Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH KIMIA PANGAN

PROSES PENGELOLAHAN TEBU

MENJADI GULA PASIR

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK IV

ANDIKA SU'NANG A25118089

ANISA A25118061

WIWIN RAHMADHANI A25118095

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMUPENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
PROSES PENGELOLAHAN TEBU MENJADI GULA PASIR ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah yang diampuh oleh ibu SRI MULYANI pada bidang studi/mata
kuliah KIMIA PANGAN Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang PROSES PENGELOLAHAN TEBU MENJADI GULA PASIR
bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Kami menyadari, makalah yang kami
tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, 20 Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Tanaman Tebu

2.2 Kandungan Bahan Pangan Tebu

2.3 Komponen kimia Makro Dan Mikro Dalam Bahan Pangan Tebu

2.4 Karakteristik Dan Mutu Bahan Pangan Tebu

2.5 Proses Pengelolahan Bahan Pangan Tebu Menjadi Gula Pasir

2.6 Warna Dan Cita Rasa Bahan Pangan Tebu

2.7 Zat Aditif Yang Terdapat Dalam Bahan Pangan Tebu

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan Masyarakat masa kini terus meningkat terutama mengkonsumsi


gula pasir dengan mengkonsumsi gula pasir setiap hari Industri yang
menggunakan bahan baku gula pasir juga semakin meningkat, meningkatnya
konsumsi akan hal tersebut hendaknya disertai dengan peningkatan produksi gula.
Namun, produksi gula dalam negeri belum mencukupi kebutuhan tersebut,
sehingga masih dibutuhkan gula impor. Berbagai upaya telah dilakukan
pemerintah agar terpenuhi kebutuhn akan gula pasir. Untuk mempercepat proses
produksi pembuatan gula pasir tidak dilakukan secara tradisional lagi, melainkan
menggunakan mesin-mesin pembuatan gula. Produksi gula menggunakan mesin
lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan pembuatan gula secara tradisional.
Pabrik-pabrik gula tradisional biasanya hanya menghasilkan gula dalam skala
kecil. Hasil dari pembuatan gula tradisional kualitasnya lebih rendah, karena gula
yang dihasilkan berwarna kecoklatan atau kuning. Hal ini menjadikan masyarakat
enggan membeli dan distribusi gula jenis ini hanya terbatas pada masyarakat
sekitar pabrik. Sementara itu, pabrik modern menghasilkan dalam skala besar
dengan gula berwarna putih dan mutunya baik.

Berdasarkan kenyataan diatas, maka kami memilih sebuah karya tulis makalah
yang berjudul “PROSES PENGELOLAHAN TEBU MENJADI GULA PASIR”.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang terdapat yaitu : bagaimana proses
pengelolahan tanaman tebu menjadi gula pasir
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah yang kami buat adalah untuk mengetahui proses
pengelolahan tanaman tebu menjadi gula pasir
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Tanaman Tebu

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) adalah satu anggota familia rumput-


