Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat


yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah
Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira
besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Teknik industri”. Dalam
penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap
keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu
besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi
dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat lebih
baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

\
GARUT, Februari 2014
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

BAB I

Pendahuluan

Latar belakang

Arah perkembangan

Peran profesi teknik industry di masa depan

BAB II

Pokok Permasalahan

Permasalahan dalam industry manufaktur

BAB III

Pembahasan

Sejarah teknik industri

Sejarah di Indonesia

Tujuan teknik industry

BAB IV

Penutup

Kesimpulan dan saran


BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Teknik Industri, istilah ini diterjemahkan dari kata ” indusrial engineering ” , sebagai suatu
disiplin ilmu keteknikan teknologi yang tergolong baru dibandingkan dengan disiplin ilmu
keteknikan yang lain (teknik sipil, teknik mesin, teknik elektro, dan sebagainya ); lahir dan
memiliki akar yang kuat dari proses Revolusi Industri yang berlangsung hampir dua abad yang
lalu. Disiplin ini pada awalnya dikembangkan oleh beberapa individu (Tylor, Gilbreth, dll) yang
berusaha untuk mencari metoda-metoda untuk meningkatka produktivitas kerja melalui stusi
kerja yang lebih efektif-efisien dengan mengkaji interaksi kerja mannusia-mesin sebagai suatu
sistem yang integral.

Sekitar satu abad yang lalu, Frederick Winslow Taylor (1856-1915) seorang insunyur mesin
yang masih muda waktu itu mengembangkan teori ” scientific management “-nya yang
menghasilkan pradigma baru yang beranjak dari ekonomi agraris bergerak menuju ekonomi
produksi (industri). Apa yang dikembangkan oleh Taylor dengan prinsip-prinsip “scientific
management” yang diterapkan melalui studi-studi perancangan kerja (work study/design)
tidaklah jauh berbeda dengan apa-apa yang dikerjakan oleh para sarjana teknik industri sekarang
ini. Kalau bisa disimpulkan , fokus dari fungsi dan peran disiplin teknik industri akan berkisar
pada 2 ( dua ) tema pokok yaitu “interfaces” dari manusia dan mesin dalam sebuah sistem kerja
dan analisa sistem produksi (industri) untuk memperbaiki serta meningkatkan performans kerja
yang ada. Kedua tema studi ini yang memberikan motifasi utama bagi Taylor untuk melakukan
riset-riset di industri (Midvale & Bethlehem Steel Company) saat itu.

Apa yang dilakukan oleh Taylor dengan studi kerja-nya telah membuka lapangan baru dalam
disiplin ilmu keteknikan (engineering) yang ternyata tidak harus selalu terlibat dalam masalah-
masalah pengembangan teknologi produksi perangkat keras (perancangan produk, rancangan
mesin /peralatan kerja, dsb); akan tetapi juga ikut bertanggung-jawab dalam masalah-masalah
pengembangan teknologi produksi perangkat lunaknya (metode kerja/produksi, organisasi dan
manajemen produksi,dsb) Penelitian kerja yang telah dilaksanakan oleh Taylor di pebrik baja
Midvale Bethlehem telah menghasilkan banyak kemaslahatan dan membawa perubahan-
perubahan dalam upaya meningkatkan produktivits melalui “sumber daya pasif”, maka Taylor
telah mengawali eksperimen-eksperimen untuk meningkatkan produktivitas melalui “sumber
daya aktif” (manusia pekerja).

Tiga puluh tahun kemudian terjadi suatu “penyempurnaan” terhadap konsep manajemen ilmiah
yang telah dikembangkan oleh Taylor. Dalam hal ini kita jumpai apa-apa yang telah dilakukan
oleh pasangan suami-istri Frank & Lilian Gilberth, seorang yang berlantar belakang teknik sipil
dan psikolog yang mencoba lebih “memanusiawikan” prinsip-prinsip manajemen ilmiah-nya
Taylor yang pendekatannya cenderung masih serba mekanistik (memperlakukan manusia seperti
halnya manusia yang bisa di program secara linierdeterministik). Seperti halnya dengan Taylor,
setudi yang dilakukan oleh Gilbreths tetap terfokus pada komponen manusia dalam siste kerja
(sistem manusia mesin). Sinergi yang terjadi antara pasangan suami yang insinyur dan istri yang
ahli prilaku manusia (psikolog) ini teraasa memberikan agin segar dan wawasan baru terhadap
konsep/prinsip manajemen ilmiah yang telah dikembangkan oleh Taylor. Disini prilaku
(behavior), maupun pada saat berinteraksi dengan lingkungan kerja fisik (kondisi ergonomis),
maupun pada saat berinteraksi dengan sesama manusia yang lain (human relation) akan memberi
pengaruh yang singnifikasi didalam segala upaya meningkatkan produktifitas kerja.
ARAH PERKEMBANGAN

