Anda di halaman 1dari 16

Modul Ajar

TEORI PELUANG :

Komplemen dari suatu kejadian

Kejadian majemuk

Fachruddin Al-Ahmadi, S.Pd.

Mahasiswa PPG Kementerian Agama Universitas Negeri Jakarta

Mata Pelajaran Matematika

Tahun 2021 Angkatan 2

Kata Pengantar
Puji Syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat limpahan rahmat dan dan nikmatnya
Alhamdulilah penulis bisa menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Profesi Guru yaitu membuat bahan ajar berbasis Problem Based Learning. Dalam
bahan ajar ini diangkat sebuah materi yang berasal dari modul profesional yanag
sudah dibahas sebelumnya.

Materi ajar Berbasis Problem Based Learning Modul 4 Pendalaman Materi


Matematika Kegiatan belajar 2 Teori Peluang ini penulis susun untuk memenuhi
tugas dan tagihan mahasiswa PPG Dalam Jabatan tahun 2021 Universitas Negeri
Jakarta. Pada tahap Pendalaman Materi yaitu Penyusunan Materi Ajar Berbasis
Masalah untuk mengidentifikasi permasalahan pembelajaran yang dialami
Mahasiswa PPG yang disebabkan oleh defisit kompetensi dan miskonsepsi. Dalam
materi ajar ini penyusun menyajikan beberapa referensi dan solusi untuk mengatasi
defisit kompetensi dan miskonsepsi dalam pembelajaran Modul 4 KB 2. Materi ini
dikembangkan dengan mengedepankan pendekatan Higher order thinking skill
(HOTS).

Semoga modul ini memberikan manfaat bagi para pembaca. Penulis sangat
mengharapkan saran dan masukan bagi penyempurnaan modul ini.

Bogor, September 2021

Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................................. ii
I. Pendahuluan
1.1 Deskripsi......................................................................................................1
1.2 Capaian Belajar............................................................................................1
II. Uraian Materi
2.1 Peluang Komplemen....................................................................................6
2.2 Peluang Kejadian Majemuk.........................................................................8
2.3 Forum Diskusi.............................................................................................23
III. Penutup
3.1 Rangkuman..................................................................................................24
3.2 Tes Formatif................................................................................................24
3.3 Daftar Pustaka .............................................................................................12
I. Pendahuluan
I.1 Deskripsi

Dalam kehidupan sehari hari kita sering dihadapkan dalam dua kejadian yang berbeda atau
kontradiktif. Atau kita dihadapkan dengan suatu kejadian yang menghasilkan kejadian lain
sehingga ada beberapa kejadian yang terjadi. Kejadian tersebut bukanlah kejadian peluang
yang sederhana tapi sudah masuk kedalam kejadian peluang lanjutan.

Dalam modul ini kita akan membahas teori peluang lanjutan yaitu tentang peluang
komplemen dan peluang kejadian majemuk. Untuk itu sebelum mempelajari modul ini
saudara harus sudah menguasai teori peluang yang berhubungan dengan percobaan dan
peluang suatu kejadian, Frekuensi harapan, serta kepastian dan kemustahilan.

Proses pembelajaran materi pada modul ini dapat berjalan dengan lancar apabila rekan-
rekan mengikuti langkah belajar sebagai berikut.
1) Ingat kembali materi prasyarat dalam mempelajari materi pada kegiatan belajar ini.
2) Pelajari materi pada setiap kegiatan belajar dengan sungguh-sungguh.
3) Tandailah bagian-bagian materi yang saudara anggap penting.
4) Pahami tugas yang harus didiskusikan di forum diskusi. Gunakan pengetahuan dan
pengalaman saudara sebelumnya untuk mendiskusikan penyelesaian masalah yang
diberikan pada forum diskusi tersebut.
5) Baca bagian rangkuman materi untuk lebih memahami substansi materi dari
kegiatan belajar yang sudah dipelajari dan didiskusikan.
6) Selesaikan tes formatif secara mandiri dan sungguh-sungguh. Gunakan rambu-
rambu dan
kunci jawaban yang diberikan untuk menilai apakah jawaban Saudara sudah
memadai atau belum.