rumputan (Graminae) yang merupakan tanaman asli tropika basah, namun masih
dapat tumbuh baik dan berkembang di daerah subtropika, pada berbagai jenis
tanah dari daratan rendah hingga ketinggian 1.400 m diatas permukaan laut. Asal
mula tanaman tebu sampai saat ini belum didapatkan kepastiaanya, dari mana asal
muasal tanaman tebu. Namun sebagian besar para ahli yang memang berkompeten
dalam hal ini, berasumsi bahwa tanaman tebu ini berasal dari Papua New Guinea.
Pada 8000 SM, tanaman ini menyebar ke Kep. Solomon dan Kaledonia Baru.
Ekspansi tanaman ini ke arah timur Papua New Guinea berlangsung pada 6000
SM, dimana tebu mulai menyebar ke Indonesia, Filipina dan India. Dari India,
tebu kemudian dibawa ke China pada tahun 800 SM, dan mulai dimanfaatkan
sebagai pemanis oleh bangsa China pada tahun 475 SM. Pada tahun 510 Sebelum
Masehi, ketika menguasai India, Raja Darius dari Persia menemukan ”batang
rerumputan yang menghasilkan madu tanpa lebah”. Seperti halnya pada berbagai
penemuan manusia lainnya, keberadaan tebu sangat dirahasiakan dan dijaga ketat,
sedangkan produk olahannya diekspor dan untuk menghasilkan keuntungan yang
sangat besar. Rahasia tanaman tebu akhirnya terbongkar setelah terjadi ekspansi
besar-besaran oleh orang-orang Arab pada abad ketujuh sebelum sesudah masehi.
Ketika mereka menguasai Persia pada tahun 642, mereka menemukan keberadaan
tebu yang kemudian dipelajari dan mulai diolah menjadi gula kristal. Ketika
menguasai Mesir pada 710 M, tebu ditanam secara besar-besaran di tanah Mesir
yang subur. Pada masa inilah, ditemukan teknologi kristalisasi, klarifikasi, dan
pemurnian. Dari Mesir, gula menyebar ke Maroko dan menyeberangi Laut
Mediterania ke benua Eropa, tepatnya di Spanyol (755 M) dan Sisilia (950 M).
Gula dikenal oleh orang-orang barat Eropa sebagai hasil dari Perang Salib pada
abad ke-11. Para prajurit yang pulang menceritakan keberadaan “rempah baru”
yang enak ini. Gula pertama diketahui tercatat di Inggris pada tahun 1099. Abad-
abad berikutnya merupakan periode ekspansi besar-besaran perdagangan barat
Eropa dengan dunia timur, termasuk di dalamnya adalah impor gula. Dari sebuah
catatan perdagangan di Inggris, gula dihargai 2 Shilling/lb, nilai ini setara dengan
beberapa bulan upah buruh rata-rata pada saat itu. Mungkin karena merupakan
sebuah temuan baru, gula pada saat itu telah menjadi sebuah simbol dari status
sosial. Orang-orang kaya menyukai pembuatan patung-patung dari gula sebagai
penghias meja-meja mereka. Bahkan ketika Henry III dari Perancis mengunjungi
Venice, sebuah pesta diadakan untuk menghormatinya dengan menampilkan
piring-piring, barang-barang perak, dan kain linen yang semuanya terbuat dari
gula. Bahkan lebih “gila” nya lagi karena merupakan barang mahal, gula
seringkali dianggap sebagai obat. Banyak petunjuk kesehatan dari abad ke-13
hingga 15 yang merekomendasikan pemberian gula kepada orang-orang cacat
untuk memperkokoh kekuatan mereka.

Pada abad ke-15, pemurnian gula Eropa umumnya dilakukan di Venice.


Namun Venice tidak bisa lagi melakukan monopoli ketika Vasco da Gama
berlayar ke India pada tahun 1498 dan mendirikan perdagangan di sana. Meskipun
demikian, penemuan orang-orang Amerika lah yang telah mengubah konsumsi
gula di dunia. Dalam salah satu perjalanan pertamanya, Columbus membawa
tanaman tebu untuk ditanam di kawasan Karibia. Iklim yang sangat
menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman tebu menyebabkan berdirinya
sebuah industri dengan cepat. Kebutuhan terhadap gula yang besar bagi Eropa
menyebabkan banyak kawasan hutan di kepulauan Karibia menjadi hampir
seluruhnya hilang digantikan perkebunan tebu, seperti misalnya di Barbados,
Antigua dan separuh dari Tobago. Tanaman tebu dibudidayakan secara massal.
Jutaan orang dikirim dari Afrika dan India untuk bekerja di penggilingan tebu.
Oleh karenanya, produksi gula sangat erat kaitannya dengan perdagangan budak
di dunia barat. Secara ekonomi gula sangatlah penting sehingga seluruh kekuatan
Eropa membangun atau berusaha membangun jajahan di pulau-pulau kecil
Karibia dan berbagai pertempuran terjadi untuk menguasai pulau-pulau tersebut.
Selanjutnya tanaman tebu dibudidayakan di berbagai perkebunan besar di
kawasan-kawasan lain di dunia (India, Indonesia, Filipina dan kawasan Pasifik)
untuk memenuhi kebutuhan pasar Eropa dan lokal.

