Anda di halaman 1dari 12

Embriologi dan Anatomi

a. Embriologi
Embriologi traktus gastrointestinal (GI) dimulai pada minggu ke-empat masa
gestasi. Usus primitif terbentuk dari lapisan endoderm dan dibagi menjadi tiga
segmen: foregut, midgut, dan hindgut. Midgut dan hindgut nanti akan membentuk
kolon, rektum, dan anus.
Midgut akan membentuk usus halus, kolon asenden, dan kolon transversum
proksimal, dan menerima suplai darah dari arteri mesenterika superior. Saat minggu
ke-enam masa gestasi, midgut bergerak menuju keluar kavitas abdomen, dan
berputar 270° berlawanan arah jarum jam disekitar arteri mesenterika superior dan
akhirnya akan menempati tempat terakhirnya, yaitu di dalam kavitas abdomen pada
minggu ke-sepuluh masa gestasi.
Hindgut akan berkembang menjadi kolon transversus distalis, kolon desenden,
rektum, dan anus proksimal, semuanya menerima suplai darah dari arteri mesenterika
inferior. Saat minggu ke-enam masa gestasi, bagian ujung distal hindgut (kloaka)
terbagi menjadi septum urorektal pada sinus urogenital dan rektum.
Bagian distal kanalis analis terbentuk dari ektoderm dan mendapat suplai
darah dari arteri pudenda interna.

Gambar 1. Pada minggu ke-tiga masa gestasi, usus primitif terbagi menjadi tiga
bagian, foregut (F) pada bagian kepala, hindgut (H) pada bagian ekor, dan midgut
(M) diantara hindgut dan foregut. Tahap perkembangan midgut: herniasi fisiologis
(B), kembali ke abdomen (C), fiksasi (D). Pada minggu ke-enam masa gestasi,
septum urogenital bermigrasi kea arah kaudal (E) dan memisahkan traktus urogenital
dan intestinal (F, G). (Sumber: Corman ML [ed]: Colon & Rectal Surgery, 4th ed.
Philadelphia, Lippincott-Raven, 1998, p 2.)

b. Anatomi

Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri.
2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian
proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior.
Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai
pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dikelilingi oleh spinkter ani
(eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia
luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling: atas, medial dan depan.
Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan medialis
(a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti oleh a.uterina)
yang merupakan cabang dari a.mesenterika inferior. Sedangkan arteri hemorrhoidalis
inferior adalah cabang dari a.pudendalis interna, berasal dari a.iliaka interna,
memperdarahi rektum bagian distal dan daerah anus.
Pengecualian pada vena mesenterika inferior, vena-vena pada kolon
mempunyai terminologi yang sama seperti arteri. Vena mesenterika inferior berjalan
naik pada retroperitoneum melewati muskulus psoas dan berjalan posterior ke
pancreas untuk bergabung dengan vena splenika. Pada kolektomi, vena ini di
gerakkan secara independen dan diligasi pada ujung inferior pankreas. Drainase vena
pada kolon transversum proksimal menuju ke vena mesenterika superior yang
begabung dengan vena splenika untuk membentuk vena porta. Kolon transversum
distal, kolon desenden, kolon sigmoid, dan sebagian besar rektum terdrainase oleh
vena mensenterika inferior yang bergerak ke atas menuju vena splenika.
Drainase limfatik juga dinamakan sesuai dengan arterinya. Drainase limfatik
bermulai dari jaringan-jaringan limfatik dari muskularis mukosa. Pembuluh limfa
dan limfonodusnya dinamakan sesuai dengan arteri regional yang ada. Limfonodus
epikolik ditemukan pada dinding usus dan pada epiploika. Nodus yang berdekatan
pada arteri disebut limfonodus parakolika. Limfonodus intermediet terletak pada
cabang utama pembuluh darah besar; limfonodus primer rerletak pada arteri
mesenterika superior atau inferior.
Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis
(n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis
(n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini
membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh
n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan
m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi
sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis). Kontinensia sepenuhnya
dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis).

Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus:


1. Pleksus Auerbach: terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal.
2. Pleksus Henle: terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler.
3. Pleksus Meissner: terletak di sub-mukosa.

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3


pleksus tersebut.

Fisiologi Kolon
Fungsi kolon ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mucus serta
menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Kolon tidak ikut berperan dalam
proses pencernaan makanan maupun absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum
maka semua zat makanan telah di absorpsi dan semua akan cair dan selama perjalanan
didalam kolon isinya menjadi makin padat karena terjadi proses reabsorbsi. Dari 700- 1000
ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang dikeluarkan sebagai
feses setiap harinya. Proses ini akan berakhir ketika mencapai rektum dan akan terbentuk
feses. Peristaltik kolon membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai flexura sigmoid.

Definisi

Penyakit hirschprung di karakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion di pleksus


myenterikus (auerbach’s) dan submukosa (meissner’s)

Etiologi

Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf parasimpatis


myentericus dari cephalo ke caudal.

Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submucosa (Meissner) dan pleksus myenteric
(Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda patologis untuk Hirschsprung’s disease.
Okamoto dan Ueda mempostulasikan bahwa hal ini disebabkan oleh karena kegagalan
migrasi dari sel-sel neural crest vagal servikal dari esofagus ke anus pada minggu ke 5
sampai 12 kehamilan. Teori terbaru mengajukan bahwa neuroblasts mungkin bisa ada namun
gagal unutk berkembang menjadi ganglia dewasa yang berfungsi atau bahwa mereka
mengalami hambatan sewaktu bermigrasi atau mengalami kerusakan karena elemen-elemen
didalam lingkungn mikro dalam dinding usus. Faktor-faktor yang dapat mengganggu migrasi,
proliferasi, differensiasi, dan kolonisasi dari sel-sel ini mingkin terletak pada genetik,
immunologis, vascular, atau mekanisme lainnya.

Klasifikasi

Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena. Tipe


Hirschsprung disease meliputi:

1. Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari rectum.

2. Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari colon.

3. Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.

4. Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan kadang
sebagian usus kecil.