I.2 Capaian Belajar


Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu memahami,
mengidentifikasi, menganalisis, merekontruksi, memodifikasi secara terstruktur
materi komplemen suatu kejadian serta materi kejadian majemuk.
II. Uraian Materi
II.1 Peluang Komplemen

Jika peristiwa E menghindarkan terjadinya peristiwa Eꞌ, maka P(Eꞌ) = 1 –


P(E). Peristiwa ini disebut juga sebagai peristiwa komplementer. Peluang
peristiwa sederhana diilustrasikan seperti pada Gambar 2.2.

E Eꞌ

Gambar 2.2 Peristiwa Komplementer

Misalnya berapa peluang munculnya bukan angka genap pada pelemparan


sebuah dadu? Jawabnya adalah misal G adalah peristiwa munculnya angka genap
→ G = (2, 4, 6), maka P(G) = 3/6 = 1/2. Dengan menggunakan rumus, maka
diperoleh: P(G')  1 P(G)  11/2  1/2 .

2. Peluang Peristiwa Majemuk


Ada empat jenis peristiwa dalam peluang peristiwa majemuk menurut
Soedibjo (2010:10) yang dapat dijelaskan, yaitu: (1) peristiwa saling eksklusif; (2)
peristiwa saling inklusif; (3) peristiwa bersyarat; dan (4) peristiwa bebas.
a. Peristiwa Saling Eksklusif
Dua peristiwa A dan B dikatakan saling eksklusif, jika kedua peristiwa ini
tidak memiliki titik sampel yang sama atau tidak ada irisan antara kedua
peristiwa. Peristiwa saling eksklusif (saling asing) diilustrasikan pada Gambar 2.3.

A B

Gambar 2.3 Peristiwa Saling Eksklusif

Peristiwa saling eksklusif menggunakan kaidah penjumlahan untuk


perhitungan peluangnya dan menggunakan istilah atau untuk menghubungkan
keduanya. Untuk itu berlaku aturan bahwa peluang terjadinya dua peristiwa A
atau B (secara notasi himpunan AB) adalah jumlah dari peluang tiap peristiwa
tersebut. Secara matematis aturan ini dituliskan:
P(A atau B) = P(A  B)  P(A)  ............................. (Rumus 2.1)
P(B)

Rumus ini juga berlaku bagi k buah peristiwa A1, A2, …, Ak dengan
mengambil bentuk:
P(A1 A2 ...Ak  P(A1)  P(A2 ) ...  P(Ak )......(Rumus 2.2)

Contoh Soal
Atas prestasinya seorang manajer pemasaran memperoleh penghargaan
untuk mengunjungi 3 negara. Dia memutuskan untuk memilih secara acak 3 dari 5
negara yang tersedia (Amerika, Belanda, China, Denmark, dan Ekuador) dengan
mengambil inisial dari nama negara tersebut. Berapa peluang Amerika dan
Belanda selalu terpilih bersamaan, atau China dan Ecuador selalu terpilih, atau
Belanda, China dan Denmark?
Jawab: Ruang sampel dari kombinasi pilihan adalah: P = (ABC, ABD,
ABE, ACD, ACE, ADE, BCD, BCE, BDE, CDE), dengan N = 10. Selanjutnya
menentukan peristiwa-peristiwa yang dimaksud oleh soal, seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Penentuan Peristiwa

Deskripsi Verbal Peristiw n


a
Amerika dan Belanda selalu terpilih A1 = (ABC, ABD, 3
China dan Ekuador selalu terpilih ABE) A2 = (ACE, 3
Belanda, China, dan Denmark terpilih BCE, CDE) A3 = 1
(BCD)

