Anda di halaman 1dari 103

SKRIPSI

GAMBARAN KEPATUHAN PENATA ANESTESI DALAM


PELAKSANAAN SURGICAL SAFETY CHECLIST DI
KAMAR OPERASI RUMAH SAKIT AR BUNDA
PRABUMULIH

ALAWI

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2021

i
SKRIPSI

GAMBARAN KEPATUHAN PENATA ANESTESI DALAM


PELAKSANAAN SURGICAL SAFETY CHECLIST DI
KAMAR OPERASI RUMAH SAKIT AR BUNDA
PRABUMULIH

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Terapan Kesehatan (S.Tr.Kes)
Pada Institut Teknologi dan Kesehatan Bali

Diajukan Oleh:
ALAWI
NIM. 2014301107

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2021

ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “ Gambaran Kepatuhan Penata Anestesi Dalam Pelaksanaan


Surgical Safety Checklist di Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih “telah
mendapatkan persetujuan dan disetujui untuk diajukan ke hadapan Tim Penguji
Skripsi pada Program Studi D IV Keperawatan Anestesiologi Intstitut Teknologi
dan Kesehatan Bali.

Denpasar, Juli 2021


Pembimbing 1 Pembimbing 2

Ns. IGA Made Kusuma Negara, S.Kep, MNS Ns. Emanuel Ileatan Lewar, S.Kep., MM
NIDN. 0807057501 NIDN. 019046002

iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi ini telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada Program Studi DIV
Keperawatan Anestesiologi Institut Teknologi dan Kesehatan Bali
pada Tanggal Juli 2021

Panitia Penguji Skripsi Berdasarkan SK Rektor ITEKES Bali


Nomor: DI.,02.02.1925.TU.X.20

Ketua : I Gede Agus Shuarsedana, Sp.An


NIR. 17131

Anggota :
1. Ns. IGA Made Kusuma Negara, S.Kep
NIDN. 0807057501

2. Ns. Emanuel Ileatan Lewar, S.Kep.,MM


NIDN. 019046002

iv
v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanawata’ala atas berkat


rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “
Gambaran Kepatuhan Penata Anestesi Dalam Pelaksanaan Surgical Safety
Checklist di Rumah Sakit Ar Bunda Prabumulih”
Dalam skripsi ini penulis mendapat banyak bimbingan, arahan dan bantuan dari
semua pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu. Atas hal tersebut
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp., M.Ng., Ph.D selaku rektor Institut
Teknologi dan Kesehatan Bali yang telah memberikan ijin dan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi penelitian ini.
2. Ibu Ns. NLP Dina Susanti, S.Kep., M.Kep selaku Wakil Rektor (Warek) I yang
memberikan dukungan kepada penulis
3. Bapak Ns. I Ketut Alit Adianta, S. Kep., MNS selaku Wakil Rektor (Warek) II
4. Bapak Ns. Kadek Nuryanto, S.Kep., MNS selaku Dekan Fakultas Kesehatan
yang memberikan dukungan kepada penulis.
5. Bapak dr Gde Agus Shuarsedana, Sp.An selaku ketua Program studi D IV
Keperawatan Anestesiologi yang memberikan dukungan motivasi kepada
penulis.
6. Bapak Kesuma Negara selaku pembimbing I yang banyak memberikan
bimbingan dan waktu bersama dalam proses penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Emanuel selaku sekretaris prodi Keperawatan Anestesi Sekaligus
Pembimbing II yang banyak memberikan koreksi dan bimbingan kepada
penulis.
8. Bapak dan Ibu dosen mata ajar metode penelitian yang telah banyak
memberikan ilmu dan motivasi nya.
9. Seluruh keluarga, orang tua , istri yang selalu memberikan dukungan dalam
menyusun skripsi ini, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah membantu penyusunan skripsi ini

vi
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini,
kritik dan saran yang konstruktif akan penulis terima dengan lapang hati demi
kesempurnaan skripsi ini.

Denpasar, Juli 2021


Penulis

vii
GAMBARAN KEPATUHAN PENATA ANESTESI DALAM
PELAKSANAAN SURGICAL SAFETY CHECKLIST
DI RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH

Alawi
Fakultas Kesehatan
Program Studi D IV Keperawatan Anestesiologi
Institut Teknologi dan Kesehatan Bali
Email: ananglawi1976@gmail.com

ABSTRAK

Latar belakang: pelaksanaan Surgical Safety Checklist tersebut di Rumah Sakit AR.
Bunda Prabumulih telah diterapkan sejak 2017 namun masih belum mencapai
seratus persen. Hal ini dilihat dari tim bedah, berdasarkan observasi yang dilakukan
peneliti, pada saat operasi ada poin yang tidak dilakukan seperti pada fase Sign in
pernah tidak dilakukan pemeriksaan penandaan area operasi, fase time out tim
bedah tidak memperkenalkan diri secara verbal, tim bedah tidak meriview pasien
secara verbal dan fase sign out tidak konfirmasi secara verbal jumlah instrumen
yang digunakan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepatuhan Penata
Anestesi dalam pelaksanaan Surgical Safety Checklist di Rumah Sakit AR Bunda
Prabumulih.
Metode: Desain penelitian ini Menggunakan metode penelitian Cross
Sectional deksriptif. Sampel penelitian berjusmlah 40 tentang kepatuhan penata
anestesi dalam pelaksanaan surgical safety checklist di Rumah Sakit AR Bunda
Prabumulih, pelaksanaannya melalui teknik sampling jenuh pada bulan maret
2021.Data dikumpulkan menggunakan lembar observasi kepatuhan. Data
dianalisa dengan univariat.
Hasil: Kepatuhan penata anestesi yang patuh dalam pelaksanaan surgical safety
checklist pada saat Sign In sebanyak 92.5% dan yang tidak patuh sebanyak 7.5%.
Kepatuhan penata anestesi yang patuh dalam pelaksanaan surgical safety checklist
pada saat Time out sebanyak 82.5% dan yang tidak patuh sebanyak 17.5%.
Kepatuhan penata anestesi yang patuh dalam pelaksanaan surgical safety checklist
pada saat Sign-out sebanyak 92,5% dan yang tidak patuh sebanyak 7,5%.
Kesimpulan: Berdasarkan, hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Penata
Anestesi dalam pelaksaan surgical Safety Checklist di Rumah Sakir AR Bunda
Prabumulih mulai dari Sign in, Time out dan Sign Out adalah patuh.

Kata Kunci : Kepatuhan, Penata Anestesi, Surgical Safety Checklist

viii
THE COMPLIANCE OF NURSE ANESTHETISTS
IN THE IMPLEMENTATION OF SURGICAL SAFETY CHECKLIST
IN AR BUNDA PREBUMULIH HOSPITAL

Alawi
Faculty of Health
Diploma IV of Nursing Anesthesiology
Institute of Technology and Health Bali
Email: ananglawi1976@gmail.com

ABSTRACT

Background: The Surgical Safety Checklist has been implemented in AR Bunda


Prebumulih since 2017 but has not yet implemented one hundred percent. This
situation can be seen from the surgical team, in which based on observations during
the surgeries, some points were not implemented such as in the “Sign-in” phase
there was an incident in which no examination was conducted to mark the operating
area; in the “time-out” phase, there was incidents in which the surgical team did not
introduce themselves verbally, the surgical team did not review the patient verbally
and during the “Sign-out” phase, there were incidents in which there was no verbal
confirmation on the number of instruments used.
Aim: This study aimed to find out the compliance of Nurse Anesthetists in the
implementation of the Surgical Safety Checklist at AR Bunda Prabumulih Hospital.
Methods: This study used the descriptive design with cross sectional method. The
research sample were 40 nurse anesthetists working in the AR Bunda Prabumulih
Hospital. The sample was selected based on census sample and data collection was
conducted in March 2021. Data were collected using a compliance observation
sheet and then analyzed by using univariate analysis.
Results: The results showed that 92.5% of nurse anesthetists were compliant in
implementing the surgical safety checklist during the “Sign-in” phase, while 7.5%
were not compliant. 82.5% nurse anesthetists were compliant in implementing the
surgical safety checklist during the “Time-out” phase and 17.5% were not
compliant. 92.5% of nurse anesthetists were compliant in implementing the surgical
safety checklist during the “Sign-out” phase and 7.5% were not compliant.
Conclusion: In conclusion, the nurse anesthetists in AR Bunda Prabumulih
Hospital are compliant in implementing the surgical safety checklist during the
Sign-in, Time-out and Sign-out phase.

Keywords: Compliance, Nurse Anesthetist, Surgical Safety Checklist

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL DEPAN ......................................................................... i
HALAMAN SAMPUL DENGAN SPESIFIKASI ........................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................... iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN SKRIPSI.................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN PENGESAHAN ................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ . 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... . 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ . 4
D. Ruang Lingkup…………………………………………………. . 5
E. Manfaat Penelitian ....................................................................... . 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... . 7


A. Tinjauan Teori ............................................................................. . 7
B. Konsep Dasar Keselamatan Pasien ............................................. . 7
C. Konsep dasar Perioperatif ........................................................... 20

BAB III KERANGKA KONSEP DAN VARIABEL ................................... 43


A. Kerangka Konsep ......................................................................... 43
B. Variabel Penelitian ...................................................................... 44

x
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................ 46
A. Desain Penelitian ........................................................................ 46
B. Tempat Dan Waktu Penelitian ..................................................... 46
C. Populasi, Sampel Dan Sampling .................................................. 46
D. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 47
E. Alat Pengumpulan Data ............................................................... 48
F. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 48
G. Analisa Data ................................................................................. 51
H. Etika Penelitian ............................................................................ 51

BAB V HASIL PENELITIAN ..................................................................... 53


A. Hasil Penelitian .......................................................................... 53

BAB VI PEMBAHASAN................................................................................ 56
A. Gambaran Kepatuhan Sign in .................................................... 56
B. Gambaran Kepatuhan Tome out .................................................. 58
C. Gambaran Kepatuhan Sign out .................................................... 59

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 62


A. Kesimpulan ................................................................................ 62
B. Saran ............................................................................................. 62

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Surgical Safety Checklist (WHO, 2007)


2. Gambar 2.2 Model konseptual Perioperatif (Petersen C, ed. Perioperative
Nursing Data Set. 3rd ed. Denver, CO: AORN, Inc; 2011.)
3. Gambar 2.3 (Aholaakko & Metsälä (2015)
4. Gambar 2.4 Frekwensi kebersihan pre dan post operatif (WHO, 2016)
5. Gambar 2.5 Posisi pasien di meja operasi (Black, 2014)

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian Gambaran Kepatuhan Penata


Anestesi Dalam Pelaksanaan Surgical Safety Checklist di Rumah
Sakit AR Bunda Prabumulih
Tabel 2 Definisi frekuensi fase Sign in di Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih
Tabel 3 Definisi frekuensi fase Time out di Rumah Sakit AR Bunda
Prabumulih
Tabel 4 Definisi frekuensi fase Sign out di Rumah Sakit AR bunda
Prabumulih

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian


Lampiran 2. Instrumen Penelitian
Lampiran 3. Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 4. Surat Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 5. Surat Rekomendasi Penelitian dari Rektor ITEKES Bali
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian dari Komite Etik
Lampiran 7. Surat Izin Penelitian dari Institusi Lokasi Penelitian
Lampiran 8. Hasil Analisa Data
Lampiran 9. Surat Keterangan Translate

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu system penunjang
mutu asuhan rumah sakit yang bertujuan memberikan asuhan yang aman,
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan inflementasi
solusi untuk meminimalkan resiko (Kemenkes, 2006). Salah satu upaya mutu
peningkatan di Rumah Sakit adalah menjalankan program keselamatan pasien
(patient safety).
Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam
pelayanan kesehatan. Tindakan ini bertujuan untuk menyelamatkan nyawa,
mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan yang
dilakukan juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan
nyawa (WHO, 2011). Data WHO menunjukkan komplikasi utama
pembedahan adalah kecacatan dan rawat inap yang berkepanjangan 3-16%
pasien bedah terjadi di negara-negara berkembang. Secara global angka
kematian kasar berbagai operasi sebesar 0,2-10%. Diperkirakan hingga 50%
dari komplikasi dan kematian dapat dicegah di negara berkembang jika standar
dasar tertentu perawatan dikuti (WHO, 2009).
World Health Organization mempelopori penggunaan program Surgical
Safety Checklist (Weiser & Haynes, 2018). Surgical Safety Checklist
bertujuan untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas perioperatif
(Hyman, 2017), dan pada tahun 2009 penerapan checklist keselamatan bedah
mulai dilaksanakan di beberapa rumah sakit (Russ et al., 2014). Penerapan
surgical safety checklist oleh tim bedah membantu meminimalkan kesalahan
tindakan pembedahan. Kesalahan dalam prosedur pembedahan dapat

1
dicegah dengan kewaspadaan oleh tim bedah (Rolston & Berger, 2018).
Surgical Safety Checklist dilakukan uji coba penggunaan pada delapan rumah
sakit di dunia dan data yang dikumpulkan dari 4000 pasien yang berasal dari
beragam kelompok Mulai Oktober 2007-September 2008, hasilnya diterbitkan
pada bulan Januari 2009 dan menunjukkan hasil bahwa pengaplikasian
checklist Keselamatan Bedah ini berdampak positif seperti menurunkan angka
komplikasi rawat inap (11,0-7,0%) dan kematian(1,5- 0,8%,). Daftar periksa
keselamatan bedah dirancang terutama untuk mencegah kematian akibat
kesalahan perioperatif (Hyman, 2017;Russ et al., 2015)
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Weiser & Haynes, 2018,
mekanisme penggunaan Surgical Safety Checklist yang dilakukan dengan
melibatkan professional pemberi asuhan (dokter bedah, dokter anestesi, penata
anestesi, dan perawat bedah), dan kepatuhan terhadap checklist keselamatan
bedah dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas pasca pembedahan.
Meskipun penerapan Surgical Safety Checklist oleh tim bedah, diakui dan
dapat meminimalkan kesalahan dalam tindakan pembedahan, akan tetapi
dalam praktiknya kepatuhan penerapan Surgical Safety Checklist yang dirilis
WHO, pada tahun 2009 tersebut dinilai masih tergolong rendah. Berdasarkan
penelitian WHO setiap tahun lebih dari 224 ratus juta prosedur bedah dilakukan
di seluruh dunia dan diperkirakan rata-rata satu insiden komplikasi pasien
(morbiditas dan mortalitas) dilaporkan setiap 35 detik dan insiden komplikasi
pasien yang paling umum terkait dengan prosedur bedah (27%), kesalahan
pengobatan (18,3%), dan infeksi terkait perawatan kesehatan (12,2%) (WHO,
2017).
Penata anestesi diharapkan memiliki pengetahuan, dan sikap serta
kepatuhan dalam penerapan Surgical Safety checklist . Berdasarkan beberapa
penelitian yang telah dilakukan untuk menyelidiki kepatuhan rumah sakit
dengan standar operasi yang aman menggunakan observasi langsung. Studi
yang dilakukan oleh khofiyah tentang evaluasi kepatuhan penata anastesi
dalam penerapan Surgical Safety checklist pada pasien operasi bedah mayor
di operasi PKU Muhammadiyah (Gombong 2015) didapatkan hasil sebanyak

