Anda di halaman 1dari 11

194

MIMBAR HUKUM Volume 26, Nomor 2, Juni 2014, Halaman 194-204

PENATAAN LEMBAGA NEGARA MANDIRI DALAM STRUKTUR


KETATANEGARAAN INDONESIA
Retno Mawarini Sukmariningsih*

Bagian Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Tujuh Belas Agustus 1945, Semarang
Jalan Pawiyatan Luhur Bendan Dhuwur, Semarang, Jawa Tengah 50233

Abstract
This purpose of this article is to harmonize and to synchronize regulations of independent state agencies
in order to avoid from the overlapping within those agencies so that they persistently can exercise their
function, and further to analyze them normatively as ad-hoc commissions under the effective regulations
or otherwise. The rearrangement is purported to reconstruct the regulations of independent state agencies
and it must begin from the constitution so that we internally can simplify to supervise and to minimize
abuse of power carried on by the independent state agencies in order to answer people’s serious challenge.
Keywords: regulation, constitution, independent state agencies.

Intisari
Tulisan ini mempunyai tujuan agar ada harmonisasi regulasi lembaga negara mandiri supaya sesama
lembaga negara mandiri tidak overlapping dalam menjalankan fungsinya dan lebih jauh lagi untuk
mengkaji secara normatif lembaga negara mandiri seperti komisi-komisi yang dibentuk secara ad-hoc
dalam peraturan perundang-undangan jauh lebih efektif atau justru sebaliknya. Penataan regulasi ini
bermaksud untuk penataan regulasi kelembagaan negara khususnya lembaga negara mandiri yang diawali
dari konstitusi, sehingga akan memudahkan pengawasan secara internal dan meminimalisir penyalahgunaan
kekuasaan lembaga negara mandiri yang pembentukannya mestinya untuk menjawab tantangan kebutuhan
masyarakat.
Kata Kunci: regulasi, konstitusi, lembaga negara mandiri.

Pokok Muatan
A. Pendahuluan........................................................................................................................................ 195
B. Pembahasan........................................................................................................................................ 196
1. Hakekat Prinsip Checks and Balances dalam Negara Hukum...................................................... 196
2. Penataan Regulasi Lembaga Negara Mandiri dalam Konstitusi................................................... 200
C. Penutup............................................................................................................................................... 203

*
Alamat Korespondensi: sukma_retno@hotmail.com
Sukmariningsih, Penataan Lembaga Negara Mandiri dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia 195

A. Pendahuluan berdampak akan terjadinya banyak pembongkaran


Tuntutan reformasi membawa dampak dari badan-badan di bawah naungan eksekutif dalam
adanya amandemen UUD 1945, penghapusan kehidupan sehari-hari terlibat dalam pembuatan
doktrin dwi fungsi ABRI, penegakan hukum, undang-undang (legilastif dan eksekutif) dan fungsi
HAM dan pemberantasan KKN serta mewujudkan peradilan (yudikatif).2 Pada waktu yang sama,
kehidupan demokrasi. Terhadap penyelenggaraan efektifitas dari para fungsionalis berjuang untuk
negara perubahan konstitusi biasanya dibarengi menyatukan efisiensi kepentingan-kepentingan dan
dengan pembentukan lembaga-lembaga negara keefektifitasan untuk satu cabang tertentu, dengan
mandiri, dengan asumsi sebagai jawaban prinsip pemisahaan kekuasaan secara menyeluruh
kompleksitas persoalan ketatanegaraan, tetapi dan dapat ditegaskan disini bahwa tidak ada salah
justru kompleksitas persoalan ketatanegaraan itu satu cabang pun yang dalam menjalankan fungsinya
dapat dimulai dari terbentuknya lembaga negara tanpa dibatasi atau memerintah secara tirani.3 Setiap
mandiri yang baru dibentuk hasil perubahan tujuan fungsionalis menghadapi pula tuntutan yang
konstitusi. Yang selama ini sering terjadi adalah memberikan semacam ruang yang luas dengan
tidak dibarengi harmonisasi peraturan perundang- pertimbangan untuk meninggalkan batas-batas
undangan bahkan terjadi overlapping kekuasaan. struktural pemerintahan yang terbuka terhadap
Sebetulnya reformasi konstitusi mempunyai tujuan tingkat ketidakpastian dan ketidakkonsistenan dari
mulia untuk membangun pemerintahan Indonesia ide hukum dalam demokrasi konstitusional.4
semakin demokratis hanya saja dalam aplikasinya Denny Indrayana dalam disertasinya yang
memerlukan komitmen bersama antara rakyat berjudul “Indonesian Constitution Reform 1999-
dengan pemerintah untuk mewujudkannya. 2002 An Evaluation of Constitutional-Making in
Di Amerika terjadi perdebatan sengit antara Transition” mengemukakan 2 (dua) elemen dasar
para cendekiawan hukum yang membedakan fungsi dari konten demokrasi konstitusional, yaitu adanya
dari lembaga negera independen secara formalitas pemisahan kekuasaan dan perlindungan terhadap
atau fungsionalitas. Menurut Deborah N. Pearlstein, Hak Asasi Manusia (HAM), dan menurutnya
para formalis menyelidiki dengan identikasi secara tanpa adanya kedua elemen tersebut, sebuah
fundamental dari hakekat fungsi-fungsi “eksekutif” konstitusi menjadi a “dead” letter dan dapat
dan “legislatif”, meskipun penyelidikan ini me­ ditolak dalam kehidupan politik sehari-hari.5 Hal
nyiratkan suatu kesulitan mengenai keberadaan dari senada juga diungkapkan oleh Adnan B. Nasution
kekuatan ide-ide pemerintahan yang dicetuskan yang menegaskan bahwa demokrasi yang benar
oleh Plato yang mungkin atau tidak mungkin sejalur adalah demokrasi dari, oleh dan untuk rakyat,
dengan bentuk-bentuk umum dari penyelenggaraan oleh karena itu dalam membentuk suatu negara
negara.1 Mereka harus menghadapi realitas yang demokrasi konstitutional diperlukan 3 (tiga)
kehidupan di dalam negara dengan administrasi karakteristik penting, diantaranya: Pertama, ada
modern (modern administrative state), dimana kemerdekaan politik dari rakyat, yang meliputi
adanya kepatuhan yang ketat terhadap bagian- kemerdakaan berpikir, berpendapat, berkumpul, dan
bagian kekuasaan formal yang kemungkinan berorganisasi; Kedua, ada pembatasan kekuasaan