Dalam sejarah disiplin teknik industri, setudi telaah kerja yang dilakuakn oleh Taylor dan
Gilbreths sebaik titik awal muncul, tumbuh dan berkembangnya disiplin tersebut yang kemudian
mampu memperkaya kazanah ilmu keteknikan yang ada. Disamping kedua tokoh ini, arah dan
pertumbuhan disiplin teknik industri yang diwarnai oleh hasil kerja pionir-pionir lainnya seperti
Henry Gantt (Bar/Gantt Charts), Harington Hemorson

Meskipun historis perkembangan disiplin teknik industri berangkat dari disiplin teknik mesin
(mechanical engineering dan terutama sekali sangat berhubungan erat dengan sistem manufaktur
yang proses transformasi-produksinya terjadi secara fisik; disiplin teknik industri telah
berkembang luas dalam dua dekade terahir ini. Sesuai dengan “nature” industri yang
pendefinisiannya sangat luas; yaitu mulai dari industri yang menghasilkan produk-barang fisik
(manufaktur) atau jasa (service), sampai ke industri hulu/dasar yang banyak berhadapan dengan
persoalan-persoalan teknis atau industri hilir yang lebih menonjolkan aspek-aspek ekonomis
pemasarannya.Demikian juga problem yang harus dikaji oleh disiplin teknik industri yang awal
mulanya lebih terkonsentrasi ke lantai produksi (mikro) terus melebar luas mengarah ke problem
manajemen industri (perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengndalian sistem
produksi ) yang harus pula mempertimbangkan faktor sistem lingkungan dalam proses
pengambilan keputusan. Dalam hal ini disiplin teknik industri mengkedepankan konsep sistem,
analisis sistem dan pendekatan sistem dalam setiap proses pangambilan keputusan. Disiplin
teknik industri melihat segala permasalahan industri dengan tinjauan dari aspek-aspek teknis
(engineering) maupun non teknis ( sosial-ekonomis). Wawasan “tekno-sosio-ekonomis” akan
mewarnai penyusunan kurikulum pendidikan teknik industri dan merupakan karakteristik yang
khas dan membedakan disiplin ini dibandingkan dengan disiplin-disiplin lainnya.

Sebegitu luasnya ruang lingkup yang bisa dimasuki untuk mengaplikasikan keilmuan teknik
industri, bagaimanapun juga hal ini dapat dikelompokkan kedalam 3 ( tiga) topik pokok yang
menjadi landasan utama pengembangan disiplin teknik industri. Pertama adalah berkaitan erat
dengan permasalahan-permasalahan yang menyangkut dinamika aliran material yang terjadi di
lantai produksi. Studi disini akan menekankan pada prinsip-prinsip yang terjadi pada saat proses
transformasi / nilai tambah dan aliran material yang terjadi pada sistem produksi yang terus
berkelanjutan sampai meningkat ke persoalan aliran distribusi dari produk akhir ( finished goods
output ) yang keluar dari pabrik menuju konsumen. Topik kedua adalah berkaitan dengan
dinamika aliran informasi. Persoalan pokok yang dipelajari dalam hal ini akan berkaitan dengan
aliran informasi yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut
persoalan-persoalan manajemen industri. Pendekatan kedua ini dalam disiplin teknik industri
akan memerlukan landasan yang kuat melalui penguasaan matematika, fisik dan engineering
sciences. Selanjutnya topik ketiga cenderung untuk bergerak ke arah persoalan-persoalan yang
bersifat makro dan strategis. Persoalan yang dihadapi seringkali sudah tidak ada lagi bersangkut-
paut dengan problem yang timbul di lini produksi (sistem produksi) ataupun manajemen
produksi / industri; melainkan sudah beranjak ke persoalan diluar dinding-dinding pabrik. Hal
yang terahir inilah yang cenderung membawa disiplin teknik industri untuk terus menjauhi
persoalan-persoalan teknis (eksak, fisik-kuantitatif) yang umum dijumpai di lini sistem produksi
dan bergelut dalam persoalan non-teknis yang serba abstraktif-kualitatif.
PERAN PROFESI TEKNIK INDUSTRI DI MASA DEPAN

Begitu Luasnya ruang lingkup yang bisa dirambah untuk mengaplikasikan keilmuan teknik
industri walaupun begitu yang masih patut diingat kesemuanya harus tetap berlandaskan ilmu-
ilmu fisika, matematika dan sosial-ekonomis , membawa persoalan sendiri bagi profesiona
teknik industri (industrial engineer ) pada saat mereka harus menjelaskan secara tepat ” what
should we do and where should we work?”. Pertanyaan ini sebetulnya tidak mudah di jawab
secara singkat, jelas dan memuaskan mereka yang masih awam dengan keilmuan teknik industri.
Kenyataan yang sering dihadapi adalah bahwa seorang yang berlatar-belakang keilmuan teknik
industri sering berada dan bekerja dimana-mana mulai dari lini operasional sampai ke lini
manajerial. Seorang profesional teknik industri seringkali membanggakan kemampuan dirinya
dalam hal merancang dan mengembangkan konsep-konsep yang berwawasan sistem dengan
pendekatan yang bersifat komperhensif-integral. Pola pikir dan pola tindak yang berwawasan
sistem inilah yang mungkin menjadi “strong basic” dari seorang profesional teknik industri
dimasapun dia berada atau bekerja.