2
87,0% patuh dan 13,0%) tidak patuh dalam penerapan. Tim bedah mempunyai
persepsi yang berbeda-beda mengenai penerapan sedangkan Menurut
penelitian yang dilakukan oleh prasetyo (2017) di RS AR Bunda Prabumulih
didapat sebagian besar tim operasi melaksanakan operasi elektif yaitu 36
kegiatan operasi 55,4% tidak patuh dalam menerapkan surgical safesty
checklist fase sign in yaitu 26 kegiatan 40% tidak patuh dalam menerapkan
surgical safety checklist. Sedangkan menurut warsono (2013), penelitian di
RSUP Dr. Sardjito didapat data sejumlah 31 dari 38 responden memiliki
kategori patuh sebanyak 18,6% dan 7 orang dari 38 responden tidak patuh
dalam observasi pelaksanaan surgical safety checklist sebanyak 18,4%.
World Health Organization (WHO), 2014 Didalam keselamatan pasien
terdapat istilah insiden keselamatan yang selanjutnya disebut insiden yaitu
setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian
Tidak Cedera (KTC), serta Kejadian Potensial Cedera (KPC). Di Eropa
mengalami pasien dengan resiko infeksi 83,5% dan bukti kesalahan medis
menunjukkan 50-72,3%. Di kumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di
berbagai Negara, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 – 16,6 % Data Patient
Safety tentang Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dan Kejadian Tak Diharapkan
(KTD) dan “mal praktek” di Indonesia masih terjadi. Insiden pelanggaran
patient safety 28,3% dilakukan oleh penata anestesi (Lombogia, 2016).
Program keselamatan pasien di indonesia dicanangkan pada tahun 2005,
dan terus berkembang menjadi isu utama dalam pelayanan medis di Indonesia.
Keselamatan pasien perioperatif wajib diperhatikan, jika dalam
pelaksanaannya tidak mengikuti standar prosedur operasional yang sudah
diterapkan dapat membahayakan pasien. Tim kamar bedah tentu tidak
bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi 28,3% masih terjadi insiden
pelanggaran patient safety yang dilakukan oleh penata, sehingga pasien
mengalami KTD ( kejadian tidak diharapkan), KNC (kejadian nyaris cedera),
ataupun kejadian sentinel yaitu KTD yang menyebabkan kematian atau cedera

3
serius saat dialakukan tindakan pembedahan. Dengan demikian, program
keselamatan pasien terus berkembang menjadi isu utama pelayanan medis
yang diatur dalam UU No. 44 tahun 2009 pasal 43 tentang rumah sakit, dimana
rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien (Permenkes, 2017).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 1
sampai 2 februari 2021, Rumah Sakit AR. Bunda Prabumulih memiliki 4
penata anastesi, terdapat 5 kamar operasi , setiap kamar operasi memiliki
mesin anastesi, peneliti juga mendapatkan data dari rekam medis rumah sakit
AR bunda Prabumulih 179 tindakan operasi pada bulan januari, untuk
pelaksanaan Surgical Safety Checklist tersebut, Rumah Sakit AR. Bunda
Prabumulih telah diterapkan sejak 2017 namun masih belum mencapai seratus
persen. Hal ini dilihat dari tim bedah, berdasarkan observasi yang dilakukan
peneliti, pada saat operasi ada poin yang tidak dilakukan seperti pada fase Sign
in pernah tidak dilakukan pemeriksaan penandaan area operasi, fase time out
tim bedah tidak memperkenalkan diri secara verbal, tim bedah tidak meriview
pasien secara verbal dan fase sign out tidak konfirmasi secara verbal jumlah
instrumen yang digunakan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan studi pendahuluan oleh peneliti dan latar belakang diatas,
maka peneliti merumuskan masalah yaitu” bagaimana Gambaran kepatuhan
penata anastesi dalam pelaksanaan Surgical Safety Checklist di Rumah Sakit
AR. Bunda Prabumulih?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui kepatuhan penata anastesi dalam pelaksanaan Surgical
Safety Checklist di Rumah Sakit AR. Bunda Prabumulih
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kepatuhan penata anastesi dalam pelaksanaan
Surgical Safety Checklist fase sign in di Rumah Sakit AR. Bunda
Prabumulih

4
b. Mengidentifikasi kepatuhan penata anastesi dalam pelaksanaan
Surgical Safety Checklist fase time out di Rumah Sakit AR. Bunda
Prabumulih
c. Mengidentifikasi kepatuhan penata anastesi dalam pelaksanaan
Surgical Safety Checklist fase sign out di Rumah Sakit AR. Bunda
Prabumulih
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini mencakup dengan bidang dan manajemen
kepenataan anastesi untuk mengevaluasi kepatuhan pelaksanaan Surgical
Safety Checklist di Rumah Sakit AR. Bunda Prabumulih.
E. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah teori, wacana dan
referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang kepatuhan
pelaksanaan Surgical Safety Checklist di Rumah Sakit AR. Bunda
Prabumulih
2. Manfaat Praktis
a. Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan pelayanan
rumah sakit khususnya tentang kepatuhan penata anastesi dalam
pelaksanaan Surgical Safety Checklist guna meningkatkan indikator
mutu rumah sakit terhadap keselamatan pasien dan salah satu syarat
perlengkapan untuk akreditasi rumah sakit.
b. Penata Anastesi Ruang Operasi
Untuk meningkatkan kepatuahan penata anastesi dalam
pelaksanaan Surgical Safety Checklist agar terlaksana dengan benar dan
meningkatkan mutu pelayanan anastesi di ruang operasi.

5
c. Institusi Pendidikan Itikes Bali
Memberikan bahan masukkan dan tambahan refrensi di perpustakaan
Itikes Bali
d. Bagi Peneliti
Sebagai tambahan memperoleh ilmu yang nyata dan menambah
referensi mengenai kepatuhan dalam pelaksanaan Surgical Safety
Checklist sehingga nantinya peneliti sebagai penata anastesi saat
bekerja di ruang operasi mewujudkan profesionalisme pada profesi
penata anastesi yang baik dan patuh.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Keselamatan Pasien


1. Konsep Keselamatan pasien dalam Pelayanan Kesehatan
a. Definisi dan Tujuan Keselamatan pasien
WHO (2020) menjelaskan arti dari keselamatan pasien/
keselamatan pasien sebagai berikut: “Patient safety is the absence of
preventable harm to a patient during the process of health care. The
discipline of patient safety is the coordinated efforts to prevent harm,
caused by the process of health care itself, from occurring to patients”
Yang dapat diartikan bahwa keselamatan pasien adalah tidak adanya
bahaya yang dapat dicegah terhadap pasien selama proses pelayanan
kesehatan. Disiplin dari keselamatan pasien adalah upaya terkoordinasi
untuk mencegah bahaya, yang disebabkan oleh proses pelayanan
kesehatan itu sendiri, yang dapat terjadi pada pasien.
Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa inti dari
keselamatan pasien adalah sangat terkait dengan asuhan pelayanan
terhadap pasien, serta insiden yang dapat dicegah atau yang seharusnya
tidak terjadi. Dengan meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit
diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit
dapat meningkat. Selain itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi
Insiden Keselamatan Pasien (IKP), yang selain berdampak terhadap
peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa rumah sakit dan
petugas kesehatan ke ranah hukum akibat blamming, menimbulkan
konflik antara petugas kesehatan dan pasien, menimbulkan sengketa,
tuntutan dan proses hukum, tuduhan malpraktek, blow-up ke mass
media yang akhirnya menimbulkan opini negatif terhadap pelayanan
rumah sakit, bahkan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap
pelayanan rumah sakit (Kemenkes RI, 2015).

7
b. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 menjelaskan tentang keselamatan
pasien rumah sakit, dimana tercantum maksud dari Sasaran
Keselamatan Pasien (SKP) adalah: “Mendorong perbaikan spesifik
dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang
bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta
solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini.
Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi,
sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi
yang menyeluruh.” Tujuan diterapkannya keselamatan pasien antara
lain:
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2) Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3) Menurunnya Angka Insiden Keselamatan Pasien di rumah sakit
4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan. (Kemenkes RI, 2015).
2. Dasar hukum penerapan keselamatan pasien dasar hukum
ditetapkannya penerapan keselamatan pasien di Indonesia adalah:
a. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
1) Asas & Tujuan :
Pasal 2 : RS diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan
kpd nilai kemanusiaan, etika & profesionalitas, manfaat, keadilan,
persamaan hak & anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan
keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.
2) Tujuan :
Pasal 3 ayat b : memberikan perlindungan terhadap keselamatan
pasien, masyarakat, lingkungan RS dan SDM di RS

8
3) Kewajiban RS :
Pasal 29 ayat b : memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
anti diskriminasi, & efektif dgn mengutamakan kepentingan pasien
sesuai standar pelayanan RS.
4) Keselamatan Pasien : Pasal 43 :
a) RS wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien
b) Standar Keselamatan Pasien dilaksanakan melalui pelaporan
insiden, mnganalisa & menetapkan pemecahan masalah dlm
rangka menurunkan angka KTD
c) RS melaporkan kegiatan ayat 2 kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan Menteri
d) Pelaporan IKP pd ayat 2 dibuat secara anonim & ditujukan utk
mengkoreksi sistem dlm rangka meningkatkan keselamatan
pasien
e) Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan pasien ayat 1 &
ayat 2 dijelaskan di Peraturan Menteri
b. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011
Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit PMK ini membahas tentang
pembentukan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS),
Standar Keselamatan Pasien, Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) serta
Penyelenggaraan Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Pembentukan
KKPRS:
1) Pasal 5: Rumah Sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di RS wajib
melaksanakan program dgn mengacu pada kebijakan nasional
Komite Nasional KPRS.
2) Pasal 6:
a) Ayat (1) Setiap RS wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (TKPRS) yang ditetapkan oleh kepala RS sebagai
pelaksana kegiatan Keselamatan Pasien.
b) Ayat (4) TKPRS melaksanakan tugas:

9
➢ Mengembangkan program Keselamatan Pasien di RS
sesuai dengan kekhususan RS tsb,
➢ Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan
program KPRS,
➢ Menjalankan peran untuk melakukan motivasi,
edukasi, konsultasi, pemantauan (monitoring) dan
penilaian (evaluasi) tentang terapan (implementasi)
program KPRS.
3) Standar Keselamatan Pasien tercantum dalam Pasal 7:
a) Ayat (1) Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan Standar
Keselamatan Pasien.
b) Ayat (2) Standar Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
➢ hak pasien;
➢ mendidik pasien dan keluarga
➢ keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
➢ penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien;
➢ peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan
pasien;
➢ mendidik staf tentang keselamatan pasien; dan
➢ komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.
4) Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) disebutkan dalam Pasal 8:
a) Ayat (1) Setiap rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan
Sasaran Keselamatan Pasien.
b) Ayat (2) Sasaran Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi tercapainya hal-hal sebagai berikut:
➢ Ketepatan identifikasi pasien;
➢ Peningkatan komunikasi yang efektif;
➢ Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;

10
➢ Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
➢ Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan
➢ Pengurangan risiko pasien jatuh.
5) Penyelenggaraan Keselamatan Pasien Rumah Sakit tercantum pada
Pasal 9:
a) Ayat (1) Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien,
Rumah Sakit melaksanakan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.
b) Ayat (2) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
➢ membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
➢ memimpin dan mendukung staf
➢ mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
➢ mengembangkan sistem pelaporan
➢ melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
➢ belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;
dan
➢ mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan
pasien.
c. Peraturan Menteri Kesehatan No. 251/MENKES/SK/VII/2012 Tentang
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Mencakup tugas dan peran
KKPRS dalam mengidentifikasi dan pengambil langkah kebijakan
dalam penyelesaian permasalahan kasus insiden keselamatan pasein.
d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien. Merupakan penyesuaian dan
penyempurnaan dari Peraturan Menteri Kesehatan No.
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit, yang disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan
pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan
e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2017
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas

11
Pelayanan Kesehatan. Didalamnya terdapat tata cara pencegahan dan
pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI yang merupakan
upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada
pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan
kesehatan.

3. Surgical Safety Checklist

Gambar 2.1 Surgical Safety Checklist (WHO, 2007)


Surgical Safety Checklist merupakan bagian dari Safe Surgery Saves
Lives yang berupa alat komunikasi untuk keselamatan pasien yang
digunakan oleh tim bedah di ruang operasi. Surgical Safety Checklist adalah
sebuah daftar periksa untuk memberikan pembedahan yang aman dan
berkualitas pada pasien. Surgical safety checklist merupakan alat
komunikasi untuk keselamatan pasien yang digunakan oleh tim bedah di
ruang operasi. Tim bedah terdiri dari perawat, dokter bedah, anestesi dan
lainnya. Tim bedah harus konsisten melakukan setiap item yang dilakukan
dalam pembedahan mulai dari sign in, time out, sign out sehingga dapat
meminimalkan setiap risiko yang tidak diinginkan (Safety & Compliance,
2012).

12
fase operasi Dalam pelaksanaan prosedur safety surgical operasi meliputi
tiga fase yaitu :
a. Pelaksanaan Sign In
Sign In adalah prosedur yang dilakukan sebelum induksi anastesi
prosedur Sign In idealnya dilakukan oleh tiga komponen, yaitu pasien
(bila kondisi sadar/memungkinkan), perawat anastesi , dan dokter
anastesi. Pada fase Sign In dilakukan konfirmasi berupa identitas
pasien, sisi operasi yang sudah tepat dan telah ditandai, apakah mesin
anastesi sudah berfungsi, apakah pulse oksimeter pada pasien
berfungsi, serta faktor resiko 6 pasien seperti apakah ada reaksi alergi,
resiko kesulitan jalan nafas, dan adanya resiko kehilangan darah lebih
dari 500ml Langkah-langkah Surgical Safety Checklist yang harus
dikonfirmasi saat pelaksanaan Sign In adalah :
1) Konfirmasi identitas pasien Koordinator Checklist secara lisan
menegaskan identitas pasien, jenis prosedur pembedahan, lokasi
operasi, serta persetujuan untuk dilakukan operasi. Langkah ini
penting dilakukan agar petugas kamar operasi tidak salah melakukan
pembedahan terhadap pasien, sisi, dan prosedur pembedahan. Bagi
pasien anak-anak atau pasien yang tidak memungkinkan untuk
berkomunikasi dapat dilakukan kepada pihak keluarga, itulah
mengapa dilakukan konfirmasi kepada pasien sebelum pembedahan.
2) Konfirmasi sisi pembedahan Koordinator Checklist harus
mengkonfirmasi kalau ahli bedah telah melakukan penandaan
terhadap sisi operasi bedah pada pasien (biasanya menggunakan
marker permanen) untuk pasien dengan kasuss lateralitas (perbedaan
kanan atau kiri) atau beberapa struktur dan tingkat (misalnya jari
tertentu, jari kaki, lesi kulit, vertebrata) atau tunggal (misalnya
limpa). Penandaan yang permanen dilakukan dalam semua kasus,
bagaimanapun, dan dapat memberikan ceklist cadangan agar dapat
mengkonfirmasi tempat yang benar dan sesuai prosedur.