1
Deborah N. Pearlstein, “Form And Function In The National Security Constitution”, Connecticut Law Review, Vol. 41, No. 5, Juli 2009, hlm.
1558-1559.
2
Ibid.
3
Ibid.
4
Ibid.
5
Denny Indrayana, 2008, Indonesian Constitution Reform 1999-2002 An Evaluation of Constitutional-Making in Transition, Kompas Book
Publishing, Jakarta, hlm. 76.
196 MIMBAR HUKUM Volume 26, Nomor 2, Juni 2014, Halaman 194-204

artinya kekuasaan penyelenggara negara (penguasa) beberapa teori hukum yang sangat berpengaruh
harus dibatasi dengan berbagai cara dan mekanisme pada zaman modern yang terkait dengan pemikiran
pembatasan, checks and balances dan kontrol; secara filosofis, moral dan politik seperti faham
Ketiga, adanya jaminan hak asasi manusia.6 utilitarian, deontology dan hukum kebajikan.
Kompleksitas persoalan-persoalan ketatane­ Menurut faham utilitarian yang dipelopori oleh
garaan mulai mengemuka ketika terjadi perubahan Jeremy Bentham. Bahwa hukum harus dirancang
paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan, atas dasar prinsip-prinsip moralitas agar hukum
masa transisi dari otoritarian menjadi demokratis membawa kebahagiaan bagi kebanyakan orang
merupakan perjuangan yang tidak mudah seperti (greatest happiness principle), prinsip ini adalah
membalikkan tangan tetapi lebih dari itu perjuangan untuk memberikan pondasi sistem, tujuannya yaitu
untuk mengendalikan kekuasaan pemerintah diang­ membangun pabrik kebahagiaan dengan bantuan
gap lebih mudah dengan membentuk lembaga penalaran dan hukum.7
lembaga negara baru yaitu lembaga negara mandiri, Pengembangan konsep dari Bentham ini
dikarenakan pengalaman pahit dari bekapan sampai pada faham kesejahteraan (welfarism),
otoritarian masa lalu menjadi pengalaman sejarah hak-hak binatang (animal rights), dan panopticon
bagi bangsa Indonesia untuk bangkit dari keterpu­ (rancangan penjara yang secara khusus untuk
rukan. memudahkan pengawasan) sedangkan faham
Terjadinya berbagai krisis seperti krisis deontology dari Immanuel Kant mengemukakan
kepercayaan terhadap penyelenggara negara juga bahwa hukum harus melindungi setiap otonomi
merupakan salah satu indikator terbentuknya individu, kebebasan individu, dan hak-hak individu
lembaga-lembaga negara yang mempunyai label kemudian hukum kebajikan (virtue jurisprudence)
mandiri yang kemudian justru menambah komplek­ pada dasarnya ingin menggabungkan ke duanya
sitas persoalan. Hal ini perlu diupayakan penataan sehingga hukum harus mencerminkan perilaku
atau rekonstruksi yang diawali dari penataan grand dan karakter masyarakat yang baik dan dilihat dari
desain kelembagaan negara dalam konstitusi ketaatan serta manfaatnya.8
melalui perubahan. Rekonstruksi atau penataan Kant membedakan menjadi tiga keadilan
kembali lembaga-lembaga negara mandiri dalam publik hak-hak asasi yang berasal dari hakekat
struktur ketatanegaraan Indonesia akan terjalin manusia atau yang diberikan oleh negara (public
suatu keharmonisan dan sinkronisasi antara justice as related to the natural and the civil state),
lembaga-lembaga tersebut, penataan kembali yang diantaranya:9 (1) protective justice (justitia testatrix)
didasarkan pada pengaturan perundang-undangan yaitu keadilan adalah hak-hak dasar manusia (hak
diharapkan tidak akan terjadi tumpang-tindih atau yang berasal dari hakekat manusia) dicantumkan
overlapping. dalam bentuk peraturan perundang-undang
(lex justice); (2) keadilan yang sesuai dengan
B. Pembahasan hukum terkait dengan tujuan dan keadilan adalah
1. Hakekat Prinsip Checks and Balances memberikan kepada orang lain apa yang menjadi
dalam Negara Hukum haknya (lex juridical); dan (3) keadilan dinyatakan
Dalam memahami tujuan hukum ada dengan apa yang benar dan apa yang adil, dan lebih

6
Adnan Buyung Nasution, 2007, Arus Pemikiran Konstitutionalisme Hak Asasi Manusia dan Demokrasi, Kata Penerbit, Jakarta, hlm. 199.
7
J.H Burn, “Happiness and Utility: Jeremy Bentham’s Equation”, University College London, Vol. 17, No. 1, Maret 2005, hlm. 48. Lihat pula
Ruut Veenhoven , “Happiness as an Aim in Public Policy The Greatest Happiness Principle”, http://www2.Eur.Nl/Fsw/Research/Veenhoven,
diakses 12 Maret 2013.
8
Roscoe Pound, 2002, The Ideal Element in Law, Liberty Fund, Indianapolis, hlm. 203.
9
Immanuel Kant, 1887, The Philosophy of Law An Exposition of the Fundamental Principles of Jurisprudence as The Science of Right, (Terj.
W. Hastie), B.D, T & T Clark, Edinburg, hlm. 155.
Sukmariningsih, Penataan Lembaga Negara Mandiri dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia 197

