Anda di halaman 1dari 9

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dipaparkan tentang definisi dukungan sosial, bentuk-
bentuk dukungan sosial, efek dukungan sosial, factor-faktor yang
mempengaruhi dukungan sosial, Tentang Covid-19, serta hipotesis penelitian.
2.1. Dukungan Sosial
2.1.1. Pengertian Dukungan Sosial
Banyak ahli yang menjelaskan dukungan sosial, antaranya adalah Sarafino
(1998) menyatakan bahwa “ Social support refers to the perceived comfort,
caring esteem, or help a person receives from other people or groups”. Definisi
ini dapat diartikan adanya dukungan sosial berarti adanya penerimaan dari orang
atau kelompok terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam dirinya
bahwa ia disayangi, diperhatikan, dihargai dan ditolong.

Menurut Schwarzer dan Leppin (dalam Smet, 1994) dukungan sosial dapat
dilihat sebagai fakta sosial atas dukungan yang sebenarnya terjadi atau diberikan
oleh orang lain kepada individu (perceived support) dan sebagai kognisi individu
yang mengacu pada persepsi terhadap dukungan yang diterima (received support).

Dukungan sosial menunjukkan suatu perilaku yang dianggap mendukung


karena memiliki sifat yang menghibur atau perilaku yang mengarahkan keyakinan
individu bahwa ia dicintai dan dihargai. Ada beberapa bentuk perilaku dukungan
sosial yang dikemukakan oleh Gottieb (1983), yaitu :

“Social support consists of verbal and non verbal information or aduice, tangible
aid, or action that is proffered by social intimates or inferred by their presence
and has beneficial emotional or behavioral effect on the recipient”.

Gottieb (1983) menyatakan bahwa bentuk perilaku dukungan sosial terdiri


dari informasi atau nasehat verbal dan non verbal, bantuan nyata, atau tindakan
yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan
mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.

2
Rook (dalam Smet, 1994) mendefinisikan dukungan sosial sebagai salah
satu fungsi pertalian sosial yang menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari
hubungan interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi stres.

Menurut Cutrona (1987) dukungan sosial merupakan suatu proses hubungan


yang terbentuk dari individu dengan persepsi bahwa seseorang dicintai dan
dihargai, disayangi, untuk memberikan bantuan kepada individu yang mengalami
tekanan-tekanan dalam kehidupannya.

Sedangkan menurut Cobb (dalam Smet, 1994) menekankan orientasi


subjektif yang memperlihatkan bahwa dukungan sosial itu terdiri atas informasi
yang menuntun orang menyakini bahwa dirinya diurus dan disayangi

Berdasarkan definisi diatas peneliti mendefinisikan dukungan sosial adalah


penerimaan bantuan dalam berbagai bentuk seperti perhatian, kasih sayang,
dihargai, dan nasehat yang berdampak positif bagi individu.

2.2.2. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial


Sarafino (2002) membagi bentuk dukungan sosial menjadi lima bentuk
antara lain:
1. Dukungan emosional (emotional support) Dukungan emosi mengacu pada
bantuan yang berbentuk empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu.
Selain itu, dukungan emosional melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian
terhadap individu, sehingga individu tersebut merasa nyaman, terlindungi,
kebersamaan, dicintai.

2. Dukungan penghargaan (esteem support) Dukungan penghargaan terjadi lewat


ungkapan, penghargaan atau penilaian yang positif untuk individu, dorongan
maju dan semangat, dan perbandingan positif individu dengan orang lain.
Dukungan ini menitikberatkan pada adanya ungkapan penilaian yang positif
atas individu dan penerimaan individu apa adanya. Bentuk dukungan ini
membentuk perasaan dalam diri individu bahwa ia berharga, mampu dan
berarti.

3
3. Dukungan instrumental (tangible or instrumental support) Dukungan
instrumental adalah dukungan berbentuk bantuan nyata. Dukungan ini biasanya
berbentuk bantuan finansial dan bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas
tertentu. Contohnya, pinjaman sumbangan uang dari orang lain atau bantuan
dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu.

4. Dukungan informasi (informational support) Dukungan informasi adalah


dukungan yang diberikan dengan cara memberikan informasi baik berupa
nasehat, saran atau pengarahan ataupun umpan balik untuk memecahkan suatu
permasalahan.

5. Dukungan jaringan (network support) Bentuk dukungan ini akan membuat


individu merasa sebagai anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan
minat dan aktifitas sosial dengannya. Dengan begitu individu akan merasa
memiliki teman senasib. Merupakan perasaan menjadi anggota suatu kelompok
yang saling berbagi dan memiliki keterikatan dan aktivitas sosial.

Weis (dalam Cutrona, 1987), mengembangkan social provisions scale untuk


mengukur ketersediaan dukungan sosial yang diperoleh dari hubungan individu
dengan orang lain. Terdapat enam aspek didalamnya, yaitu:

1. Attachment (kasih sayang atau kelekatan), yaitu perasaan kedekatan secara


emosional kepada orang lain yang memberikan rasa aman, biasanya didapatkan
dari pasangan, teman dekat, atau hubungan keluarga.

2. Social integration (integrasi sosial), merujuk pada adanya perasaan memiliki


minat, kepedulian, dan rekresional yang sama

3. Reassurance of worth (penghargaan atau pengakuan), yaitu adanya pengakuan


dari orang lain terhadap kompetensi, keterampilan, dan nilai yang dimiliki
seseorang.

4. Reliable alliance (ikatan atau hubungan yang dapat diandalkan), yaitu adanya
keyakinan bahwa ada orang lain yang dapat diandalkan untuk membantu

4
penyelesaian masalah dan kepastian atau jaminan bahwa anak dapat
mengharapkan orangtua dalam membantu semua keadaan.

5. Guidance (bimbingan), yaitu adanya seseorang yang memberikan nasehat dan


pemberian informasi oleh orangtua kepada anak.

6. Opportunity for nurturance (kemungkinan dibantu), merupakan perasaan anak


akan tanggung jawab orangtua terhadap kesejahteraan anak.

Aspek-aspek tersebut menurut Cutrona & Russell (1987) pada dasarnya


dapat disamakan dengan klasifikasi dukungan sosial berdasarkan fungsinya
seperti disebutkan diatas. Aspek attachment, social integaration, dan
Reassurance of worth dapat disamakan dengan dukungan emosional, Reliable
alliance dapat disamakan dengan dukungan instrumental, sedangkan Guidance
dapat disamakan dengan dukungan informasi, Opportunity for nurturance tidak
dapat disamakan dengan tipe dukungan sosial yang ada, karena aspek tersebut
merupakan aspek unik yang ada di dalam model teoritis Weiss. Weiss
menambahkan aspek tersebut karena perasaan dibutuhkan oleh orang lain
merupakan suatu aspek yang penting dalam hubungan interpersonal.

2.2.3. Efek Dukungan Sosial


Smet (1994) mengemukakan bahwa ada dua model peranan dukungan sosial
dalam kehidupan, yaitu model efek langsung (direct effect) dan model efek
penyangga (buffer effect). Dalam efek langsung tetap berpendapat bahwa
dukungan sosial itu bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan tidak perduli
banyaknya stres yang dialami seseorang. Menurut efek dukungan sosial yang
positif sebanding di bawah intensitas-intensitas stres tinggi dan rendah.
Contohnya, orang-orang dengan dukungan sosial tinggi dapat memiliki
penghargaan diri yang lebih tinggi yang membuat mereka tidak begitu mudah
diserang stres. Sedangkan efek penyangga, dukungan sosial mempengaruhi
kesehatan dengan melindungi orang itu terhadap efek negatif dari stres berat.
Fungsi yang bersifat melindungi ini hanya atau terutama efektif kalau orang itu
menjumpai stres yang kuat. Efek penyangga bekerja paling sedikit dengan dua

5
cara. Orang-orang dengan dukungan sosial tinggi mungkin akan kurang menilai
situasi penuh stres (mereka tahu bahwa mungkin akan ada seorang yang dapat
membantu mereka). Orang-orang dengan dukungan sosial tinggi akan mengubah
respon mereka terhadap sumber stres (contohnya seorang teman pergi ke
sahabatnya untuk membicarakan masalah itu). Kedua segi itu mempengaruhi
dampak sumber stres.