13
3) Persiapan mesin pembedahan dan anestesi Koordinator Checklist
melengkapi langkah berikutnya dengan meminta bagian anastesi
untuk melakukan konfirmasi penyelesaian pemeriksaan keamanan
anastesi, dilakukan dengan pemeriksaan peralatan anastesi, saluran
untuk pernafasan pasien nantinya (oksigen dan inhalasi),
ketersediaan obat-obatan, serta resiko pada pasien setiap kasus
4) Pengecekan pulse oximetri dan fungsinya Koordinator Checklist
menegaskan bahwa pulse oksimetri telah ditempatkan pada pasien
dan dapat berfungsi benar sebelum induksi anastesi. Idealnya pulse
oksimetri dilengkapi sebuah sistem untuk dapat membaca denyut
nadi dan saturasi oksigen, pulse oksimetri sangat direkomendasikan
oleh WHO dalam pemberian anastesi, jika pulse oksimetri tidak
berfungsi atau belum siap maaka ahli bedah anastesi harus
mempertimbangkan menunda operasi sampai alat-alat sudah siap
sepenuhnya.
5) Konfirmasi tentang alergi pasien Koordinator Checklist harus
mengarahkan pertanyaan ini dan dua pertanyaan berikutnya kepada
ahli anastesi. Pertama, koordinator harus bertanya apakah pasien
memiliki alergi? Jika iya, apa itu? Jika koordinator tidak tahu tentang
alergi pada pasien maka informasi ini harus dikomunikasikan.
6) Konfirmasi Resiko Operasi Ahli anastesi akan menulis apabila
pasien memiliki kesulitan jalan nafas pada status pasien, sehingga
pada tahapan Sign In ini tim bedah dapat mengetahuinya dan
mengantisipasi pemakaian jenis anastesi yang digunakan. Resiko
terjadinya aspirasi dievaluasi sebagai bagian dari penilaian jaln nafas
sehingga apabila pasien memiliki gejala refluks aktif atau perut
penuh, ahli anastesi harus mempersiapkan kemungkianan terjadi
aspirasi. Resiko aspirasi dapat dikurangi dengan cara memodifikasi
rencana anastesi, misalnya menggunakan teknik induksi cepat dan
dengan bantuan asisten memberikan tekanan krikoid selama induksi

14
untuk mengantisipasi aspirasi pasien yang telah dipuasakan enam
jam sebelum operasi.
7) Konfirmasi resiko kehilangan darah lebih dari 500 ml (700ml/kg
pada anak-anak) Dalam langkah keselamatan , koordinator Checklist
meminta tim anastesi memastikan apa ada resiko kehilangan darah
lebih dari setengah liter darah selama operasi karena kehilangan
darah merupakan salah satu bahaya umum dan sangat penting bagi
pasien bedah, dengan resiko syok hipovolemik terjadi ketika
kehilangan darah 500ml (700ml/kg pada anakanak), Persiapan yang
memadai daoat dilakukan dengan perencanaan jauhjauh hari dan
melakukan resusitasi cairan saat pembedahan berlangsung.
b. Pelaksanaan Time Out
Time Out adalah prosedur keselamatan pembedahan pasien yang
dilakukan sebelum dilakukan insisi kulit, Time Out dikoordinasi oleh
salah satu dari anggota petugas kamar operasi (dokter atau perawat).
Saat Time Out setiap petugas kamar operasi memeperkenalkan diri dan
tugasnya, ini bertujuan agar diantara petugas operasi dapat saling
mengetahui dan mengenal peran masing-masing. Sebelum melakukan
insisi petugas kamar operasi dengan suara keras akan mengkonfirmasi
mereka melakukan operasi dengan benar, pasien yang benar, serta
mengkonfirmasi bahwa antibiotik profilaksis telah diberikan minimal
60 menit sebelumnya. Langkah-langkah Surgical Safety Checklist yang
harus dikonfirmasi saat pelaksanaan Time Out adalah : Sebelum
melakukan insisi atau sayatan pada kulit, jeda sesaat harus diambil oleh
tim untuk mengkonfirmasi bahwa beberapa keselamatan penting
pemeriksaan harus dilakukan :
1) Konfirmasi nama dan peran anggota tim Konfirmasi dilakukan
dengan cara semua anggota tim memperkenalkan nama dan
perannya, karena anggota tim sering berubah sehingga dilakukan
manajemen yang baik yang diambil pada tindakan denagn resiko
tinggi seperti pembedahan. Koordinator harus mengkonfirmasi

15
bahwa semua orang telah diperkenalkan termasuk staf, mahasiswa,
atau orang lain
2) Anggota tim operasi melakukan konfirmasi secara lisan identitas
pasien, sisi yang akan dibedah, dan prosedur pembedahan.
Koordniator Checklist akan meminta semua orang berhenti dan
melakukan konfirmasi identitas pasien, sisi yang kan dilakukan
pembedahan, dan prosedur pembedahan agar tidak terjadi kesalahan
selama proses pembedahan berlangsung.
Sebagai contoh, perawat secara lisan mengatakan “sebelum
kita melakukan sayatan pada kulit (Time Out) apakah semua orang
setuju bahawa ini adalah pasien X?, mengalami Hernia Inguinal
kanan?”.
Ahli anastesi, ahli bedah, dan perawat secara eksplisit dan
individual mengkonfirmasi kesepakatan, jika pasien tidak dibius
akan lebih mudah membantu baginya untuk mengkonfirmasi hal
yang sama.
3) Konfirmasi antibiotik profilaksis telah diberikan 60 menit terakhir
Koordinator Checklist akan bertanya dengan suara keras apakah
antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60 menit terakhir,
anggota tim yang bertanggung jawab dalam pemberian antibiotik
profilaksis adalah ahli bedah, dan harus memberikan konfirmasi
secara verbal. Jika antibiotik profilaksis telah diberikan 60 menit
sebelum, tim harus mempertimbangkan pemberian ulang pada
pasien.
4) Antisipasi Peristiwa kritis Untuk memastikan komunikasi pada
pasien dengan keadaan kritis, koordinaor Checklist akan memimpin
diskusi secara cepat antara ahli bedah, ahli anastesi, dan perawat
terkait bahaya kritis dan rencana selama pembedahan. Hal ini dapat
dilakukan dengan meminta setiap pertanyaan langsung dijawab,
urutan diskusi tidak penting, tetapi masing-masing disiplin klinis
saling berkomunikasi, isi diskusi meliputi:

16
a) Untuk operator bedah : langkah kritis apa, berapa lama kasus ini
dilakukan, dan bagaimana antisipasi kehilangan darah Diskusi
langkah-langkah kritis ini dimaksutkan untuk meminimalkan
resiko pembedahan. Semua anggota tim mendapat informasi
tentang resiko kehilangan darah, cidera, morbiditas.
Kesempatan ini juga dilakukan untuk meninjau langkah-
langkah yang mungkin memerlukan peralatan khusus, implan,
atau persiapan yang lainnya.
b) Untuk ahli anastesi : kekhawatiran pada pasien yang mungkin
terjadi Pada pasien dengan resiko untuk kehilangan darah besar,
ketidakstabilan hemodinamik, atau morbiditas (seperti penyakit
jantung, paru, aritmia, kelainan darah, dll), anggota tim anastesi
harus meninjau ulang rencana spesifik dan kekhawatiran untuk
resusitasi khususnya. Dalam diskusi ini dokter anastesi cukup
mengatakan, “saya tidak punya perhatian khusus mengenai hal
ini”
c) Untuk perawat : konfirmasi sterilitas (termasuk hasil indikator)
Masalah peralatan atau masalah apapun. Perawat menanyakan
kepada ahli bedah apakah alat-alat yang diperlukan sudah
diperlukan sehingga perawat dapat memastikan instrumen di
kamar operasi telah steril dan lengkap
5) Pemeriksaan penunjang berupa foto perlu ditampilkan di kamar
operasi Ahli bedah memberi keputusan apakah foto penunjang
diperlukan dalam pelaksanaan operasi atau tidak
c. Pelaksanaan Sign Out
Sign Out adalah prosedur keselamatan pembedahan yang
dilakukan oleh petugas kamar operasi sebelum penutupan luka,
dikoordinasi oleh salah satu anggota petugas kamar operasi (dokter atau
perawat). Saat Sign Out akan dilakukan review tindakan yang telah
dilakukan sebelumnya, dilakukan juga pengecekan kelengkapan spons,
penghitungan instrumen, pemberian label pada spesimen, kerusakan

17
alat atau masalah yang perlu ditangani, selanjutnya langkah akhir
adalah memusatkan perhatian pada manajemen post-operasi serta
pemulihan pasien sebelum dipindah dari kamar operasi. Pemeriksaan
keamanan ini harus diselesaikan sebelum pasien meninggalkan kamar
operasi, tujuannya adalah untuk memfasilitasi transfer informasi
penting kepada tim perawatan yang bertanggung jawab untuk pasien
setelah pembedahan.
1) Langkah-langkah Surgical Safety Checklist yang harus
dikonfirmasi saat pelaksanaan Sign Out adalah :
a) Review pembedahan Koordinator Checklist harus
mengkonfirmasikan dengan ahli bedah dan tim apa prosedur
yang telah dilakukan, dapat dilakukan dengan pertanyaan,
“apa prosedur yang telah dilakukan?” atau sebagai konfirmasi,
“kami melakukan prosedur X, benar?”
b) Penghitungan instrumen, spons, dan jumlah jarum Perawat
harus mengkonfirmasi secara lisan kelengkapan akhir
instrumen, spons, dan jarum, dalam kasus rongga terbuka
jumlah instrumen dipastikan harus lengkap, jika jumlah tidak
lengkap maka tim harus waspada sehingga dapat mengambil
langkah (seperti memeriksa tirai, sampah, luka, atau jika perlu
mendapatkan gambar radiografi).
c) Pelabelan spesimen Pelabelan digunakan untuk pemeriksaan
dianostik patologi. Salah melakukan pelabelan berpotensi
menjadi bencana untuk pasien dan terbukti menjadi salah satu
penyebab error pada laboratorium. Perawat sirkuler harus
mengkonfirmasi dengan benar dari setiap spesimen patologis
yang diperoleh selama prosedur dengan membacakan secara
lisan nama pasien, deskripsi spesimen, dan setiap tanda
berorientasi.

18
d) Konfirmasi masalah peralatan Apakah ada masalah peralatan
di kamar operasi yang bersifat universal sehingga koordinator
harus mengidentifikasi peralatan yang bermasalah agar
instrumen atau peralatan yang tidak berfungsi tidak
menganggu jalannya pembedahan di lain hari.

e) Ahli bedah, ahli anastesi, dan perawat meninjau rencana


pemulihan dan pengelolaan pasien Sebelum pasien keluar dari
ruang operasi maka anggota tim bedah memberikan informasi
tentang pasien kepada perawat yang bertanggung jawab di
ruang pemulihan (recovery room), tujuan dari langkah ini
adalah transfer efisien dan tepat informasi penting untuk
seluruh tim.
Dengan langkah terakhir ini, Surgical Safety Checklist selesai, jika
diinginkan Checklist dapat ditempatkan dalam catatan pasien atau perlu
dipertahankan untuk kualitas ulasan jaminan

d. Dasar Hukum Surgical Safety Checklist


1) Rekomendasi WHO (World Health Organization) tentang Patient
Safety dan Safe Surgical Saves Live
2) Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1691/menkes/Per/VIII/2011
tentang keselamatan pasien di rumah sakit yang tertuang dalam Bab
IV Pasal 8 ayat 1 dan 2 yang isinya adalah :
a) Setiap rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan sasaran
keselamatan pasien
b) Sasaran keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat
1 meliputi :
➢ ketepatan identifikasi pasien
➢ peningkatan komunikasi yang efektif
➢ Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
➢ Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi

19
➢ Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
➢ Pengurangan resiko pasien jatuh

B. Konsep Dasar Perioperatif


1. Pengertian Perioperatif
Istilah perioperative mengacu pada periode waktu antara persiapan
pasien untuk anestesi, pembedahan, atau prosedur lain dan pemulihan dari
intervensi dini(Hamlin, et al, 2016)
Perioperatif adalah periode yang dimulai ketika pasien diberitahu
tentang perlunya tindakan pembedahan (preoperative), termasuk prosedur
pembedahan (intraoperative) dan pemulihan (postoperative), dan berakhir
ketika pasien mencapai fungsi pascabedah yang optimal (Goodman &
Spry, 2017).
Aktivitas pada fase perioperative difokuskan pada dukungan pasien,
edukasi, dan persiapan untuk prosedur (Goodman & Spry, 2017)
2. Tujuan
Menurut Bray (2016), berikut adalah tujuan dari perawatan perioperative.
a. Mengumpulkan informasi status kesehatan pasien dan menetapkan
rencana perawatan intraoperative dengan tetap menghormati tujuan dan
preferensi pasien.
b. Menurunkan mordibitas dan mortalitas pasien selama periode
perioperative.
1) Meningkatkan pemulihan dan membantu mencegah masalah di
ruang operasi.
2) Memungkinkan perawat perioperative mendapat informasi lebih
baik yang diperlukan untuk diagnosis, perencanaan dan
implementasi perawatan yang tepat (Bray, 2006).

20
3. Model Fokus Pasien Perioperatif
Model fokus pasien perioperative menurut Guidelines for
Perioperative Practice (2015) adalah sebagai berikut:
4. Kerangka konseptual
Model fokus pasien perioperative adalah kerangka kerja konseptual
untuk praktik perioperative dan kumpulan data perioperative. Pada inti
model perioperative, pasien dan dua orang pendukung yang ditunjuk
memberikan fokus asuhan perioperative. Lingkaran konsentris
berkembang melampaui pasien dan orang pendukung yang ditunjuk
mewakili domain dan elemen keperawatan perioperative. Model
menggambarkan hubungan antara pasien, orang pendukung yang ditunjuk
dan perawatan yang diberikan oleh perawat/penata anestesi perioperative.

Gambar 2.2 Model konseptual Perioperatif (Petersen C, ed. Perioperative Nursing Data Set.
3rd ed. Denver, CO: AORN, Inc; 2011.)

5. Berpusat pada pasien


Pasien berada di pusat model, yang secara jelas mewakili fokus
sebenarnya dari perawatan pasien perioperative. Terlepas dari pengaturan
praktik, lokasi geografis, atau sifat populasi pasien, pada prosedur bedah
tidak ada yang lebih penting dari pada pasien.

21
6. Empat kuadran
Model ini dibagi menjadi 4 kuadran, 3 kuadran mewakili perawatan yang
berpusat pada pasien.
a. Keselamatan pasien
b. Respon fisiologis pasien terhadap prosedur operasi dan tindakan
invasive lainnya.
c. Respon perilaku pasien dan orang pendukung yang ditunjuk untuk
prosedur operasi dan invasive lainnya
d. Kuadran keempat merepresentasikan sistem kesehatan dimana
perawatan perioperative diberikan. Domain kesehatan menunjuk
masalah administrative dan elemen struktur yang penting untuk hasil
perioperative yang optimal.
7. Outcome focused
Model berfokus pada hasil pasien. Ini penting karena teori dan model
perawatan harus mencakup dan mewakili semua elemen dari proses
perawatan. Model AORN mewakili fokus hasil dari perawatan
perioperative yang memiliki basis pengetahuan unik yang mendukung
hasil pasien yang berkualitas tinggi.

C. Konsep Dasar Pre operatif


1. Definisi Pre operatif
Pra operatif adalah fase yang dimulai ketika keputusan diambil untuk
melaksanakan intervensi pembedahan. Termasuk dalam kegiatan
perawatan dalam tahap ini adalah pengkajian praoperasi mengenai status
fisik, psikologis dan sosial pasien, rencana perawatan mengenai persiapan
pasien untuk pembedahan, implementasi dan intervensi yang telah
direncanakan. Tahap ini berakhir ketika pasien diantar ke kamar operasi
dan diserahkan ke tim bedah untuk perawatan selanjutnya (Baradero,
Dayfrit & Siswadi, 2009)
Selama fase pre operative, pasien dipersiapkan secara fisik dan
psikologis untuk pembedahan. Lamanya periode pra operasi bervariasi.