luas lagi adalah putusan pengadilan untuk kasus H. Franken etal memberikan ciri-ciri dari negara
tertentu berdasarkan hukum yang berlaku. hukum (rechtstaat), diantaranya:12
Perkembangannya, ilmu hukum modern a. Er is een consitutie die bedinde
voorschriften bevat voor de betrekking
sangat dipengaruhi oleh teori dari Bentham seperti
tussen overheid en burgers (ada sebuah
teori negara kesejahteraan (welfare state), seperti konstitusi yang memuat peraturan/
di Indonesia sebetulnya komitmen para pendiri ketentuan mengikat untuk hubungan
negara Indonesia tentang negara kesejahteraan pemerintah dan warga negara).
sudah ada dalam Pembukaan UUD NRI Tahun b. In deze constitutie wordt een scheiding
van machten verzekerd, waarbij
1945 alinea ke IV yang di dalamnya juga tersurat
wordt vereist dat (di dalam konstitusi
keinginan Pembentuk Negara untuk melindungi ditentukan sebuah pemisahan
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah kekuasaan yang diwujudkan dengan):
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan 1. wetgeving tot stand komt door
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan of in overeenstemming met het
parlement (pembuatan undang-
melaksanakan ketertiban dunia yang mendasarkan
undang berasal dan disepakati
pada kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan oleh parlemen).
sosial. Selanjutnya tinggal bagaimana semangat 2. er een onafhankelijke
para penyelenggara negara ini mewujudkannya. rechterlijke macht bestaat, die
John Rawls dalam theory of justice mengemukakan niet alleen geschillen tussen de
burgers onderling, maar ook
bahwa konsekuensi yang logis diukur dari keadilan, die tussen overheid en burgers
sehingga dapat diartikan bahwa tujuan hukum beslist (adanya kekusaan keha­
sebenarnya untuk mewujudkan keadilan bagi kiman yang merdeka yang tidak
masyarakat umum.10 Teori dari John Rawls ini juga hanya memutus perselisihan/
perkara diantara warga negara,
merupakan kritik yang ditujukan kepada Bentham
tetapi juga diantara pemerintah
bahwa pengertian kebahagiaan mempunyai makna dan warga negara).
sangat relatif dan sulit untuk diukur. Keadilan dan 3. het optreden van het bestuur
kebahagiaan merupakan sesuatu hal yang sulit untuk op de wet berust (tindakan
diukur tetapi paling tidak dalam konteks penataan pemerintah yang berdasarkan
pada Undang-Undang).
regulasi lembaga negara mandiri menerapkan
c. In de konstitutie worden de grond-
check and balances agar tidak terjadi overlapping of vrijheidsrechten van de burgers
kewenangan. omgeschreven en gewaarborgd. (hak-
Dalam negara hukum, menurut Azhary, antara hak dasar dan kebebasan warga negara
pengawasan secara normatif dengan negara hukum tercantum dan dijamin di dalam
konstitusi.
memiliki hubungan yang erat, karena prinsip negara
hukum adalah meletakkan hukum sebagai landasan Merujuk dari pendapat yang dikemukan oleh
utama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa Jeremy Waldron, hakekat dari negara hukum adalah
dan bernegara, dan disamping prinsip negara “True, the rule of law is not the only value that
hukum adalah meniadakan absolutisme kekuasaan lawyers serve. Lawyers must serve justice too, for
atau adanya pembatasan kekuasaan.11 Sementara justice is part of law’s promise”.13

10
Nick J. de Boer, “Fundamental Rights and the EU Internal Market: Just how Fundamental are the EU Treaty Freedoms? A Normative Enquiry
Based on John Rawls’ Political Philosophy”, Utrecht Law Review, Vol. 9, No. 1, Januari 2013, hlm. 149-150.
11
Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia, Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-Unsurnya, UI Pres, Jakarta, hlm 33.
12
Franke, H, et al., 1990, Inleiden tot Rechtswetenschap, Gouda Quint D. Brouwer en zoon, Arnhem, hlm. 293.
13
Jeremy Waldron, “The Rule of International Law”, Harvard Journal of Law & Public Policy, Vol. 30, No.1, 2006, hlm. 15.
198 MIMBAR HUKUM Volume 26, Nomor 2, Juni 2014, Halaman 194-204

