Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TINDAK TUTUR


Teori tindak tutur pertama kali dikemukakan oleh Austin (1956), seorang guru
besar di Universitas Harvard. Teori yang berwujud hasil kuliah itu kemudian di bukukan
oleh J.O.Urmson (1965) dangan judul how to do things with words? Akan tetapi teori ini
baru berkembang secara mantap setelah Searle (1969) menerbitkan buku yang berjudul
Speech Aets: An Easay in the Philosophy of language. Menurut Searle dalam semua
komunikasi lingusitik terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bukan
sekedar lambang, kata atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apa bila disebut produk atau
hasil dari lambang, kata atau kalimat yang berwujud prilaku tindak tutur (the
performance speech ads).

Lebih tegasnya bahwa tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat
dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi
linguistik yang dapat berwujud pernyataan-pernyataan perintah atau yang
lainnya (Searle, 1969; Suwito, 1983:33).

Tindak tutur (speech act) adalah gejala individual yang bersifat psikologis dan
keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi
situasi tertentu (Chaer, 1995;65). Pernyataan tersebut senada dengan pendapat suwito
dalam buku nya yang berjudl sosiolinguistik: teori dan problema, mengatakan jika
pristiwa tutur (speech event) merupakan gejala sosial, terdapat interaksi antara penutur
dalam situasi tertentu dan tempat tertentu, maka tindak tutur (speech acts) lebih
cenderung sebagai gejala individual bersifat psikologi dan ditentukan oleh kemampuan
bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Lebih lanjut dikatakan jika dalam
pristiwa tutur orang menitikberatkan pada tujuan pristiwanya, maka dalam tindak tutur
orang lebih memperhatikan kepada makna atau arti tindak dalam tuturan itu (1983;33).

Searle dalam bukunya Speech Acth an Essay in the Philoshopy of Language (1969:23-
24) mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan
yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act),
tindak ilokusi (ilokutionari act), dan tindak perlokusi (perlukotionary act) (lihat Leech,
1993:316; Wijana, 1996: 17-19). Ketiga tindakan ini lebih lanjut dijelaskan sebagai
berikut:
1. Tindak lokusi

Tindk lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini sering
disebut sebagai The Act of Saying Something. Sebagai contoh tindak lokusi adalah
kalimat (1) mamat belajar membaca, dan (2) Ali bermain piano. Kedua kalimat di atas
diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk mengimformasikan sesuatu tanpa tedensi
untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi
merupakan tindak yang paling mudah diidentifikasi, karena dalam pengidentifikasian
tindak lokusi tanpa memperhitungkan konteks tuturnya.

2. Tindak Ilokusi
Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang selain berfungsi untuk mengatakan atau
menginformasikan sesuatu juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi
disebut The Act of Doing Something. Sebagai contoh kalimat (1) Yuli sudah seminar
proposal skripsi kemarin. (2) Santo sedang sakit. Kalimat 1 jika diucapkan kepada
seorang mahasiswa semester XII, bukan hanya sekedar memberikan informasi saja akan
tetapi juga melakukan sesuatu, yaitu memberikan doronngan agar mahasiswa tadi segera
mengerjakan skripsinya. Sedangkan kalimat 2 jika diucapkan kepada temannya yang
menghidupkan radio dengan volume timggi, berarti bukan saja sebagai informasi akan
tetapi juga untuk melakukan sesuatu menyuruh mengecilkan volum atau mematikan
radionya. Tindak ilokusi sangat sulit untuk diidentifikasikan karena terlenih dahulu harus
mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tuturnya.
3. Tindak Perlokusi
Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk
mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak perlokusi disebut sebagai The Act of Affeting
someone. Sebelum tuturan yang diutarakan sesorang sering kali mempunyai daya
pengaruh (perlocutionaty force) atau efek bagi yang mendengarkan. Efek yang timbul ini
bisa sengaja maupun tidak sengaja. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat (1) kemarin
ayah ku sakit. Dan (2) Samin bebas SPP. Kalimat pertama jika diucapkan seseorang yang
tidak dapat menghadiri undangan temannya, maka ilokusinya adalah untuk meminta
maaf dan perlokusinya diharpkan agar orang yang mengundangnya harap maklum.
Sedangkan kalimat 2 jika diucapkan seorang guru kepada murid-muridnya, maka
ilokusinya adalah meminta agar teman-temannya tidak iri dan perlokusinya adalah
teman-temannya memaklumi keadaan orang tua Salim.
Tindak perokussi juga sulit dideteksi, karena harus melibatkan konteks tuturannya.
Dapat ditegaskan bahwa setiap tuturan dari seseorang penutur memungkinkan sekali
mengandung lokusi saja, ilokusi saja, dan perlokusi saja. Akan tetapi juga tidak menutup
kemungkinan bahwa satu tuturan mengandung kedua atau ketiga-tiganya sekaligus.
Namun yang penting di sebutkan sehubungan dengan pengertian tindak tutur atau tindak
ujar adalah bahwa ujaran (entah beberapa jumlahnya) dapat dikategorikan, seperti yang
diutarakan scarle (975). Menjadi lima jenis yaitu (1) reptesentatif, ialah tindak ujar yang
mengikat penuturnya kepada kebenaran atas hal yang dikatakannya , misalnya
menyatakan, melaporkan, menunjukan dan menyebutkan;
(2) direktif, ialah tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar
lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran itu, misalnya menyuruh,
memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang; (3) ekspresif, ialah tindak tutur yang
dilakukan dengan maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang
disebutkan dalam ujaran itu, misalnya memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik
dan mengeluh; (4) komusif, ialah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk
melaksankan segala hal yang disebutkan dalam ujarannya, misalnya berjanji, bersumpah,
atau mengancam; dan
(5) deklarasi, ialah tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan makskud untuk
menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru, misalnya memutuskan,
membatalkan, melarang, mengizinkan dan memberikan maaf (Searle,1975 ; lihat
Gunarwan, 1994: 85-86).