Beberapa indifidu yang sukses didalam meningkatkan kinerja perusahaan merasakan betul
bagaimana disiplin teknik industri telah mampu menjawab persoalan-persoalan yang
dihadapinya. Herm Reininga adalah President dari Collins Avionices and Comunications
Division (CACD), USA adalah salah satu contoh manager yang sukses membawa seluruh
aktifitas manufactuing CACD selama lebih dari satu dekade, karena latar belakang profesi teknik
industri yang dimilikinya. Pada saat ditanyakan kiat kunci sukses yang diraihnya, Reininga
menyatakan “…. The industrial engineering dagree gave me a system that the other didn’t have.
It gave me the ability to statistically analzed products and processes” (Boggs,1997). Hal yang
senada dengan Reininga juga dinyatakan oleh susan Story Vice President dari Albama Power
Co. seorang yang berlatar belakang pendidikan formalnya sebagai nuclear engineer, tetapi
merasakan bahwa sukses karier yang dicapainya lebih banyak ditunjang oleh keikutsertaanya
didalam mengikuti “IE training ” pada berbagai kesempatan yang dimilikinya. Pada saat
menceritakan kiat-kiat suksesnya , Story menyatakan antara lain ” … a background in industrial
engieenering gives you a creadibility you can’t get otherwise. Industrial engineering combines
the technical skill with the people skill and some business-type skills that proven to be important
in project management and people management ….”(Boggs, 1996)

Kiat-kiat meriah sukses didalam merintis karier seseorang karena ilmu-ilmu TI yang dikuasai,
tentunya masih banyak lagi yang bisa diperoleh dari berbagai kisah meraih sukses seseorang. Hal
tersebut tidak hanya dijumpai di LN, melainkan bisa juga bisa dipetik dari apa yang pernah
dinyatakan oleh seorang Cacuk Sudariyanto yang berlatar belakang pendidikan formalnya
sebagai insinyur pertambangan ITB, pada saat mendongkrak kinerja PT. Telekomunikasi
Indonesia bergerak ke arah bisnis global. Dalam pernyataanya didepan peserta kongres dan
seminar ITSMI sekitara awal tahun 1990-an dan berbagai kesempatan lainnya, Cacuk
menyatakan “kekagumannya” dengan ilmu-ilmu TI yang ternyata cukup efektif dalam
memecahkan permasalahan manajemen industri. Begitu pula bagaimana seorang Kuntoro
Mangkusubroto dengan latar belakang permasalahan yang kuat bidang operation research dan
manajemen industri lainnya mampu melepaskan PT. Timah yang nyaris ambruk sampai menjadi
sebuah perusahaan yang sehat. Meskipun pada saat itu orang belum mengenal konsep mengenai
“reegineering” , akan tetapi apa yang telah dilakukan oleh kedua sarjana teknik tersebut betul-
betul memberikan konstribusi nyata akan peranan disiplin dan profesi teknik indusri didalam
“revitalisasi” kinerka perusahaan.
Tantangan global yang membawa dampak kearah suasana persaingan yang lebih keras, tentu saja
akan memberikan nuansa perubahan san pradigma baru yang harus mampu diantisipasi oleh
seorang manajer perusahaan mulai dari lini produksi/operasional sampai ke lini penentu
kebijaksanaan dan pengambil keputusan strategis. Menghadapi situasi semacam ini tentu saja
diperlukan seorang majer industri yang memiliki bekal kuat yang tidak saja menguasai
kemampuan-kemampuan teknis operasional (enginereering design/processes) ; tetapi juga harus
menguasai dengan baik kemampuan mengenai persoalan manusia (human skill), selain juga
kemampuan didalam memformulasikan da melahirkan konsep-konsep baru yang secara efektif-
efisien bisa memberikan terobosan dalam memecahkan permasalahan industri yang semakin
kompleks dan penuh dengan ketidakpastian.
BAB II
POKOK PERMASALAHAN

PERMASALAHAN DALAM INDUSTRI MANUFAKTUR

Dalam lima tahun terakhir, laju pertumbuhan industri cenderung melambat, bahkan di bawah
pertumbuhan ekonomi. Padahal, pada periode sebelumnya, pertumbuhan industri selalu di atas
pertumbuhan ekonomi, serta krisis keuangan global makin memperparah keadaan yang kurang
menguntungkan ini. Tetapi momentum krisis keuangan global bisa dimanfaatkan untuk
memperkuat dan menyehatkan industri manufaktur nasional. Salah satunya melalui pemanfaatan
seluas-luasnya potensi pasar domestik, peningkatan produktivitas, dan pendalaman struktur
industri.