Hal tersebut memberikan pemahaman bahwa 2005). Bahkan tidak jarang aparat negara yang
segala sesuatu bidang kehidupan akan diatur melakukan pembiaran atas beberapa keluhan yang
dengan hukum untuk itu hukum akan dibuat setiap di sampaikan oleh masyarakat, lemahnya kepastian
saat. Namun yang harus menjadi perhatian secara hukum, sampai kepada tumpang tindihnya regulasi
seksama dari pembuat undang-undang (wetgever) pada lembaga negara menjadi bahasan yang menarik
atau pembentuk Undang-Undang (rechtsvormer) untuk selalu dikaji.
bahwa undang-undang seharusnya menjadi hukum Penataan kelembagaan negara yang dilakukan
yang baik dan memenuhi tuntutan rasa keadilan (het merupakan pembatasan kekuasaan agar fungsi dan
recht moet, om goed recht te zijn, aan de eis van tanggung jawab masing-masing badan negara dapat
rechtvaardigheid voldoen).14 Oleh karena itu, J. H. dilaksanakan dan dapat diciptakan suatu kondisi
P. Bellefroid menyatakan bahwa pembuat Undang- check and balances atas kekuasaan-kekuasaan
Undang (wetgever) atau pembentuk Undang- pada lembaga negara. Keberadaan hukum tata
Undang (rechtsvormer) mempunyai kewajiban negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
menentapkan keadilan ke dalam hukum positif, mempunyai peran penting dalam rangka penataan
selanjutnya dia menjelaskan: kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan atas
Een rechtsregel, die geheel in strijd met de dasar sistem yang diacu dalam konstitusi.16 Mahfud
rechtvaardigheid, is slecht recht en mist MD menekankan bahwa hukum tata negara yang
bijgevolg inneerlijke rechtskwaliteit, hoewel berlaku sekarang ini adalah segala sesuatu yang
hij, formeel, voor zover hij door een bevoeg tertulis di dalam konstitusi negara Indonesia,
gezag is vastgesteld, tot het stellige recht
meskipun terjadi pro dan kontra antara suka dan
behoort.15
tidak suka atau sesuai atau tidak sesuai berdasarkan
Pembuatan hukum yang tidak memberikan teori atau ilmu konstitusi, dan cocok atau tidak
manfaat bagi rakyat tentu saja sangat tidak cocok dengan apa yang berlaku di negara-negara
diharapkan karena hanya akan menjadi sia-sia dan lain.17 Selanjutnya dia menekankan mengenai
tidak berguna. Dalam perspektif yang demikian pokok-pokok yang tertulis di dalam konstitusi yang
maka pengawasan secara normatif sangat diperlukan dibuat melalui prosedur secara konstitusional maka
sebagai bagian dari pelaksanaan prinsip negara itulah yang berlaku, diterima dan dilaksanakan
hukum, sehingga produk hukum yang dihasilkan untuk menghindari campuraduk antara pandangan
oleh lembaga kekuasaan negara tidak akan terjadi yang ideal-teoritis dan penuangan resmi yang riil-
overlapping. Bahkan berdasarkan hasil survei World konstitutif.18
Economic Forum (WEF) mencatat pada kurun Sebelumnya, kita dapat memetik pelajaran
waktu 2001-2005, kepercayaan masyarakat kepada dari sebuah peran khusus dalam ranah pemikiran
pemerintah sangat merosot di 14 (empat belas) Anglo-Amerikan mengenai checks and balances
negara, termasuk Indonesia. Bahkan hambatan dimainkan oleh pengadilan-pengadilan yang
investasi di Indonesia diantaranya sebesar 21% merujuk dari pemikiran Madison, Hamilton dan
disebabkan oleh birokrasi yang tidak efisien (WEF, Jay di tahun 1988 atau pendapat dari Hayek (1960)

14
J.H.P. Bellefroid, 1952, Inleiding tot de Rechtswetenschap in Nederland, Dekker & De Vegt N.V. Nijmegen, Utrecht, hlm. 3.
15
Ibid, terjemahan bebasnya: “Suatu peraturan perundang-undangan, yang seluruhnya bertentangan dengan keadilan, adalah hukum yang buruk
dan berdampak ke dalam isi kualitas hukumnya, meskipun peraturan itu ditetapkano oleh otoritas yang berwewenang menjadi hukum positif”.
16
Jimly Asshiddiqie, 2005, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Konstitusi Press, Jakarta, hlm. 154.
17
Moh. Mahfud MD, 2010, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 36.
18
Ibid.
19
Rafael La Porta, et al., “Judicial Checks and Balances”, Journal of Political Economy, Vol. 112, No. 2, 2004, hlm. 446. Bandingkan dengan
pendapat Hans Kelsen yang menyatakan: “The principle would seem to require that none of three powers should be controlled by any of the
other two. It is nevertheless the principle of the separation of powers which is invoked to justify the strictest control of administration by
courts, a sate which is reached where the administrative organs have to turn to the courts for enforcement of the administrative law”, dalam
Hans Kelsen, 1973, The General Theory of Law and State, (Terj. Anders Wedberg), Russel & Russel, Newyork, hlm. 280.
Sukmariningsih, Penataan Lembaga Negara Mandiri dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia 199