Pada tahun 1750 terdapat 120 pabrik pemurnian gula yang beroperasi di
Britania dengan hanya menghasilkan 30.000 ton per tahun. Pada tahap ini gula
masih merupakan sesuatu yang mewah dan memberi keuntungan yang sangat
besar sehingga gula dijuluki “emas putih”. Keadaan ini juga berlaku di negara-
negara Eropa Barat lainnya. Para pemerintah menyadari keuntungan besar yang
didapat dari gula dan oleh karenanya mengenakan pajak yang tinggi. Akibatnya
gula tetap merupakan sebuah barang mewah. Keadaan ini terus bertahan sampai
dengan akhir abad ke-19 ketika kebanyakan pemerintahan mengurangi atau
menghapus pajak dan menjadikan harga gula terjangkau untuk warga biasa.

2.2 kandungan Tebu Dalam Bahan Pangan

Tanaman tebu biasanya tumbuh baik pada daerah yang beriklim panas
dengan kelembaban untuk pertumbuhan adalah > 70%. Suhu udara berkisar antara
28 oC – 34oC. Tanah yang baik bagi pertumbuhan tebu adalah tanah subur dan
cukup air tetapi tidak tergenang. Fase pertumbuhan tanaman tebu jatuh pada umur
3 sampai 8 bulan dan fase pemasakan pada umur 9 sampai 12 bulan yang ditandai
dengan tebu mengeras dan berubah warna menjadi kuning pucat. Pengolahan
tanah untuk penanaman tebu di lahan kering pada umumnya dilakukan pada
musim kemarau sampai akhir musim hujan, sedangkan penanaman dilakukan di
awal musim kemarau sampai menjelang musim hujan. Dari proses pertumbuhan
tanaman tebu yang telah dijelaskan. Berikut ini adalah kandungan yang terdapat
pada batang tebu

1. Air (75 – 85 %)

Air merupakan komponen yang paling besar di dalam tebu sehingga


untuk mendapatkan gula, komponen air harus dihilangkan sebanyak-banyaknya
pada proses penguapan dan kristalisasi.
2. Sukrosa (10 – 12 %)

Sukrosa terdapat pada semua tanaman tebu. Kandungan sukrosa yang


terbanyak terdapat pada bagian batang. Sifatnya stabil dalam suasana alkalis.

3. Gula Reduksi (0,5 – 2 %)

Gula reduksi yaitu glukosa dan fruktosa dalam perbandingan yang


berlebihan satu sama lain. Semakin masak tebu, semakin sedikit gula reduksinya.
Proses pemecahan dalam gula reduksi akan menimbulkan kerugian pada industri
gula. Suhu tinggi dan pH tinggi akan mempercepat perpecahan gula reduksi,
sehingga itu perlu dihindarkan.

4. Senyawa Organik (0,5 – 1 %)

Senyawa organik dalam tanaman tebu sebagian besar dalam bentuk Asam
Laktat, Asam Suksinat, serta Asam Glukonat. Jika tebu busuk, asam akan
teroksidasi menjadi asam laktat. Asam laktat dalam jumlah yang cukup banyak
akan mempercepat proses inverse. Inverse dapat dicegah dengan cara
mempertahankan pH > 7 dengan temperatur proses pemurnian tidak terlalu tinggi.

5. Senyawa Anorganik (0,2 – 0,6 %)

Senyawa anorganik yang terdapat di dalam tebu antara lain Fe2O3,


Al2O3, MgO, CaO, K2O, SO3, dan H2SO4. Senyawa-senyawa tersebut berasal
dari tanah dan dari pupuk yang dapat dipisahkan pada proses pemurnian.

6. Senyawa Phosphate

Senyawa ini adalah senyawa yang penting dalam proses pemurnian


karena senyawa ini dapat menarik dan mengendapkan kotoran.

7. Serabut

Serabut merupakan rangka tanaman tebu yang tersusun dari selulosa atau
hemiselulosa. Ciri umumnya adalah keras karena adanya lignin dan pektin.
Serabut merupakan semua bagian tebu tanpa nira. Jika dipanaskan atau
dikeringkan maka 50 % dari serabut adalah selulosa.

