Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KASUS

ETIKA DAN HUKUM KSEHATAN

Disusun Oleh: Kelompok 2

1. Muhsonatul Khasifah 22020121410004


2. Abdul Mukid 22020121410013
3. Afrah Hasna Fadhilah 22020121410015
4. Hani Andriyana 22020121410020
5. Cecep 22020121410024
6. Nunik Angelia 22020121410040
7. Herlina 22020121410041

MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
Daftar Isi

Halaman Judul
Daftar Isi 1
Kata Pengantar 2
BAB I Pendahuluan 3
BAB II Materi Pendukung 4
BAB III Kasus 13
BAB IV Diskusi dan Kesimpulan 17
Penutup 18
Daftar Pustaka 19

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah tentang studi kasus keperawatan berdasarkan hukum-hukum kesehatan yang
berlaku di Indonesia.
Makalah ini kami susun berkelompok dengan berbagai sumber materi yang
mendukung. Untuk itu kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Kritik dan saran kami harapkan
demi kemajuan makalah ini di masa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
para pembaca.
Agustus, 2021
Hormat Kami

2
BAB I
PENDAHULUAN

Etika secara etimologi, berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos”, yang artinya
watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Etika memberi manusia cara bagaimana ia
menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Etika lebih banyak
digunakan pada aturan perilaku yaitu “rule of conduct” yang berlaku lebih khusus di
dalam suatu kelompok atau masyarakat tertentu, dalam pembahasan ini yaitu etika
keperawatan (Hasyim, 2012).
Etika keperawatan merupakan salah satu cabang utama filsafat yang
mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi study mengenai standar penilaian moral.
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab (Notoatmodjo, 2010). Etika erat kaitannya dengan hukum.
Hukum merupakan suatu alat negara yang mempunyai tujuan untuk
menertibkan, mendamaikan, dan menata kehidupan suatu bangsa demi tercapainya
suatu keadilan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Hukum merupakan
himpunan peraturan perundang-undangan yang berisi tentang perintah dan
larangan-larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan oleh karena itu
harus ditaati oleh masyarakat itu sendiri (Raharjo, 2005).
Saat ini, masyarakat sangat kritis dengan hukum, segala sesuatu di anggap
bisa di masukan ke ranah hukum dan telah banyak kasus yang menjerat perawat
kedalam jalur hukum. Namun, bila kita analisis lebih jauh tentang hukum-hukum
kesehatan yang berlaku, perawat tersebut dapat di tolong sehingga tidak begitu saja
masuk ke dalam penjara.
Setiap perawat wajib melakukan segala tindakan keperawatan sesuai SOP
yang berlaku sehingga pelanggaran-pelanggaran hukum dapat dihindari. Materi Etika
dan Hukum Kesehatan yang diberikan di pembelajaran magister sangat membantu
khususnya mahasiswa keperawatan untuk memahami hukum-hukum yang berlaku
bagi profesi keperawatan, sehingga diharapkan akan selalu mawas diri dalam
melakukan setiap tindakan keperawatan.
3
BAB II
MATERI PENDUKUNG

A. Hukum Kesehatan dan Keperawatan


1. Pengertian
Hukum kesehatan adalah hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan kesehatan; meliputi penerapan perangkat hukum perdata, pidana
dan tata usaha negara., atau Seperangkat kaidah yang mengatur semua aspek
yang berkaitan dengan upaya di bidang kesehatan; meliputi kedokteran,
keperawatan dan kebidanan, makanan dan minuman, rumah sakit, lingkungan
hidup, lingkungan kerja, dan lain-lain yang terkait dengan upaya kesehatan.
Hukum kesehatan adalah semua ketentuan-ketentuan atau peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan yang mengatur hak individu kelompok
atau masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan pada satu pihak, hak dan
kewajiban tenaga kesehatan dan sarana kesehatan sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan di pihak lain yang mengikat masing-masing pihak dalam
sebuah perjanjian terapeutik dan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan lainnya yang berlaku secara lokal,
regional, nasional, dan internasional.
Sedangkan hukum keperawatan Bagian dari hukum kesehatan yang
mengatur semua aspek yang berkaitan dengan amalan keperawatan.