Karena pemilihan dilakukan secara acak, maka setiap kombinasi pilihan


mempunyai nilai peluang yang sama yaitu 1/10 = 0,1. Selain itu, dari ketiga
peristiwa di atas, tidak ada satu pun yang memiliki titik sampel yang sama, hal ini
berarti bahwa peristiwa di atas adalah peristiwa yang saling eksklusif. Dengan
menggunakan Rumus 2.2 diperoleh:
P(A1 atau A2 atau A3) = P(A1  A2  A3 )  P(A1 )  P(A2 )  P(A3 )

= 0,3 + 0,3 + 0,1


= 0,7

b. Peristiwa Saling Inklusif


Jika dua peristiwa memiliki titik yang sama atau terdapat irisan antara
kedua peristiwa, maka hubungan kedua peristiwa ini disebut saling inklusif.
Hubungan inklusif sebenarnya adalah perluasan dari hubungan eksklusif. Dalam
peristiwa ini berlaku hubungan: A atau B atau keduanya. Secara matematis
hubungan ini dirumuskan:
P(A atau B atau keduanya) = P(A  B)  P(A)  P(B)  P(A  B) (Rumus 2.3)

Di mana AB menunjukkan irisan antara peristiwa A dan B. Irisan ini


berisikan titik yang sama yang ada dalam peristiwa A dan B. Sedangkan nilai
peluangnya, P(AB), selain dapat dilihat dari ruang sampelnya, juga dapat
diperoleh dari perkalian antara tiap peluang. Hubungan peristiwa saling inklusif
diilustrasikan seperti pada Gambar 2.4.

A A B
B

Gambar 2.4 Peristiwa Saling Inklusif

Contoh Soal
Mengacu pada percobaan pelemparan dua buah dadu seperti yang
disajikan dalam Tabel 2.1, berapa peluang munculnya jumlah 7 atau angka 2 pada
dadu pertama atau keduanya?
Jawab: Misal E = peristiwa munculnya jumlah 7 dan F = peristiwa
munculnya angka 2 pada dadu pertama. Dari Tabel 2.1 dapat ditentukan:
E = {(1,6), (2,5), (3,4), (4,3), (5,2), (6,1)}, di mana n = 6
F = {(2,1), (2,2), (2,3), (2,4), (2,5), (2,6)}, di mana n = 6

Perhatikan bahwa dari kedua peristiwa di atas ada 1 titik yang sama di
dalamnya, yakni (2,5). Hal ini berarti bahwa P(EF)= 1/36. Sehingga dengan
menggunakan Rumus 2.3 akan diperoleh:

P(A  B)  P(A)  P(B)  P(A  6 6 1 11


B)  36  36   36
36

c. Peristiwa Bersyarat
Lazimnya peneliti berhubungan dengan peluang dari sebagian ruang
sampel. Peneliti jarang bekerja dalam ruang lingkup populasi. Peluang seorang
konsumen yang dipilih secara acak dari populasi masyarakat berpenghasilan
tinggi, tidak sama dengan peluang seorang berpenghasilan tinggi yang dipilih
secara acak dari populasi konsumen. Peluang seorang konsumen yang menyukai
produk A yang dipilih secara acak dari suatu komunitas, akan berbeda dengan
peluang terpilihnya seorang pemakai produk A dari komunitas lainnya. Hal ini
adalah beberapa contoh bagaimana peneliti harus memilah suatu peristiwa yang
ada dalam suatu populasi ke dalam subpopulasi. Dalam teori peluang hal
semacam ini penting untuk diketahui, karena peluang dalam sebagian ruang
sampel bisa berbeda dengan peluang pada ruang sampel secara keseluruhan.
Subpopulasi didefinisikan secara khusus dalam populasi ini dan peluang-
peluang yang berhubungan dengan setiap peristiwa dalam subpopulasi dikenal
dengan nama peluang bersyarat. Peluang bersyarat banyak digunakan dalam dunia
bisnis dan ekonomi. Untuk mempermudah pemahaman tentang peluang bersyarat
ini, berikut ini contoh peluang bersyarat. Sebuah perusahaan membuka lowongan
kerja untuk mengisi pekerjaan sekretaris perusahaan. Ada 100 orang pelamar yang
terdiri atas berpengalaman lebih dari tiga tahun dan kurang dari tiga tahun serta
dengan status menikah dan tidak menikah. Secara rinci jumlahnya diberikan
dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Data Pelamar Sekretaris