2.3 Komponen Makro Dan Mikro Dalam Bahan Pangan Tebu

Pertumbuhan tanaman tidak hanya dikontrol oleh faktor dalam, tetapi juga
ditentukan oleh faktor luar. Salah satu faktor eksternal tersebut adalah unsur hara
esensial. Unsur hara esensial adalah unsur-unsur yang diperlukan bagi
pertumbuhan tanaman. Apabila unsur tersebut tidak tersedia bagi tanaman, maka
tanaman akan menunjukkan gejala kekurangan unsur tersebut dan pertumbuhan
tanaman akan terganggu. Berdasarkan jumlah yang diperlukan, kita mengenal
unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro diperlukan bagi tanaman dalam
jumlah yang lebih besar (0,5-3% berat tubuh tanaman) unsur hara makro terdiri
dari N,P,K,Ca,Mg. Sedangkan unsur hara mikro diperlukan oleh tanaman dalam
jumlah yang relatif kecil.Unsur hara mikro dalam tebu terdiri dari
B,Cl,Cu,Fe,Mn,Mo,Zn. Unsur hara N termasuk unsur yang dibutuhkan dalam
jumlah paling banyak sehingga disebut unsur hara makro primer. Umumnya unsur
Nitrogen menyusun 1-5% dari berat tubuh tanaman. Unsur N diserap oleh
tanaman dalam bentuk ion amonium (NH4+) atau ion nitrat (NO3-).

Sumber unsur N dapat diperoleh dari bahan organik, mineral tanah, maupun
penambahan dari pupuk organik. Unsur hara N berfungsi untuk menyusun asam
amino (protein), asam nukleat, nukleotida, dan klorofil pada tanaman, sehingga
dengan adanya penambahan unsur N, tanaman akan lebih hijau, cepat dalam
pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, jumlah cabang), dan kandungan
protein hasil panen bertambah. Unsur P juga merupakan salah satu unsur hara
makro primer sehingga diperlukan tanaman dalam jumlah banyak untuk tumbuh
dan berproduksi. Tanaman mengambil unsur P dari dalam tanah dalam bentuk ion
H2PO4-

Konsentrasi unsur P dalam tanaman berkisar antara 0,1-0,5% lebih rendah


daripada unsur N dan K. Keberadaan unsur P berfungsi sebagai penyimpan dan
transfer energi untuk seluruh aktivitas metabolisme tanaman
2.4 Karakteristik Dan Mutu Bahan Pangan Tebu

Tanaman tebu merupakan tanaman perkebunan semusin yang mempunyai


sifat tersendiri sebab didalam batangnya terdapat zat gula. Tebu berkembang biak
di daerah beriklim udara sedang sampai panas. Berbagai varietas tebu telah
diluncurkan oleh Kementrian Pertanian untuk meningkatkan produksi petani.
Kualitas bibit tebu merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
keberhasilan pengusahaan tanaman tebu. Bibit tebu yang baik adalah bibit yang
cukup 5 – 6 bulan, murni (tidak tercampur varietas lain), bebas dari penyakit dan
tidak mengalami kerusakan fisik. Tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi
dan kurus, tidak bercabang dan tumbuh tegak. Tebu yang tumbuh baik tinggi
batangnya dapat mencapai 3-5 m atau lebih. Batang tebu beruas-ruas dengan
panjang ruas 10– 30 cm. Daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan
yang berseling. Berdasarkan karakteristik Daunnya, daun tebu merupakan daun
tidak lengkap, yang terdiri dari helai daun dan pelepah daun saja, sedang
tangkai daunnya tidak ada. Diantara pelepah daun dan helai daun bagian sisi
luar terdapat sendi segitiga daun, sedang pada bagian sisi dalamnya terdapat lidah
daun. Yang perlu diperhatikan dalam mempelajari tanda pengenal yang
terdapat pada daun ialah pelepah daun dengan bagian-bagiannya terutama bulu-
bulu bidang punggung dan telinga dalam.