2. Peraturan yang terkait dengan Keperawatan


a. UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009
b. UU Keperawatan No. 38 Tahun 2014
c. PMK No. 26 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 38 Tahun
2018 tentang Keperawatan
d. UU Tenaga Kesehatan No. 36 Tahun 2014
e. UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999

4
B. UU RI NO 36 TAHUN 2009 Tentang Kesehatan
1. Definisi Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. (Pasal 1 Ayat 1)

2. Isi Bab
- BAB I (Ketentuan Umum) menjelaskan tentang kesehatan
- BAB II (Asas dan Tujuan) tentang pembangunan kesehatan
- BAB III (Hak Dan Kewajiaban) tentang setiap orang berhak atas
kesehatan
- BAB IV (Tanggung Jawab Pemerintah)
- BAB V (Sumber Daya DI Bidang Kesehatan) yang meliputi tenaga
kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan perbekalan kesehatan.
- BAB VI (Upaya Kesehatan) yang meliputi umum, pelayanan Kesehatan
(pemberian pelayanan, perlindungan pasien), pelayanan Kesehatan
tradisional, peningkatan Kesehatan dan pencegahan penyakit,
penyembuhan penyakit dan pemulihan Kesehatan, kesehatan reproduksi,
keluarga berencana, Kesehatan sekolah, Kesehatan olahraga, pelayanan
pada bencana, pelayanan darah, Kesehatan gigi dan mulut,
Penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran,
Kesehatan matra, pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan, pengamanan makanan dan minuman, pengamanan zat adiktif,
bedah mayat.
- BAB VII (Kesehatan Ibu, Bayi, Anak, Remaja, Lanjut Usia, Dan
Penyandang Cacat) yang meliputi Kesehatan ibu, bayi dan anak,
Kesehatan remaja, kesehatan lanjut usia dan penyandang cacat.
- BAB VIII (Gizi)
- BAB IX (Kesehatan Jiwa)

5
- BAB X (Penyakit Menular Dan Tidak Menular) yang meliputi penyakit
menular, penyakit tidak menular.
- BAB XI (Kesehatan Lingkungan)
- BAB XII (Kesehatan kerja)
- BAB XIII (Pengelolaan Kesehatan)
- BAB XIV (Informasi kesehatan)
- BAB XV (Pembiayaan Kesehatan)
- BAB XVI (Peran Serta Masyarakat)
- BAB XVII (Badan pertimbangn kesehatan) meliputi nama dan
kedudukan, peran tugas dan wewenang,.
- BAB XVIII (Pembinaan dan Pengawasan) meliputi pembinaan,
pengawasan.
- BAB XIX (Penyidikan)
- BAB XX (Ketentuan Pidana)
- BAB XXI (Ketentuan Peralihan)
- BAB XXII (Ketentuan Penutup)

3. Pembangunan Kesehatan

Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan


perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan
terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan
norma-norma agama.
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis.

6
C. Peraturan Pemerintah RI No 47 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Bidang Perumahsakitan
1. PP ini berisi tentang:
a. Pengertian Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.
b. Pengertian Akreditasi
Akreditasi adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit,
setelah dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit telah memenuhi standar
Akreditasi.
c. Pengertian Pasien
Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan,
baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit.

2. Hukum Terkait
a. Pada BAB 3 Pasal 27 Ayat (1) tentang kewajiban Rumah Sakit disebutkan
bahwa rumah sakit melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi
semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas.
Dilaksanakan dengan:
a. Memberikan konsultasi hukum
b. Memfasilitasi proses mediasi dan proses pengadilan
c. Memberikan advokasi hukum
d. Memberikan pendampingan dalam penyelesaian sengketa medik
e. Mengalokasikan anggaran untuk pendanaan proses hukum dan ganti
rugi.