Patofisiologi
Secara embriologis sel-sel neuroenterik bermigrasi dari krista neuralis menuju
saluran gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya meneruskan kearah distal. Pada
minggu ke-lima kehamilan sel-sel saraf tersebut akan mencapai esofagus,  pada minggu
ke-tujuh mencapai mid-gut dan akhirnya mencapai kolon pada minggu ke dua belas.
Proses migrasi mula pertama menuju ke dalam pleksus Auerbach dan selanjutnya
menuju kedalam pleksus submukosa Meissneri Apabila terjadi gangguan pada proses
migrasi sel-sel kristaneuralis ini maka akan menyebabkan terjadinya segmen usus yang
aganglionik dan terjadilah penyakit Hirschsprung.
Dalam kondisi normal, sel – sel neural crest bermigrasi ke usus dari bagian atas
(cephal) ke bagian bawah (caudal). Proses ini selesai pada minggu ke 12 kehamilan,
tetapi migrasi dari kolon midtransversal ke anus butuh waktu 4 minggu. Selama periode
akhir itulah, janin paling rentan terhadap kecacatan dalam migrasi sel neural crest. Hal
ini mungkin menjelaskan mengapa kebanyakan kasus aganglionik melibatkan
rektosigmoid. Panjang segmen aganglionik usus ditentukan oleh daerah paling distal
dimana sel – sel neural crest tidak bermigrasi. Pada kasus yang jarang, aganglionik
kolon total dapat terjadi.
Pada penyakit ini, kolon mulai dari yang paling distal sampai pada bagian usus
yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion parasimpatik
intramural. Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat mengembang sehingga tetap sempit
dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan
melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megakolon. Pleksus mesenterik
(Auerbach) dan pleksus submukosal (Meissner) tidak ditemukan, menyebabkan
berkurangnya peristaltic usus dan funsi lainnya. Mekanisme akurat mengenai
perkembangan penyakit ini tidak diketahui. Sel ganglion enteric berasal dari differensiasi
sel neuroblast. Selama perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di usus halus
pada minggu ke 7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada minggu ke 12 usia gestasi.
Kemungkinan salah satu etiologi Hirschsprung adalah adanya defek pada migrasi
sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus bagian distal. Migrasi neuroblast yang
normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblast dalam bertahan, berpoliferase,
atau berdidderensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi komponen telah terjadi
pada usus yang anganglionik. Komponen tersebut adalah fibronektin, laminin, neural
cell adhesion molecule, dan faktor neurotrophic.
Sebagai tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon anganglionik
menunjukkan bahwa bagian tersebut tidak aktif ketika menjalani pemeriksaan
elektrofisiologi, hal ini menunjukkan adanya kelainan myogenik pada perkembangan
penyakit Hirschsprung. Kelainan pada sel Cajal, sel pacemaker yang menghubungkan
antara saraf enteric dan otot polos usus, juga telah dipostulat menjadi factor penting yang
berkontribusi. Terhadap tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, Ketiga pleksus
neuronal yang menginnervasi usus, pleksus submukosal (Meissner), Intermuskuler
(Auerbach), dan pleksus mucosal. Ketiga pleksus ini terintegrasi dan berperan dalam
seluruh aspek fungsi usus, termasuk absorbsi, sekresi, motilitas, dan aliran darah.
Motilitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsik. Ganglia ini
mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana relaksasi mendominasi.
Fungsi usus telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali ekstrinsik utamanya
melalui serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik ini menyebabkan kontraksi, dan
serat adrenergic menyebabkan inhibisi. Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel
ganglion tidak ditemukan sehingga kontrol intrinsik menurun, menyebabkan
peningkatan kontrol persarafan ekstrinsik. Innervasi dari sistem adrenergik diduga
mendominasi sistem kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus otot polos usus.
Dengan hilangnya kendali saraf intrinsik, peningkatan tonus tidak diimbangi dan
mengakibatkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltic yang tidak
terkoordinasi, dan pada akhirnya, obstruksi fungsional. Klasifikasi keadaan aganglionik
dapat dibedakan menjadi segmen sangat pendek (sekitar 2 cm dari garis mukokutan).
Segmen pendek (aganglionik sepanjang netosigmoid), segmen panjang bila aganglianik
sepanjang rectum ke udon transversum, segmen total sepanjang rektum ke sekum dan
segmen universal bila agang lionik mencakup hampir seluruh usus.
Pada tahun 1994 ditemukan dua gen yang berhubungan dengan kejadian penyakit
Hirschsprung yaitu RET (receptor tyrosin kinase) dan EDNRB (endothelin receptor B).
RET ditemukan pada 20% dari kasus penyakit Hirschsprung dan 50% dari kasus tersebut
bersifat familial, sedang EDNRB dijumpai pada 5 sampai 10% dari semua kasus
penyakit Hirschsprung. Interaksi antara EDN-3 dan EDNRB sangat penting untuk
perkembangan normal sel ganglion usus. Pentingnya interaksi EDN-3 dan EDNRB
didalam memacu perkembangan normal sel-sel krista neuralis telah dibuktikan dengan
jelas. Baik EDN-3 maupun EDNRB keduanya ditemukan pada sel mesenkim usus dan
sel neuron usus, dan ini memperkuat dugaan bahwa EDN-3 dan EDNRB dapat mengatur
regulasi antara krista neuralis dan sel mesenkim usus yang diperlukan untuk proses
migrasi normal.
Penelitian terbaru menjelaskan dasar molekuler untuk penyakit hirschsprung.
Pasien dengan penyakit hirschsprung memiliki peningkatan frekuensi mutasi pada
beberapa gen, salah satunya GDNF. Selain itu, mutasi pada gen ini juga menyebabkan
megakolon aganglionik pada tikus, yang menyediakan kesempatan untuk mempelajari
fungsi protein yang dikodekan. Penyelidikan awal menunjukkan bahwa GDNF
mempromosikan kelangsungan hidup, proliferasi, dan migrasi populasi campuran sel –
sel neural crest. Penelitian lain mengungkapkan bahwa GDNF dinyatakan dalam usus
sebelum migrasi sel – sel neural crest dan bersifat kemoatraktif. Temuan ini
meningkatkan kemungkinan bahwa mutasi pada gen GDNF bisa menyebabkan
gangguan migrasi saraf dalam rahim dan perkembangan pada penyakit hirschsprung.