Klasifikasi Tanaman Tebu

 Kingdom : Plantae (tumbuhan)


 Sub Kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
 Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
 Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
 Kelas : Liliopsida (berkeping satu /monokotil)
 Sub Kelas : Commelinidae
 Ordo : Poales
 Famili : Graminae atau Poaceae (suku rumput-rumputan)
 Genus : Saccharum
 Spesies : Saccharum officinarum Linn

Mutu Tanaman Tebu Di Indonesia

Penurunan mutu fisikokimia nira terutama disebabkan oleh kandungan


mikroba. Nira merupakan media hidup yang baik bagi mikroba, baik bakteri,
khamir, dan kapang. Mikroba-mikroba tersebut memanfaatkan sukrosa dan
komponen kimia lainnya untuk hidupnya dan akan mengalami perkembangbiakan
sehingga jumlah dan jenis mikroba akan semakin meningkat yang menyebabkan
perubahan fisikokimia pada nira, Dengan pendekatan klasifikasi mutu melalui
studi pustaka dan studi literatur dapat diketahui bahwa faktor kunci keterkaitan
manajemen antara kinerja subsistem on-farm dan subsistem off-farm adalah suplai
bahan baku tebu (BBT) dari akhir proses on-farm ke awal proses off-farm. Di satu
pihak, suplai BBT dari on-farm sangat tergantung pada jumlah dan kualitas
(faktor kemasakan) optimal yang secara kontinyu menjadi pasokan selama proses
giling, yang pada setiap pabrik gula mempunyai kapasitas dan kapabilitas giling
yang berbeda-beda. Pabrik gula PTPN X memberikan kriteria klasifikasi terhadap
mutu tebu yang akan digiling. Klasifikasi ini didasarkan pada kriteria uji visual
tebu. Terdapat 5 kriteria mutu tebu yaitu Mutu A, mutu B, mutu C, mutu D dan
Mutu E. Bahan baku tebu dengan kualitas A menunjukkan visual (fisik) tebu
dengan kondisi prima; kualitas B menunjukkan visual tebu masak, bersih, segar
(MBS); kualitas C menunjukkan visual tebu kotor; kualitas D menunjukkan visual
tebu sangat kotor dan kualitas E menunjukkan visual tebu dalam kondisi terbakar.

2.5 Proses Pengelolahan Tanaman Tebu Menjadi Gula Pasir

Proses Pengolahan tebu menjadi gula pasir biasanya dilakukan dengan


menggunakan peralatan yang sebagian besar bekerja secara otomatis. Beberapa
tahap pengolahan gula putih, yaitu ektraksi nira, penjernihan, penguapan,
kristalisasi, pemisahan Kristal, dan pengeringan, pengemasan, serta penyimpanan.

1. Ekstraksi nira,
adalah proses pemerahan cairan tebu (nira) dari batangnya dengan
menggunakan gilingan yang terbuat dari kayu atau dari logam. Penggilingan dari
kayu merupakan alat sederhana yang biasa digunakan petani secara tradisional.
Tenaga penggeraknya berupa sapi. Alat penggiling tebu yang digunakan PG
berupa satu rangkaian alat pengerja pendahuluan (Voorbeweer Kers) yang
dirangkai dengan alat gilingan dari logam. Alat pengerja pendahuluan berfungsi
sebagai pemotong dan pencacah tebu. Sedangkan alat gilingan dari logam
digunakan untuk memerah nira setelah batang tebu mengalami pencacahan.

2. Pemurnian Gula,
Proses pemurnian gula adalah proses menghilangkan bahan pengotor
secara maksimum. Tujuan dari proses pemurnian ini adalah (1) membuang bahan
pengotor dengan mempercepat pemisahan atau penghancuran anorganik bukan
gula yang terdapat dalam nira pada keadaan koloid karena hal tersebut dapat
meningkatkan konsentrasi gula yang tersedia untuk dikristalkan, (2) memisahkan
bahan padat yang tersuspensi di dalam nira pada keadaan koloid. Kotoran ini tidak
bisa dipisahkan dengan penyaringan sederhana, sehingga diperlukan aksi dari susu
kapur dan panas.