22
Untuk pasien yang operasi elektif, periode mungkin lebih lama. Sedangkan
untuk pasien yang pembedahannya mendesak (urgent/cito), waktunya
lebih singkat dan pasien mungkin dalam kondisi kehilangan kesadaran
pada fase tersebut (Goodman & Spry, 2017).
2. Tujuan Perawatan Preoperatif
Tujuan dari perawatan preoperative adalah untuk memberikan
perawatan kepada pasien dan dukungan kepada keluarganya dengan
menggunakan proses perawatan untuk membantu pasien dan keluarganya
dalam membuat keputusan dan untuk memenuhi serta mendukung
kebutuhan pasien yang menjalani prosedur invasive lainnya. Hasil yang
diinginkan secara keseluruhan adalah pasien dapat mencapai tingkat
kesehatan yang sama atau lebih besar dari tingkat sebelum operasi
(Goodman & Spry, 2017).
3. Persiapan Pre operatif
Dokumentasi pre operatif sebagaimana halnya dokumentasi lainnya,
pada dokumentasi perioperatif menggunakan pendekatan proses
perawatan, yaitu mulai dari pengkajian, diagnosis, perencanaan,
implementasi dan evaluasi, baik dokumentasi pada pasien yang menjalani
pembedahan elektif maupun pembedahan segera atau darurat, jika waktu
tidak memungkinkan dokumentasi segera, maka dokumentasi harus
membuat catatan yang bersifat darurat pembedahan yang dijalani pasien
saat itu.
Pada suatu penelitian mendefinisikan optimasi pra-operasi sebagai
intervensi sebelum operasi dan anestesi yang bertujuan untuk mengurangi
mortalitas pasca operasi, morbiditas, biaya perawatan, meningkatkan
keberhasilan teknis dan umur panjang prosedur, atau mempercepat
rehabilitasi. Untuk memfasilitasi tujuan akses universal ke pembedahan
dan anestesi yang aman dan terjangkau, pengetahuan tentang
pengoptimalan pra-operasi harus mencakup pengetahuan tentang
optimalan pra-operasi yang meliputi pengaturan sosial ekonomi

23
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi
persiapan psikologi pasien dan keluarga, serta persiapan fisiologi
4. Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya
tidak stabil, hal ini dapat disebabkan karena :
a. Takut akan perasaan sakit saat pembiusan atau setelah operasi serta
hasil dari operasi tersebut.
b. Keadaan sosial ekonomi dari keluarga.
Penyuluhan merupakan fungsi penting dari perawat pada fase pra bedah
dan dapat mengurangi cemas pasien. Hal-hal dibawah ini penyuluhan
yang dapat diberikan kepada pasien pra bedah.
1) Penjelasan tentang peristiwa.
Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya sebelum
operasi :
a) Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi seperti laboratoium,
Radiologi, serta konsul untuk toleransi operasi.
b) Hal-hal yang rutin sebelum operasi.
c) Alat-alat khusus yang diperlukan
d) Pengiriman ke ruang bedah.
e) Ruang pemulihan.
f) Kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi :
➢ Perlu peningkatan mobilitas sedini mungkin.
➢ Perlu kebebasan saluran nafas.
➢ Antisipasi pengobatan.
2) Bernafas dalam dan latihan batuk
3) Latihan kaki
4) Mobilitas
5) Membantu kenyamanan

24
5. Persiapan Fisiologi
a. Puasa
6 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam
sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada
operasi dengan anaesthesi umum. Pada pasien dengan anaesthesi lokal
atau spinal anaesthesi makanan ringan diperbolehkan. Bahaya yang
sering terjadi akibat makan/minum sebelum pembedahan antara lain :
1) Aspirasi pada saat pembedahan
2) Mengotori meja operasi.
3) Mengganggu jalannya operasi.
b. Persiapan saluran pencernaan
Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada
bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Untuk
pembedahan pada saluran pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu
sore dan pagi hari menjelang operasi. Maksud dari pemberian lavement
antara lain :
1) Mencegah cidera kolon
2) Memungkinkan visualisasi yang lebih baik pada daerah yang akan
dioperasi.
3) Mencegah konstipasi.
4) Mencegah infeksi.
c. Persiapan Kulit
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran
dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur
bila perlu saja, lemak dan kotoran harus terbebas dari daerah kulit yang
akan dioperasi. Luas daerah yang dicukur sekurang-kurangnya 10-20
cm2.
d. Hasil Pemeriksaan
Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.

25
e. Persetujuan Operasi / Informed Consent
Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa
didapat dari keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang tua dan
keluarga terdekat. Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai
wewenang untuk melaksanakan operasi tanpa surat izin tertulis dari
pasien atau keluarga, setelah dilakukan berbagai usaha untuk mendapat
kontak dengan anggota keluarga pada sisa waktu yang masih mungkin
6. Persiapan Akhir Sebelum Operasi Di Kamar Operasi (Serah terima dengan
perawat kamar operasi).
a. Mencegah Cidera. Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi
atau cidera perlu dilakukan hal tersebut di bawah ini :
1) Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut (lavement).
2) Cek gelang identitas / identifikasi pasien.
3) Lepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci.
4) Lepas perhiasan
5) Bersihkan cat kuku.
6) Kontak lensa harus dilepas dan diamankan.
7) Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas.
8) Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang / ada
gangguan pendengaran.
9) Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang beresiko
terhadap tromboplebitis.
10) Kandung kencing harus sudah kosong.
11) Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus dicek meliputi
a) Catatan tentang persiapan kulit.
b) Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN).
c) Pemberian premedikasi.
d) Pengobatan rutin.
e) Data antropometri (BB, TB)
f) Informed Consent
g) Pemeriksan laboratorium.

26
b. Pemberian Obat premedikasi. Pemberian obat premedikasi bertujuan :
1) Menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan
kekhawatiran, memberikan ketenangan, membuat amnesia,
memberikan analgesi).
2) Memudahkan/memperlancar induksi, rumatan dan sadar dari
anastesi.
3) Mengurangi jumlah obat-obatan anstesi.
4) Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual dan muntah
pascaanastesi.
5) Mengurangi stres fisiologis (takikardia, napas cepat dll).
6) Mengurangi keasaman lambung.
Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan
anastesi sebagai berikut :
1) Analgetik Narkotik
Morfin. Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kgBB)
intramuskular diberikan untuk mengurangi kecemasan dan
ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari takipnu pada
pemberian trikloroetilen, dan agar anastesi berjalan dengan
tenangdan dalam. Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan waktu
pemulihan, timbul spasme serta kolik bisliaris dan ureter. Kadang-
kadang terjadi konstipasi, retensi urin, hipotensi, dan depresi napas.
Petidin. Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kgBB)
intravena diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan
serta merangsang otot polos. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB intravena.
2) Barbiturat
Pentobarbital dan sekobarbital. Diberikan untuk menimbulkan
sedasi. Dosis dewasa 100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kgBB
secara oral atau intramuskular. Keuntungannya adalah masa
pemulihan tidak diperpanjang dan kurang menimbulkan reaksi yang
tidak diinginkan. Yang mudah didapat adalah fenobarbital dengan

27
efek depresan yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta
jarang menyebabkan mual dan muntah.
3) Antikolinergik
Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan
ludah selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular bekerja
setelah 10-15 menit.
4) Obat penenang (transquillizer)
Diazepam. Diazepam (Valium®) merupakan golongan
benzodiazepin. Pemberian dosis rendah bersifat sedatifsedangkan
dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 10 mg
intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2-0,5 mg/kgBB) intravena. Dosis
induksi 0,2-1 mg/kgBB intravena.
Midazolam. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam
mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek. Belakangan ini
midazolan lebih disukai dibandingkan dengan diaepam. Dosis 50%
dari dosis diazepam

D. Konsep Dasar Intra operatif


1. Pengertian Intraoperatif
Fase intra operative adalah suatu fase yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke tempat tidur di ruang operasi dan diakhiri dengan
pemindahan pasien ke unit perawatan post anestesi atau area lain dimana
perawatan pemulihan pasca operasi diberikan. Selama periode
intraoperative pasien dimonitor, dibius, disiapkan dan prosedur
pembedahan dilakukan. Perawatan pada periode intraoperative berfokus
pada keselamatan pasien, dukungan emosional, memfasilitasi prosedur,
pencegahan infeksi dan respon psikologis pasien terhadap anestesi dan
intervensi bedah (Goodman & Spry, 2017)
2. Tujuan Perawatan Intra operatif
Selama periode intraoperative pasien beresiko tinggi mengalami
cedera terkait pengangkatan (transport) dan pemindahan (transfer),

28
positioning, resiko infeksi dan terapapar bahan kimia seperti skin prep
solution, penggunaan X-Ray atau laser, deficit cairan, gangguan
pertukaran gas terkait untuk anestesi umum. Pengkajian intraoperative
bertujuan untuk mencegah dan membebaskan pasien dari segala potensi
injuri tersebut, mengurangi floran endogen dan mencegah pajanan
terhadap flora eksogen (Goodman & Spry, 2017)
3. Persiapan Perawatan Intra Operatif
a. Persiapan Pasien di Kamar Operasi
Persiapan operasi dilakukan terhadap pasien dimulai sejak pasien
masuk ke ruang perawatan sampai sampai saat pasien berada di kamar
operasi. Sebelum dilakukan Tindakan pembedahan dilakukan persipan
di ruang serah terima berupa prosedur administrasi, persiapan anastesi
dan prosedur drapping. Perawat intra operatif bertanggung jawab
terhadap keselamatan pasien, untuk itu perawat intra operatif
mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan pelaksanaan
perawat scrub dan perawat sirkuler untuk pengaturan aktivasi selama
pembedahan. (Rothrock JC, Mcewen DR, 2019).
Secara umum fungsi perawat di dalam kamar operasi seringkali
dijelaskan dalam hubungan aktivitas-aktivitas sirkulasi dan scrub
(instrumentator).
1) Perawat sirkulasi
Perawat sirkulasi berperan mengatur ruang operasi dan
melindungi keselamatan dan kebutuhan pasien dengan memantau
aktivitas anggota tim bedah dan memeriksa kondisi di dalam ruang
operasi. Tanggung jawab utamanya meliputi: (Aholaakko &
Metsälä , 2015)
a) Memastikan kebersihan, suhu yang sesuai, kelembapan,
pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi dan
ketersediaan berbagai material yang dibutuhkan sebelum,
selama dan sesudah operasi.

29
b) Perawat sirkuler juga memantau praktik asepsis untuk
menghindari pelanggaran teknik asepsis sambil mengkoordinasi
perpindahan anggota tim yang berhubungan (tenaga medis,
rontgen dan petugas laboratorium).
c) Perawat sirkuler juga memantau kondisi pasien selama prosedur
operasi untuk menjamin keselamatan pasien.
2) Perawat instrumen
Tanggung jawab perawat scrub adalah untuk memantau dan
memelihara bidang steril, dan kepatuhan dengan kewaspadaan
universal (Kleinveck et. Al., 2000). Seorang profesional
pengendalian infeksi dapat menjadi sumber yang berharga untuk
membantu perawat dalam mengendalikan infeksi nosokomial
(Marton dan Nichols, 2001 dalam Taher&Lafi ,2015).
Aktivitas perawat sebagai scrub nurse (perawat instrumen) yaitu:
(Taher&Lafi ,2015)
a) Melakukan desinfeksi lapangan pembedahan dan drapping,
mengatur meja steril, menyiapkan alat jahit, diatermi dan
peralatan khusus yang dibutuhkan untuk pembedahan.
b) Membantu dokter bedah selama prosedur pembedahan dengan
melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan seperti
mengantisipasi instrumen yang dibutuhkan, spon, kassa,
drainage dan peralatan lain serta terus mengawasi kondisi pasien
ketika pasien dibawah pengaruh anastesi. Saat luka ditutup
perawat harus mengecek semua peralatan dan material untuk
memastikan bahwa semua jarum, kassa dan instrumen sudah
dihitung lengkap.
b. Prinsip Asepsis Intra Operatif
1) Prinsip Umum Asepsis Intra Operatif

Teknik aseptik adalah seperangkat praktik dan prosedur khusus


yang dilakukan dalam kondisi terkontrol dengan hati-hati dengan
tujuan meminimalkan kontaminasi oleh patogen dan untuk

30
melindungi dari infeksi dan mencegah penyebaran infeksi (Kathy,
2003 dalam Taher&Lafi ,2015)
Ada dua jenis asepsis: asepsis medis dan bedah, asepsis medis
atau bersih mengurangi jumlah organisme dan mencegah
penyebarannya; Asepsis bedah atau steril mencakup prosedur untuk
menghilangkan mikroorganisme dari suatu area dan dipraktikkan
oleh teknolog bedah dan perawat di ruang operasi dan area
perawatan, teknik aseptik sangat penting dalam mengurangi
morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan prosedur pembedahan
(Pratt et. al., 2007 dalam Taher&Lafi ,2015)
Pemeliharaan teknik steril adalah tanggung jawab setiap orang
yang mempunyai tugas atau bahkan berada di ruang operasi selama
prosedur operasi dan penting untuk hasil yang dicapai pasien, teknik
steril tidak dapat dipertahankan kecuali dipraktikkan oleh semua
anggota tim. Asepsis dapat dianggap sebagai rantai yang sekuat
ikatan terlemahnya (Philips et. Al., 2000 dalam Taher&Lafi ,2015).
Untuk mengendalikan infeksi harus ada kendali atas sumber
kontaminasi, dengan demikian penekanannya adalah kepatuhan
pada teknik aseptik yang ideal yang merupakan seperangkat praktik
dan prosedur khusus yang dilakukan dalam kondisi terkontrol
dengan hati-hati untuk menjaga asepsis dan melindungi pasien dari
infeksi dan mencegahnya. penyebaran patogen (Larwood, 2007
dalam Taher&Lafi ,2015).

31
Gambar 2.3 (Aholaakko & Metsälä (2015)

2) Pedoman Klinis Menurut American Society of Anesthesiologist


(2019)
a) Di area prosedur terbatas atau semi-terbatas, kenakan pakaian
scrub bersih yang pas.
b) Saat memilih bahan scrub, pertimbangkan baik untuk menahan
partikel kulit yang terlepas maupun kenyamanannya.
c) Menetapkan dan menerapkan proses pencucian scrub secara
teratur dan kapan pun tampak kotor. Ganti pakaian scrub yang
tampak kotor sesegera mungkin tanpa penundaan perawatan
pasien yang mendesak.
d) Saat berada di area prosedur terbatas atau semi-terbatas, tutupi
rambut dan kulit kepala dengan penutup kepala terbuat dari bahan
sekali pakai atau bahan yang dapat digunakan kembali dan dapat
dicuci.
e) Saat memilih bahan head gear, pertimbangkan penahanan partikel
yang terlepas, nyaman dan pas.