dan Buchanan (1974).19 Friedrich A. von Hayek creating) dan penerapan norma (a norm-applying)
membedakan dua cara yang mana kekuasaan yang kesemuanya itu diperuntukkan untuk suatu
kehakiman dapat membatasi kekuasaan dari cabang- pengeksekusian sanksi hukum, contohnya parlemen
cabang lain. Pertama, penciptaan hukum-hukum dan yang mengesahkan criminal code (KUH Pidana),
administrasi pengadilan dapat dipisahkan. Pembuat dan rakyat yang memilih parlemen adalah organ-
Undang-Undang (legislatures) membuat peraturan organ negara, sebagaiman hakim-hakim yang
perundang-undangan, akan tetapi kebebasan hakim menjatuhkan hukuman kepada setiap individu yang
yang menegakkan peraturan perundang-undangan bersalah.22
itu, tanpa adanya intervensi dari pihak legislatif Dalam hal ini, sebuah organ adalah pemenuhan
maupun eksekutif. Kedua, pembuatan hukum dan kewajiban secara individu berdasarkan fungsinya
kebijakan dapat dengan sendirinya di-review oleh sendiri-sendiri, kualitas dari setiap individu dari
pengadilan-pengadilan agar tidak bertentangan sebuah organ ditentukan oleh fungsinya. Berikutnya
dengan konstitusi (inconstitutional).20 Kelsen mengatakan bahwa “He is an organ because
Pergeseran kewenangan membentuk and in so far as he performs a law-creating or law-
Undang-Undang dari eksekutif ke legislatif applying action”.23 Kelsen memberikan contoh
menjadi pertanda diakhirinya prinsip “pembagian bahwa hakim adalah sebuah lembaga negara dalam
kekuasaan” (distribution of power) menjadi arti sempit karena seoarang hakim dipilih dan
“pemisahan kekuasaan” (separation of power) ditunjuk sesuai fungsinya, dikarenakan dia harus
dengan cirinya yang menganut prinsip check and bertugas sesuai jabatannya secara profesionalitas
balances yang tidak bisa dipisahkan dari prinsip dan oleh karena itu dia menerima pembayaran
pemisahan kekuasaan. Prinsip checks and balances, reguler atau gaji dari negara yang berasal dari
idealnya ada pembatasan kekuasaan, kontrol atau keuangan negara.24 Kekayaan negara ini bersumber
pengawasan secara maksimal, sehingga dapat dari pendapatan negara (the state as subject as
diminimalisir penyalahgunaan wewenang baik oleh property is the Fisc (Fiscus)), pendapatan ini
aparat pemerintah maupun secara individual yang bersumber dari impost dan taxes yang dibayar
kebetulan sedang menduduki jabatan pada lembaga- oleh warga negara.25 Terdapat karakteristik penting
lembaga negara. dari sebuah organ atau lembaga negara dalam arti
Pemahaman lebih dalam mengenai lembaga sempit: lembaga negara yang ditunjuk atau dipilih
negara atau organ negara dapat mengacu pandangan untuk tujuan terntentu; pelaksanaan fungsinya
dari Hans Kelsen dalam tulisannya the Concept of menjadi keutamaan atau bahkan secara hukum
the State-Organ dalam bukunya yang berjudul The dapat bersifat eksklusif; dan organ tersebut berhak
General Theory of Law and State. Kelsen mengatakan menerima gaji dari keuangan negara.26 Lembaga
bahwa “Whoever fulfils a function determined by negara bukan hanya individu saja misalkan hakim,
legal order is an organ” artinya siapa saja yang pejabat publik/negara ataupun seorang putra
melaksanakan suatu fungsi yang ditentukan oleh mahkota yang menduduki tahtanya karena warisan
tatanan hukum adalah suatu organ.21 Fungsi-fungsi dari orang tuanya baik raja maupun ratu. Suksesi ini
yang dijalankan oleh organ atau lembaga negara tanpa memerlukan suatu Undang-Undang khusus
diantaranya berkarakter penciptaan norma (a norm- karena dengan sendiri sudah menjadi hak dari anak
seorang raja sebagai putra atau putri mahkota.27
20
Ibid.
21
Ibid., hlm. 192.
22
Ibid.
23
Ibid.
24
Ibid., hlm. 193.
25
Ibid.
26
Ibid.
27
Ibid.
200 MIMBAR HUKUM Volume 26, Nomor 2, Juni 2014, Halaman 194-204

Tentunya sangat berbeda apabila ada sebuah 2. Penataan Regulasi Lembaga Negara
lembaga negara yang “diciptakan” dengan cara Mandiri dalam Konstitusi
penunjukkan, dipilih atau bahkan diundi. Perbe- Persoalan lembaga negara mandiri tidak
daan antara penunjukkan dan pemilihan terletak di dapat dilepaskan dari keunikan Pasal 24B UUD
karakater dan posisi hukumnya dalam menciptakan NRI Tahun 1945 yang disebutkan bahwa Komisi
lembaga tersebut. Sebuah lembaga yang “ditunjuk” Yudisial bersifat mandiri.29 karena pengaturan
oleh suatu badan individu yang superior. Lembaga Komisi Yudisial ada di dalam UUD NRI Tahun
lain yang dipilih oleh suatu lembaga kolegial, terdiri 1945 menimbulkan pertanyaan besar kenapa
dari individu-individu disubordinasikan kepada or- hanya Komisi Yudisial yang diatur dalam
gan atau lembaga terpilih.28 Misalkan pembentuk­an Konstitusi? Jika dilihat dari fungsinya bukankah
komisi-komisi negara yang pembentukannya ber- komisi yang lain seperti Komisi Hak Asasi
sumber dari konstitusi dan Undang-Undang yang Manusia lebih mempunyai peran yang besar dalam
dibentuk oleh parlemen dan pemerintah. Hal ini perlindungan hak asasi manusia yang tujuannya
menunjukkan adanya suatu lembaga superior, yang dibentuk barangkali untuk mewujudkan cita-cita
mampu menciptakan lembaga-lembaga Negara lain, luhur bangsa Indonesia yang diamanahkan dalam
meskipun ketika lembaga-lembaga itu telah berdiri pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea ke empat
namun lembaga superior tidak dapat diintervensi dan untuk mewadahi Pasal 28A sampai dengan
atas larangan undang-undang yang membentuknya. Pasal 28J.30 Selain dari pada itu Komisi Kepolisian
Perwujudan adanya prinsip checks and Nasional (Kompolnas) berkedudukan di bawah
balances antara lain adalah pembentukan Undang- dan bertanggung jawab kepada Presiden yang
Undang yang dilakukan secara demokrasi yang dilihat dari tugasnya membantu Presiden dalam
dipahami dengan memperhatikan kedaulatan rakyat menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara RI
dalam membentuk Undang-Undang dan kekuasaan selain itu mempunyai kewenangan memberikan
negara dapat di kontrol sedangkan konflik-konflik saran dan pertimbangan kepada Presiden untuk
mengenai kewenangan pada kelembagaan negara mewujudkan Polri yang professional dan mandiri
sebatas sengketa antar lembaga negara yang yang tidak kalah pentingnya
kewenangannya diberikan oleh (UUD NRI Tahun Selanjutnya wewenang Kompolnas adalah
1945) masih bisa diselesaikan melalui lembaga menerima saran dan keluhan masyarakat mengenai
negara yang disebut Mahkamah Konstitusi, tetapi kinerja kepolisian dan kemudian menyampaikannya
jika kewenangannya tidak diatur oleh UUD kepada Presiden. Dalam UU No. 2 Tahun 2002
1945 maka Mahkamah Konstitusi tidak dapat tentang Polri jo. Peraturan Presiden No. 17 Tahun
menyelesaikannya sehingga perlu ada upaya 2005 tentang Kompolnas yang dimaksud keluhan
penyelesaiannya, karena pergeseran pergeseran adalah pengaduan masyarakat yang menyangkut
dalam struktur ketatanegaraan hal ini bisa saja penyalahgunaan wewenang dugaan korupsi,
terjadi. pelayanan yang buruk, perlakuan diskriminasi, dan
penggunaan diskresi yang keliru.