Proses pemurnian raw sugar terdapat beberapa cara antara lain defekasi,


magnesia, karbonatasi, sulfitasi, dan fosfatasi. Pada penambahan lime atau kapur
dapat ditambahkan pada suhu nira 35-40°C , 72-76°C atau pada 100°C. Bahan
pengotor yang dapat dihilangkan dengan defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi
adalah 12,7%, 11,7%, dan 27,9%. Larutan nira terdiri dari beberapa komposisi
yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi nira tebu

Komponen Komposisi (%)

Sukrosa 11-14

Gula pereduksi 0,5-2


Senyawa organic 0,15-2,0
Zat anorganik 0,5-2,5
Sabut 10-15

Zat Warna, malam dan gum 7,5-15


Air 60-80

3. Proses Penjernihan Dengan Cara Karbonatasi,


Proses karbonatasi merupakan reaksi yang terjadi akibat interaksi susu
kapur (Ca(OH)2) dan gas CO2 membentuk senyawa kalsium karbonat (CaCO3).
Susu kapur (Ca(OH)2) dibuat dengan mereaksikan kapur tohor (CaO) dengan air
(H2O) (Soejardji, 1987). Mekanisme pembentukan senyawa kalsium karbonat
(CaCO3) dapat dilihat pada persamaan 1, 2, 3, 4 dan 5

CaO + H2O (Ca(OH)2) …..............................(1)

Ca(OH)2 → Ca2+ + 2OH- ..................................(2)

CO2 + H2O H2CO3 …..............................(3)

Ca2+ + CO32- → CaCO3 …..............................(4)

Ca(OH)2+CO2 CaCO3 + H2O ..................................(5)

Proses karbonatasi akan terjadi adsorbsi bahan pengotor, bahan penyebab


warna, gum, asam organik, dan lain-lain. Namun reaksi karbonatasi tidak hanya
berlangsung sederhana tetapi terjadi dalam beberapa tahapan. Penambahan susu
kapur menyebabkan terjadinya dua aksi, yang pertama reaksi susu kapur dengan
CO2 membentuk kristal CaCO3, yang kedua reaksi susu kapur dengan sukrosa
membentuk kalsium sakarat. Jika kalsium sakarat direaksikan dengan CO2, maka
akan terbentuk senyawa intermediet kalsium hidrosukrokarbonat. Jika pada
senyawa tersebut dikenakan penambahan panas, maka senyawa tersebut akan
terurai menjadi kristal CaCO3, sukrosa, dan air. Kristal CaCO3 yang dihasilkan
dari kedua aksi susu kapur tersebut saling berikatan membentuk kesatuan kristal
CaCO3 yang mampu mengadsorpsi bahan-bahan pengotor.

4. Penguapan Nira (Evaporasi),


Nira jernih masih banyak mengandung uap air. Untuk menghilangkan kadar
air dilakukan penguapan (evaporasi). Dipabrik gula penguapan dilakukan
dengan menggunakan beberapa evaporator dengan sistem multiple effect yang
disusun secara interchangeable agar dapat dibersihkan bergantian. Evaporator
bisanya terdiri dari 4-5 bejana yang bekerja dari satu bejana sebagai uap
pemanas bejana berikutnya. Total luas bidang pemanas 5990m2 vo.

Dalam bejana Nomor 1 nira diuapkan dengan menggunakan bahan pemanas


uap bekas secara tidak langsung. Uap bekas ini terdapat dalam sisi ruang uap dan
nira yang diuapkan terdapat dalam pipa-pipa nira dari tombol uap. Dari sini, uap
bekas yang mengembun dikeluarkan dengan kondespot. dalam bejana nomor 2,
nira dari bejana nomor 1 diuapkan dengan menggunakan uap nira dari bejana
penguapan nomor 1. Kemudian uap nira yang mengembun dikeluarkan dengan
Michaelispot. Di dalam bejana nomor 3, nira yang berasal dari bejana nomor 2
diuapkan dengan menggunakan uap nira dari bejana nomor 2. Demikian
seterusnya, sampai pada bejana terakhir merupakan nira kental yang berwarna
gelap dengan kepekatan sekitar 60 brik. Nira kental ini diberi gas SO2 sebagai
belancing dan siap dikristalkan. Sedangkan uap yang dihasilkan dibuang ke
kondensor sentral dengan perantara pompa vakum.