Pengalaman Menika Tidak Jumla


h Menikah h
Pengalaman > 3 tahun 12 24 36
Pengalaman < 3 tahun 18 46 64
Jumlah 30 70 100

Karena tidak ada waktu untuk melakukan penyaringan, maka seluruh


peserta dianggap memiliki peluang yang sama untuk terpilih sebagai sekretaris.
Misal E = peristiwa pelamar yang dipilih memiliki pengalaman lebih tiga tahun
dan M = peristiwa pelamar yang dipilih statusnya menikah. Berdasarkan Tabel 2.3
maka dapat dihitung:
Jumlah titik dalam ruang sampel P = 100
P(E) = 36/100 = 0,36
P(M) = 30/100 = 0,30
P(EM) = 12/100 = 0,12

Anggaplah karena ada sesuatu hal maka pelamar dibatasi pada pendaftar
yang statusnya telah menikah. Selanjutnya perusahaan ingin mengetahui peluang
terpilihnya pelamar dengan pengalaman lebih dari tiga tahun dari pembatasan
tersebut. Dalam notasi peluang bersyarat, peluang yang demikian dituliskan sebagai
P(E | M) atau peluang terjadinya E bersyarat M. Dengan membatasi pelamar yang
hanya menikah, hal ini berarti ruang sampel atau populasi telah berubah menjadi ruang
sampel yang lebih kecil atau menjadi subpopulasi.
Subpopulasi yang dipilih dalam hal ini adalah pelamar yang menikah atau
M. Berdasarkan Tabel 2.3 dapat diketahui bahwa subpopulasi M ini memiliki titik
sampel 30. Disini telah terjadi pengurangan jumlah titik sampel dari 100 menjadi
30. Dengan mengganggap setiap pelamar masih memiliki peluang yang sama,
maka peluang terpilihnya pelamar yang memiliki pengalaman lebih dari 3 tahun
dengan syarat telah menikah adalah:
P(E | M) = 12/30 = 0,40

Dari hasil ini terlihat bahwa 12 adalah titik sampel irisan antara E dan M
populasi (EM), sedangkan 30 adalah titik sampel subpopulasi atau ruang sampel
untuk syarat M dengan peluang P(M) Apabila hasil ini dituliskan dalam notasi
peluang, maka diperoleh bentuk:

P(E | M) P(E  M)
=
P(M)

Peluang bersyarat juga bisa dihitung dari pendekatan subpopulasi.


Perhatikan subpopulasi pelamar yang telah menikah. Jumlah peluang yang ada
pada subpopulasi tetap harus memenuhi aturan peluang yakni sama dengan satu,
yakni dari: P(M) = 12/30 + 18/30 = 1.
Perhatikan bahwa P(EM) pada ruang sampel awal adalah 12/100 = 0,12;
akan tetapi setelah menjadi subpopulasi P(EM) menjadi 12/30 = 0,40.
Sedangkan peluang terpilihnya pelamar menikah P(M) pada ruang sampel awal
adalah 30/100 = 0,30; sekarang menjadi 18/30 = 0,60. Mengapa menjadi 18
bukannya 30? Karena yang 12 ada pada ruang sampel irisan (EM). Dengan
demikian P(E | M) berdasarkan subpopulasi adalah: P(E | M) = 0,40/1,00 = 0,40.
Jadi hasil perhitungan peluang bersyarat, baik dengan menggunakan ruang
sampel asli maupun pendekatan subpopulasi, akan memberikan hasil yang sama.
Peluang bersyarat untuk kedua keadaan yang dijelaskan di atas, secara visual
dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.5.