28
Ibid.
29
Lihat Pasal 24B ayat (1), (2), dan (4) dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 24B ayat (1) Komisi Yudisial
bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Ayat (2) “Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan
pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela”. Lihat juga ayat (4) Susunan, kedudukan, dan
keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan Undang-Undang.
30
Lihat Pasal 28A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mem-
pertahankan hidup dan kehidupannya”, Pasal 28B ayat (1) “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah”.
Sukmariningsih, Penataan Lembaga Negara Mandiri dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia 201

Dalam Pasal 30 ayat (2) UUD NRI Tahun Rakyat (MPR) meninjau kembali desain UUD NRI
1945, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Tahun 1945 khususnya mengenai kelembagaan
Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan negara. Penataan kembali kelembagaan negara,
utama untuk pertahanan dan keamanan negara dan termasuk lembaga negara mandiri bisa dibarengi
ayat (4) Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan perubahan konstitusi, hal ini biasanya
mempunyai tugas melindungi, mengayomi, menjadi pertanda tumbangnya pemerintahan
melayani masya­rakat, serta menegakkan hukum.31 otoritarian dalam menuju pemerin­ tahan yang
Pasal 30 UUD NRI Tahun 1945 juga mempunyai demokrasi. Sekaligus dalam perubahan konstitusi
peran besar terhadap pertahanan dan keamanan idealnya dibarengi dengan pengaturan mengenai
serta perlindungan, pengayoman, pelayanan tugas, fungsi, kedudukan bahkan penyebutan
dan penegakan hukum di Indonesia. Dilihat dari dari lembaga negara mandiri. Sehingga tidak
fungsinya pasal tersebut diatas yaitu Pasal 28A dimungkinkan adanya sengketa mengenai
sampai 28J dan Pasal 30 juga mempunyai peran kewenangan antara lembaga negara karena
yang sangat besar tetapi keberadaannya tidak secara kedudukan dari lembaga negara mandiri sudah
tegas di atur dalam konstitusi hal ini menunjukkan diatur. Pengaturan mengenai kelembagaan negara
ketidakkonsistennya para desainer kebijakan untuk barangkali bisa diatur tersendiri dalam satu Bab
mengatur lembaga negara yang bersifat mandiri, dalam konstitusi yang didalamnya termasuk komisi-
kriteria apa yang bisa dimasukkan ke dalam komisi negara. Pengaturan lembaga negara mandiri
konstitusi, kalau hanya didasarkan pada peran dan dapat ikut memperkuat adanya pemerin­ tahan
fungsi dari masing-masing lembaga negara mandiri, demokrasi yang konstitusional. Overlapping aturan
contoh diatas sudah cukup untuk dapat menjawab satu dengan yang lain disebabkan karena peraturan
bahwa peran dan fungsi bukan salah satu hal yang perundang-undangan yang berlaku tidak sejalan
dapat dijadikan kriteria bahwa lembaga negara dengan kebijakan politik dan ketatanegaraan yang
mandiri tersebut dapat diatur dengan konstitusi sedang berkembang.
dan lembaga negara mandiri mana yang tidak perlu Pembentukan lembaga-lembaga negara
diatur dengan konstitusi walaupun hanya satu pasal mandiri yang mempunyai penyebutan berbeda-
tetapi cukup untuk diperbandingkan kemudian beda, membuat ketidakjelasan dalam pertanggung­
diadakan pengkajian. Pembahasan tersebut di atas jawabannya, Hal ini perlu diadakan penataan
tiada lain hanyalah ingin menunjukkan bahwa tugas kelembagaan dari aspek konsistensi penyebutan
Kompolnas tidak kalah pentingnya dengan Komisi yang kemudian diikuti pertanggungjawabannya
Yudisial yang pembentukannya berdasarkan dalam suatu regulasi yang secara spesifik mengatur
amanah konstitusi walaupun hanya satu pasal. mengenai lembaga negara mandiri. Sebagai
Dalam konteks sejarah negara Indonesia yang lembaga negara mandiri atau sering disebut lembaga
sedang mengalami masa transisi dari pemerintahan independen yang terlepas dari hubungan secara
otoriter menuju pemerintahan yang demokrasi, struktural dengan pemerintah barangkali tidak
pembentukan lembaga-lembaga negara mandiri ini mempunyai kewajiban untuk bisa memberikan
dianggap merupakan jawaban untuk melakukan pengawasan internal terhadap lembaga negara
kontrol yang tepat dari kekuasaan pemerintahan. mandiri sehingga menambah sederetan panjang
Hampir 15 (lima belas) tahun pasca reformasi kompleksitas persoalan ketatanegaraan.
merupakan saatnya Majelis Permusyawaratan
31
Lihat Pasal 30 ayat (1), (2), dan (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 30 ayat (1), mengatur bahwa
“Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara”. Pasal 30 ayat (2) “Usaha pertahanan
dan keamanan Negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung”. Pasal 30 ayat (4) “Kepolisian Negara
Republik Indonesia sebagai alat Negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, serta menegakkan hukum”.
202 MIMBAR HUKUM Volume 26, Nomor 2, Juni 2014, Halaman 194-204