5. Kristalisasi,
Nira kental dari sari stasiun penguapan ini diuapkan lagi dalam suatu pan
vakum, yaitu tempat dimana nira pekat hasil penguapan dipanaskan terus-menerus
sampai mencapai kondisi lewat jenuh, sehingga timbul kristal gula. Sistem yang
dipakai yaitu ABD, dimana gula A dan B sebagai produk,dan gula D dipakai
sebagai bibit (seed), serta sebagian lagi dilebur untuk dimasak kembali.
Pemanasan menggunakan uap dengan tekanan dibawah atmosfir dengan vakum
sebesar 65 cmHg, sehingga suhu didihnya 650c. Jadi kadar gula (sakarosa) tidak
rusak akibat terkena suhu yang tinggi. Hasil masakan merupakan campuran kristal
gula dan larutan (Stroop). Sebelum dipisahkan di putaran gula, lebih dulu
didinginkan pada palung pendinginan (kultrog).
6. Pemisahan Kristal Gula,
Pemisahan kristal dilakukan dengan menggunakan saringan yang bekerja
dengan gaya memutar (sentrifungal). Alat ini bertugas memisahkan gula terdiri
dari :

1.    3 buah broadbent 48” X 30”untuk gula masakan A.

2.    4 buah bactch sangerhousen 48” X 28” untuk masakan B.

3.    2 buah western stated CCS untuk D awal.

4.    6 buah batch sangerhousen 48” X 28” untuk gula SHS.

5.    3 buah BNA 850 K untuk gula D.

Dalam tingkatan pengkristalan, pemisahan gula dari tetesnya terjadi pada


tingkat B. Pada tingkat ini terjadi poses separasi (pemisahan). Mekanismenya
menggunakan gaya sentrifugal. Dengan adanya sistem ini, tetes dan gula terpisah
selanjutnya pada tingkat D dihasilkan gula melasse (kristal gula) dan melasse
(tetes gula).

7. Pengeringan  Kristal Gula

Air yang dikandung kristal gula hasil sentrifugasi masih cukup tinggi, kira-
kira 20% . Gula yang mengandung air akan mudah rusak dibandingkan gula
kering, untuk menjaga agar tidak rusak selama penyimpanan, gula tersebut harus
dikeringkan terlebih dahulu. pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami atau
dengan memakai udara panas kira-kira 800c. Pengeringan gula secara alami 
dilakukan dengan melewatkan SHS pada talang goyang yang panjang, melalui
talang ini gula diharapkan dapat kering dan dingin. Proses pengeringan dengan
cara ini membutuhkan ruang yang lebih luas dibandingkan cara pemanasan. Cara
ini bekerja atas dasar prinsip aliran berlawanan dengan aliran udara panas.
Penimbangan termasuk tahap pengemasan. Ini bisa dilakukan secara otomatis atau
manual. Demikian pula pengerjaan menjahit karung, bisa dijahit tangan maupun
mesin. Kondisi gudang untuk penyimpanan harus memenuhi syarat tertentu yaitu
kadar air anara 10-15%. Penyimpanan dilakukan dengan cara penumpukkan
karung yang diatur serapat mungkin dan teratur

2.6 Warna Dan Cita Rasa Bahan Pangan Tebu

Deskripsi saccharum offinacanarum l (tanaman tebu) dijelaskan sebagai berikut.

1. Batang

Tanaman tebu mempunyai sosok yang tinggi, kurus, tidak bercabang dan
tumbuh tegak. Tinggi batangnya dapat mencapai lebih kurang 3-5 m. Kulit batang
keras berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua atau kombinasinya. Pada batang
terdapat lapisan lilin yang berwarna putih ke abu-abuan dan umumnya terdapat
pada tanaman tebu yang masih muda.

2. Daun

Daun tebu merupakan daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari pelepah
dan helaian daun, tanpa tangkai daun. Daun berpangkal pada buku batang dengan
kedudukan yang berseling. Pelepah memeluk batang, makin ke atas makin sempit.
Pada pelepah terdapat bulu dan telinga daun.

