terhadap Berbagai Kasus Pelanggaran HAM


Indonesia dengan ideologi Pancasila yang dianutnya, diharapkan dapat mengimplementasikan
HAM dengan baik sesuai dengan sifat-sifat dasar dari ideologi tersebut. Menurut ideologi
Pancasila, hak-hak asasi setiap rakyat Indonesia pada dasarnya diimplementasikan secara bebas,
akan tetapi kebebasan tersebut dibatasi dengan hak asasi orang lain. Sehingga walaupun terdapat
kebebasan, namun kebebasan tersebut harus bertanggung jawab dengan memperhatikan dan tidak
mengganggu hak asasi orang lain. Namun dalam realitasnya hal tersebut belum sepenuhnya dapat
diterapkan oleh rakyat Indonesia.

Dimulai dengan bergulirnya era reformasi, munculah berbagai produk hukum yang diharapkan
untuk memperbaiki kondisi hak asasi manusia di Indonesia, khususnya hak sipil dan politik. Antara
lain, UUD 1945 pasal 28A sampai pasal 28J, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia, UU Pers, UU tentang HAM (UU No. 39 Tahun 1999), UU Pemilu, UU Parpol,
UU Otonomi Daerah. Dari sisi politik, rakyat Indonesia telah menikmati kebebasan politik yang
luas. Empat kebebasan dasar, yaitu hak atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, hak atas
kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan berorganisasi, dan hak untuk turut serta dalam
pemerintahan.

Dimulai dengan bergulirnya era reformasi, munculah berbagai produk hukum yang diharapkan
untuk memperbaiki kondisi hak asasi manusia di Indonesia, khususnya hak sipil dan politik. Antara
lain, UUD 1945 pasal 28A sampai pasal 28J, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia, UU Pers, UU tentang HAM (UU No. 39 Tahun 1999), UU Pemilu, UU Parpol,
UU Otonomi Daerah. Dari sisi politik, rakyat Indonesia telah menikmati kebebasan politik yang
luas. Empat kebebasan dasar, yaitu hak atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, hak atas
kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan berorganisasi, dan hak untuk turut serta dalam
pemerintahan.

• Rakyat Indonesia sudah dapat mengekspresikan perasaan dan pendapatnya tanpa rasa takut
atau was-was seperti pada zaman Orde Baru. Rakyat Indonesia relatif bebas
mengkomunikasikan gagasan dan informasi yang dimilikinya. Rakyat menikmati pula hak
atas kebebasan berkumpul. Pertemuan-pertemuan rakyat, seperti, seminar, rapat-rapat
akbar tidak lagi mengharuskan meminta izin penguasa seperti di masa Orde Baru.
• Rakyat Indonesia telah menikmati juga kebebasan berorganisasi. Rakyat tidak hanya bebas
mendirikan partai-partai politik sebagai wahana untuk memperjuangkan aspirasi
politiknya. Rakyat bebas pula untuk mendirikian organisasi-organisasi kemasyarakatan,
seperti serikat petani, serikat buruh, perkumpulan masyarakat adat, dan lain sebagainya.
Selain itu, tumbuhnya organisasi-organisasi rakyat dari bawah ini akan memperkuat
masyarakat sipil yang diperlukan bagi berlangsungnya sistem politik dan pemerintahan
yang demokratis.

• Kebebasan politik yang dinikmati oleh masyarakat Indonesia ternyata juga tak diimbangi
dengan perlindungan hukum yang semestinya bagi hak-hak sipil, seperti, hak atas
kemerdekaan dan keamanan pribadi, hak atas kebebasan dari penyiksaan, atau hukuman
lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, hak atas pemeriksaan yang
adil dan proses hukum yang semestinya, hak atas perlakuan yang sama di depan hukum.
Dari berbagai daerah, seperti, Poso, Papua, Jakarta, dan tempat-tempat lain di Indonesia,
dilaporkan masih terjadi kekerasan horisontal yang melibatkan unsur-unsur polisi dan
militer.