Gejala dan Tanda


Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia
gejala klinis mulai terlihat:
1) Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran
mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang
signifikans. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala
mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman
komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat
menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu,
meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea,
distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam.
2) Periode anak pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah
konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan
peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka
feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap.
Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan
biasanya sulit untuk defekasi.

Pemeriksaan Rectal Touche


Sangat penting dan pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada
waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium/feses yang
menyemprot.
Pemeriksaan penunjang
Foto polos abdomen (BNO)
Sulit untuk membedakan antara distensi kolon dengan distensi pada usus kecil
jika hanya melalui foto polos abdomen. Oleh karena itu, harus dilakukan pemeriksaan
radiologi lanjutan untuk mendiagnosa penyakit ini. Pemeriksaan dengan barium enema
adalah pemeriksaan yang terbaik untuk melihat obstruksi yang disebabkan oleh penyakit
Hirschsprung ini. (8)

Pemeriksaan barium enema


Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah
barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas :
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya
bervariasi;
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah
dilatasi;
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung,
maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium
dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang
membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan
Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di
daereah rectum dan sigmoid.(1)
Diagnosis pasti
1. Pemeriksaan histo-patologis, yaitu tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis, yang
dapat dilakukan dengan jalan:
a. Biopsi hisap
Mukosa sampai dengan submukosa diambil dengan menggunakan alat
penghisap dan selanjutnya dicari sel ganglion pada daerah submukosa. Cara biopsi
ini tidak traumatik, mudah dan dapat dikerjakan di poliklinik. Kesukarannya ialah
mencari sel ganglion submukosa tersebut.
b. Biopsi otot rectum
Dengan cara ini diambil lapisan otot. Tindakan ini dilakukan dengan anak
dalam narkose. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan potong beku. Pemeriksaan ini
bersifat traumatik
2. Pemeriksaan aktifitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi hisap. Pada
penyakit Hirschsprung,khas terdapat peningkatan aktifitas enzim asetilkolin esterase.
3. Pemeriksaan aktifitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus. Usus yang
aganglionosis akan menunjukkan peningkatan aktifitas enzim tersebut.
Penatalaksanaan
Tindakan definitif ialah menghilangkan hambatan pada segmen usus yang
menyempit. Sebelum operasi definitif, dapat dilakukan pengobatan konservatif yaitu
tindakan darurat untuk menghilangkan tanda-tanda obstruksi rendah dengan jalan
memasang anal tube dengan tanpa disertai pembilasan dengan air garam hangat secara
teratur. Tindakan konservatif ini sebenarnya akan mengaburkan gambaran pemeriksaan
barium enema yang dibuat kemudian.
Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat dan dimaksudkan untuk
menghilangkan gejala obstruksi usus, sambil menunggu dan memperbaiki keadaan
umum penderita sebelum operasi definitif.
Operasi definitif dilakukan dengan mereseksi segmen yang menyempit dan
menarik usus yang sehat ke arah anus. Cara ini dikenal dengan pull through (Swenson,
Renbein dan Duhamel).