7
b. Pasal 71 ayat (1) sanksi administratif dikenakan kepada Rumah Sakit
berdasarkan laporan dugaan pelanggaran yang berasal dari pengaduan
keluarga korban.
c. Pasal 75 ayat (1) disebutkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
setelah menerima laporan dugaan pelanggaraan melakukan pemeriksaan
dengan cara membentuk tim panel yang bersifat ad hoc untuk
menindaklanjuti laporan.

D. Konsil Keperawatan
Selama ini perawat Indonesia bergabung dengan Dewan Konsil
Keperawatan Internasional sejak tahun 2003, namun Indonesia belum punya
badan konsil keperawatan. Perawat Indonesia yang di bawahi PPNI masih
tertinggal dan masih berjuang menata profesi. Masalah tersebut semakin di
anggap serius sehingga eksekutif dan legislatif membentuk Undang-undang pada
tahun 2014. Undang-undang yang dimaksud merupakan titik awal keperawatan
Indonesia. Tentang pembentukan konsil keperawatan diatur dalam UU NO.38
Tahun 2014.
Konsil keperawatan di bawah naungan Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia (KTKI). Dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 90 tahun 2017
tentang Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) yang didalam nya terdapat 3
konsil yakni Konsil Keperawatan, Konsil Kefarmasian, dan Konsil Tenaga
Kesahatan lainnya. Perpres ini merupakan peraturan pemerintah turunan dari
UU No. 38/2014 tentang keperawatan. Konsil Keperawatan menaungai berbagai
jenis perawat.
Keanggotaan Konsil Keperawatan adalah terdiri atas unsur pemerintah,
Organisasi Profesi Keperawatan, Kolegium Keperawatan, asosiasi institusi
pendidikan keperawatan, asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan dan tokoh
masyarakat. Dalam mengembangkan cabang disiplin ilmu keperawatan dan
standar pendidikan tinggi bagi perawat profesi ditangani oleh anggota konsil
yaitu Kolegium Keperawatan.
8
1. Pengertian Konsil Keperawatan
Menurut UU No. 38 Tahun 2014, Pasal 47 ayat (1), Konsil Keperawatan
adalah lembaga yang melakukan tugas secara independen. Untuk
meningkatkan mutu praktik keperawatan dan untuk memberikan perlindungan
serta kepastian hukum kepada perawat dan masyarakat, dibentuk Konsil
Keperawatan. Konsil keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan bagian dari Tenaga Kesehatan Indonesia. Konsil Keperawatan
berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia.

2. Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil Keperawatan


Fungsi Konsil Keperawatan Menurut UU No.38 Tahun 2014 pasal 49
ayat (1) yaitu fungsi pengaturan, penetapan, dan pembinaan Perawat dalam
menjalankan praktik keperawatan.

3. Tugas Konsil Keperawatan Menurut UU No. 38 Tahun 2014 pasal 49 ayat (2)
a) Melakukan Registrasi perawat
b) Melakukan pembinaan perawat dalam menjalankan keperawatan
c) Menyusun standar pendidikan tinggi keperawatan
d) Menyusun praktik dan standar kompetensi perawat
e) Menegakkan disiplin praktik keperawatan

4. Wewenang Konsil Keperawatan Menurut UU No. 38 Tahun 2014 Pasal 50


a) Menyetujui dan menolak permohonan Registrasi Perawat, termasuk
perawat Negara asing
b) Menerbitkan atau mencabut STR
c) Menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan dengan pelanggaran
disiplin profesi perawat
d) Menetapkan dan memberikan sanksi disiplin profesi perawat, dan
e) Memberikan pertimbangan pendirian atau penutupan institusi Pendidikan
Keperawatan.
9
E. UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
1. Definisi Pelayanan Keperawatan

Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang


merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada
ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok,
atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.

2. Isi Bab dan Isi secara garis besar

Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak:

a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai


dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional,
dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
b. memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien dan/atau
keluarganya.
b. menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan;
c. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode
etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional,
atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
d. memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.

Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban:

a. melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan


standar Pelayanan Keperawatan dan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan;
b. memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar
Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional,
dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

10
c. merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga
kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat
kompetensinya;
b. mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar;
c. memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah
dimengerti mengenai tindakan Keperawatan kepada Klien dan/atau
keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;
d. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain
yang sesuai dengan kompetensi Perawat; dan
e. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.

3. Fungsi Pelayanan Keperawatan

Fungsi pelayanan keperawatan yaitu untuk meningkatkan pelayanan


Kesehatan dan derajat Kesehatan.

4. Wewenang Pelayanan Keperawatan


a. melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan
b. merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi Pelayanan Keperawatan
c. mengelola kasus.

11
BAB III
KASUS

Salah Suntik, 2 Perawat di Penjara


Dua perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien
Meulaboh, Aceh Barat, Aceh. Divonis masing-masing 2 tahun penjara karena
terbukti salah menyuntik pasien hingga meninggal dunia. Keduanya adalah
Erwanty dan Desri Amelia Zulkifli.
Kronologi:
Kasus tersebut bermula saat korban Alfa Reza dibawa ke rumah sakit karena
karena tertusuk kayu pada paha kiri sampai ke bokong. Dia masuk ke ruang IGD
pada Jumat, 19 Oktober 2018.
Sejam berselang, tim dokter melakukan tindakan operasi terhadap korban.
Setelah selesai menjalani operasi, korban dipindahkan ke ruang perawatan anak.
Dokter kemudian memerintahkan Erwanty, Desri, serta beberapa perawat yang
bertugas jaga untuk memberikan obat kepada korban.
Pada malam hari sekitar pukul 21.00 WIB, terdakwa Desri membuka buku rekam
medis untuk melihat obat yang harus disuntikkan ke Reza. Dia melihat ketersediaan
obat pada kotak obat Reza hanya satu.
Desri kemudian mengatakan kepada Erwanty ada beberapa obat yang harus
disuntikkan ke Reza. Erwanty selanjutnya memerintahkan Desri untuk meresepkan
obat ke dalam Kartu Obat Pasien (KOP) untuk digunakan sebagai dasar pengambilan
obat di depo.
Tak lama berselang, Desri meminta orang tua korban mengambil obat di depo
obat. Petugas di sana sempat menanyakan keberadaan pasien. Namun, karena ayah
korban tidak dapat berbicara, akhirnya diserahkan obat tersebut setelah petugas
melihat data korban. Saat itu, petugas mengira Reza masih berada di dalam ruang
operasi. Setelah obat dikantongi, terdakwa kemudian memerintahkan untuk
menyuntik ke korban.