M
E M
E E
0,1 M
0,2 M
8
4 0,12 0,4 0,6
0 0
0,4
6
(a) (b)
Gambar 2.5 Peluang Bersyarat dalam Ruang Sampel Asli (a) dan Subpopulasi
(b)

Berdasarkan contoh yang dipaparkan di atas, maka definisi peluang


bersyarat dapat didefinisikan jika A dan B adalah dua peristiwa dalam ruang
sample S, maka peluang terjadinya A bersyarat B adalah:

P(A | B) P(A  B)
; P(B) ≠ 0........................................(Rumus 2.4.1)
= P(B)

atau
P(B  A)
; P(A) ≠ 0 ....................................... (Rumus 2.4.2)
P(A | B)
P( A)
=

Sebagai konsekuensi dari kedua rumus di atas, yakni Rumus 2.4.1 dan
Rumus 2.4.2, maka diperoleh:
P(AB) = P(B).P(AB); P(B)  0....................................(Rumus 2.5.1)
atau
P(BA) = P(A).P(BA); P(A)  0 ................................. (Rumus 2.5.2)

Contoh Soal
Survai dilakukan oleh MarketPlus Kota Hastina terhadap 700 responden
untuk mengetahui selera konsumen terhadap sabun yang diberi aroma dan tidak
beraroma, menghasilkan data seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.4. Angka
dalam kurung adalah frekuensi relatif atau peluang. Berapakah peluang
terpilihnya seseorang yang dipilih secara acak tidak menyukai sabun beraroma
dengan syarat dia adalah seorang pria?

Tabel 2.4 Data Selera Konsumen terhadap Sabun

Jenis Kelamin Tanpa Aroma Dengan Jumlah


Aroma
Pria 35 315 350
(35/700 = 0,05) (315/700 = 0,45) (350/700 = 0,50)
Wanita 70 280 350
(70/700 = 0,10) (280/700 = 0,40) (350/700 = 0,50)
Jumlah 105 595 700

Jawab: Misal A = peristiwa terpilihnya pria; B = peristiwa terpilihnya


yang menyukai sabun beraroma; dan BA = peristiwa terpilihnya seseorang yang
menyukai aroma dan seorang pria. Dengan mengunakan Rumus 2.4.2 akan
diperoleh:

P(B | A) P(B A) 0,05


=   0,1
P(A) 0,50

d. Peristiwa Bebas
Pengertian bebas di sini sebenarnya bukanlah bebas dalam pengertian
umum, akan tetapi bebas secara statistik. Meski pengertian bebas secara umum
hampir sama dengan bebas secara statistik, akan tetapi pada dasarnya keduanya
tidak identik. Peristiwa A dikatakan bebas dari peristiwa B jika salah satu
peristiwa tidak dipengaruhi oleh peristiwa lainnya. Sebagai contoh jika seseorang
mengambil kartu dari setumpuk kartu bridge secara berurutan di mana setiap
pengambilan kartu selalu dikembalikan lagi, maka semua hasil dari peristiwa ini
dikatakan bebas antara yang satu dengan lainnya.
Peluang terambilnya kartu As pada setiap pengambilan akan selalu 4/52.
Jika pengambilan kartu tidak dengan pengembalian, maka hasil yang diperoleh
akan bersifat tidak bebas atau saling tergantung. Peluang terambilnya kartu As
pada pengambilan pertama adalah 4/52, pengambilan kedua 3/51, pengambilan
ketiga 2/50, dan seterusnya. Dua peristiwa yang saling bebas dinyatakan dalam
hubungan A dan B atau secara notasi himpunan AB adalah perkalian antara
kedua peluang tersebut. Secara simbolik:
P(A dan B) = P(A  B)  P(A).P(B)...................................(Rumus 2.6)