Penanganan operatif
Penanganan operatif Hirschsprung dimulai dengan diagnosis dini, yang biasanya
membutuhkan biopsy rectal full-thickness. Pada umumnya, penatalaksanaan awal yaitu
dengan membuat colostomy dan ketika anak bertumbuh dan memiliki berat lebih dari 10
kg, operasi definitif dapat dilakukan. Standar penatalaksanaan ini dikembangkan pada
tahun 1950 setelah laporan tingginya angka kebocoran dan striktur pada prosedur
tunggal yang dideskripsikan oleh Swenson. Akan tetapi, dengan kemajuan anastesia
yang lebih aman dan monitoring hemodinamika yang lebih maju, prosedur penarikan
tanpa membuat colostomy semakin sering digunakan. Kontraindikasi untuk prosedur
tunggal itu adalah dilatasi maksimal usus bagian proksimal, entercolitis berat, perforasi,
malnutrisi, dan ketidakmampuan menentukan zona transisional secara akurat.
Untuk neonatus yang pertama kali ditangani dengan colostomy, mulanya zona transisi
diidentifikasi dan colostomy dilakukan pada bagian proksimal area ini. Keberadaan sel
ganglion pada lokasi colostomy harus dikonfirmasi dengan biopsy frozen-section. Baik
loop atau end - stoma dapat dikerjakan, biasanya tergantung dari preferensi ahli bedah.
Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya telah memberikan hasil yang
sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. 3 jenis teknik yang sering
digunakan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave. Apapun teknik yang
dilakukan, pembersihan kolon sebelum operasi definitif sangat penting.
Prosedur Swenson
1. Prosedur Swenson merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk
menangani penyakit Hirschsprung.
2. Segmen aganglionik direseksi hingga kolon sigmoid kemudian anastomosis oblique
dilakukan antara kolon normal dengan rectum bagian distal.

Prosedur Duhamel
1. Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi
prosedur Swenson.
2. Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan beberapa bagian rectum
yang aganglionik dipertahankan.
3. Usus aganglionik direseksi hingga ke bagian rectum dan rectum dijahit. Usus bagian
proksimal kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rectum dan
sakrum), kemudian end-to-side anastomosis dilakukan pada rektum yang tersisa.

Prosedur Soave
1. Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang mukosa
dan submukosa dari rektum dan menarik usus ganglionik kearah ujung muskuler
rektum aganglionik.
2. Awalnya, operasi ini tidak termasuk anastomosis formal, tergantung dari
pembentukan jaringan parut antara segmen yang ditarik dan usus yang aganglionik.
Prosedur ini kemudian dimodifikasi oleh Boley dengan membuat anastomosis primer
pada anus.

Tidak adanya ganglion meliputi pleksus auerbach yang terletak pada lapisan
otot dan pleksus meissner pada submukosa, mengakibatkan hipertrofi pada
serabut saraf dan terjadinya kenaikan kadar asetilkolinesterase. Enzim ini
merupakan produksi serabut saraf secara spontan dari saraf parasimpatik
ganglia otonom dalam mencegah akumulasi neurotransmiter asetilkolin pada
neuromuskular junction. Ganguan inervasi parasimpatis ini akan
menyebabkan incoordinate peristalsis, sehingga mengganggu propulsi isi
usus. Obstruksi yang terjadi secara kronik akan menyebabkan distensi
abdomen yang dapat beresiko terjadinya enterokolitis.

§ Ketika tidak terdapat pleksus, maka peristaltik usus akan terganggu karena otot di
usus kehilangan kemampuan untuk melakukan relaksasi, sehingga otot di usus terus
dalam keadaan kontraksi yang dimana akan menghambat pergerakan dari feses. Bayi
yang lahir dengan penyakit Hirschsprung akan mengalami keterlambatan dalam
mengeluarkan mekonium. Rektum dan distal colon sigmoid yang merupakan area
terdekat dengan anus akan mengalami gangguan, sehingga terjadi obstruksi feses
dimana akan menyebabkan konstipasi kronis

Anda mungkin juga menyukai