Penurunan kapasitas produksi industri manufaktur terjadi seiring pelemahan kinerja ekspor pada
tahun depan. Sebab, selama ini pemasaran produk-produk industri manufaktur masih bertumpu
pada pasar-pasar ekspor tradisional seperti AS dan Eropa yang menurunkan permintaan terhadap
komoditas ekspor nasional

Penurunan pertumbuhan bukan karena semata-mata fluktuasi nilai tukar rupiah yang tidak
menentu terhadap kurs mata uang dolar AS. Beberapa faktor lain yang turut menyebabkan
penurunan kinerja industri manufaktur adalah penciutan market produksi, kompetisi yang
semakin ketat menyusul over produksi serupa dari berbagai negara, biaya bunga kredit, dan
kenaikan upah buruh.
Permasalahan pokok yang dihadapi oleh industri manufaktur terdapat 2 macam, yakni secara
structural dan secara organisasi.

A. Permasalahan dalam structural sebagai berikut:


1. Basis Ekspor dan Pasarnya yang sempit.
Hal ini menyangkut pada produk pruduk yang di hasilkan industri ini memiliki kualitas yang
menurun sehingga standar ekspor yang ada tidak terpenuhi. Terlebih lagi pasaran yang mulai
berkurang yang menyebabkan barang produksi menumpuk tak terdistribusi.
2. Ketergantungan Pada Impor yang sangat tinggi
Indonesia sangat kurang dalam segi SDMnya, sehingga banyak meg-impor tenaga kerja asing
beserta mesin mesin produksi. Dalam hal ini, membuat tenaga kerja Indonesia bukan bertambah
maju, akan tetapi semakin anjlok nilainya
4. Konsentrasi Regional
Pada permasalahan ini, industri tidak sepenuhnya berkaembang secara merata. Artinya di
Indonesia hanya terpusat akan satu daerah saja yang dikembangkan dalam sector industri
manufaktur ini.
3. Tidak adanya Industri yang Berteknologi menengah
Seperti disebutkan sebelumnya, ketergantungan terhadap teknologi juga amat sangat
mempengaruhi lajunya pertumbuhan industri ini, maka dari itu dibutuhkannya alat-alat yang
berteknologi menengah keatas agar bisa menciptakan hasil produk yang bermutu tinggi serta
mempunyai kualitas ekspor yang baik pula.
B. Permasalahan dalam segi organisasi. Merupakan hal yang harus diperhatikan :
1. Masalah Organisasi, Hukum, dan Good Corporate Governance
Dilihat dari aspek struktur organisasi perusahaan, kegiatan
berproduksi pada sebagian besar industri manufaktur di Indonesia masih dikelompokkan
dibawah "kotak" yang dinamakan Direktur Produksi. Sedangkan dengan berkembangnya
informasi dan komunikasi serta dampak dari globalisasi, industri manufaktur
di negara-negara maju telah menggunakan penamaan Direktur Operasi yang fungsinya adalah
mengelola aspek desain, kualitas, sumber daya manusia, strategi proses, strategi lokasi, strategi
lay-out, supply chain management (SCM), inventory management, scheduling, dan maitenance
sebagai kesatuan yang terpadu.
2. Masalah Biaya dan Pendanaan
Industri manufactur pada umumnya adalah industri padat modal dan Mempunyai operating
leverage (rasio antara biaya tetap dan biaya variabel total) yang tinggi. Sebagai industri padat
modal (pada umumnya), sebuah industri Manufaktur harus menekan biaya variabel serendah-
rendahnya. Oleh karena itu (mengingat biaya variabel yang antara lain mencakup biaya buruh
langsung), adalah sangat naif pendapat yang mengatakan bahwa suatu industri padat modal
sekaligus dapat menjadi industri padat karya.
3. Masalah Kemampuan Penguasaan Cross-Functional Area
Total Quality Management, misalnya, masih belum menjadi agenda penting dalam pertemuan
RUPS pada beberapa BUMN walaupun topik ini sangat penting bagi industri manufaktur; rapat
lebih banyak memfokuskan diri pada aspek keuangan saja, yaitu laba atau rugi. Demikian pula,
kita tahu bahwa hidup matinya sebuah perusahaan Tergantung pada empat perspektif utama,
yaitu: prespektif pemasaran, operasi/produksi, keuangan, dan learning organization &
pertumbuhan.
4. Masalah Suku Cadang dan Entrepreneurship
Salah satu penyebab dari kemahnya daya saing industri manufaktur di Indonesia adalah tidak
siapnya pemasok suku cadang untuk produk industri manufaktur. Oleh sebab itu
entrepreneurship berbasis teknologi (technopreneurship) sudah mutlak dikembangkan di
Indonesia. Salah satu cara meningkatkan kemampuan intrepreneurship di Indonesia adalah
dengan menciptakan inkubator bisnis di industri, tentunya dengan bekerjasama dengan penyedia
dana bagi pebisnis pemula (venture capital) seperti PT PNM(Persero), Venture Capital yang
berada di berbagai propinsi, dan lain-lain.
5. Masalah kepemimpinan
Dari semua industri penghasil produk dan jasa, learning process paling banyak terjadi di sektor
industri manufaktur; oleh sebab itu dari pemimpin perusahaan sektor industri ini sangat
dibutuhkan:
- Pemimpin yang mampu mengatasi konflik antar fungsi-fungsi manajemen
- Pemimpin yang visonary,
6. Masalah Change Management
Untuk menyehatkan BUMN, sudah banyak konsultan kelas dunia yang diminta bantuannya;
sebut saja AT Kearney, Booz Allen Hamilton, Japan Indonesian Forum, dan masih banyak lagi.
Semuanya berbicara mengenai jargon-jargon management yang mutahir, seperti restrukturisasi,
revitalisasi, reengineering, reborn, reviving dan seterusnya, semuanya bertujuan untuk
menyehatkan perusahaan
7. Lemahnya sumber daya manusia (SDM)
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih berpendidikan rendah. Insinyur-insinyur hasil
lulusan dalam negri juga masih kurang baik dari segi kualitasnya, masih kurang dalam problem-
solving serta kurang kreatif dan kurang mampu dalam melakukan riset serta pengembangannya.
Maka dari itu, peran pemerintah sangat diperlukan dalam bidang pendidikan agar kualitas
pendidikan di Indonesia ditingkatkan.
BAB III
PEMBAHASAN