3. Akar

Tebu mempunyai akar serabut yang panjangnya dapat mencapai satu meter.
Sewaktu tanaman masih muda atau berupa bibit, ada 2 macam akar yaitu akar
setek dan akar tunas. Akar setek/bibit berasal dari setek batangnya, tidak berumur
panjang, dan hanya berfungsi sewaktu tanaman masih muda. Akar tunas berasal
dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada selama tanaman masih tumbuh.

4. Bunga
Bunga tebu merupakan bunga majemuk yang tersusun atas mulai dengan
pertumbuhan terbatas. Panjang bunga majemuk 70-90 cm. Setiap bunga
mempunyai tiga daun kelopak, satu daun mahkota, tiga benang sari dan dua
kepala putik

2.7 Zat Aditif Yang Terdapat Pada Tanaman Tebu

Zat aditif adalah zat-zat yang ditambahkan pada makanan selama proses
produksi, pengemasan atau penyimpanan untuk maksud tertentu. Penambahan zat
aditif dalam makanan berdasarkan pertimbangan agar mutu dan kestabilan
makanan tetap terjaga dan untuk mempertahankan nilai gizi yang mungkin rusak
atau hilang selama proses pengolahan. Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal
dari bahan tumbuh-tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya
zat aditif alami tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan
manusia. Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan
digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri serta minuman dan
makanan kesehatan. Pemanis dipakai untuk menambah rasa manis yang lebih kuat
pada bahan makanan. Pemanis dapat dibedakan menjadi dua yaitu pemanis alami
dan buatan. Pemanis alami merupakan bahan pemberi rasa manis yang diperoleh
dari bahan-bahan nabati maupun hewani. Gula tebu atau gula pasir mengandung
zat pemanis fruktosa yang merupakan salah satu jenis glukosa. Gula tebu atau
gula pasir yang diperoleh dari tanaman tebu merupakan pemanis yang paling
banyak digunakan. Selain memberi rasa manis, gula tebu juga bersifat
mengawetkan.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Produksi gula diupayakan terus meningkat baik dari segi kualitas maupun
kuantitas, penggunaan mesin-mesin (mekanisaai) merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan produksi gula. Meskipun mesin-mesin yang digunakan
bukan mesin berteknologi canggih. Pada umumnya mesin-mesin yangdigunakan
bukan mesin berteknologi canggih. Pada umumnya mesin-mesin yang digunakan
oleh pabrik-pabrik gula di indonesia pengoprasiaannya dilakukan oleh manusia.
Mesin-mesin tersebut bekerja secara manual tidak secara komputeraisasi.

Produksi gula menggunakan mesin manual lebih menghemat energi


dibandingkan dengan produksi gula menggunakan berteknologi canggih.
Kekursngsan produksi gula kekurangan produksi gula menggunakan mesin
manual adalah tingkat produksi gula belum mampu mengimbangi tingkat
konsumsi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Achyadi N.S dan I. Maulidah. 2004. Pengaruh Banyaknya Air Pencuci Dan
Ketebalan Masakan Pada Proses Sentrifugal Terhadap Kualitas Gula. Jurnal
Informasi dan Teknologi Vol 6 No 4.

Anonim.2007.PT.MADUBARU.Yogyakarta:Padokan.

Chen, J. C. P dan C. Chou. 1993. Cane Sugar Handbook. Twelfth Edition.


Elsevier Scientofic Publishing Company. Amsterdam-Oxford-New York.

Indriani, Y. H. dan Sumiarsih, E.sawah dan tegalan.,1994. Pembudidayaan tebu di


lahan. Jakarta.

Moerdokusumo, A. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula di


Indonesia. Penerbit ITB Bandung. Bandung.

Nurlaela,Ela.Marlina,dkk.1998.makalah.Sukaresmi.

Syakir, M. 2010. Budidaya dan pasca panen tebu. Jakarta. 40 hal.

Soedjarji, 1987. Dasar-dasar Teknologi Gula. Lembaga Pendidikan Perkebunan,


Yogyakarta.

Standar raw sugar. 1996. Sekretariat Dewan Gula Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai