1 Diabetes Mellitus
Menurut ADA (2013) klasifikasi diabetes mellitus meliputi empat kelas klinis
yaitu :
8
9
jumlah banyak), polidipsia (rasa cepat haus), polipagia (rasa cepat lapar),
penurunan berat badan secara drastis, mengalami penurunan penglihatan dan
kelelahan.
Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif yang menjadi latar belakang
terjadinya resistensi insulin atau ketidakefektifan penggunaan insulin di dalam
tubuh. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling banyak
dialami oleh seseorang di dunia dan paling sering disebabkan oleh karena berat
badan berlebih dan aktivitas fisik yang kurang. Tanda dan gejala dari diabetes
mellitus tipe 2 ini hampir sama dengan diabetes mellitus tipe 1, tetapi diabetes
mellitus tipe 2 dapat didiagnosis setelah beberapa tahun keluhan dirasakan oleh
pasien dan pada diabetes mellitus komplikasi dapat terjadi. Diagnosis klinis
diabetes mellitus umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah
lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulva pada pasien wanita (Purnamasari, 2009).
Diabetes tipe ini biasanya terjadi karena adanya gangguan genetik pada fungsi
sel beta, gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas dan
dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti pengobatan HIV/AIDS atau setelah
transplantasi organ).
4. Gestational Diabetes
Diabetes tipe ini terjadinya peningkatan kadar gula darah atau hiperglikemia
selama kehamilan dengan nilai kadar glukosa darah normal tetapi dibawah dari
nilai diagnostik diabetes mellitus pada umumnya. Perempuan dengan diabetes
mellitus saat kehamilan sangat berisiko mengalami komplikasi selama
kehamilan. Ibu dengan gestational diabetes memiliki risiko tinggi mengalami
diabetes mellitus tipe 2 dikemudian hari. Gestational diabetes lebih baik
didiagnosa dengan pemeriksaan saat prenatal karena lebih akurat dibandingkan
dengan keluhan langsung yang dirasakan klien (Arisman, 2011).
Tabel 2.1 Klasifikasi diabetes mellitus sesuai dengan penyebab atau etiologi
(Perkeni, 2011).
Menurut Lemone, Burke & Bauldoff tahun 2015, komplikasi pada diabetes
mellitus terbagi dalam komplikasi akut dan komplikasi kronik.
1. Komplikasi Akut
a. Hiperglikemia
HHS ditandai dengan osmolaritas plasma 340 mOsm/L atau lebih (kisaran
normal adalah 280-300 msOsm/L), naiknya kadar glukosa darah dengan cepat
(lebih dari 600 mg/dl dan sering kali 1000-2000 mf/dl), dan perubahan
tingkat kesadaran yang berat. Faktor pemicu HHS yang paling umum adalah
infeksi. Manifestasi gangguan ini dapat muncul dari 24 jam hingga 2 minggu.
Manifestasi dimulai dengan hiperglikemia yang menyebabkan haluaran urine
sehingga menyebabkan plasma berkurang dan laju GFR menurun. Akibatnya
glukosa ditahan dan air menjadi hilang, glukosa dan natrium akan menumpuk
di darah dan meningkatkan osmolaritas serum yang akhirnya menyebabkan
dehidrasi berat, yang mengurangi air intraseluler di semua jaringan termasuk
otak (Soewondo, Pradana, 2009).
2. Komplikasi Kronik
Penyakit arteri koroner adalah suatu penyakit akibat terjadinya sumbatan pada
arteri koroner. Penyakit arteri koroner merupakan faktor risiko utama
terjadinya infark miokard pasien DM, khususnya DM tipe 2 yang usia nya
sudah paruh baya hingga lansia. Penyandang DM yang mengalami infark
miokard akan berisiko mengalami gagal jantung kongestif sebagai komplikasi
infark (AHA, 2015).
c. Hipertensi
f. Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik adalah istilah untuk retina yang terjadi pada penyandang
DM. Struktur kapiler retina mengalami perubahan aliran darah, yang
menyebabkan iskemia retina dan kerusakan sawar retina-darah. Retinopati
diabetik merupakan penyebab terbanyak kebutaan pada orang yang berusia
antara 20 dan 74 tahun (CDC, 2014).
g. Nefropati Diabetik
Neuropati perifer dan viseral adalah penyakit pada saraf perifer dan saraf
otonom. Pada penyandang DM, penyakit ini seringkali disebut neuropati
diabetik. Etiologi neuropati diabetik mencakup penebalan dinding pembuluh
darah yang memasok saraf, yang menyebabkan penurunan nutrien,
demielinisasi sel-sel Schwan yang mengelilingi dan menyekat saraf yang
memperlambat hantaran saraf. Manifestasi yang ditimbulkan tergantung pada
letak lesi (Alport & Sander, 2012).
i. Neuropati Viseral
j. Perubahan Mood
l. Penyakit Periodontal
Tujuan utama dari manajemen diabetes mellitus yaitu mencapai level kadar
glukosa normal (euglikemia) tanpa hipoglikemia dan tanpa mengganggu
aktivitas pasien. Menurut Smeltzer dan Bare (2008) penatalaksanaan DM
terbagi menjadi lima manajemen yaitu diet atau manajemen nutrisi, latihan
atau exercise, pemantauan atau monitoring terhadap glukosa dan keton, terapi
farmakologis dan pendidikan atau edukasi.
a. Diet atau Manajemen Nutrisi
b. Latihan Jasmani/Olahraga
d. Terapi Farmakologis
e. Edukasi
Edukasi yang diberikan pada pasien DM pada dasarnya adalah supaya pasien
mampu meningkatkan pengetahuan terkait penyakit yang dideritanya
sehingga mampu mengendalikan penyakitnya dan mengontrol gula darah
dalam keadaan mendekati normal dan dapat mencegah komplikasi. Edukasi
yang dapat diberikan pada penderita diabetes mellitus yaitu pemantauan
glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan penggunaan obat-obatan, berhenti
merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet
tinggi lemak (Ndraha, 2014). Salah satu ketrampilan yang dapat diberikan
bagi penderita diabetes mellitus adalah dengan pemberian pendidikan
kesehatan mengenai perawatan kaki. Menurut Indian Health Diabetes Best
Practice (2011) perawatan kaki adalah perilaku yang dilakukan secara
mandiri atau oleh tenaga kesehatan yang meliputi menjaga kegiatan setiap
hari, memotong kuku kaki dengan benar, memilih alas kaki yang baik, dan
pengelolaan cedera awal pada kaki termasuk kesehatan secara umum dan
gawat darurat pada kaki. Perawatan kaki dapat dilakukan oleh pasien dan
keluarga secara mandiri dirumah. Apabila pasien tidak bisa melaksanakan
perawatan kaki secara mandiri misalnya pada kondisi tertentu (stroke) yang
membutuhkan bantuan maka kelurga dapat membantu dalam perawatan kaki.
Tenaga kesehatan berkewajiban memberikan edukasi bagi pasien dan
keluarga untuk melakukan perawatan kaki secara mandiri dirumah. Menurut
WHO (2012) aktifitas mandiri dapat dilakukan oleh seseorang mulai dari usia
18-64 tahun.
Penderita DM harus menjaga kaki mereka dengan baik oleh karena terjadinya
kerusakan saraf pada ujung kaki pasien (Mahfud, 2012). Perawatan kaki yang
buruk bagi pasien diabetes mellitus akan mengakibatkan masalah kesehatan
yang serius diantaranya adalah amputasi kaki. American Diabetes
Association (2012) merekomendasikan pemeriksaan kaki harian oleh pasien
diabetes mellitus dan pemeriksaan tahunan oleh tenaga kesehatan, tindakan
awal ini mampu mencegah ataupun mengurangi sebesar 50% dari seluruh
kejadian amputasi yang disebabkan oleh penyakit diabetes mellitus.
Menurut Smeltzer dan Bare (2008), terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi perawatan kaki pada pasien diabetes mellitus, yaitu :
1. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola pikirnya, sehingga pengetahuan dan praktek yang diperolehnya semakin
membaik (Desalu et al., 2011). Menurut penelitian Jordan (2011) wanita yang
berusia <65 tahun lebih rajin untuk membersihkan kaki dibandingkan wanita
yang berusia >65 tahun karena membutuhkan dukungan atau support system
dalam melakukan perawatan kaki.
2. Jenis kelamin
3. Tingkat Pendidikan
2. Menurut Monalisa & Gultom (2009), menjaga kebersihan kaki setiap hari
dengan cara :
a. Bersihkan kaki pada saat mandi dengan air bersih (suam-suam kuku) dan
sabun. Jangan memeriksa suhu air dengan kaki, gunakan termometer atau
siku.
b. Rendam kaki dengan air hangat di dalam baskom atau ember selama 2-3
menit (pada pasien dengan neuropati sensorik atau kondisi tertentu,
mintalah bantuan keluarga untuk melakukan pengecekan suhu air terlebih
dahulu)
c. Gosok kaki hingga ke sela-sela jari kaki dengan sikat lunak menggunakan
sabun yang lembut
d. Jika kuku kotor bersihkan kuku dengan sikat lunak
3. Menurut Waspadji (2009), memotong kuku yang baik dan benar dengan
cara :
b. Bila kuku keras sulit dipotong, rendam kaki dengan air hangat (37oC)
selama sekitar 5 menit. Potong kuku lebih mudah dilakukan setelah mandi.
c. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa karena dapat
menyebabkan luka pada kaki, gunakanlah gunting kuku khusus untuk
memotong kuku.
d. Gunting kuku kaki secara lurus jangan mengikuti bentuk normal jari-jari
kaki, jangan terlalu dekat dengan kulit, kikir kuku agar tidak tajam. Bila
kuku keras dan sulit dipotong, rendam dengan air hangat selama 5 (lima)
menit.
e. Klien yang mengalami kesulitan melihat kaki mereka, mencapai jari-jari
kaki mereka, atau memiliki kuku kaki menebal harus dibantu oleh orang
lain atau perawat kesehatan untuk memotong kuku kaki. Menghilangkan
kalus untuk mengurangi tekanan di bawah tulang dan dapat membantu
membebaskan beban tekanan setempat untuk mengurangi kemungkinan
pembentukan ulkus.
4. Menurut Heitzmen (2010), memilah alas kaki yang baik dengan cara :
b. Alas kaki yang baik adalah sepatu karena dapat melindungi kaki secara
utuh. Jika klien ingin membeli sepatu sebaiknya pada sore hari ketika kaki
membesar. Kaki harus diukur setiap membeli sepatu karena struktur
berubah. Kedua bagian sepatu kiri dan kanan, harus dicoba sebelum
membeli.
c. Pakailah kaos kaki/stocking yang pas dan bersih terbuat dari bahan yang
mengandung katun dan wol. Jangan menggunakan kaos kaki yang terlalu
ketat dan jangan menggunakan bahan kaos kaki yang kasar sehingga tidak
melukai kulit. Kaos kaki harus diganti setiap hari untuk mencegah
kelembaban dari keringat yang bisa menyebabkan iritasi kulit.
d. Mengenakan pakaian hangat, pada musim dingin menggunakan kaos kaki
katun untuk melindungi kulit dari cuaca dingin dan basah.
e. Gunakan sepatu atau sandal sesuai dengan ukuran dan enak dipakai.
f. Pilih sepatu dengan ukuran yang pas dan tertutup atau sebaiknya bentuk
sepatu pada bagian ujung sepatu lebar (sesuai lebar jari-jari kaki). Jari kaki
harus masuk semua kedalam sepatu, tidak ada yang menekuk. Sisakan
sebanyak kira-kira 2,5 cm antara ujung kaki dengan sepatu.
g. Jangan memaksakan kaki menggunakan sepatu yang tidak sesuai dengan
ukuran kaki (kebesaran/kekecilan).
h. Periksa bagian dalam sepatu sebelum digunakan
i. Bagi wanita, jangan gunakan sepatu dengan hak yang terlalu tinggi karena
dapat membebani tumit kaki.
a. Selalu memakai alas kaki yang lembut baik di dalam ruangan maupun di
luar ruangan.
b. Selalu memeriksa bagian dalam sepatu atau alas kaki sebelum
memakainya.
c. Selalu mengecek suhu air ketika ingin menggunakan.
g. Jika ada lecet, tutup luka tersebut dengan kain kasa kering setelah
diberikan antiseptic (povidon iodine) di area cidera atau bisa bersihkan
luka dengan kasa kering dan cairan infus atau NaCl. Jangan gunakan
alkohol untuk membersihkan luka karena akan bersifat mengiritasi kulit.
Periksa apakah ada tanda-tanda radang seperti pembengkakan, keluarnya
nanah. Jika terdapat kutil pada kaki bisa dioleskan krim yang mengandung
asam salisilat yang dapat dibeli di apotek tanpa resep dokter. Pada
umumnya kutil dapat hilang sendiri, namun apabila kutil tidak kunjung
hilang, maka segera pergi ke dokter untuk mendapatkan pengobatan lebih
lanjut.
h. Segera menuju pelayanan kesehatan untuk memperoleh penanganan lebih
lanjut jika luka, lecet, atau bengkak tidak mulai sembuh setelah satu hari
serta periksakan kaki ke dokter secara rutin.
i. Melakukan senam kaki secara rutin 5x seminggu dan dapat dilakukan
dalam waktu 15-30 menit, hal ini tentunya dikondisikan dengan keadaan
pasien. Manfaat dilakukannya senam kaki adalah dapat membantu
memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil kaki, mencegah
terjadinya kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis, otot
paha, mengatasi keterbatasan pergerakan sendi dan mencegah komplikasi
diabetes (Hendromartono, 2006).
Indikasi dari senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita
diabetes mellitus dengan tipe 1 maupun 2, namun sebaiknya diberikan
sejak pasien didiagnosa menderita diabetes mellitus sebagai tindakan
pencegahan dini. Senam kaki ini juga dikontraindikasikan pada klien yang
mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dispneu, nyeri dada, orang
yang depresi, khawatir atau cemas. Keadaan-keadaan seperti ini perlu
diperhatikan sebelum dilakukan tindakan senam kaki. Selain itu kaji
keadaan umum dan keadaan pasien apakah layak untuk dilakukan senam
kaki tersebut, cek tanda-tanda vital dan status respirasi, kaji status emosi
pasien, serta perhatikan indikasi dan kontraindikasi dalam pemberian
tindakan senam kaki. Alat yang digunakan dalam melaksanakan senam
kaki adalah kursi dan koran (Smeltzer & Bare, 2008).
Langkah-langkah dalam melakukan senam kaki :
4. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan
buat gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki
sebanyak 10 kali.
6. Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari kedepan
turunkan kembali secara bergantian kekiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak
10 kali.
7. Luruskan salah satu kaki diatas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan
gerakkan ujung jari kaki kearah wajah lalu turunkan kembali kelantai.
Ulangi sebanyak 10 kali. Lakukan pada kedua kaki.
9. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki,
tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara
bergantian.
Gambar 2.7 Gerakan ketujuh
10. Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti bola
dengan kedua kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi lembaran seperti
semula menggunakan kedua kaki. Cara ini dilakukan hanya sekali saja.
11. Lalu robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian koran.
Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu
sehingga sasaran memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik
dan berpengaruh terhadap perilakunya sehingga seseorang mau melakukan
tindakan untuk memelihara, dan meningkatkan taraf kesehatannya.
(Notoatmodjo, 2010). Hasil yang diharapkan dari suatu pemberian pendidikan
kesehatan adalah adanya perubahan perilaku kesehatan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan oleh seseorang melalui pemberian promosi
kesehatan (Notoadmojo, 2012). Menurut Nursalam (2010) pendidikan
kesehatan adalah pelayanan profesional yang diberikan oleh perawat dalam
pencegahan penyakit sebagai upaya preventif yang dilakukan di tatanan klinis
ataupun non klinis.
Dari beberapa definisi di atas, pendidikan kesehatan adalah suatu cara untuk
menyampaikan informasi mengenai masalah kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatannya yang dilakukan oleh seseorang yang
profesional.
Tujuan Pendidikan Kesehatan
Menurut Mubarak dan Iqbal (2009) tujuan utama pendidikan kesehatan yaitu
Metode ini lebih menekankan pada kontak antara seseorang dengan petugas
lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien akan dibantu
penyelesaiannya. Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan
berdasarkan kesadaran, penuh perhatian, akan menerima perilaku tersebut
(mengubah perilaku).
b. Wawancara (Interview)
Metode ini digunakan untuk menggali informasi kepada seseorang yang akan
dilakukan penyuluhan misalnya mengenai alasan melakukan perubahan
a. Ceramah
b. Seminar
2. Kelompok Kecil
a. Diskusi Kelompok
Pada awalnya anggota diskusi dibagi dalam 1 pasangan yang terdiri dari 2
orang, kemudian akan dilemparkan suatu masalah untuk didiskusikan. Setelah
beberapa menit akan digabungkan antara pasangan 1 dengan pasangan
lainnya sehingga terbentuk 2 pasangan yang terdiri dari 4 orang untuk
mendiskusikan hal yang sama. Beberapa menit kemudian hal yang sama
dilakukan sehingga terciptalah suatu kelompok diskusi.
Diskusi kelompok ini dilakukan dengan cara memainkan peran atau melakoni
suatu peran tanpa diadakan latihan sebelumnya, yang biasanya dilakukan oleh
dua orang atau lebih yang nantinya akan digunakan sebagai bahan analisa
kelompok (Depkes RI, 2009).
d. Multimedia yaitu suatu media yang melibatkan beberapa jenis media dan
peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pemberian
pendidikan kesehatan.
Konsep Pengetahuan
Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku terbuka (open behaviour) dan perilaku yang didasari
pengetahuan yang umumnya bersifat tetap (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan
merupakan hasil dari membuka diri yang terjadi melalui suatu proses sensoris
khususnya mata dan telinga terhadap suatu objek (Setiawati, 2008).
Tingkat Pengetahuan
a. Tahu (Know)
b. Memahami (Comprehension)
c. Aplikasi (Aplication)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu onjek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain (Sudjana, 2010).
e. Sintesis (Synthesis)
f. Evaluasi (Evaluation)
a. Tingkat Pendidikan
b. Umur
c. Lingkungan
d. Sosial Budaya
e. Informasi
Informasi yang diperoleh dari media massa, media cetak, televisi, radio,
majalah, ataupun pertemuan seperti seminar, pemberian pendidikan kesehatan
disuatu tempat akan menambah pengetahuan serta memiliki pengaruh besar
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang, sehingga informasi
berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang (Rahmayani, 2010).
f. Pengalaman