32
f) Menetapkan dan menerapkan proses pencucian penutup kepala
yang dapat digunakan kembali secara teratur dan kapanpun
mereka terlihat kotor.
g) Selama prosedur di mana permukaan yang biasanya steril atau
selaput lendir terbuka atau masuk melalui jarum atau kanula,
kenakan masker bedah yang menutupi seluruh mulut dan hidung.
Kenakan masker saat instrumen steril yang dimaksudkan untuk
prosedur ini terbuka. Ini tidak berlaku untuk penyisipan kanula ke
vena perifer superfisial untuk jangka pendek (kurang dari 3 hari)
akses intravena.
h) Ketika berada di area prosedur terbatas atau semi-terbatas, tutupi
rambut wajah yang tidak ada di dalamnya masker, terutama saat
bekerja di atas atau di dekat bidang bedah.
i) Saat memilih bahan penutup rambut wajah, pertimbangkan
penahanan partikel yang terlepas, kenyamanan dan bugar
c. Prinsip Dasar Asepsis Bedah
Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan pada asepsis bedah
yaitu: (Aholaakko & Metsälä (2015)
1) Umum
a) Permukaan atau benda steril dapat bersentuhan dengan
permukaan atau benda lain yang steril dan tetap steril; kontak
dengan benda tidak steril pada beberapa titik membuat area
steril terkontaminasi
b) Jika terdapat keraguan tentang sterilitas pada perlengkapan
atau area, maka dianggap tidak steril atau terkontaminasi
c) Apapun yang steril untuk satu pasien hanya dapat digunakan
untuk pasien ini. Perlengkapan steril yang tidak digunakan
harus dibuang atau disterilkan kembali jika akan digunakan
kembali.
2) Personal

33
a) Personel yang scrub tetap dalam area prosedur bedah, jika
personel scrub meninggalkan ruang operasi, status sterilnya
hilang. Untuk kembali kepada pembedahan, orang ini harus
mengikuti lagi prosedur scrub, pemakaian gown dan sarung
tangan
b) Hanya sebagian kecil dari tubuh individu scrub dianggap
steril; dari bagian depan pinggang sampai daerah bahu, lengan
bawah dan sarung tangan (tangan harus berada di depan antara
bahu dan garis pinggang
c) Suatu pelindung khusus yang menutupi gaun dipakai, yang
memperluas area steril
d) Perawat instrumentasi dan semua personel yang tidak scrub
tetap berada pada jarak aman untuk menghindari kontaminasi
di area steril.
3) Penutup/Draping
a) Selama menutup meja atau pasien, penutup steril dipegang
dengan baik di atas permukaan yang akan ditutup dan
diposisikan dari depan ke belakang
➢ Hanya bagian atas dari pasien atau meja yang ditutupi
dianggap steril; penutup yang menggantung melewati
pinggir meja adalah tidak steril
➢ Penutup steril tetap dijaga dalam posisinya dengan
menggunakan penjepit atau perekat agar tidak berubah
selama prosedur bedah
➢ Robekan atau bolongan akan memberikan akses ke
permukaan yang tidak steril di bawahnya, menjadikan
area ini tidak steril. Penutup yang demikian harus diganti.
4) Pelayanan Peralatan Steril
a) Rak peralatan dibungkus atau dikemas sedemikian rupa
sehingga mudah untuk dibuka tanpa resiko mengkontaminasi
lainnya

34
b) Peralatan steril, termasuk larutan, disorongkan ke bidang steril
atau diberikan ke orang yang berscrub sedemikian rupa
sehingga kesterilan benda atau cairan tetap terjaga
c) Tepian pembungkus yang membungkus peralatan steril atau
bagian bibir botol terluar yang mengandung larutan tidak
dianggap steril
d) Lengan tidak steril perawatan instrumentasi tidak boleh
menjulur di atas area steril. Artikel steril akan dijatuhkan ke
atas bidang steril, dengan jarak yang wajar dari pinggir area
steril.
5) Larutan
Larutan steril dituangkan dari tempat yang cukup tinggi
untuk mencegah sentuhan yang tidak disengaja pada basin atau
mangkuk wadah steril, tetapi tidak terlalu tinggi sehingga
menyebabkan cipratan (bila permukaan steril menjadi basah,
maka dianggap terkontaminasi).
d. Prinsip Kesehatan dan Baju Operasi
Prinsip Kesehatan dan baju operasi meliputi: (Croke, 2019)
1) Kesehatan yang baik sangat penting untuk setiap orang dalam ruang
operasi. Sehingga keadaan pilek, sakit tenggorok, infeksi kulit,
merupakan sumber organisme patogenik yang harus dilaporkan;
2) Hanya baju ruang operasi yang bersih dan dibenarkan oleh institusi
yang diperbolehkan, tidak dapat dipakai di luar ruang operasi;
3) Masker dipakai sepanjang waktu di ruang operasi yang
meminimalkan kontaminasi melalui udara, menutup seluruh hidung
dan mulut, tetapi tidak mengganggu pernafasan, bicara atau
penglihatan, menyatu dan nyaman;
4) Tutup kepala secara menyeluruh menutup rambut (kepala dan garis
leher termasuk cambang) sehingga helai rambut tidak jatuh ke dalam
daerah steril;

35
5) Sepatu sebaiknya nyaman dan menyangga. Bakiak, sepatu tenis,
sandal dan bot tidak diperbolehkan sebab tidak aman dan sulit
dibersihkan. Sepatu dibungkus dengan penutup sepatu sekali pakai
atau kanvas;
6) Bahaya kesehatan dikontrol dengan pemantauan internal dari ruang
operasi meliputi analisis sampel dari sapuan terhadap agens
infeksius dan toksik. Selain itu, kebijakan dan prosedur keselamatan
untuk laser dan radiasi di ruang operasi telah ditegakkan
e. Hal- Hal Yang Perlu Dikaji Pada Intra Operatif
1) Safety management
Menurut Vera (2015), safety management diantaranya adalah:
a) Mempertahankan teknik aseptic dan mengontrol lingkungan
Surgical asepsis mencegah kontaminasi luka pasca operasi.
Flora alami di kulit pasien atau yang telah terinfeksi sebelumnya
dapat menyebabkan kondisi infeksi pasca operasi. Kepatuhan
yang ketat pada prinsip prinsip surgical asepsis merupakan dasar
untuk mencegah terjadinya infeksi di daerah luka operasi. Semua
perlengkapan bedah,instrumen, jarum, jahitan, dressing, sarung
tangan, covers, dan larutan/ cairan yang mungkin bersentuhan
dengan luka bedah atau jaringan terbuka harus disterilkan
sebelum digunakan. (Smeltzer, 2010).
Mengontrol lingkungan diantaranya mempertahankan
lingkungan dalam keadaan bersih dan menghindarkan dari
kontaminasi lingkungan. Proses meliputi menghilangkan debu,
tanah dan produk kontaminan serta memastikan lingkungan
higienis dan sehat untuk pasien dan staff. Semua permukaan yang
ada di OR harus dilap dengan kain lembab yang bersih dan tidak
berbulu. Semua permukaan yang sering tersentuh atau terpapar
dengan cairan/ darah pasien, harus dilap terlebih dahulu dengan
larutan deterjen kemudian didesinfeksi sesuai dengan kebijakan
RS dan dikeringkan (WHO, 2016).

36
Gambar 2.4 Frekwensi kebersihan pre dan post operatif (WHO, 2016)

b) Mengelola secara efektif SDM, peralatan dan persedian yang


berkaitan dengan pasien
c) Memindahkan atau transport pasien
Untuk tahap penyelesaian operasi, anggota dari tim operasi
membersihkan darah dan debris dari kulit pasien serta
memakaikan baju dan selimut yang bersih kepada pasien. Harus
ada personel yang cukup untuk memindahkan klien setelah
operasi untuk mencegah cedera pada klien dan staff. Selama
periode pasien sadar/ bangun dari anastesi maka klien akan rentan
mengalami mual, pusing dan hipotensi. Pada saat pemindahan
pasien, ditekankan untuk tidak menarik atau membengkokkan
selang infus atau kateter, drainase atau alat lain. Selama proses
pemindahan stabilitas klien harus dipertahankan (Black, 2014)
d) Mengatur posisi pasien untuk memberi kenyamanan dan
kemudahan dalam tindakan pembedahan.

37
Hal hal yang harus diperhatikan dalam mengatur posisi pasien
dan kemudahan dalam tindakan pembedahan adalah (Smeltzer,
2010):
➢ Pasien harus diposisikan senyaman mungkin baik dalam
keadaan sadar/ tidak sadar
➢ The operative field must be adequately exposed
➢ Posisi tertentu, tekanan pada bagian tubuh yang tidak
semestinya atau penggunaan traction tidak boleh mengganggu
suplai vascular
➢ Proses respirasi tidak boleh terhalangi dengan tekanan lengan
didada atau gaun/ baju pasien yang sempit di bagian leher dan
dada
➢ Saraf harus dilindungi dari adanya tekanan yang tidak
semestinya. Posisi ekstremitas yang tidak tepat dapat
menyebabkan cedera serius/ paralisis
➢ Tindakan pencegahan untuk meningkatkan keselamatan
pasien harus diperhatikan terutama pada pasien kurus,
obesitas, lansia dan deformitas

38
Gambar 2.5 Posisi pasien di meja operasi (Black, 2014)

e) Memasang alat grounding ke pasien


Alat cauter berfungsi untuk mengontrol perdarahan
perdarahan. Ketika cauter unipolar dipakai, tempatkan grounding
pad pada bagian tubuh yang luas (paha atau punggung).
Grounding pad ini harus diletakkan pada kulit yang utuh, jauh
dari tulang yang menonjol dan tidak diatas scar atau jaringan yang
rentan (Black, 2014)

39
f) Memastikan jumlah kassa/ sponge, jarum dan instrumen sudah
dihitung dengan benar
Prosedur keamanan mencakup menghitung persediaan dan
peralatan bedah yang dapat saja tertinggal di dalam tubuh.
Hitungan dilakukan oleh dua orang, biasanya perawat sirkulator
dan petugas scrub pada tiga waktu yang berbeda yaitu sebelum
insisi awal, selama pembedahan dan segera setelah insisi ditutup.
Hitungan benar dan final diberitahukan kepada dokter bedah dan
ditampilkan di grafik intra operasi (Black, 2014)
g) Melengkapi laporan dokumen intra-operatif
Catatan klinis tertulis atau digital mengkomunikasikan
informasi pasien perioperative informasi pasien. Catatan rekam
medis pasien merupakan dasar untuk memastikan keamanan
pasien dan memberikan informasi ke area perawatan lain. Catatan
rekam medis juga berisi lokasi prosedur dan teknik operasi yang
akan dilakukan (Rothrock, 2019)
TJC, AORN, dan WHO secara seragam merekomendasikan
adanya time-out (atau "Pengarahan operasi yang lebih aman") dan
handoff pasca operasi. Dalam pengaturan perioperatif, yang
termasuk handoff/ operan adalah proses transfer perawatan
meliputi kondisi pasien intra op, tipe anastesi yang diberikan,
obat-obatan, cairan intravena, balance cairan, informasi tentang
surgical site (dressing, tube, drain), status hemodinamik,
oksigenisasi dan ventilasi, status thermal, level nyeri, manajemen
nyeri, dan lainnya ((Rothrock, 2019)
Menurut Rothrock (2019), untuk mencegah kesalahan
prosedur, lokasi dan orang maka hal-hal yang harus dilakukan
adalah:
➢ Proses verifikasi pre-prosedur, yaitu memastikan semua
dokumen relevan (pemerikssan fisik, surgical consent, hasil

40
laboratorium dan penunjang lain) tersedia sebelum operasi
dilakukan.
➢ Marking the surgical site, yaitu memberi tanda agar lokasi
insisi atau insersi jelas dan tidak ambigu. Dokter yang akan
melakukan prosedur/ yang bertanggungjawab melakukan
penandaan surgical site sendiri dan melibatkan pasien (jika
memungkinkan)
➢ Taking the time out, dilakukan sebelum insisi pertama di
kulit. Perawat atau dokter bedah biasanya menyebut time out
dan semua anggota time berhenti melakukan yang mereka
lakukan, dam mengecek apakah klien yang akan dioperasi
benar, bagian tubuh yang akan dioperasi adalah benar dan
semua detail apakah sudah benar
2) Monitoring fisiologis,

Menurut Vera (2015), monitoring fisiologis diantaranya adalah

a) Melakukan balance cairan, perhitungan balance cairan dengan


cara menghitung jumlah cairan yang masuk dan keluar serta
melakukan koreksi cairan bila terjadi imbalance
b) Memantau kondisi kardiopulmonal pasien. Pemantauan yang
dilakukan meliputi fungsi pernapasan, nadi, tekanan darah,
saturasi oksigen dan perdarahan. Monitoring suhu tubuh juga
diperlukan karena pasien cenderung hipotermi di ruang operasi.
Suhu ruang operasi dipertahankan pada suhu dingin standar 60-
75⁰C. Kelembaban diatur pada kadar 50-60%. Kontrol suhu
diatur agar anggota tim bedah dapat melakukan tindakan bedah
secara optimal karena memakai baju yang berlapis-lapis dan
menghambat pertumbuhan bakteri (Black, 2014).
c) Melaporkan terjadinya perubahan tanda tanda vital pasien
Penata anestesi dalam proses perioperative harus mewaspadai
kemungkinan kegawatdaruratan. Kegawatdaruratan yang sering terjadi

41
selama operasi adalah hipertermia malignan, henti jantung atau
pernafasan, perdarahan tidak terkontrol, obat atau reaksi alergi dan
kebakaran.
Hipertermia maligna merupakan komplikasi langka yang
mengancam jiwa yang mungkin timbul karena obat-obatan yang biasa
digunakan dalam anestesi. Anestesi inhalasi dan suksinilkolin
merupakan agen pemicu yang paling sering terlibat dalam hipertermia
maligna. Sindrom hipertermia maligna dimulai dengan kondisi
hipermetabolik di sel otot rangka yang melibatkan mekanisme kalsium
yang berubah fungsi di tingkat seluler. Karakteristiknya meliputi
hipermetabolisme selular yang mengakibatkan hiperkarbia, takipnea,
takikardia, hipoksia, asidosis metabolik dan pernapasan, disritmia
jantung dan peningkatan suhu tubuh dengan kecepatan 1 ° hingga 2 ° C
setiap 5 menit (Rothrock, 2019).
Henti jantung dan henti nafas yang terjadi di ruang operasi, status
code blue harus diaktifkan. Trolley emergency harus tersedia di ruang
operasi dan setiap orang harus mengetahui dimana alat alat tersebut
berada. Perdarahan yang tidak terkontrol terjadi pada situasi tertentu
dimana kehilangan darah melebihi perkiraan dari stok darah yang
tersedia. Tugas perawat selama perdarahan adalah menyiapkan sponge
ke dokter bedah untuk menyerap darah dan menjahitnya untuk
menghentikan perdarahan. Kehilangan darah harus dihitung pada akhir
operasi dan transfuse mungkin diperlukan selama operasi (Black, 2014).

42
3) Monitoring psikologis

Sebelum pasien dianastesi atau bila pasien sadar, dukungan psikologis


yang dilakukan diantaranya:
a) Memberikan dukungan emosional kepada pasien
b) Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur
anastesi
c) Mengkaji status emosional pasien
d) Mengkomunikasikan status emosional pasien kepada tim kesehatan
bila ada perubahan

43
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN VARIABEL PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep penelitian merupakan ”Mind-Map” dari sebuah
penelitian yang menunjukkan jenis serta hubungan antar variabel yang diteliti
dan variabel yang terkait. (Sastroasmoro & Ismael, 2014).
Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka yang didapatkan
peneliti, maka kerangka konsep penelitian dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.

Gambar 3.1 : Kerangka konsep penelitian Gambaran kepatuhan pelaksanaan Surgical Safety
Checklist di kamar Operasi Rumah Sakit AR. Bunda Prabumulih

Pelaksanaan intervensi Pelaksanaan Surgical


pembedahan / tindakan Safety Checklist
operasi (Elektif & Cyto)

1. Dilaksanakan
2. Tidak
dilaksanakan
Variabel Pengganggu
1. Pengetahuan
2. Motivasi
3. Sikap
4. Pendidikan
5. Masa kerja
6. Usia
7. Kemampuan

44
keterangan :
: Variabel diteliti
: Variabel tidak di teliti
: Alur pikir
B. Variabel penelitian
Variabel adalah karakteristik subyek penelitian yang berubah dari suatu
subyek ke subyek lain(Sastroasmoro & Ismael, 2014). Variabel penelitian ini
adalah kepatuhan surgical safety checklist. Indikator untuk mengukur
kepatuhan surgical safety checklist yaitu melakukan pelaksanaan surgical
safety checklist sign in, time out, dan sign out.

C. Definisi operasional

Tabel 3.1 Definisi operasional Penelitian Gambaran Pelaksanaan Surgical Safety


Checklist penata Anestesi dirumah sakit RSAR Bunda Prabumulih.