Konsekuensi rumus ini terhadap rumus peluang bersyarat (Rumus 2.4.1


dan Rumus 2.4.2) adalah:
P(AB) = P(A) dan P(BA) = P(B).....................................(Rumus 2.7)

Untuk k buah peristiwa yang saling bebas maka Rumus 2.6 dapat diperluas
menjadi: P(A1 A2… Ak)= P(A1).P(A2)…P(Ak). Guna menggambarkan
peristiwa bebas ini, dapat dilihat dalam Diagram Venn yang diilustrasikan pada
Gambar 2.6.
S

A3
A2

A1

Ak
A4

Gambar 2.6 Peristiwa Saling Bebas

Contoh Soal
Mengacu pada percobaan pelemparan dua buah dadu seperti yang
disajikan dalam Tabel 2.1. Tabel tersebut diubah dengan menggantikan angka
jumlah yang muncul menjadi kombinasi angka seperti tertera pada Tabel 2.5.
Berapa peluang dadu kedua memunculkan angka 6 bersyarat dadu pertama
memunculkan angka 4. Apakah A bebas dari B?

Tabel 2.5 Kombinasi Angka Pelemparan Dua Buah Dadu

Angka Angka pada dadu pertama


pada dadu 1 2 3 4 5 6
kedua
1 1,1 2,1 3,1 4,1 5,1 6,1
2 1,2 2,2 3,2 4,2 5,2 6,2
3 1,3 2,3 3,3 4,3 5,3 6,3
Angka Angka pada dadu pertama
pada dadu 1 2 3 4 5 6
kedua
4 1,4 2,4 3,4 4,4 5,4 6,4
5 1,5 2,5 3,5 4,5 5,5 6,5
6 1,6 2,6 3,6 4,6 5,6 6,6

Jawab: Misal B peristiwa munculnya angka 6 pada dadu kedua dan A


peristiwa munculnya angka 4 pada dadu pertama.
A = {(4,1),(4,2), (4,3), (4,4), (4,5), (4,6)}
B = { (1,6),(2,6),(3,6),(4,6),(5,6), (6,6)}
AB = {(4,6)}
P(A) = 1/6; P(AB) = 1/36 ; P(B) = 1/6

P(B | A)
=

1/36  A)
P(B 1 

P(A) 1/6 6

Hasil di atas ternyata sama dengan P(B) = 1/6, sehingga dapat ditarik
simpulan bahwa A bebas dari B. Perlu dicermati bahwa peristiwa saling
bebas tidak sama dengan peristiwa eksklusif. Dalam konsep teori himpunan,
peristiwa saling eksklusif tidak mempunyai ruang sampel yang mengandung
titik yang sama (irisan), sedangkan dalam peristiwa saling bebas dua
peristiwa A dan B akan memiliki titik yang sama jika A dan B mempunyai
peluang yang tidak nol.

II.2

III. Penutup
III.1 Rangkuman
4. Jika AC menyatakan komplemen dari kejadian A, maka :
P(AC) = 1 – P(A)
5. Jika ada kejadian A dan B maka :
P (A  B) = P(A) + P(B) – P(A  B)
6. Jika kejadian A dan B saling lepas maka :
P (A  B) = P(A) + P(B)
7. Jika A dan B adalah dua kejadian dalam ruang sampel S dan P(A) 
0, maka peluang bersyarat dari B yang diberikan A didefinisikan sebagai :

P(BA) =

P(A  B)

P(A)

atau P(A  B) = P(A). P(BA)


8. Jika A dan B merupakan dua kejadian yang saling bebas maka
peluang kejadian A dan B adalah :
P(A  B) = P(A) x P(B)

III.2 Tes Formatif

Anda mungkin juga menyukai