12
Reza mendapat suntikan obat beberapa kali dalam beberapa menit. Sekitar pukul
00.05 WIB, Sabtu, 20 Oktober 2018, Desri memanggil Erwanty, lalu mengabarkan
kondisi Reza melemah.
Erwanty mengecek keadaan Reza dan mendapatkan kondisi nadi serta
pernapasan korban sudah melemah. Seorang perawat di ruang anak memberi tahu
kedua terdakwa bahwa keduanya salah menyuntik obat ke tubuh Reza. Hal itu
menyebabkan Reza meninggal dunia.
Kasus tersebut selanjutnya dilaporkan ke Polres Aceh Barat. Polisi memeriksa
sejumlah saksi tersebut. Kedua terdakwa, Erwinty dan Desri selanjutnya dikirim ke
pengadilan. Dalam persidangan di PN Meulaboh, jaksa penuntut umum (JPU)
menuntut keduanya dengan hukuman masing-masing 2 tahun 6 bulan penjara. Namun
majelis hakim memvonis keduanya lebih ringan.
Majelis hakim yang diketuai Zulfadly dengan hakim anggota Muhammad
Al-Qudri dan Irwanto menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan kelalaian berat yang
mengakibatkan kematian bagi penerima pelayanan kesehatan.
"Menjatuhkan pidana terhadap diri para terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara masing-masing selama dua tahun," putus Zulfadly dalam persidangan yang
digelar, Kamis (30/1) kemarin.
Dalam keterangannya kepada wartawan di Meulaboh, Jasmen Nadeak
mengatakan PPNI sudah mengungkap fakta-fakta baru di persidangan dan
menyimpulkan di dalam pleidoi (pembelaan) bahwa kasus dugaan malapraktik ini
tidak bisa serta merta dipersalahkan kepada perawat Desri semata.
Namun Desri adalah korban sebuah sistem yang tidak tepat dari RSUD Cut Nyak
Dhien Meulaboh. Diketahui saat terjadi kasus, perawat Desri posisinya adalah
sebagai staf administrasi, bukanlah sebagai perawat pelaksana.
Dalam pembelaannya, PPNI juga sudah berupaya maksimal dengan
mendatangkan ahli hukum kesehatan khusus manajemen rumah sakit, yaitu Dr dr
Beni Satria S Ked MHKes MKes, dan ahli manajemen keperawatan Ns Muhammad S
Kep dari RSUD Zainal Abidin Banda Aceh.
13
Keterangan kedua ahli yang dihadirkan di dalam persidangan penasihat hukum
terdakwa menyimpulkan di dalam pleidoi bahwa perlu pertimbangan hakim yang
komprehensif, agar pertanggungjawaban pidana tidak serta merta dibebankan kepada
perawat Desri. Selain hal tersebut, tidak adanya proses autopsi juga menjadi bahan
pleidoi yang disampaikan penasihat hukum terdakwa, sehingga scientific evidence
tidak didapatkan atas kematian pasien.
Dalam pleidoinya penasihat hukum terdakwa menyerahkan Surat Perjanjian
(Perdamaian) dengan keluarga korban sebagai bahan pertimbangan sebagaimana
diatur dalam pasal 78 UU No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, yaitu 'dalam
dugaan kelalaian Tenaga Kesehatan maka penyelesaiannya harus diselesaikan melalui
upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan."
"Namun vonis Majelis Hakim PN Meulaboh sepertinya tidak mempertimbangkan
dalil-dalil dalam pembelaan penasihat hukum terdakwa," kata Jasmen Nadeak.
Kepala Seksi Intelijen/Humas Kejaksaan Negeri Aceh Barat Abdi menegaskan
atas putusan tersebut, pihaknya juga melakukan upaya banding karena tuntutan JPU
terhadap terdakwa selama dua tahun enam bulan, lebih rendah dari putusan majelis
hakim yang memvonis dua perawat RSUD Meulaboh selama dua tahun kurungan,
katanya secara terpisah di Meulaboh.

14
Berdasarkan kasus diatas didapatkan beberapa masalah:

1. Patient Safety di Permenkes No 11 Tahun 2017


Di dalam kasus peresepan di lakukan oleh perawat, dan serah terima obat
oleh petugas farmasi yang tidak sesuai prosedur.
 Prosedur pemberian obat tidak sesuai dengan regulasi (Permenkes No
9 Tahun 2017 tentang Apotek)
 Pembuatan resep UU Praktik Kedokteran Pasal 35 Ayat (1)
Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan
pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas : a.
mewawancarai pasien; b. memeriksa fisik dan mental pasien; c.
menentukan pemeriksaan penunjang; d. menegakkan diagnosis; e.
menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien; f. melakukan
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi; g. menulis resep obat
dan alat kesehatan; h. menerbitkan surat keterangan dokter atau
dokter gigi; i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang
diizinkan; dan j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi
yang praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
 Serah terima obat merujuk ke Permenkes No 72 Tahun 2016 BAB II
Bagian A, No 6 Pendistribusian.
 Sesuai dengan SNARS Edisi 1.1 Elemen Penilaian SKP 3 antara lain:
 Standar 1, ada regulasi tentang penyediaan, penyimpanan,
penataan, penyiapan, dan penggunaan obat yang perlu di
waspadai.
 Standar 2, RS mengimplementasi regulasi yang telah dibuat.

