Lebih lanjut Malthus berpendapat bahwa keadaan manusia tidak bisa ditingkatkan karena dua
alasan, yakni:
1 Malthus yakin bahwa manusia dikendalikan oleh hasrat kesenangan seksual yang tak
pernah puas. Akibatnya, populasi manusia meningkat secara deret geometris (yaitu secara
berganda 1, 2, 4, 8, 16, 32 ).
2 Berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin menurun (diminishing return) pada
sektor pertanian, yaitu makin banyak tanah yang ditanami, maka setiap penanaman baru
akan menghasilkan bahan pangan yang lebih sedikit dibanding penanaman sebelumnya,
akibatnya produksi bahan makanan untuk manusia berkembang secara aritmatika, (yaitu
melalui penambahan 1, 2,3,4,5...).
Jika permasalahan ini tidak dicarikan jalan keluarnya, maka manusia menuju kehancuran karena
manusia akan menderita satu dan tiga ujian yang ditimbulkan oleh alam, yaitu kelaparan,
penyakit, dan perang. Untuk dapat keluar dari permasalahan tersebut, Malthus menyarankan
perlunya kebijakan pengendalian laju pertambahan penduduk dengan cara menunda
perkawinan dan mengurangi jumlah anak. Jika kita perhatikan secara mendalam, maka tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa pemikiran Malthus merupakan rujukan atau cikal bakal
lahirnya teori kependudukan modern saat ini.
Dalam bukunya The Principles of Political Economy and Taxation (1817) Ricardo
mengemukakan beberapa teori antara lain teori sewa tanah (land rent); teori nilai kerja (labor
theoty of value); teori upah alami (natural wages); teori uang dan yang paling terkenal adalah
teori keunggulan komparatif (comparative advantage) dan perdagangan international.
1 Teori Sewa Tanah. Dengan pendekatan marjinal, dia mengatakan bahwa tinggi rendahnya
sewa tanah bukan didasarkan atas kesuburannya, tapi didasarkan pada tanah marjinal yaitu
tanah yang paling tidak subur atau tanah yang paling terakhir masuk pasar. Lebih lanjut
Ricardo mengatakan bahwa jika harga pangan meningkat maka upah juga harus meningkat.
Sewa tanah yang tinggi disebabkan karena kelangkaan tanah yang subur sebagai akibat dari
jumlah penduduk yang semakin meningkat.
2 Teori Nilai Tenaga Kerja. Nilai tukar suatu barang ditentukan oleh biaya (ongkos) yang
dikorbankan untuk menghasilkan barang tersebut, yaitu meliputi biaya bahan baku (input)
dan biaya tenaga kerja (buruh) yang besarnya cukup untuk mempertahankan taraf hidup
minimum bagi buruh yang bersangkutan. Upah buruh yang jumlah seperti ini dinamakan
upah alami (natural wage). Jika harga barang ditetapkan lebih besar daripada biaya-biaya,
maka dalam jangka pendek produsen akan memperoleh laba/keuntungan ekonomi. Adanya
laba akan menarik bagi pihak pihak lain untuk memproduksi barang-barang yang serupa
yang pada akhirnya akan menambah pasokan (produksi) barang tersebut, yang pada tahap
tertentu bisa menyebabkan adanya kelebihan produksi (over supply) di pasar. Kelebihan
produksi tersebut akan mendorong harga-harga turun kembali pada keseimbangan awal.
Karena biaya bahan baku relatif konstan, maka yang paling menentukan tingkat harga suatu
barang adalah tingkat upah alami yang tinggi rendahnya ditentukan oleh kebiasaan
masyarakat (custom). Biasanya upah alami akan dinaikkan seiring dengan naiknya standar
hidup masyarakat. Teori ini ternyata dikembangkan lebih lanjut oleh pemikir ekonomi
sosìalis/komunis dengan nama teori upah besi (Deliarnov, 1995:40).
3 Teori Keuntungan Komparatif (Comparative Advantage). Berdasarkan teori ini, dia
menganjurkan agar setiap kelompok masyarakat atau negara sebaiknya mengkhususkan diri
(spesialisasi) menghasilkan produk-produk yang bisa dihasilkan secara efisien (lebih murah)
dan kelebihan produksinya harus diperdagangkan, hasil dari perdagangan itu dapat
digunakan membeli (mengimpor) barang barang dari negara lain yang harganya lebih murah
2
dibandingkan jika barang itu diproduksi di dalam negeri. Teori ini merupakan cikal bakal
teori perdagangan bebas.
Lebih lanjut JB. Say mengatakan bahwa peningkatan produksi akan selalu diiringi oleh
peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan diikuti oleh peningkatan permintaan. Jika
penawaran lebih besar dari permintaan, maka akan mengakibatkan persediaan barang
meningkat. Tingginya persediaan barang akan menyebabkan harga turun. Akibatnya produsen
akan menghentikan produksinya yang pada gilirannya persediaan akan turun sampai jumlahnya
sama dengan jumlah permintaan.
Referensi:
Natsir, M. 2013. Sejarah Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Firmansyah. 2007. Buku Ajar Sejarah Pemikiran Ekonomi. Semarang: Universitas Diponegoro.