SEJARAH TEKNIK INDUSTRI

Awal mula Teknik Industri dapat ditelusuri dari beberapa sumber berbeda. Frederick Winslow
Taylor sering ditetapkan sebagai Bapak Teknik Industri meskipun seluruh gagasannya tidak asli.
Beberapa risalah terdahulu mungkin telah memengaruhi perkembangan Teknik Industri seperti
risalah The Wealth of Nations karya Adam Smith, dipublikasikan tahun 1776; Essay on
Population karya Thomas Malthus dipublikasikan tahun 1798; Principles of Political Economy
and Taxation karya David Ricardo, dipublikasikan tahun 1817; dan Principles of Political
Economy karya John Stuart Mill, dipublikasikan tahun 1848. Seluruh hasil karya ini mengilhami
penjelasan paham Liberal Klasik mengenai kesuksesan dan keterbatas dari Revolusi Industri.
Adam Smith adalah ekonom yang terkenal pada zamannya. "Economic Science" adalah frasa
untuk menggambarkan bidang ini di Inggris sebelum industrialisasi America muncul .
Kontribusi penting lainnya dan mengilhami Taylor adalah Charles W. Babbage. Babbage adalah
profesor ahli matematika di Cambridge University. Salah satu kontribusi pentingnya adalah buku
yang berjudul On the Economy of Machinery and Manufacturers tahun 1832 yang
mendiskusikan banyak topik menyangkut manufaktur. Babbage mendiskusikan gagasan tentang
Kurva Belajar (Learning Curve), pembagian tugas dan bagaimana proses pembelajaran
dipengaruhi, dan efek belajar terhadap peningkatan pemborosan. Dia juga sangat tertarik pada
metode pengaturan pemborosan. Charles Babbage adalah orang pertama yang menganjurkan
membangun komputer mekanis. Dia menyebutnya "analytical calculating machine" , untuk
tujuan memecahkan masalah matematika yang kompleks.
Di Amerika Serikat selama akhir abad 19 telah terjadi perkembangan yang memengaruhi
pembentukan Teknik Industri. Henry R. Towne menekankan aspek ekonomi terhadap pekerjaan
insinyur yakni bagaimana seorang insinyur akan meningkatkan laba perusahaan? Towne
kemudian menjadi anggota American Society of Mechanical Engineers (ASME) sebagaimana
yang dilakukan beberapa pendahulunya di bidang Teknik Industri. Towne menekankan perlunya
mengembangkan suatu bidang yang terfokus pada sistem manufactur. Dalam Industrial
Engineering Handbook dikatakan bahwa "ASME adalah tempat berkembang biaknya Teknik
Industri". Towne bersama Fredrick A. Halsey bekerja mengembangkan dan memaparkan suatu
Rencana Kerja untuk mengurangi pemborosan kepada ASME. Tujuan Recana ini adalah
meningkatkan produktivitas pekerja tanpa berpengaruh negatif terhadap ongkos produksi.
Rencana ini juga menganjurkan bahwa sebagian keuntungan dapat dibagikan kepada pekerja
dalam bentuk insentif.
Henry L. Gantt (juga anggota ASME) menekankan pentingnya seleksi karyawan dan
pelatihannya. Dia, seperti juga Towne dan Halsey, memaparkan paper dengan topik-topik seperti
biaya, seleksi karyawan, pelatihan, skema insentif, dan penjadwalan kerja. Dia adalah pencipta
Diagram Gantt (Gantt chart), yang saat ini merupakan diagram yang sangat populer digunakan
dalam penjadwalan kerja. Sampai sekarang Gantt chart digunakan dalam bidang statistik untuk
membuat prediksi yang akurat. Jenis diagram lainnya telah dikembangkan untuk tujuan
penjadwalan seperti Program Evaluation and Review Technique (PERT) dan Critical Path
Mapping (CPM).
Sejarah Teknik Industri tidak lengkap tanpa menyebut Frederick Winslow Taylor. Taylor
mungkin adalah pelopor Teknik Industri yang paling terkenal. Dia mempresentasikan gagasan
mengenai pengorganisasian pekerjaan dengan menggunakan manajemen kepada seluruh anggota
ASME. Dia menciptakan istilah "Scientific Management" untuk menggambarkan metode yang
dia bangun melalui studi empiris. Kegiatannya, seperti yang lainnya, meliputi topik-topik seperti
pengorganisasian pekerjaan dengan manajemen, seleksi pekerja, pelatihan, dan kompensasi
tambahan bagi seluruh individu yang memenuhi standar yang dibuat perusahaan. Scientific
Management memiliki efek yang besar terhadap Revolusi Industri, baik di Amerika maupun di
luar negara Amerika.
Keluarga Gilbreth diakui akan pengembangan terhadap Studi Waktu dan Gerak (Time and
Motion Studies). Frank Bunker Gilbreth dan istrinya Dr. Lillian M. Gilbreth melakukan
penelitian mengenai Pemahaman Kelelahan (Fatigue), Skill Development, Studi Gerak (Motion
Studies), dan Studi Waktu (Time Studies). Lillian Gilbreth memeliki gelasr Ph.D. dalam bidang
Psikologi yang membantunya dalam memahami masalah-masalah manusia. Keluarga Gilbreth
meyakini bahwa terdapat satu cara terbaik ("one best way") untuk melakukan pekerjaan. Salah
satu pemikiran mereka yang siginifikan adalah pengklasifikasian gerakan dasar manusia ke
dalam 17 macam, dimana ada gerakan yang efektif dan ada yang tidak efektif. Mereka
menamakannya Tabel Klasifikasi Therbligs (ejaan terbalik dari kata Gilbreth). Gilbreth
menyimpulkan bahwa waktu untuk menyelesaikan gerakan yang efektif (effective therblig) lebih
singkat tetapi sulit untuk dikurangi, demikian sebaliknya dengan non-effective therbligs. Gilbreth
mengklaim bahwa setiap bentuk pekerjaan dapat dipisah-pisah ke dalam bentuk pekerjaan yang
lebih sederhana.
Saat Amerika Serikat menghadapi Perang Dunia II, secara diam-diam pemerintah mendaftarkan
para ilmuwan untuk meneliti perencanaan, metode produksi, dan logistik dalam perang. Para
ilmuwan ini mengembangkan sejumlah teknik untuk pemodelan dan memprediksi solusi optimal.
Lebih lanjut saat informasi ini terbongkar. lahirlah Operation Research. Banyak hasil penelitian
yang masih sangat teoritis dan pemahaman bagaimana menggunakannya dalam dunia nyata tidak
ada. Hal inilah yang menyebabkan jurang antara kelompok Operation Research (OR) dan profesi
insinyur terlalu lebar. hanya sedikit perusahaan yang dengan sigap membentuk departemen
Operation Research dan mengkapitalisasikannya.
Pada 1948 sebuah komunitas baru, American Institute for Industrial Engineers (AIIE), dibuka
untuk pertama kalinya. Pada masa ini Teknik Industri benar-benar tidak mendapat tempat yang
khusus dalam struktur perusahaan. Selama tahun 1960 dan sesudahnya, beberapa perguruan
tinggi mulai mengadopsi teknik-teknik operation research dan menambahkannya pada kurikulum
Teknik Industri. Sekarang untuk pertama kalinya metode-metode Teknik Industri disandarkan
pada fondasi analisis, termasuk metode empiris terdahulu lainnya. Pengembangan baru terhadap
optimisasi dalam matematika sebagaimana metode baru dalam analisis statistik membantu dalam
mengisi lubang kosong bidang Teknik Industri dengan pendekatan teoritis.
Kemudian, permasalahan Teknik Industri menjadi begitu besar dan kompleks pada dan saat
komputer digital berkembang. Dengan komputer digital dan kemampuannya menyimpan data
dalam jumlah besar, insinyur Teknik Industri memiliki alat baru untuk mengkalkulasi
permasalahan besar secara cepat. Sebelumnya komputasi pada suatu sistem memakan mingguan
bahkan bulanan, tetapi dengan komputer dan perkembangan sub-program "sub-routines",
perhitungan dapat dilakukan dalam hitungan menit dan dengan mudah dapat diulangi terhadap
kriteria problem yang baru. Dengan kemampuannya menyimpan data, hasil perhitungan pada
sistem sebelumnya dapat disimpan dan dibandingkan dengan informasi baru. Data-data ini
membuat Teknik Industri menjadi cara yang kuat dalam mempelajari sistem produksi dan
reaskinya bila terjadi perubahan.
SEJARAH DI INDONESIA