Implementasinya diharapkan juga keseriusan pemerintah melalui penegakan hukum yang


berlaku, tanpa memandang tingkat sosial, ras, agama dan lainnya. Pelanggaran bisa saja ilakukan
oleh pemerintah ataupun masyarakat, baik kelompok maupun secara perorangan. Perspektif HAM
di tengah masyarakat, masih jauh dari yang diharapkan. Produk hukum dinilai memiliki banyak
celah yang berdampak penegakan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Peningkatan
komitmen pemerintah ndonesia dalam mewujudkan penegakan HAM kedepannya, diharapkan
lebih serius lagi.

2.3. Kasus Penyerangan Terhadap Penyidik KPK Novel Baswedan

KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun. Novel Baswedan adalah seorang
penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Novel menjadi korban serangan orang tak
dikenal yang menyiramkan air keras ke wajahnya sehingga menyebabkan kecacatan permanen
pada mata kirinya. Penyerangan tersebut diduga terkait atas upaya penyelidikan kasus korupsi
yang dilakukan Novel.
Tindakan intimidasi dan ancaman terhadap para penegak hukum, khususnya penyidik
antirasuah di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu dicermati sebagai bentuk serangan
sistematis yang dapat mengganggu proses penegakan hukum. Diketahui, serangan kepada Novel
Baswedan tersebut terjadi di tengah upaya Novel menyelidiki kasus korupsi pengadaan KTP
Elektronik yang melibatkan anggota DPR serta oknum pemerintah, dan telah menjerat Ketua
DPR Setya Novanto. Sebelumnya, Novel juga telah beberapa kali mendapatkan teror disepanjang
kariernya di KPK. Sebelum diserang dengan air keras, Novel mendapat lima kali intimidasi dari
ancaman pembunuhan sampai aksi tabrak lari. Semua teror datang ketika ia tengah menangani
korupsi kakap.

Berikut perjalanan kasus penyiraman air keras terhadap Novel hingga terungkapnya dibacakannya
tuntutan terhadap kedua terdakwa:

11 April 2017: Kasus ini berawal ketika Novel baru pulang dari sholat shubuh sekitar pukul 05.10
WIB. Tiba-tiba ada dua orang mendekat dan menyiramkan air keras ke mukanya. Saat itu dia teriak
hingga memancing perhatian jamaah Masjid Al-Ikhsan tempat Novel sholat.

12 April 2017: Siraman air keras di mata kiri mengharuskan Novel Baswedan diterbangkan ke
Singapura untuk menjalani perawatan. Novel dikabarkan operasi di Singapore General Hospital
dan sempat memberi keterangan soal sosok jenderal yang diduga menjadi pelaku teror.

24 november 2017: Dua sketsa baru wajah pelaku penyerangan ditunjukkan Kapolda Metro jaya
yang saat itu dijabat Inspektur Jenderal Idham Azis. Sketsa diperoleh dari keterangan dua orang
saksi. Pada 22 februari 2018, Novel Baswedan kembali ke Indonesia dari Singapura langsung
menuju KPK

9 Maret 2018: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membentuk tim
penyelidikan kasus penyerangan Novel Baswedan. Anggota tim adalah Ketua Komnas HAM
Ahmad Taufan Damanik, pejabat terkait, dan ahli hukum.

27 Juli 2018: Setelah absen untuk menjalani proses perawatan mata, Novel akhirnya kembali aktif
di KPK. Novel mengatakan akan bekerja sesuai kemampuannya.
21 Desember 2018: Tim Pemantau kasus Novel bentukan Komnas HAM merekomendasikan
pembentukan tim gabungan pencari fakta peristiwa dan pelaku kasus Novel. Presiden diminta
memastikan Kapolri membentuk, mendukung, dan mengawasi pelaksanaan tim gabungan.

11 Januari 2019: Polri akhirnya membentuk tim gabungan pengungkapan kasus Novel Baswedan.
Tim menyertakan unsur polisi, KPK, akademisi, LSM, Komnas JAM, dan mantan pimpinan KPK.
Mantan Kapolri Jenderal Tito Karnavian bertindak sebagai penanggung jawab.

11 April 2019: Tim gabungan belum bisa mengungkap pelaku dan motif penyerangan air keras
pada Novel Bawedan. Wadah Pegawai (WP) KPK meminta Presiden membentuk Tim Gabungan
Pencari Fakta Independen.

26 Desember 2019: Polisi menyatakan berhasil mengamankan pelaku penyerangan Ronny Bugis
dan Rahmat Kadir. Kedua pelaku penyerangan pada Novel adalah anggota polisi aktif. Mereka
pun ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini.

11 Juni 2019: Sidang tuntutan digelar. Jaksa meyakini keduanya bersalah melakukan
penganiayaan berat terhadap Novel Baswedan. Keduanya terbukti melakukan tindak pidana
sebagaimana dakwaan subsider. Ronny dan Rahmat diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 353
ayat 2 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dengan putusan jaksa menjatuhkan pidana penjara
terhadap terdakwa dengan hukuman pidana selama 1 tahun.

Komnas HAM mengungkapkan kasus ini merupakan sejarah hukum yang buruk di
Indonesia dan menuturkan serangan terhadap Novel Baswedan, dilakukan dengan pola kejahatan
terencana dan terstruktur untuk menghalang-halangi upaya pemberantasan korupsi. Penyerangan
terhadap Novel Baswedan terancam dengan aksi persidangan yang sesat, dan aksi tinggal diam
Presiden Jokowi untuk menyelamatkan upaya pemberantasan korupsi. Novel menjelaskan
penganiayaan yang dialaminya tergolong penganiayaan level tinggi. Namun JPU, justru seolah
bertindak layaknya penasihat hukum.

Berdasarkan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan, dapat ditarik beberapa poin
pembahasan penting yang dikaitkan dengan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan. Yaitu:

a) Tindakan Manusia
Kaitan materi dengan kasus adalah bahwa manusia bertindak tidak jauh dengan perilaku
yang melakukan tindakan tidak sesuai dengan citra dirinya sebagai manusia, begitu juga pelaku
dari kasus ini dia mengetahui bahwa hal tersebut tidak pantas untuk dilakukan tetapi si pelaku
menghendaki untuk melakukan percobaan pembunuhan ini. Meski si palaku mengtahui ini adalah
tindaan percobaan pembunuhan dan berhubungan denga hukum tetapi masih saja melakukan
tindakan yang tidak seharusnya manusia melakukan terhadap manusia lainnya.

b) Hati Nurani Sesat

Kaitannya dengan kasus seharusnya manusia tidak membiarkan hati nurani nya sesat. Si
pelaku yaitu Miko mengetahui bahwa perbuatan tersebuta tidak semestinya atau sewajarnya dia
lakukan karena hal tersebut berhubungan dengan dosa. Miko juga dapat mengeroksi bahwa hal
yang dilakukan nya adalah salah apalagi bila hal tersebut miko di suruh oleh pihak KPK sebaiknya
sebelum melakukan hal tersebut dia mengeroksi terlebih dahulu agar tidak terjadinya hati nurani
yang sesat.

c) Hukum

Kaitan dengan kasus bahwa hukum itu untuk semua orang tanpa mengenal siapapun orang
tersebut termaksud petugas kepolisian ataupun pihak dari KPK. Dengan kasus percobaan
pembunuhan ini adda hukum yang mengatur jadi ada pihak kepolisian yang bertaggung jawab atas
kasus ini tetapi jika dari jendral polisi yang melibatkan diri dalam kasus ini maka kasus ini akan
berjalan sangat alam atau akan sulit terpecahkan. Dengan ada hukum maka barang siapa yang
melakukan perbuatan atau tinakan yang tidak semestinya maka akan di hukum dengan semestinya
juga. Hukum yang diberikan kepada si pelaku berdasarkkan dengan perbuatan yang dia lakukan.

d) Politik dan Etika

Kaitan dengan kasus adalah bahwa politik bukan hanya untuk memperoleh apa yang kita
ingikan melainkan untuk kepentingan pribadi juga, dalam kasus Novel Baswedan ini banyak kasus
yang Novel tangani dalam KPK untuk memberantas mereka yang melakukan korupsi. Novel
mengatakan bahwa dia terkena kasus penyiraman air keras ini adalah dalang dari mereka yang
membenci Novel atas apa yag telah Novel kerjakan. Jadi dalam berpolitik manusiia juga
mempunyai etika untuk bertindak sesuai dengan apa yang seharusnya mereka lakukan. Jika
masalah Novel ini berkaitan dengan politik dan dengan apa yang telah Novel kerjakan selama ini
tidak seharusnya pelaku atau dalang dari kasus ini mempunyai dendam terhadap Novel Baswedan
karena apa yang telah Novel kerjakan itu adalah kewajiban sebagai KPK.

Itulah, beberapa poin pembahasan penting mengenai kasus penyerangan terhadap Novel
Baswedan, dan semoga cepat mendapat titik temu, sehingga permasalahan yang menyangkut
Hukum dan HAM ini dapat diselesaikan dengan seadil-adilnya.

2.4. Keterkaitan Hukum dan HAM yang Berlaku di Indonesia

Ham dan Hukum bagaikan mata uang yang memiliki dua sisi yang tidak dapat dipisahkan.
Hukum sebagai batasan batasan dan sebagai pengawal HAM yang dapat merealisikan perwujudan
keadilan dari HAM. Hukum sebagai alat yang mengatur HAM untuk mendapatkan hak yang sama
dan HAM harus dipertahankan. Karena ciri negara kita ialah negara hukum yang menjamin adanya
hukum dengan tujuan untuk melindungi hak asasi warganegaranya.

Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang dimiliki setiap manusia sejak dia lahir. Hak ini harus
dihormati dan tidak dapat diambil darinya. Namun dalam kenyataannya, banyak sekali
pelanggaran terhadap hak ini. Sehingga, untuk melindungi hak asasi ini diperlukan rule of law,
yaitu aturan hukum yang kuat dan dapat melindungi setiap orang secara adil di depan hukum.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 kesetaraan dimata hukum ini dijamin pada pasal 27 ayat 1
yang berbunyi: "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."
Dengan demikian, misalnya, setiap orang apapun agamanya akan mendapat perlindungan yang
sama di depan hukum untuk memeluk agama yang diyakininya dan untuk beribadah sesuai dengan
ajaran agamanya. Kebebasan ini dijamin oleh hukum, dan sesuai dengan prinsip rule of law,
kebebasan ini dijamin secara merata sama di mata hukum, tanpa memandang apa agama yang
dianut.

Hubungan hukum dan ham ini sangat berkaitan karena segala perilaku kehidupan manusia
disuatu negara selalu berdasarkan kepada hukum tersebut. Semua hak itu diatur oleh hukum
dengan pembuktian bahwa hukum mengatur segala hal sebagai contoh pembuktiannya adalah uu
dan instrumen peradilan HAM. Hukum mengatur dari yang terkecil hingga hal terkompleks.
Hukum melindungi ham. Hukum tanpa hak tidak ada gunanya dan Ham tanpa hukum sia-sia.

Prof. Mansyur A. Effendy mengatakan Hukum dan HAM merupakan satu kesatuan yang sulit
dipisahkan, kedua seperti dua sisi dalam satu mata uang. Apabila satu bangunan hukum dibangun
tanpa Hak Asasi Manusia yang merupakan pengawal bagi hukum dalam merealisasikan
perwujudan nilai-nilai keadilan kemanusiaan, maka hukum tersebut menjadi alat bagi penguasa
untuk melanggengkan kekuasaannya (Abuse of power). Sebaliknya apabila HAM dibangun tanpa
didasarkan atas suatu komitmen hukum yang jelas, maka HAM tersebut hanya akan menjadi
bangunan yang rapuh dan mudah untuk disampingi. Artinya hukum harus berfungsi sebagai
instrumentarium yuridis, sarana dan atau tool memperhatikan penghormatan dalam prinsip-prinsip
dalam HAM.
BAB 3. Kesimpulan dan Saran

3.1. Kesimpulan
1. Saat ini, kondisi HAM di Negara Hukum Indonesia masih tumpang tindih dan
belum optimal perannya karena banyaknya peraturan yang tidak diimbangi dengan
penguatan kebijakan perlindungan HAM dan sosial; eksisnya regulasi yang tidak
sesuai dengan prinsip hak asasi manusia; lemahnya kemampuan institusi negara
dalam hal penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM; rendahnya
kepatuhan hukum dan budaya aparat dalam penghormatan dan perlindungan HAM;
serta minimnya pemahaman aparat negara pada pendekatan dan prinsip hak asasi
manusia.