15
2. Pelanggaran TUPOKSI
Di dalam kasus, posisi DA saat itu sebagai Admin dan bukan perawat
pelaksana.
 Peraturan Permenkes 49 Tahun 2013 tentang Komite Keperawatan
Pasal 12 Komite keperawatan merekomendasikan kewenangan klinis
sebagai tenaga keperawatan.
 UU Tenaga kesehatan No 36 Tahun 2014, Bagian Kedua tentang
Perizinan Pasal 46 Ayat (1) bahwa setiap Tenaga Kesehatan yang
menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib memiliki
izin.

3. Penanganan kasus salah suntik oleh perawat yang tidak sesuai


dengan peraturan perundang-undangan.
 PMK No 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien BAB 3
Penyelenggaraan Keselamatan Pasien Pasal 16 Ayat (3).
 Kasus ini termasuk kejadian sentinel sehingga harus dilakukan
investigasi oleh tim keselamatan pasien.
 UU No 36 Tahun 2014 Pasal 78
Dalam hal Tenaga Kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam
menjalankan profesinya yang menyebabkan kerugian kepada penerima
pelayanan kesehatan, perselisihan yang timbul akibat kelalaian
tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian
sengketa di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.

16
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Telaah dari kasus tersebut di simpulkan menjadi 3 masalah hukum
perundang undangan yang berlaku, yaitu tidak dilaksanakannya prosedur
pasien safety terutama pada bagian pemberian obat, pelanggaran TUPOKSI
karena yang bertugas bukanlah seorang perawat dan penanganan kasus salah
suntik oleh perawat yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Kasus tersebut menunjukan bahwa ketelitian dan kepatuhan terhadap
setiap SOP tindakan keperwatan adalah sangat penting dan wajib untuk
dilakukan agar tidak membahayakan orang lain. Selain itu, regulasi di dalam
kebijakan Rumah Sakit juga seharusnya menerapkan TUPOKSI dengan tegas
sehingga tidak membahayakan pegawainya sendiri.
UU No 36 Tahun 2014 Pasal 78 menegaskan bahwa setiap kelalaian
yang dilakukan perawat seharusnya tidak langsung dibawa ke ranah hukum
melainkan di usut di dalam lokasi kejadian terlebih dahulu, Rumah Sakit juga
bertanggungjawab atas hal ini.

2. Saran
- Setiap instansi pelayanan kesehatan harus mempunyai SPO yg jelas.
- Peranan komite-komite yang ada di Rumah Sakit ditingkatkan, sehingga
kasus ini bisa dianalisa lebih jelas sebelum masuk ke ranah hukum.
Banyak yang dapat di pelajari dari kasus ini, semoga tidak akan ada kejadian
yang sama terulang dimasa depan.

17
PENUTUP

Makalah ini dibuat untuk bahan belajar kita semua. Kritik dan saran sangat
kami butuhkan demi perkembangan pengetahuan kami. Semoga bermanfaat dan
semoga kasus-kasus yang selanjutnya akan dibahas lebih menarik dan banyak yang
kita ambil pelajarannya.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Hasyim, dkk. 2012. Etika Keperawatan. Yogyakarta: Bangkit


2. https://news.detik.com/berita/d-4880701/salah-suntik-bikin-pasien-meninggal-2-
perawat-di-aceh-dibui-2-tahun
3. Notoatmodjo, Soekijo.2010. Etika dan Hukkum Kesehatan.Jakarta: PT Rineka
Cipta
4. PP No 47 Tahun 2021 Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan
5. Peraturan Menteri Kesehatan No.13 Tahun 2017 Tentang Izin Praktik Perawat
6. Peraturan Menteri Kesehatan No 49 Tahun 2013 tentang Komite Keperawatan
7. Permenkes No 11 Tahun 2017
8. Permenkes No 72 Tahun 2016 BAB II
9. Permenkes No 9 Tahun 2017 tentang Apotek
10. Raharjo, S. 2005. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Adtya Bakti
11. SNARS Edisi 1.1 Elemen Penilaian SKP 3
12. UU Praktik Kedokteran Pasal 35 Ayat (1)
13. UU Tenaga kesehatan No 36 Tahun 2014
14. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

19

Anda mungkin juga menyukai