Sejarah Teknik Industri di Indonesia di awali dari kampus ITB Institut Teknologi Bandung pada
tanggal 1 Januari 1971. Sejarah pendirian pendidikan Teknik Industri di ITB tidak terlepas dari
kondisi praktik sarjana mesin pada tahun lima-puluhan. Pada waktu itu, profesi sarjana Teknik
mesin merupakan kelanjutan dari profesi pada zaman Belanda, yaitu terbatas pada pekerjaan
pengoperasian dan perawatan mesin atau fasilitas produksi. Barang-barang modal itu sepenuhnya
diimpor, karena di Indonesia belum terdapat pabrik mesin.
Di Universitas Indonesia, keilmuan Teknik Industri telah dikenalkan pada awal tahun tujuh
puluhan, dan merupakan sub bagian dari keilmuan Teknik Mesin. Sejak 30 Juni 1998,
diresmikanlah Jurusan Teknik Industri (sekarang Departemen Teknik Industri) Fakultas Teknik
Universitas Indonesia.
Kalau pada masa itu, dijumpai bengkel-bengkel tergolong besar yang mengerjakan pekerjaan
perancangan konstruksi baja seperti yang antara lain terdapat di kota Pasuruan dan Klaten,
pekerjaan itu pun masih merupakan bagian dari kegiatan perawatan untuk mesin-mesin pabrik
gula dan pabrik pengolahan hasil perkebunan yang terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Dengan demikian kegiatan perancangan yang dilakukan oleh para sarjana Teknik Mesin pada
waktu itu masih sangat terbatas pada perancangan dan pembuatan suku-suku cadang yang
sederhana berdasarkan contoh-contoh barang yang ada. Peran yang serupa bagi sarjana Teknik
Mesin juga terjadi di pabrik semen dan di bengkel-bengkel perkereta-apian.
Pada saat itu, dalam menjalankan profesi sebagai sarjana Teknik Mesin dengan tugas
pengoperasian mesin dan fasilitas produksi, tantangan utama yang mereka hadapi ialah
bagaimana agar pengoperasian itu dapat diselenggarakan dengan lancar dan ekonomis. Jadi
fokus pekerjaan sarjana Teknik Mesin pada saat itu ialah pengaturan pembebanan pada mesin-
mesin agar kegiatan produksi menjadi ekonomis, dan perawatan (maintenance) untuk menjaga
kondisi mesin supaya senantiasa siap pakai.
Pada masa itu, seorang kepala pabrik yang umumnya berlatar-belakang pendidikan mesin, sangat
ketat dan disiplin dalam pengawasan terhadap kondisi mesin. Di pagi hari sebelum pabrik mulai
beroperasi, ia keliling pabrik memeriksa mesin-mesin untuk menyakini apakah alat-alat produksi
dalam keadaan siap pakai untuk dibebani suatu pekerjaan.
Pengalaman ini menunjukan bahwa pengetahuan dan kemampuan perancangan yang dipunyai
oleh seorang sarjana Teknik Mesin tidak banyak termanfaatkan, tetapi mereka justru
memerlukan bekal pengetahuan manajemen untuk lebih mampu dan lebih siap dalam
pengelolaan suatu pabrik dan bengkel-bengkel besar.
Sekitar tahun 1955, pengalaman semacam itu disadari benar keperluannya, sehingga sampai pada
gagasan perlunya perkuliahan tambahan bagi para mahasiswa Teknik Mesin dalam bidang
pengelolaan pabrik.
Pada tahun yang sama, orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia karena terjadi krisis
hubungan antara Indonesia-Belanda, sebagai akibatnya, banyak pabrik yang semula dikelola oleh
para administratur Belanda, mendadak menjadi vakum dari keadministrasian yang baik.
Pengalaman ini menjadi dorongan yang semakin kuat untuk terus memikirkan gagasan
pendidikan alternatif bidang keahlian di dalam pendidikan Teknik Mesin.
Pada awal tahun 1958, mulai diperkenalkan beberapa mata kuliah baru di Departemen Teknik
Mesin, diantaranya : Ilmu Perusahaan, Statistik, Teknik Produksi, Tata Hitung Ongkos dan
Ekonomi Teknik. Sejak itu dimulailah babak baru dalam pendidikan Teknik Mesin di ITB, mata
kuliah yang bersifat pilihan itu mulai digemari oleh mahasiswa Teknik Mesin dan juga Teknik
Kimia dan Tambang.
Sementara itu pada sekitar tahun 1963-1964 Bagian Teknik Mesin telah mulai menghasilkan
sebagian sarjananya yang berkualifikasi pengetahuan manajemen produksi/teknik produksi.
Bidang Teknik Produksi semakin berkembang dengan bertambahnya jenis mata kuliah. Mata
kuliah seperti : Teknik Tata Cara, Pengukuran Dimensional, Mesin Perkakas, Pengujian Tak
Merusak, Perkakas Pembantu dan Keselamatan Kerja cukup memperkaya pengetahuan
mahasiswa Teknik Produksi.
Pada tahun 1966 - 1967, perkuliahan di Teknik Produksi semakin berkembang. Mata kuliah yang
berbasis teknik industri mulai banyak diperkenalkan. Sistem man-machine-material tidak lagi
hanya didasarkan pada lingkup wawasan manufaktur saja, tetapi pada lingkup yang lebih luas
yaitu perusahaan dan lingkungan. Dalam pada itu, di Departemen ini mulai diajarkan mata kuliah
: Manajemen Personalia, Administrasi Perusahaan, Statistik Industri, Perancangan Tata Letak
Pabrik, Studi Kelayakan, Penyelidikan Operasional, Pengendalian Persediaan Kualitas Statistik
dan Programa Linier. Sehingga pada tahun 1967, nama Teknik Produksi secara resmi berubah
menjadi Teknik Industri dan masih tetap bernaung di bawah Bagian Teknik Mesin ITB.
Pada tahun 1968 - 1971, dimulailah upanya untuk membangun Departemen Teknik Industri yang
mandiri. Upaya itu terwujud pada tanggal 1 Januari 1971.