2. Menurut ideologi Pancasila, hak-hak asasi setiap rakyat Indonesia pada dasarnya
diimplementasikan secara bebas, akan tetapi kebebasan tersebut dibatasi dengan
hak asasi orang lain. Sehingga walaupun terdapat kebebasan, namun kebebasan
tersebut harus bertanggung jawab dengan memperhatikan dan tidak mengganggu
hak asasi orang lain. Namun dalam realitasnya hal tersebut belum sepenuhnya dapat
diterapkan oleh rakyat Indonesia.

3. Tindakan intimidasi dan ancaman terhadap para penegak hukum, khususnya


penyidik antirasuah di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu dicermati
sebagai bentuk serangan sistematis yang dapat mengganggu proses penegakan
hukum. Diketahui, serangan kepada Novel Baswedan tersebut terjadi di tengah
upaya Novel menyelidiki kasus korupsi pengadaan KTP Elektronik yang
melibatkan anggota DPR serta oknum pemerintah, dan telah menjerat Ketua
DPR Setya Novanto. Sebelumnya, Novel juga telah beberapa kali mendapatkan
teror disepanjang kariernya di KPK. Sebelum diserang dengan air keras, Novel
mendapat lima kali intimidasi dari ancaman pembunuhan sampai aksi tabrak lari.
Semua teror datang ketika ia tengah menangani korupsi kakap.

4. Hubungan hukum dan ham ini sangat berkaitan karena segala perilaku kehidupan
manusia disuatu negara selalu berdasarkan kepada hukum tersebut. Semua hak itu
diatur oleh hukum dengan pembuktian bahwa hukum mengatur segala hal sebagai
contoh pembuktiannya adalah uu dan instrumen peradilan HAM. Hukum mengatur
dari yang terkecil hingga hal terkompleks. Hukum melindungi ham. Hukum tanpa
hak tidak ada gunanya dan Ham tanpa hukum sia-sia.

3.2. Saran

Negara sebagai pembuat kebijakan dituntut untuk dapat menyelenggarakan HAM secara efektif.
Demikian pula penindakan kasus HAM di Indonesia diharapkan dapat efektif dalam penyelesaian
kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia perlu tegas
dalam melindungi Hak Asasi Manusia.
Daftar Pustaka

Basuki, U. (2012). Perlindungan HAM dalam Negara Hukum Indonesia: Studi Ratifikasi
Konvensi Hak-hak Disabilitas (Convention on The Rights of Persons with Disabilities). Vol. 10,
No. 1.

Buana, D. (2017). Hubungan Antara Hukum dan Ham. diakses pada tanggal 05 Oktober
2020: https://artikelddk.com/hubungan-antara-hukum-dan-ham/detiknews. (2020).

Endri. (2004). Implementasi Pengaturan Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia.


vol. 2, no. 1.

Jawapos.com. (2020). Ini Kesimpulan Tim Pemantau Komnas HAM Soal Kasus Novel
Baswedan. diakses pada tanggal 07 Oktober 2020: https://www.jawapos.com/nasional/hukum-
kriminal/21/12/2018/ini-kesimpulan-tim-pemantau-komnas-ham-soal-kasus-novel-baswedan/

Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan Hingga Tuntutan Dinilai Janggal.diakses
pada tanggal 05 Oktober 2020: https://news.detik.com/berita/d-5051937/awal-kasus-penyiraman-
air-keras-novel-baswedan-hingga-tuntutan-dinilai-janggal/3

Nina. (2018). Kasus Penyiraman Air Keras Penyidik KPK. Madiun.

Anda mungkin juga menyukai