Faktanya, lembaga negara baru yang dibentuk paska reformasi justru banyak terjadi pembentukan
berdasarkan perintah langsung dari konstitusi relatif lembaga-lembaga negara mandiri yang ironisnya
lebih jelas kedudukannya ketimbang lembaga tidak dibarengi harmonisasi regulasi.
negara yang dibentuk berdasarkan peraturan Mungkinkah lembaga negara yang lebih dulu
perundang-undangan di bawah UUD NRI Tahun ada belum dapat maksimal dalam menjalankan
1945 seperti lembaga negara mandiri (state fungsinya? Apakah pemerintah sudah mempunyai
auxiliaries institutions). Pasca perubahan UUD grand design ketatanegaraan dalam menata struktur
1945 ada tiga lembaga negara yang dibentuk yaitu ketatanegaraan? Belum lagi persoalan pembentuk­
Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi an lembaga negara mandiri yang pembentukannya
dan Komisi Yudisial sedangkan lembaga negara dengan Undang-Undang tetapi Undang-Undang
mandiri yang dibentuk berdasarkan peraturan nya tanpa disahkan oleh Presiden. Padahal dampak
perundang-undangan di bawah UUD NRI Tahun keluar­
nya Undang-Undang tersebut terbentuklah
1945 seperti lembaga negara mandiri yang dibentuk suatu lembaga negara mandiri, hal ini dapat me­
dengan Undang-Undang contoh misalnya Komisi nimbulkan kontroversi, seperti UU No. 32 Tahun
Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemilihan Umum 2002 tentang Penyiaran yang dalam perkembang­
(penyebutan dengan huruf kapital menunjukkan annya terbentuklah Komisi Penyiaran Indonesia
nama dari suatu lembaga), Komisi Penyiaran, (KPI) yang kemudian diikuti oleh pembentukan
Komisi Informasi Publik, Komisi Ombudsman, Komisi Penyiaran Indonesia yang di bentuk di
Komisi Kejaksaan, Kompolnas dan masih banyak tingkat Provinsi atau sering disebut (Komisi Penyi­
komisi maupun dewan yang dibentuk paska aran Indonesia Daerah) bahkan sekarang hampir
perubahan UUD 1945 ini justru menimbulkan 33 provinsi sudah terbentuk KPID walaupun UU
overlapping kewenangan seperti yang terjadi belum Penyiaran tidak ditandatangani (tidak disahkan)
lama ini antara Komisi Pemberantasan Korupsi oleh Presiden karena menurut Pasal 20 ayat (5)
dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia secara konstitusional adalah sah. Dimana letak
dalam penegakan hukum kasus dugaan korupsi check and balances? Menjadi pro dan kontra
di Polri yang mestinya kedua lembaga ini dapat sehingga ada kesan bahwa pembentuk Undang-
bersinergi dalam penegakan hukumnya. Fakta ini Undang (Presiden) sangat berhati-hati da­lam me­
sebenarnya cukup dapat menggugah para desainer nindaklanjuti Rancangan Undang-Undang tersebut
kebijakan untuk segera membuat harmonisasi dengan tidak melakukan pengesahan ataukah secara
regulasi yang secara spesifik mengatur mengenai substantive masih setengah hati untuk disahkan.
lembaga negara mandiri dari kewenangan, Tidak ditandatanganinya Undang-Undang
kedudukan dan pertanggungjawabannya. oleh Presiden tidak akan menyebabkan Undang-
Pertanggungjawaban merupakan upaya Undang tersebut tidak sah seperti yang dinyatakan
untuk menilai atau bahkan mengevaluasi secara dalam Pasal 20 ayat (5) UUD NRI Tahun 1945
komprehensif dari pelaksanaan masing-masing menyatakan Undang-Undang tanpa Pengesahan
fungsi dari pemegang kekuasaan agar tetap terjaga Presiden sah seperti berikut ini bahwa: Rancangan
prinsip check and balances. Hal ini dimaksudkan Undang-Undang yang telah disetujui bersama
untuk mengurangi berbagai penyalahgunaan tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu
kekuasaan agar dapat dengan mudah melihat tiga puluh hari semenjak rancangan Undang-
indikasi-indikasi penyalahgunaan kekuasaan. Selain Undang tersebut disetujui, Rancangan Undang-
itu agar para pemegang kekuasaan negara dapat Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan
bekerja lebih baik lagi sesuai dengan planning atau wajib diundangkan. Pembentukan lembaga negara
perencanaan. Yang patut dipertanyakan mengapa mandiri yang pembentukannya dengan Undang-
Sukmariningsih, Penataan Lembaga Negara Mandiri dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia 203