Variabel Definisi Cara dan alat Alat Hasil pengukuran Skala


Operasional pengumpulan Ukur
data
Pelaksanaan Perilaku yang Cara Ceklist 1. Lengkap (item SSC Nominal
Surgical ditunjukkan oleh pengumpulan dilaksanakan
Safety Penata Anestesi di data : Dengan seluruhnya)
Checklist kamar operasi saat lembar 2. Tidak Lengkap
Penata pelaksanaan observasi (salah satu item
Anestesi tindakan operasi , SSC tidak
dimulai dari fase dilaksanakan)
Sign In, Time Out
dan Sign Out.

Pengambilan data dilakukan dengan cara melihat formulir SSC tiap


operasi dan memberi nilai 1 pada tiap item yang terisi dan nilai 0 pada tiap item
yang tidak terisi, kemudian nilainya diakumulasikan. Peneliti mengkonfirmasi
pengisian ini dengan cara hadir saat operasi berlangsung.

45
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan studi cross sectional. Studi cross
sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antar faktor-
faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan
data sekaligus pada suatu saat antara variabel bebas dan variabel terikat
(Notoadmodjo, 2012).

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Menggunakan metode


penelitian Cross Sectional deksriptif dimana variabel diobservasi dan
pengukuran dilakukan Satu saat, (Sastroasmoro & Ismael,2014) Dalam
penelitian ini peneliti mengboservasi pelaksanaan Surgical Safety Checklist
dalam proses Pembedahan di Rumah sakit AR.Bunda Prabumulih.

B. Tempat dan Waktu


1. Tempat penelitian ini di Kamar Operasi Rumah Sakit AR.Bunda
Prabumulih
2. Waktu penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2021.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh tindakan operasi di
rumah sakit AR.Bunda Prabumulih yang berjumlah 179 kali tindakan.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau
sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi ( Hidayat
2008 ). Menurut sastroasmoro & Ismael, 2014, untuk penelitian
deskriptif atau survei, penentuan besar sampel minimum memerlukan 3
informasi yakni simpangan baku, nilai ketetapan absolut dan tingkat

46
kemaknaan (α). Adapun formula untuk besar sampel pada penelitian ini
sebagai berikut:

𝑍𝛼 𝑥 𝑆 2
𝑛=[ ]
𝑑

n = sampel

Zα = tingkat kemaknaan (ditetapkan)

S = simpangan baku (kepustakaan Muslihim, 2016)

d = ketetapan absolut (ditetapkan)

1,96 𝑥 5 2 3,842 𝑥 25
=[ ] = [ ]
2 4

= 24, 01 dibulatkan menjadi 25

Jadi sampel minimum untuk penelitian ini berjumlah 25 tindakan operasi

3. Kriteria Inklusi
a. Pasien operasi dengan anestesi total dan regional
b. Tindakan operasi merupakan tindakan elektif maupun kegawat
daruratan (Cyto)
4. Kriteria Eksklusi
Tindakan operasi tanpa melibatkan dokter anestesi (anestesi lokal
seperti pada pasien katarak).

5. Metode Pengumpulan data


Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dengan lembar observasi pelaksanaan
surgical Safety checklist, sedangkan data sekunder diperoleh dari rekam
medis pasien. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang
diperlukan sesuai dengan variabel penelitian adalah menggunakan

47
lembar observasi yang digunakan untuk memperoleh gambaran
kepatuhan penata anastesi dalam pelaksanaan surgical Safety checklist.
6. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Lembar checklist observasi surgical Safety checklist, yang digunakan
untuk mengobservasi tindakan pembedahan tentang pelaksanaan
surgical Safety checklist. Observasi ini dilakukan di Ruang
induksi/premedikasi, Meja operasi (sebelum insisi dan sebelum
penutupan luka insisi).

7. Teknik Pengumpulan Data


Langkah-langkah pengumpulan data setelah skripsi ini disetujui yaitu :
1. Tahap Persiapan
a. Mengajukan judul skripsi kepada dosen pembimbing I dan II
b. Menyusun skripsi bab I yang sudah disetujui oleh pembimbing I
dan II
c. Konsultasi skripsi bab I kepada pembimbing I dan II
d. Menyusun skripsi bab II dan kemudian konsultasi skripsi bab II
kepada pembimbing I dan II
e. Melakukan perijinan melaksanakan studi pendahuluan di Ruang
Operasi RS AR Bunda Prabumulih
f. Melakukan studi pendahuluan di Ruang Operasi RS AR Bunda
Prabumulih
g. Setelah seminar skripsi peneliti mengajukan ethical creance skripsi
ke bagian komisi etik ITEKES Bali, guna membuat surat penjelasan
responden.
h. Setelah selesai penyusunan skripsi peneliti disetujui oleh dewan
penguji dan pembimbing akademik, dan surat ethical creance di
setujui. Peneliti mengajukan surat perijinan penelitian ITEKES Bali.
i. Peneliti mendapatkan surat pengantar dari ITEKES Bali perihal
penelitian di RS AR Bunda Prabumulih.

48
j. Peneliti mengajukan surat pengantar untuk uji instrument
k. Peneliti mengajukan surat ijin penelitian ke bagian pendidikan
dan pelatihan RS AR Bunda Prabumulih.
l. Setelah peneliti mendapatkan rekomendasi dari direktur dan kelapa
Ruang operasi RS AR Bunda Prabumulih, kemudian peneliti
menetapkan subjek yang akan menjadi responden yaitu penata
anastesi yang bertugas di RS AR Bunda Prabumulih.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Sebelum melaksanakan penelitian peneliti meminta izin kepeda
kepala Ruang operasi terlebih dahulu.
b. Peneliti menyampaikan tujuan kepada kepala ruang operasi
bahwa, peneliti akan melakukan penelitian di kamar operasi, yang
menjadi responden adalah penata anastesi yang ada di Ruang operasi
tersebut.
c. Peneliti mengidentifikasi penata anestesi yang akan djadikan
responden dengan melihat daftar kepegawaian yang ada di kamar
operasi.
d. Penelitian dilaksanakan di kamar operasi RS AR Bunda Prabumulih.
mulai dari bulan Maret 2021.
e. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Penata Anestesi
yang setuju menjadi responden diharuskan mengisi surat
pernyataan kesediaan (informed consent) serta
menandatanganinya.
f. Peneliti melakukan observasi tindakan responden dalam penerapan
Surgical safety checklist dengan cara peneliti melihat dokumen
lembar instrument penelitian pada saat pasien berada di ruang
induksi, meja operasi sampai selesai operasi apakah sudah
dilaksanakan atau tidak, dan hasil pengamatan peneliti dituliskan
pada lembar instrumen penelitian.

49
g. Setelah lembar instrumen penelitian terisi peneliti memberikan
kode di setiap lembar instrumen penelitian, agar terjamin
kerahasian responden.
h. Setelah selesai, peneliti mengucapkan terima kasih kepada
responden.
8. Pengelolaan data
Data primer dikumpulkan dalam penelitian ini akan diolah dengan
menggunakan program komputer SPSS melalui prosedur sebagai
berikut : (Alfiah,2016).
a. Coding, untuk memudahkan proses analisis maka dilakukan
pemberian kode pada setiap data. yaitu memberi kode nomor
jawaban yang diisi oleh responden yang ada dalam daftar
pertanyaan. Hal ini dilakukan untuk memudahan proses
tabulasi data / entry data.
b. Editing, setelah data didapatkan dan sebelum diolah terlebih
dahulu dilakukan pengecekan ulang (edit) pada data untuk
memeriksa adanya kesalahan atau ketidak-lengkapan data
yang diisi oleh responden.
c. Data entry, merupakan proses pemasukan data ke dalam
sistem perangkat lunak computer untuk pengolahan lebih
lanjut.
d. Data cleaning, merupakan proses pengecekan kembali data
yang telah dimasukan (entry) untuk memastikan bahwa data
tersebut telah dimasukan dengan benar. Hal ini dilakukan
untuk melihat dan menemukan apabila terdapat kesalahan
yang dilakukan oleh peneliti pada saat memasukan data.

50
D. Analisa Data
Analisis univariat merupakan proses analisis data pada tiap variabelnya.
Pada penelitian ini analisis univariat dilakukan terhadap variabel dari hasil
penelitian, analisis ini akan menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap
variabel yang diteliti. Metode analisa data ini digunakan untuk
memudahkan dalam membaca dan menginterpretasikan temuan, (Dahlan,
2015)

E. Etika penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapat surat pengantar dari


ITEKES BALI untuk dirujukan kepada bagian pendidikan dan pelatihan RS
AR Bunda Prabumulih.

1. Informed Consent
Lembar persetujuan responden yang bertujuan supaya subjek
mengetahui maksud dan tujuan serta dampak pengumpulan data jika subjek
bersedia di teliti maka subjek harus menandatangani lembar persetujuan dan
peneliti menjadikan subjek tersebut sebagai responden penelitian. Jika
subjek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa sebjek
untuk menjadi respionden dan tetap menjaga kehormatan subjek
(Oemiyati & Sastroasmoro, 2014)

a. Anonymity: Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak


mencantumkan nama responden pada lembar pengumpuan data, cukup
dengan memberi nomor kode pada masing- masing lembar tersebut.
Misalnya pada responen pertama diberi nomor 1, responden kedua
diberi nomor 2 dan seterusnya.
b. Confidentiality : Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti, hanya
kelompok data tertentu saja yang akan dapat disajikan atau dilaporkan
sebagai hasil penelitian.
c. Prinsip Otonomi (Autonomy) Prinsip ini menjelaskan bahwa responden
diberi kebebasan untuk menentukan sendiri atau mengatur diri sendiri

51
sesuai dengan hakikat manusia yang mempunyai harga diri dan
martabat.
d. Prinsip Kebaikan (Beneficience) : melakukan yang terbaik bagi klien,
tidak merugikan klien, dan mencegah bahaya bagi responden.
e. Prinsip Keadilan (Justice) Prinsip ini menjelaskan bahwa peneliti
berlaku adil pada setiap responden sesuai dengan kaidah penelitian.
f. Prinsip Kejujuran (Veracity) Prinsip ini menekankan bahwa peneliti
harus mengatakan yang sebenarnya tentang penelitian dan tidak
membohongi responden .

52
BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum dan Lokasi Penelititan.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih berdiri
sejak tanggal 12 Mei 1996, berlokasi di Jalan Angkatan 45 Kel. Gunung
Ibul, Kecamatan Prabumulih Timur. Rumah sakit tipe D ini berada diatas
lahan seluas 1.950 m2 dengan luas bangunan dasar 1000 m2 untuk 4 lantai.
Jenis pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di RS AR Bunda
Prabumulih khususnya di Ruang Operasi adalah Pelayanan Bedah Obstetri,
Pelayanan Bedah Umum, Pelayanan Bedah THT, Pelayanan Bedah Mata
dan Bedah Ortophedi. Rata-rata jumlah Operasi di RS AR Bunda
Prabumulih mencapai 170 operasi dalam 1 bulan .
Jumlah tenaga kesehatan di Ruang Operasi di RS AR Bunda
Prabumulih sebanyak 18 orang, meliputi ; 2 dokter Spesialis Obstetri
Gynekologi, 1 dokter Spesialis Anastesi, 1 dokter Spesialis Anak, 2 dokter
Spesialis Bedah Umum, 1 dokter Spesialis Orthopedi, 4 perawat penata
anastesi, 7 perawat asisten pembedahan,
Proses pelaksanaan oeprasi di RS AR Bunda Prabumulih dimulai dari
serah terima antara perawat anestesi dengan perawat ruangan saat pasien
masuk OK. Tindakan operasi dimulai dengan pemeriksaan status dan
identitas pasien, pemeriksaan hasil laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Kemudian dilakukan sign in oleh perawat anestesi dan
dokter anestesi.
Pemeriksaan dimulai dengan teknik regional anestesi (RA) atau
general anestesi (GA), kemudian pasien dibaringkan di meja operasi.
Kemudian dilakukan sitemark pada daerah yang akan dilakukan operasi lalu
ditutupi kain steril, semua tim operasi siap melakukan operasi. Sebelum
dilakukan insisi, dilakukan time out oleh perawat dan dokter bedah. Setelah
operasi berjalan kurang lebih 1 jam, sebelum luka ditutup atau sebelum

53
pasien keluar dilakukan sign out oleh perawat anestesi, dokter anestesi dan
operator.

a. Kepatuhan Sign-In di RS AR Bunda Prabumulih

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Fase Sign-In di RS AR Bunda Prabumulih


Frekuensi Persentase
Patuh 37 92,5
Tidak patuh 3 7,5
Total 40 100
Sumber : Data Primer 2021
Tabel 2 memperlihatkan bahwa penata anestesi yang patuh dalam
pelaksanaan surgical safety checklist pada saat Sign In sebanyak 92.5% dan
yang tidak patuh sebanyak 7.5%.

b. Kepatuhan Time-Out di RS AR Bunda Prabumulih

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Fase Time-Out di RS AR Bunda Prabumulih


Frekuensi Persentase
Patuh 33 82,5
Tidak patuh 7 17,5
Total 40 100

Sumber : Data Primer 2021


Tabel 3 memperlihatkan bahwa penata anestesi yang patuh dalam
pelaksanaan surgical safety checklist pada saat Timeout sebanyak 82.5%
dan yang tidak patuh sebanyak 17.5%.

54
c. Kepatuhan Sign-Out di RS AR Bunda Prabumulih

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Fase Sign-Out di RS AR Bunda Prabumulih


Frekuensi Persentase
Patuh 37 92,5
Tidak patuh 3 7,5
Total 40 100

Sumber : Data Primer 2021


Tabel 4 memperlihatkan bahwa penata anestesi yang patuh dalam
pelaksanaan surgical safety checklist pada saat Sign-out sebanyak 92,5%
dan yang tidak patuh sebanyak 7,5%.

55
BAB VI
PEMBAHASAN

A. Gambaran Kepatuhan tim operasi dalam menerapkan Surgical safety


checklist fase sign in di RS AR Bunda Prabumulih
Persiapan pre operasi penting sekali untuk memperkecil risiko operasi,
karena hasil akhir suatu pembedahan sangat tergantung pada pengkajian fase
ini. Hal ini disebabkan karena pada fase ini merupakan awalan yang menjadi
tolok ukur kesuksesan pada tahap-tahapan selanjutnya dan untuk menjamin
keselamatan pasien intra operatif. Seseorang yang memiliki motivasi tinggi
maka tingkat kepatuhannya akan meningkat dan jika motivasian rendah maka
tingkat kepatuhannya semakin rendah (Muslihin,2016)
Kepatuhan penata Anestesi dalam mengimplementasikan surgical check
list dipengaruhi dengan adanya kebijakan dan adanya standar operasional
prosedur yang bada di rumah sakit (Nurhayati, S., & Suwandi, S. (2019)..
Selain itu budaya keselamatan pasien juga dilihat dari sikap dan persepsi
petugas di kamar bedah dalam memberikan pelayanan yang aman untuk
pasien dan petugas (Nurhayati, S., & Suwandi, S. (2019).
Penggunaan Surgical Safety Checklist WHO dimaksudkan untuk
memfasilitasi komunikasi yang efektif dalam prosedur pembedahan sehingga
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dan menambah usaha
peningkatan keselamatan pasien di kamar bedah baik sebelum operasi,
operasi dan sesudah operasi, Sehingga didapatkan manfaat yang jelas yaitu
keamanan prosedur tindakan bedah yang akan menurunkan tingkat
morbiditas dan mortalitas terhadap pasien bedah, keamanan dan kenyamanan
dalam melakukan tindakan bedah sebelum, selama, dan sesudah operasi bagi
petugas kesehatan, terlaksananya program keselamatan pasien di rumah sakit
yang dapat menjadi sumber peningkatan jumlah konsumen pengguna layanan
yang akan menghasilkan penambahan volume pendapatan rumah sakit, dan
manfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dalam hal semakin bertambah
luasnya penelitian lanjutan terhadap upaya penerapan Surgical Safety

56
Checklist yang lebih tepat waktu, tepat sasaran, tepat guna bagi kepentingan
kemanusiaan (Klaze, s dkk, 2016).
Secara umum penggunaan Surgical Safety Checklist dapat memberikan
efek pada penurunan secara signifikan tingkat mortalitas dan morbiditas, yang
terjadi di beberapa lokasi penelitian (Westman et al., 2018) Urbach et al,
2014). Kepatuhan penerapan checklist Keselamatan Bedah ini berdampak
positif seperti menurunkan angka komplikasi rawat inap 11,0 menjadi 7,0%
dan kematian 1,5 menjadi 0,8%. Daftar periksa keselamatan bedah dirancang
terutama untuk mencegah kematian akibat kesalahan perioperatif (Russ et al.,
2015; Westman et al., 2018). Penerapan Surgical safety checklist
menunjukkan efek positif pasca pembedahan.
Daftar periksa keselamatan bedah dirancang terutama untuk mencegah
kematian akibat kesalahan perioperatif , dan pada tahun 2009 penerapan
checklist keselamatan bedah mulai dilaksanakan di beberapa rumah sakit
(Russ et al., 2015). Setelah melakukan prosedur checklist keselamatan bedah,
kejadian komplikasi baik itu morbiditas maupun mortalitas yang terjadi.
Hasil penelitian tentang kepatuhan tim operasi dalam penerapan surgical
patient safety pada operasi di RS AR Bunda Prabumulih, dapat
menggambarkan bahwa tim operasi RS AR Bunda Prabumulih patuh
menerapkan surgical patient safety fase sign in yang terdiri dari
mengkonfimasi identitas pasien, konfirmasi lokasi insisi, pengecekan mesin
anestesi dan obat-obatan, konfirmasi apakah pasien mempunyai riwayat
alergi, konfirmasi apakah pasien ada kesulitan bernafas/resiko aspirasi dan
penggunaan alat bantu nafas, konfirmasi resiko kehilangan darah dan
konfimasi akses intravena/rencana terapi cairan, pada fase sign in merupakan
awalan yang menjadi tolok ukur kesuksesan pada tahap-tahapan selanjutnya
dan untuk menjamin keselamatan pasien intra operatif.
Kepatuhan tim operasi untuk menerapkan sign in dapat dipengaruhi oleh
masa kerja tim operasi berdasar banyaknya operasi yang ditangani. Kondisi
tersebut mempengaruhi motivasi tim operasi untuk mengisi lembar sign in
dengan lengkap.

57
B. Gambaran Kepatuhan tim operasi dalam menerapkan Surgical safety
checklist fase time out di RS AR Bunda Prabumulih.
TJC, AORN, dan WHO secara seragam merekomendasikan adanya
time-out (atau "Pengarahan operasi yang lebih aman") dan handoff pasca
operasi. Dalam pengaturan perioperatif, yang termasuk handoff/ operan
adalah proses transfer perawatan meliputi kondisi pasien intra op, tipe
anastesi yang diberikan, obat-obatan, cairan intravena, balance cairan,
informasi tentang surgical site (dressing, tube, drain), status hemodinamik,
oksigenisasi dan ventilasi, status thermal, level nyeri, manajemen nyeri, dan
lainnya ((Rothrock, 2019).
Menurut Rothrock (2019), untuk mencegah kesalahan prosedur, lokasi
dan orang maka hal-hal yang harus dilakukan adalah:
Taking the time out, dilakukan sebelum insisi pertama di kulit. Perawat
atau dokter bedah biasanya menyebut time out dan semua anggota time
berhenti melakukan yang mereka lakukan, dam mengecek apakah klien yang
akan dioperasi benar, bagian tubuh yang akan dioperasi adalah benar dan
semua detail apakah sudah benar
Menurut WHO (2008) surgical patient safety fase time out merupakan
perpanjangan waktu untuk komunikasi antar tim operasi sehingga petugas
kamar operasi lebih percaya diri dan siap untuk operasi. Fase time out adalah
pemberian pelayanan pembedahan yang aman pada periode setelah induksi
dan sebelum bedah sayatan dimulai.
Tindakan yang dilakukan tim operasi pada fase time out meliputi
pemeriksaan identitas tim operasi, konfirmasi dokter operastor, dokter
anestesi dan perawat, konfirmasi dokter operator dan dokter anestesi,
konfirmasi perawat instrumentator dan jam verifikasi. Pada fase ini tim
operasi saling memperkenalkan diri untuk memastikan bahwa tim operasi
yang benar-benar orang yang berkompeten dibidangkan sehingga dapat
mengurangi risiko operasi. Tindakan tim operasi sesuai dengan pendapat
WHO (2008) yang menyebutkan bahwa fase time out merupakan fase dimana

58
setiap tim operasi memperkenalkan diri dan fungsinya masing-masing dalam
operasi tersebut, dan memastikan bahwa setiap anggota tim saling mengenal.
Hasil penelitian tentang kepatuhan tim operasi dalam penerapan surgical
patient safety pada operasi di RS AR Bunda Prabumulih, dapat
menggambarkan bahwa tim operasi RS AR Bunda Prabumulih patuh dalam
menerapkan surgical patient safety fase time out yang terdiri dari tim operasi
memperkenalkan diri dan perannya, tim operasi konfirmasi identitas pasien
dan lokasi sayatan, ahli anestesi mengkonfirmasi pemberian antibiotik
profilaksis, konfirmasi adanya keadaan kritis, foto rontgen ditampilkan di
kamar operasi.
Kepatuhan tim operasi dalam menerapkan surgical patient safety fase
time out dapat disebabkan karena kebanyakan tim operasi masih berusia
produktif sehingga memiliki pengalaman dalam menerapkan surgical patient
safety fase time out. Menurut Notoatmodjo (2010) usia adalah umur yang
terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan berulang tahun. Semakin
cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan, masyarakat yang lebih
dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum cukup tinggi tingkat
kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan
jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin matang dan
teratur dalam melakukan suatu tindakan.

C. Gambaran Kepatuhan tim operasi dalam menerapkan Surgical safety


checklist fase sign out di RS AR Bunda Prabumulih.
Fase Sign Out adalah fase tim bedah akan meninjau operasi yang telah
dilakukan. Dilakukan pengecekan kelengkapan spons, penghitungan
instrumen, pemberian label pada spesimen, kerusakan alat atau masalah lain
yang perlu ditangani. Langkah akhir yang dilakukan tim bedah adalah rencana
kunci dan memusatkan perhatian pada manajemen post operasi serta pemulihan
sebelum memindahkan pasien dari kamar operasi (Surgery & Lives, 2008).

59
Tindakan yang dilakukan tim operasi pada fase sign out meliputi jenis
tindakan, kelengkapan instrumen, kasa dan jarum tersedia, specimen (produk
operasi), masalah dengan peralatan, kabelisasi produk operasi, perhatian
khusus pengelola, jam verifikasi dan tim operasi tanda tangan. Tindakan tim
operasi ini sesuai dengan pedoman sign out dari WHO (2008) yang
menyebutkan fase sign out adalah fase dimana tim operasi akan meninjau
operasi yang telah dilakukan. Dilakukan pengecekan kelengkapan kasa,
penghitungan instrumen, pemberian label pada spesimen, kerusakan alat atau
masalah lain yang perlu ditangani. Langkah akhir yang dilakukan tim operasi
adalah rencana tindak lanjut dan memusatkan perhatian pada manajemen post
operasi serta pemulihan sebelum memindahkan pasien dari kamar operasi.
Menurut WHO (2008) perawatan post operasi merupakan hal yang
penting dan wajib dilakukan, mengingat pasien masih dalam pengaruh obat-
obatan dan mengalami trauma fisik. Meninjau ulang perawatan post operasi
dan rencana pemulihan perawatan selanjutnya, berfokus pada resiko yang
mungkin terjadi pada pasien. Tujuan dari langkah ini adalah meningkatkan
keselamatan pasien yang meliputi perawatan yang harus diberikan pada pasien
post operasi. Tim operasi harus berdiskusi terkait dengan informasi perawatan
lanjutan pada pasien.
Hasil penelitian tentang kepatuhan tim operasi dalam penerapan surgical
patient safety pada operasi bedah mayor di Instalasi Bedah Sentral RS AR
Bunda Prabumulih, dapat menggambarkan bahwa tim operasi RS AR Bunda
Prabumulih mayoritas patuh dalam menerapkan surgical patient safety fase
sign out yang terdiri dari konfirmasi pencatatan prosedur operasi, pelabelan
spesimen, konfirmasi apakah ada masalah peralatan saat operasi, dan review
manajemen pasien selanjutnya. Namun ada beberapa tim operasi yang tidak
patuh dalam penghitungan instrumen setelah operasi. Walaupun berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Suharyanto (2011) didapatkan hasil bahwa
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara Sign Out dengan pasient Safety,
akan tetapi menurut WHO (2008) penghitungan istrumen yang digunakan
setelah operasi merupakan hal yang wajib dilakukan untuk menghindari

60
kejadian yang tidak diinginkan seperti tertinggalnya instrument dalam tubuh
pasien, medical error dalam memberikan pelayanan kesehatan, mulai dari yang
ringan hingga yang berat berupa kecacatan atau bahkan kematian.
Kepatuhan tim operasi terhadap surgical patient safety fase sign out dapat
disebabkan oleh masa kerja tim operasi . Tim operasi yang bekerja lebih lama
memiliki tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan dengan yang bekerja
belum lama. Tanggung jawab yang besar menuntut tim operasi untuk
melengkapi surgical patient safety fase sign out. Menurut Warsono, ED (2013)
masa kerja adalah kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu
tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi tenaga kerja baik itu positif atau
negatif. Pengaruh positif jika tenaga kerja dengan semakin lama bekerja maka
akan semakin berpengalaman dalam melakukan tugasnya. Sebaliknya akan
memberi pengaruh negatif jika semakin lamanya seseorang bekerja maka akan
menimbulkan kebosanan.

61
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan, hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan operasi dengan kepatuhan tim operasi dalam penerapan
surgical safety checklist fase sign in di gambarkan dengan hasil 92.5%
penata yang patuh.
2. Pelaksanaan operasi dengan kepatuhan tim operasi dalam penerapan
surgical safety checklist fase time out di gambarkan dengan hasil 82.5%
penata yang patuh.
3. Pelaksanaan operasi dengan kepatuhan tim operasi dalam penerapan
surgical safety checklist fase sign out di gambarkan dengan hasil 92,5%
penata yang patuh.
4. Surgical safety checklist berpengaruh menurunkan tingkat kematian pada
pasien yang akan menjalani operasi.
B. Saran.
1. Instalasi kamar operasi di RS AR Bunda Prabumulih.
Agar dapat meningkatkan intervensi penerapan Surgical safety
checklist untuk menurunkan tingkat kesalahan dan kematian pada pasien
yang akan mejalani operasi, sehingga dapat menambah masukan untuk lebih
menerapkan lagi SOP yang ada dalam pelaksanaan tindakan pembedahan.
2. Institusi pendidikan
ITEKES Bali agar dapat mengembangkan penelitian tentang
efektivitas intervensi Surgical safety checklist dalam menurunkan tingkat
kesalahan dan kematian pada pasien yang akan menjalani tindakan anestesi
atau operasi, sehingga dapat menjadi acuan bagi penata anestesi dalam
menangani kecemasan.
3. Bagi Peneliti
Sebagai tambahan memperoleh ilmu yang nyata dan menambah
referensi mengenai kepatuhan dalam pelaksanaan Surgical Safety

62
Checklist sehingga nantinya peneliti sebagai penata anastesi saat bekerja
di ruang operasi mewujudkan profesionalisme pada profesi penata anastesi
yang baik dan patuh.

63
DAFTAR PUSTAKA

Aholaakko, Teija-Kaisa & Metsälä, Eija. (2015). Aseptic practice


recommendations for circulating operating theatre nurses. British journal of
nursing (Mark Allen Publishing). 24. 670-8.
10.12968/bjon.2015.24.13.670.

American Society of Anesthesiologist. 2019. ASA Physical Status Classification


System.
https://www.asahq.org/~/media/sites/asahq/files/public/resources/standard
s-guidelines/asa-physical-status-classification-system.pdf

AORN. (2015). Guidelines for Perioperative Practice. In AORN journal.

Baradero, M., Dayfrit, M.W., & Siswadi, Y. (2012). Prinsip dan Praktik
Keperawatan Perioperatif. Jakart: EGC
Black, Joyce M. & Hawks, Jane H. (2014). Keperawatan medikal bedah
manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan . Ed. 8. Buku 2. Jakarta:
Salemba Medika

Bray, A. (2016). Preoperative Nursing Assessmentof the Surgical Patient. Nursing


Clinic of North America : Elsevier. doi:10.1016/j.cnur.2016.01.006.

Croke. L (2019). Guideline for surgical attire Managing Editor © AORN, Inc, June
2019 Vol 109 No 6 AORN 2019 https://www.aorn.org/guidelines/clinical-
resources/position-statements

Dahlan, Sopiyudin. (2015). Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:


Epidemiologi Indonesia.

Goodman, T. & Spry, C. (2017). Essentials of Perioperative Nursing 6th Edition.


United States of America: Jones & Bartlett Learning.
Hyman, N. (2017). Di cult Decisions in Colorectal Surgery (pertama).
https://doi.org/10.1007/978-3-319- 40223-9

64
Hasri, Eva Tirtabayu Vol.15 No.04 (2012). Praktik Keselamatan Pasien Bedah Di
Rumah Sakit Daerah. Jogjakarta: Articles

Kemenkes, 2017. Peraturan Mentri Kesehatan Tentang Keselamatan Pasien,


Pencabutan.

Leaper, D. J., & Edmiston, C. E. (2017). World Health Organization: global


guidelines for the prevention of surgical site infection. The Journal of
hospital infection, 95(2), 135–136.
https://doi.org/10.1016/j.jhin.2016.12.016

Lombogia,2016. e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 4 Nomor 2,Undang-


Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Muslihim, 2016 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Penerapan
Surgical Patient Safety Fase Time Out Di Instalasi Bedah Sentral Rumah
Sakit Pku Muhammadiyah Gombong, Skripsi, Sekolah Tinggi Ilmu
Keperawatan Muhammadiyah Gombong.

Notoatmodjo. 2012. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

Oemiyati,Sri, Samsudin, Assin M. Sutan, LA Tamaela, Nasar S, Sri, (2014),


Penerapan Etika penelitian Kedokteran, Jakarta: Sagung Seto.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2017 tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1691/menkes/Per/VIII/2011 tentang
keselamatan pasien di rumah sakit
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit PMK ini membahas tentang pembentukan
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS),
Peraturan Menteri Kesehatan No. 251/MENKES/SK/VII/2012 Tentang Komite
Keselamatan Pasien Rumah SakitUndang-Undang No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit

65
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien. Merupakan penyesuaian dan penyempurnaan dari
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Prasetyo, AB. 2017. Hubungan pelaksanaan operasi dengan Kepatuhan tim operasi
dalam penerapan Surgical Surgery Checklist Di RS AR Bunda
Prabumulih, Poltekkes Kemenkes ,
Rothrock, J.C. & McEwen, D.E. (2019). Alexander,s Care of the Patient in Surgery
16th Edition. Canada: Elsevier
Russ, Stephanie Jane, Rout, S., Caris, J., Moorthy, K., Mayer, E., Darzi, A., …
Vincent, C. (2014). The WHO surgical safety checklist: Survey of patients’
views . BMJ Quality and Safety , 23(11), 939–946.
https://doi.org/10.1136/bmjqs-2013- 002772 Weiser, T. G., & Haynes, A.
B. (2018). Ten years of the Surgical Safety Checklist. British Journal of
Surgery, 105(8), 927– 929. https://doi.org/10.1002/bjs.10907
Sastroasmoro & Ismael, 2014, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, ed.5
Jakarta: Sagung Seto

Smeltzer, Suzanne. (2010). Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical


Nursing. Ed 9. Philadelphia.

Taher. AK, Lafi SY (2015) Scrub Nurse's Performance Concerning Surgical


Aseptic Techniques at the Operating Room of Slemani Teaching Hospital.
Mosul Nursing Journal, Vol.3, No.1, 2015 - 166

Vera, M., (2015)., Perioperative nursing., Diunduh November 29,


2020.,https://nurseslabs.com/perioperative-nursing/

World Health Organization.(2008). WHO Guidelines for safe Surgery, First


Edition. New York: McGraw-Hill.Safety & Compliance, 2012
WHO. (2017). Patient safety. Nursing Management (Harrow, London, England :
1994), 23(9), 12. https://doi.org/10.7748/nm.23.9.12.s12 WHO Patient
Safety.,

66
WHO. (2017). Global guidelines for the prevention of surgical site infection 2016.
Available from:
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/250680/9789241549882-
eng.pdf?sequence=8

67
Lampiran 1

JADWAL PENELITIAN
Bulan
Kegiatan oktob November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
No er
II I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I
I V I I V I I V I I V I I V I I V I I V I I V I I V
I I I I I I I I
1. Penyusunan
Proposal
2. ACC Proposal
Penyebaran
3.
Proposal
4. Ujian Proposal
Ujian ulang
5.
Proposal

68
Pengumpulan
6.
Data
Penyusunan
7.
hasil penelitian
Penyebaran
8.
Skripsi
9. Ujian Skripsi
Ujian Ulang
10.
Skripsi
Perbaikan dan
11
Pengumpulan

69
Lampiran 2
Lembar Observasi Pelaksanaan Surgical Safety Checklist di Kamar Bedah Rumah Sakit AR.Bunda Prabumulih
Nama Pasien : No.RM :
(Inisial)
Tanggal Lahir : Penata Anestesi :
(inisial)
Jenis Operasi Tipe Anestesi
elektif Umum/Total

Cyto Regional
Diagnosa :
Tanggal/Jam
:
Operasi

No Hasil Observasi
Item Observasi
Dilakukan Tidak dilakukan

Sign In
1 Memastikan Identitas Pasien

70
2 Memastikan Sisi Operasi Pada Pasien
3 Memastikan Prosedur Operasi Pada Pasien
4 Memastikan Persetujuan Pasien Atas Prosedur
Yang Dilakukan
5 Mengecek Mesin Anestesi Dan Kelengkapan
Obat Anestesi
6 Mengkaji Riwayat Alergi Pasien
7 Menilai Penyulit Dan Resiko Aspirasi
8 Menilai Resiko Pendarahan >500 Cc
Time Out
9 Tim Memperkenalkan Diri Kepada Pasien
(Nama Dan Peran)
10 Tim Memastikan Dengan Suara Lantang
Ketepatan Identitas, Jenis Operasi, Dan Sisi
Insisi Operasi.
11 Memberikan Antibiotic Profilaksis Sebelum 60
Menit Sebelum Operasi

71
12 Operator Menjelaskan Kepada Tim Tentang,
Kemungkinan KTD, Lama Operasi Bila Terjadi
KTD Dan Antisipasi Bila Perdarahan Banyak.
13 Tim Menjelaskan Kemungkinan Kondisi Buruk
Dan Antisipasinya
14 Menjelaskan Kesiapan Dan Ke-Sterilan
Instrumen
15 Menjelaskan Kesiapan Alat Kesehatan Dan
Perlengkapan Lain.
16 Memastikan Hasil Pemeriksaan Radiologi
Dipasang
Sign Out
17 Mereview Jenis Operasi Yang Telah Dilakukan
18 Memastikan Jumlah Instrument, Kassa Dan
Jarum Sebelum Dan Setelah Operasi Lengkap
19 Melakukan Pelabelan Spesimen Bila Ada
20 Melaporkan Adanya Kerusakan Alat/Masalah
Tim Yang Muncul Selama Operasi Berlangsung

72
21 Tim Menyampaikan Program Pengelolaan
Pasien Pasca Operasi Pada Masa Pemulihan
Sebelum Pasien Pindah Ke-Bangsal

73
Lampiran 3
Permohonan Menjadi Responden Penelitian

Kepada Yth.
Saudara/i………………...
Di RS AR Bunda Prabumulih

Dengan Hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa
Program
Studi D IV Keperawatan Anastesi program B ITEKES Bali:
Nama : Alawi
NIM : 2014301107

Saya akan melakukan penelitian yang berjudul “ Gambaran kepatuhan Penata


anestesi dalam pelaksanaan Surgical Safety Checklist di RS AR Bunda
Prabumulih ”. Sehubungan dengan maksud tersebut, maka dengan kerendahan
hati saya mohon partisipasi Saudara/i/Bapak/Ibu untuk menjadi responden
penelitian ini. Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat, tenaga kesehatan dan institusi pendidikan. Informasi tentang data
yang diperoleh akan dijamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk data
penelitian.
Demikian permohonan ini saya sampaikan, atas perhatian dan partisipasinya saya
ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Alawi

74
Lampiran 4
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
(Informed Consent)

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama (inisial) :........................................................................................
Umur : .........................................................................................
Pekerjaan : .........................................................................................
Alamat :..........................................................................................

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya setelah mendapat penjelasan


penelitian dan memahami informasi yang diberikan oleh peneliti serta mengetahui
tujuan dan manfaat penelitin yang berjudul “ Gambaran kepatuhan penata anestesi
dalam pelaksanaan Surgical Safety Checklist di RS AR Bunda Prabumulih”, maka
dengan ini saya secara sukarela bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan penuh
kesadaran tanpa paksaan dari siapapun.

Prabumulih,.....Febru
ari 2021

Saksi Yang Menyatakan

(...................................) (...................................)

75
Lampiran 5

PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN (PSP)


1. Saya Alawi berasal dari institusi/jurusan/program studi Diploma IV
Keperawatan ITEKES Bali dengan ini meminta anda untuk berpartisipasi
secara sukarela dalam penelitian yang berjudul Gambaran kepatuhan Penata
Anestesi dalam pelaksanaan Surgical Safety Checklist di RS AR Bunda
Prabumulih .
2. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kepatuhan penata anastesi dalam
pelaksanaan Surgical Safety Checklist terhadap keselamatan di Ruang RS
AR Bunda Prabumulih .
3. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah teori dalam pengembangan
ilmu tentang kepenataan anestesi,
4. Penelitian ini berlangsung dua bulan pada bulan Februari - Maret 2021.
Peneliti melakukan penelitian dengan mengobservasi kepatuhan pelaksanaan
Surgical Safety Checklist dan keselamtan pasien mengunakan lembar
observasi checklist SSC, lembar observasi keselamatan. Sampel penelitian ini
adalah penata anastesi di RS AR Bunda Prabumulih . Instrument yang
digunakan berupa lembar checklist SSC, untuk pengamatan digunakan lembar
observasi pelaksanaan SSC dan lembar observasi keselamatan pasien.
5. Prosedur pengambilan penelitian/data dengan cara meminta persetujuan
responden terlebih dahulu berupa tanda tangan pada surat persetujuan
responden yang telah disediakan peneliti untuk responden. Peneliti akan
memberikan waktu pada calon responden untuk berpikir dan menanyakan hal-
hal yang tidak jelas dari penjelasan yang diberikan. Setelah bersedia dan
menandatangani, peneliti akan melakukan menjadikan subjek ssebagai
responden. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko karena penelitian ini
hanya melakukan bersifat observasi tanpa melakukan tindakan/intervensi
apapun.

76
6. Keuntungan yang anda peroleh dalam keikutsertaan anda pada penelitian ini
adalah dapat mengetahui kepatuhan dalam pelaksanaan Surgical Safety
Checklist terhadap keselamatan pasien.
7. Seandainya anda tidak menyetujui untuk menjadi responden, maka anda dapat
mengatakan pada peneliti. Partisipasi anda bersifat sukarela, tidak ada
paksaan, dan anda bisa sewaktu-waktu mengundurkan diri dari penelitian ini.
8. Nama dan jati diri anda akan tetap dirahasiakan.

77
KOMISI ETIK PENELITIAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN (ITEKES) BALI
Kampus I : Jalan Tukad Pakerisan No. 90, Panjer, Denpasar, Bali
Kampus II : Jalan Tukad Balian No. 180, Renon, Denpasar, Bali
Website : http://www.itekes-bali.ac.id | Jurnal : http://ojs.itekes-bali.ac.id/
Website LPPM :http://lppm.itekes-bali.ac.id/

Nomor : 03.0352/KEPITEKES-BALI/IV/2021
Lampiran : 1 Lembar
Perihal : Penyerahan Ethical Clearance

Kepada Yth,
Alawi
di – Tempat

Dengan Hormat,
Bersama ini kami menyerahkan Ethical Clearance / Keterangan Kelaikan Etik Nomor
04.0352/KEPITEKES-BALI/IV/2021 tertanggal 4 April 2021
Hal hal yang perlu diperhatikan :
1. Setelah selesai penelitian wajib menyertakan 1 (satu) copy hasil penelitiannya.
2. Jika ada perubahan yang menyangkut dengan hal penelitian tersebut mohon melaporkan
ke Komisi Etik Penelitian Institut Teknologi dan Kesehatan (ITEKES) BALI
Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih

Denpasar, 4 April 2021


Komisi Etik Penelitian ITEKES BALI
Ketua,

I Ketut Swarjana, S.KM., M.PH., Dr.PH


NIDN. 0807087401

Tembusan :
1. Instansi Peneliti
2. Instansi Lokasi Peneliti
3. Arsip
KOMISI ETIK PENELITIAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN (ITEKES) BALI
Kampus I : Jalan Tukad Pakerisan No. 90, Panjer, Denpasar, Bali
Kampus II : Jalan Tukad Balian No. 180, Renon, Denpasar, Bali
Website : http://www.itekes-bali.ac.id | Jurnal : http://ojs.itekes-bali.ac.id/
Website LPPM :http://lppm.itekes-bali.ac.id/

KETERANGAN KELAIKAN ETIK


(ETHICAL CLEARANCE)
No : 04.0352/KEPITEKES-BALI/IV/2021

Komisi Etik Penelitian Institut Teknologi dan Kesehatan (ITEKES) BALI, setelah mempelajari
dengan seksama protokol penelitian yang diajukan, dengan ini menyatakan bahwa penelitian
dengan judul :
“Gambaran kepatuhan penata Anestesi dalam pelaksanaan Surgical safety checklist
di RS.AR.Bunda Prabumulih”

Peneliti Utama : Alawi


Peneliti Lain :-
Unit/ Lembaga/ Tempat Penelitian : Ruang kamar operasi RS.AR.Bunda Prabumulih

Dinyatakan “LAIK ETIK”. Surat keterangan ini berlaku selama satu tahun sejak ditetapkan.
Selanjutnya jenis laporan yang harus disampaikan kepada Komisi Etik Penelitian ITEKES Bali :
“FINAL REPORT “dalam bentuk softcopy.

Denpasar, 4 April 2021


Komisi Etik Penelitian ITEKES BALI
Ketua,

I Ketut Swarjana, S.KM., M.PH., Dr.PH


NIDN. 0807087401
LEMBAR PERNYATAAN ABSTRACT TRANSLATION

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : NI Kadek Ary Susandi, S.S.,M.App.Ling

NIDN : 0828078301

Menyatakan bahwa mahasiswa yang disebutkan sebagi berikut :

Nama : Alawi

NIM : 2014301107

Judul Skripsi : Gambaran Kepatuhan Penata Anestesi dalam Pelaksanaan Surgical

Safety Cheklist di Rumah Sakit AR Bunda Prabumulih

Menyatakan bahwa dengan ini bahwa telah selesai melakukan penerjemahan abstract dari
Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris terhadap skripsi yang bersangkutan.

Demikian surat ini dibuat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Denpasar, 22 Juli 2021


Abstract Translator

(NI Kadek Ary Susandi, S.S.,M.App.Ling)


NIDN . 0828078301
Frequencies
[DataSet3]

Statistics

Sign_In_1 Sign_In_2 Sign_In_3 Sign_In_4 Sign_In_5 Sign_In_6

Valid 40 40 40 40 40 40
N
Missing 0 0 0 0 0 0

Statistics

Sign_In_7 Sign_In_8 Time_Out_1 Time_Out_2 Time_Out_3 Time_Out_4

Valid 40 40 40 40 40 40
N
Missing 0 0 0 0 0 0

Statistics

Time_Out_5 Time_Out_6 Time_Out_7 Time_Out_8 Sign_Out_1 Sign_Out_2

Valid 40 40 40 40 40 40
N
Missing 0 0 0 0 0 0

Statistics

Sign_Out_3 Sign_Out_4 Sign_Out_5

Valid 40 40 40
N
Missing 0 0 0
ANALISIS PERTANYAAN

Frequency Table
Sign_In_1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

Sign_In_2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

Sign_In_3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

Sign_In_4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

Sign_In_5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent

Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

Sign_In_6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

Sign_In_7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

Sign_In_8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

tidak 4 10.0 10.0 10.0

Valid ya 36 90.0 90.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Time_Out_1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

Time_Out_2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

Time_Out_3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

Time_Out_4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

tidak 1 2.5 2.5 2.5


Valid ya 39 97.5 97.5 100.0

Total 40 100.0 100.0


Time_Out_5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

Time_Out_6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

Time_Out_7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

Time_Out_8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

tidak 7 17.5 17.5 17.5

Valid ya 33 82.5 82.5 100.0


Total 40 100.0 100.0

Sign_Out_1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

Sign_Out_2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent

tidak 1 2.5 2.5 2.5

Valid ya 39 97.5 97.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Sign_Out_3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

tidak 3 7.5 7.5 7.5

Valid ya 37 92.5 92.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Sign_Out_4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

Sign_Out_5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid ya 40 100.0 100.0 100.0

FREQUENCIES VARIABLES=Total_Nilai_Kepatuhan_SignIn
Total_Nilai_Kepatuhan_TimeOut Total_Nilai_Kepatuhan_SignOut
/STATISTICS=STDDEV VARIANCE RANGE MINIMUM MAXIMUM SEMEAN MEAN MEDIAN MODE SUM
/ORDER=ANALYSIS.

Frequencies
[DataSet3]

Statistics

Total_Nilai_Kep Total_Nilai_Kep Total_Nilai_Kep


atuhan_SignIn atuhan_TimeOut atuhan_SignOut

Valid 40 40 40
N
Missing 0 0 0
Mean 7.90 7.80 4.90
Std. Error of Mean .048 .073 .048
Median 8.00 8.00 5.00
Mode 8 8 5
Std. Deviation .304 .464 .304
Variance .092 .215 .092
Range 1 2 1
Minimum 7 6 4
Maximum 8 8 5
Sum 316 312 196
Statistics

Kategori_Kepat Kategori_Kepatu Kategori_Kepat


uhan_SignIn han_TimeOut uhan_SignOut

Valid 40 40 40
N
Missing 0 0 0

Frequency Table
Kategori_Kepatuhan_SignIn

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

patuh 37 92.5 92.5 92.5

Valid tdk pth 3 7.5 7.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Kategori_Kepatuhan_TimeOut

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

patuh 33 82.5 82.5 82.5

Valid tdk pth 7 17.5 17.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Kategori_Kepatuhan_SignOut

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

patuh 36 90.0 90.0 90.0

Valid tdk pth 4 10.0 10.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

Anda mungkin juga menyukai