2.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan Dukungan Sosial


Sarafino (1994) dalam bukunya Health Psychology menguraikan beberapa
faktor yang mempengaruhi perolehan dukungan sosial dari orang lain, yaitu :

1. Penerima Dukungan (Recipients) Seseorang tidak akan memperoleh dukungan


bila mereka tidak ramah, tidak mau menolong orang lain dan tidak membiarkan
orang lain mengetahui bahwa mereka membutuhkan pertolongan. Ada orang
yang kurang asertif untuk meminta bantuan, atau mereka berpikir bahwa
mereka seharusnya tidak tergantung dan membebani orang lain, merasa tidak
enak mempercayakan sesuatu pada orang lain atau tidak tahu siapa yang dapat
diminta bantuannya.

2. Penyedia Dukungan Individu tidak akan memperoleh dukungan jika penyedia


tidak memiliki sumber-sumber yang dibutuhkan oleh individu, penyedia
dukungan sedang berada dalam keadaan stres dan sedang membutuhkan
bantuan, atau mungkin juga mereka tidak cukup sensitif terhadap kebutuhan
orang lain.

3. Komposisi dan struktur jaringan sosial (hubungan individu dengan keluarga


dan masyarakat). Hubungan ini bervariasi dalam hal ukuran, yaitu jumlah
orang yang biasa dihubungi; frekuensi hubungan, yaitu seberapa sering
individu bertemu dengan orang tersebut; komposisi, yaitu apakah orang
tersebut adalah keluarga, teman, rekan kerja, atau yang lainnya; dan keintiman,
yaitu kedekatan hubungan individu dan adanya keinginan untuk saling
mempercayai (Sarafino, 1994)

2.2 Covid-19

6
2.2.1 Definisi Covid-19
Berdasarkan Panduan Surveilans Global WHO untuk novel Corona-virus
2019 (COVID-19) per 20 Maret 2020, definisi infeksi COVID-19 ini
diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Kasus Terduga (suspect case)


a. Pasien dengan gangguan napas akut (demam dan setidaknya satu tanda/gejala
penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas), dan riwayat perjalanan atau
tinggal di daerah yang melaporkan penularan di komunitas dari penyakit
COVID-19 selama 14 hari sebelum onset gejala; atau

b. Pasien dengan gangguan napas akut dan mempunyai kontak dengan kasus
terkonfirmasi atau probable COVID-19 dalam 14 hari terakhir sebelum onset;
atau

c. Pasien dengan gejala pernapasan berat (demam dan setidaknya satu


tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas dan memerlukan
rawat inap) dan tidak adanya alternatif diagnosis lain yang secara lengkap
dapat menjelaskan presentasi klinis tersebut.

2. Kasus probable (probable case)


a. Kasus terduga yang hasil tes dari COVID-19 inkonklusif; atau

b. Kasus terduga yang hasil tesnya tidak dapat dikerjakan karena alasan
apapun.

3. Kasus terkonfirmasi yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan laboratorium


infeksi COVID-19 positif, terlepas dari ada atau tidaknya gejala dan tanda klinis.