Undang yang tidak ditandatangani oleh Presiden, kelembagaan negara pasca reformasi jumlahnya
dapat menimbul­ kan resistensi terhadap lembaga yang cukup banyak, belum lagi yang overlapping
negara mandiri tersebut, mengapa sampai terjadi? kewenangan juga belum mampu menampung
Walaupun tidak terdapat konsekuensi hukum aspirasi masyarakat. Akibatnya terjadi konflik
jika Presiden tidak mengesahkan RUU tersebut. kewenangan antar lembaga negara, komisi-komisi
Kepentingan, upaya untuk pencarian selamat, tak bisa dihindari lagi. Untuk itu agar organisasi
setengah hati dalam materi muatannya ataukah suatu negara ini berjalan sesuai dengan komando
lemahnya kontrol Presiden terhadap menteri- konstitusi diadakan pengawasan peradilan dalam
menterinya ketika mewakili dalam pembahasan menjamin konstitusionalitas dengan adanya uji
RUU tersebut menjadi teka-teki jawaban. materiil, kebebasan dan hak-hak fundamental akan
Merefleksi kebelakang ada empat Undang-Undang tetap terjaga, Mahkamah Konstitusi harus membuat
tanpa pengesahan Presiden yaitu UU Pembentukan putusan yang memiliki nilai dalam melindungi hak-
Propinsi Kepulauan Riau (UU 25 No. Tahun 2002), hak dan kebebasan warganegara.
UU Penyiaran (UU No. 32 Tahun 2002), UU
Keuangan Negara (UU No. 17 Tahun 2003) dan UU C. Penutup
Advokat (UU No. 18 Tahun 2003). Tetapi dalam Fungsi masing-masing lembaga negara
konteks pembentukan lembaga negara mandiri mandiri berbeda-beda tetapi frame lembaga negara
hanya UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran mandiri dalam peraturan perundang-undangan yang
yang menyangkut pembentukan Komisi Penyiaran harus diharmonisasikan seperti kedudukan dan
Indonesia. mekanisme pertanggungjawaban, tata cara seleksi
Mestinya pemerintah melihat pembentukan bahkan sampai pada penyebutan dari lembaga
lembaga negara mandiri, secara komprehensif agar negara mandiri. Tulisan ini mempunyai tujuan
keberadaannya merupakan jawaban yang tepat agar ada harmonisasi regulasi lembaga negara
dari kebutuhan riil masyarakat untuk membentuk mandiri supaya sesama lembaga negara mandiri
lembaga negara mandiri. Keberadaan lembaga tidak overlapping dalam menjalankan fungsinya
negara mandiri dalam struktur ketatanegaraan dan lebih jauh lagi untuk mengkaji secara normatif
di Indonesia belum mempunyai desain secara lembaga negara Mandiri seperti komisi-komisi
konstitusional sehingga inilah yang menjadi yang dibentuk secara ad-hoc dalam peraturan
persoalan utama. Peringatan satu dasawarsa perundang-undangan jauh lebih efektif atau justru
Perubahan UUD 1945 saat yang tepat untuk sebaliknya. Penataan regulasi ini bermaksud
merefleksi tentang kedudukan kelembagaan negara untuk penataan regulasi kelembagaan negara
khususnya lembaga negara mandiri dalam struktur khususnya lembaga negara mandiri sehingga akan
ketatanegaraan Indonesia. Overlapping kewenangan memudahkan pengawasan secara internal dan
biasanya satu dengan yang lain disebabkan karena meminimalisir penyalahgunaan kekuasaan lembaga
peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak negara mandiri yang pembentukannya mestinya
sejalan dengan kebijakan politik dan ketatanegaraan untuk menjawab tantangan kebutuhan masyarakat.
yang sedang berkembang, sehingga kedepan perlu Walaupun ada lembaga Mahkamah Konstitusi
ada penataan regulasi lembaga negara mandiri yang siap menjalankan wewenangnya apabila
dalam konstitusi terlebih dahulu. Pembentukan terjadi sengketa lembaga negara. Ke depan dengan
lembaga negara mandiri idealnya diawali dari kelemahan-kelemahan yang diketahui sejak awal
komando konstitusi sehingga menjadi terstruktur maka akan dapat mengantisipasi penyalahgunaan
dalam konstitusi dan menjadi jelas kedudukannya kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
dalam struktur ketatanegaraan. Selanjutnya desain Penataan regulasi lembaga negara mandiri
204 MIMBAR HUKUM Volume 26, Nomor 2, Juni 2014, Halaman 194-204

diawali dari perubahan konstitusi paling tidak falsafah bangsa kemudian dasar sosiologisnya
hanya memuat amanah pembentukannya saja yang bahwa keberadaan lembaga negara mandiri sangat
kemudian pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan dibutuhkan oleh masyarakat dan secara yuridis
Undang-Undang, dasar filosofisnya pembentukan punya landasan hukum dalam pembentukannya.
Undang-Undang tidak boleh bertentangan dengan

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Liberty Fund, Indianapolis.


Asshiddiqie, Jimly, 2005, Hukum Tata Negara dan
Pilar-Pilar Demokrasi, Konstitusi Press, B. Jurnal
Jakarta. Burn, J. H., “Happiness and Utility: Jeremy
Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia, Analisis Bentham’s Equation”, University College
Yuridis Normatif tentang Unsur-Unsurnya, London, Vol. 17, No. 1, Maret 2005.
UI Pres, Jakarta. De Boer, Nick J., “Fundamental Rights and the
Bellefroid, J. H. P., 1952, Inleiding tot de EU Internal Market: Just how Fundamental
Rechtswetenschap in Nederland, Dekker & are the EU Treaty Freedoms? A Normative
De Vegt N.V. Nijmegen, Utrecht. Enquiry Based on John Rawls’ Political
Franke, H., et al., 1990, Inleiden tot Philosophy”, Utrecht Law Review, Vol. 9,
Rechtswetenschap, Gouda Quint D. Brouwer No. 1, Januari 2013.
en zoon, Arnhem. La Porta, Rafael, et al., “Judicial Checks and
Indrayana, Denny, 2008, Indonesian Constitution Balances”, Journal of Political Economy,
Reform 1999-2002 An Evaluation of Vol. 112, No. 2, 2004.
Constitutional-Making in Transition, Pearlstein, Deborah N., “Form And Function In The
Kompas Book Publishing, Jakarta. National Security Constitution”, Connecticut
Kant, Immanuel, 1887, The Philosophy of Law An Law Review, Vol. 41, No. 5, Juli 2009.
Exposition of the Fundamental Principles of Waldron, Jeremy, “The Rule of International Law”,
Jurisprudence as The Science of Right, (Terj. Harvard Journal of Law & Public Policy,
W. Hastie), B.D, T & T Clark, Edinburg. Vol. 30, No.1, 2006.
Kelsen, Hans, 1973, The General Theory of Law
and State, (Terj. Anders Wedberg), Russel & C. Internet
Russel, New York. Veenhoven, Ruut, “Happiness as an Aim in Public
MD., Moh. Mahfud, 2010, Perdebatan Hukum Tata Policy The Greatest Happiness Principle”,
Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Raja h t t p : / / w w w 2 . E u r. N l / F s w / R e s e a rc h /
Grafindo Persada, Jakarta. Veenhoven, diakses 12 Maret 2013.
Nasution, Adnan Buyung, 2007, Arus Pemikiran
Konstitutionalisme Hak Asasi Manusia dan D. Peraturan Perundang-undangan
Demokrasi, Kata Penerbit, Jakarta. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Pound, Roscoe, 2002, The Ideal Element in Law, Tahun 1945.

Anda mungkin juga menyukai