Tujuan Teknik Industri


1. Menyelenggarakan tridharma untuk menghasilkan tenaga professional dalam bidang
psikologi.
2. Menumbuhkan jiwa wirausaha dan sikap mental serta perilaku beretika bagi peserta didik
dalam bidang psikologi.
3. Menyelenggarakan lembaga bantuan psikologi bagi perkembangan dan pertumbuhan
industri, organisasi dan masyarakat pada umumnya.
4. Kompetensi Utama adalah:
5. Mendidik mahasiswa menjadi sarjana yang terampil dalam menggunakan pemikiran
ilmiah, mengumpulkan dan mensitesakan informasi menggunakan metode penelitian
kuantitatif dan kualitatif serta mengkomunikasikan secara lisan maupun tertulis sesuai
dengan kaidah Psikologi.
6. Mendidik mahasiswa menjadi sarjana yang memiliki kemampuan menganalisis dan
merancang suatu kajian Psikologi yang sesuai dengan karakteristik dan kultur organisasi
usaha/ instansi.
7. Menghasilkan sarjana yang memiliki pribadi yang bercirikan mengindahkan etika dan
nilai moral kehidupan serta keilmuan, kemandirian, memiliki motivasi belajar sepanjang
hayat, membina relasi berdasarkan toleransi, dan berperilaku cerdas.
8. Kompetensi Khusus
9. Mampu melakukan penelitian dalam bidang ilmu psikologi, dengan pengetahuan dan
metode penelitian ilmiah, seorang sarjana psikologi dapat melakukan penelitian dalam
bidangnya.
10. Mampu melakukan asesmen perilaku dan pembuatan laporan dari hasil asesmen
mengenai tingkah laku seseorang. Deskripsi tingkah laku yang mendasarkan pada tes,
diperlukan berpikir diagnostik. Penggambaran tingkah laku tersebut berdasarkan
beberapa alat asesmen yang diperkenankan untuk digunakan oleh seorang sarjana
psikologi.
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

Teknik industri adalah ilmu teknik yang berkenaan dengan pengembangan, perbaikan,
implementasi, dan evaluasi sistem integral dari manusia, pengetahuan, peralatan, energi, materi,
dan proses. Ilmu ini menerapkan cara-cara dan analisis engineering terhadap produksi barang
dan jasa. Teknik industri dapat diartikan sebagai teknik manajemen sistem, yaitu yang mengatur
sistem secara keseluruhan. Manfaat dari ilmu teknik industri adalah memberikan solusi yang
lebih efektif dan efisien dalam berbagai proses produksi, juga dalam pembuatan sistem kerja
yang efektif dan efisien. Salah satu contoh pengaplikasian ilmu teknik industri secara nyata
adalah pada perancangan sistem di sebuah pabrik. Seorang profesor ilmuwan penemu
membutuhkan waktu 800 jam untuk membuat komputer hasil rancangannya. Tugas dari seorang
ahli teknik industri adalah merancang sistem di pabrik agar pekerjaan si profesor bisa dilakukan
sepuluh orang dalam delapan jam. Sistem itu harus mencakup pengelolaan mesin, waktu, dan
sumber daya. Ini membuktikan bahwa ilmu teknik industri sangat berperan dalam perancangan
sistem di sebuah pabrik atau organisasi.

Diharapkan dari waktu ke waktu bidang industri semakin mengalami perkembangan. Karena itu,
lulusan Teknik Industri dituntut untuk menjadi sarjana yang siap pakai. Selain itu, diharapkan
pula teknik industri lebih kompeten jika setiap mahasiswanya lebih difokuskan kepada
spesialisasi di bidangnya.

Anda mungkin juga menyukai