Kontak adalah orang yang mengalami satu dari kejadian di bawah ini selama
2 hari sebelum dan 14 hari setelah onset gejala dari kasus probable atau kasus
terkonfirmasi

1. Kontak tatap muka dengan kasus probable atau terkonfirmasi dalam radius 1
meter dan lebih dari 15 menit;

7
2. Kontak fisik langsung dengan kasus probable atau terkonfirmasi;

3. Merawat langsung pasien probable atau terkonfirmasi penyakit Covid-19 tanpa


menggunakan alat pelindung diri yang sesuai; atau

4. Situasi lain sesuai indikasi penilaian lokasi lokal.

Klasifikasi infeksi COVID-19 di Indonesia saat ini didasarkan pada buku


panduan tata laksana pneumonia COVID-19 Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (Kemenkes RI). Terdapat sedikit perbedaan dengan klasifikasi WHO,
yaitu kasus suspek disebut dengan Pasien dalam Pengawasan (PdP) dan ada
penambahan Orang dalam Pemantauan (OdP). Istilah kasus probable yang
sebelumnya ada di panduan Kemenkes RI dan ada pada panduan WHO saat ini
sudah tidak ada. Berikut klasifikasi menurut buku Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Coronavirus Disesase (COVID-19) per 27 Maret 2020

1. Pasien dalam Pengawasan (PdP)

a. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam (≥38ºC)
atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan
seperti: batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga
berat dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal.

b. Orang dengan demam (≥38ºC) atau riwayat demam atau ISPA dan pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi COVID-19.

c. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di


rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.

2. Orang dalam Pemantauan (OdP)16


a. Orang yang mengalami demam (≥38ºC) atau riwayat demam; atau gejala
gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk dan tidak

8
ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan dan pada 14
hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal.

b. Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit


tenggorokan/batuk dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki
riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.

3. Orang Tanpa Gejala (OTG)16 Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki
risiko tertular dari orang konfirmasi COVID-19. Orang tanpa gejala merupakan
seseorang dengan riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19.
Kontak Erat adalah seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada dalam
ruangan atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus pasien dalam
pengawasan atau konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan
hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala. Termasuk kontak erat adalah:

a. Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan membersihkan


ruangan di tempat perawatan kasus tanpa menggunakan alat pelindung diri
(APD) sesuai standar.

b. Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan kasus (termasuk
tempat kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari sebelum kasus timbul
gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.

c. Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter) dengan segala jenis alat
angkut/kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14
hari setelah kasus timbul gejala.

4. Kasus Konfirmasi
Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan tes positif
melalui pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR).

2.2.2 Penjegahan
Pencegahan utama adalah membatasi mobilisasi orang yang berisiko hingga
masa inkubasi. Pencegahan lain adalah meningkatkan daya tahan tubuh melalui

9
asupan makanan sehat, meperbanyak cuci tangan, menggunakan masker bila
berada di daerah berisiko atau padat, melakukan olah raga, istirahat cukup serta
makan makanan yang dimasak hingga matang dan bila sakit segera berobat ke RS
rujukan untuk dievaluasi. Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk pencegahan
primer. Pencegahan sekunder adalah segera menghentikan proses pertumbuhan
virus, sehingga pasien tidak lagi menjadi sumber infeksi. Upaya pencegahan yang
penting termasuk berhenti merokok untuk mencegah kelainan parenkim paru.
Pencegahan pada petugas kesehatan juga harus dilakukan dengan cara
memperhatikan penempatan pasien di ruang rawat atau ruang intensif isolasi.
Pengendalian infeksi di tempat layanan kesehatan pasien terduga di ruang instalasi
gawat darurat (IGD) isolasi serta mengatur alur pasien masuk dan keluar.
Pencegahan terhadap petugas kesehatan dimulai dari pintu pertama pasien
termasuk triase. Pada pasien yang mungkin mengalami infeksi COVID-19 petugas
kesehatan perlu menggunakan APD standar untuk penyakit menular.
Kewaspadaan standar dilakukan rutin, menggunakan APD termasuk masker untuk
tenaga medis (N95), proteksi mata, sarung tangan dan gaun panjang (gown).

2.3 Hopotesis

Ha: Ada Hubungan yang Signifikan antara Dukungan Sosial dengan Tingkat
Kesembuhan Pasien

H0: Tidak Ada Hubungan yang Signifikan antara Dukungan Sosial dengan
Tingkat Kesembuhan Pasien

10

Anda mungkin juga menyukai