B. JENIS TINDAK TUTUR


Menurut Wijana (1996:4) tindak tutur yang dapat dibedakan menjadi tindak tutur
langsung dan tindak tutur tidak langsung dan tindak tutur literal.
A. Tindak tutur langsung dan tak lansung
Secara formal berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadikan kalimat
berita (deklaratif), kalimat tanya (interogative), dan kalimat perintah (imperatif). Secara
konpensional kalimat berita (deklaratif) digunakan untuk memberikan sesuatu
(informasi), kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk
menyatakan perintah, ajakan, permintaan, atau permohonan. Bila kalimat berita
difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk
bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon dan sebagainya
maka akan terbentuklah tindak tutur langsung (diract speech). Sebagai contoh; Yuli
merawat ayahnya. Siapa orang itu? Ambil kan buku saya! Ketiga kalimat itu merupakan
tindak tutur langsung yang merupakan kalimat berita, tanya, dan perintah.
Tindak tutur tak langsung (indirect speech act) ialah tindak tutur untuk
memerintah sesorang melakukan sesuatu secara tidak langsung. Tindakan ini dilakukan
dengan memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya atau orang yang diperintah tidak
merasa dirinya diperintah. Misalnya, seorang ibu yang menyuruh anaknya untuk
mengambilkan sapu diungkapkan dengan “Upik, sapunya di mana?” kalimat di atas
selain untuk bertanya sekaligus memerintah anaknya untuk mengambilkan sapu.

B. Tindak Tutur Literal Dan Tindak Tutur Tak Literal

Tindak tutur literal (literalspeech act) adalah tindak tutur yang maksudnya
sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Sedangkan tindak tutur tidak
literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan
atau berlawanan dengan kata-kata yang menyusunnya sebagai contoh dapat dilihat
kalimat berikut:

+ Penyanyi itu suaranya bagus

- Suaramu bagus (tapi kamu tidak usah menyanyi)

Kalimat (+) jika diutarakan dengan maksud untuk memuji atau mengagumi
suara penyayi yang dibicarakan,maka kalimat itu tindak tutur literal,sedangkan
kalimat (-) penutur bermaksud mengatakan bahwa suara lawan tuturnya jelek,yaitu
dengan mengatakan "tak usah menyanyi" tindak tutur pada kalimat (-) merupakan
tindak tutur tak literal. Apabila tindak tutur langsung dan tak langsung diinteraksikan
dengan tindak tutur literal dan tak literal , maka akan tercipta tindak tutur sebagai
berikut:

a. Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) ialah tindak tutur yang
diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud
pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat berita, dan
menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya. Misal, "Ambilkan buku itu!".
"Kusuma gadis yang cantik", dan "Berapa saudaramu mad ?".
b. Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) adalah tindak tutur
yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud
pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa
yang dimaksud oleh penutur. Misalnya, "Lantainya Kotor". Kalimat itu jika
diucapkan seorang ayah kepada anaknya bukan saja menginformasikan , akan
tetapi sekaligus menyuruh untuk membersihkannya.
c. Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech) adalah tindak tutur
yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan,
tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan
maksud penuturannya. Misalnya,"Sepedamu bagus, kok". Penutur sebenarnya
ingin mengatakan bahwa sepeda lawan tuturnya jelek.
d. Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act) adalah
tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan
maksud yang ingin diutarakan. Untuk menyuruh seorang pembantu menyapu
lantai yang kotor, seorang majikan dapat saja mengutarakannya dengan kalimat
"Lantainya bersih sekali mbok".

C. KLASIFKASI TINDAK LOKUSI


Tindak lokusi mempunyai beraneka ragam funsi dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan bagaimana hubungannya dengan tujuan sosial dalam menentukan dan
memelihara serta memprtahankan rasa dan sikap hormat, maka funsi-funsi ilokusi dapat
diklasifikasikan menjadi empat jenis, yakni:
1. Komfetitip : tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial; misalnya: memerintah,
meminta, menuntut, mengemis, dan sebagainya.
2. Konvival : tujuan ilokusi bersamaan atau bertepatan dengan tujuan sosail ; misalnya:
menawarkan, mengundang, menyambut, menyapa, mengucap, terima kasih,
mengucap selamat.
3. Kolaboratif : tujuan ilokusi tidak mengacuhkan atau biasa-biasa terhadap tujuan
sosial; misalnya: menuntut, melaporkan, memaksakan, mengumumkan,
mengintruksikan, memerintakan.
4. Konfliktif : tujuan ilokusi bertabrakan atau bertentangan dengan tujuan sosial;
misalnya : mengancam, menuduh, mengutuk, menyumpahi,menegur, mencerca,
mengomeli.
Apabila kita teliti benar-benar keempat funsi di atas, hanya dua jenis yang pertama
saja yang sungguh-sungguh terlihat dengan kesopansantunan. Apabila fungsi
ilokusinya bersifat kompetitif, maka kesopansantunannya bersifat negatif, dan
tujuannya mengurangi perselisihan yang tersirat dalam persaingan antara yang ingin
dicapai oleh pembicara (pa), dan apa yang merupakan ‘cara atau gaya yang baik’.
Sebenarnya tujuan-tujuan yang besifat kompetitif ini pada dasarnya tidak sopan,
seperti menyuruh seseorang meminjami uang kepada anda. Oleh karena itu ‘prinsip
sopan santun’ (ps) dibutuhkan untuk meredakan atau mengurangi ketidaksopanan
hakiki tujuan tersebut.
Sebaliknya fungsi kedua yang bersifat konvival. Pada hakikatnya ‘sopan’;
kesopansantunan disini mempunyai bentuk yang lebih positif dalam mencari berbagai
kesempatan untuk bersikap hormat. Kesopansantunan yang positif mengandung
makna yang menghormati dan menjalankan prinsip-prinsip sopan santun. Misalnya
jika kita mempunyai kesempatan mengucapkan selamat atas ulang tahun yang ke 75,
maka kita sebahagianya berbuat demikian
Pada fungsi ketiga bersifat kolaboratif, kesopansantunan itu sebagian besar tidak
relevan. Kebanyakan wacana tulis termasuk ke dalam kategori ini.
Pada fungsi keempat yang berfungsi konflikatif, kesopansantunan berada di
luar masalah, berada di luar pagar, karena pada hakikatnya ilokusi-ilokusi konflikatif
direncanakan untuk menimbulkan atau menyebabkan pelangaran. Mengancam atau
memaki sesorang dengan cara sopan merupakan sesuatu yang kontrakdiksi: satu-
satunya cara untuk dapat mengerti hal itu dengan baik adalah dengan mengangap
bahwa ‘pembicara’ berubuat demikian secara ironis atau mengejek.
Pembagian di atas didasarkan pada fungsi. Sesorang pakar kawakan dalam
bidang ini, J..R. Searle (1979), mengkalsifikasikan tindak ilokusi berdasarkan
berbagai kriteria.
1. Asertif: Melibatkan pembicara pada kebenaran proposisi yang diekspresikan,
misalnya: menyatakan, memberitahukan, menyarankan, membanggakan, mengeluh,
menuntut, melaporkan ilokusi-ilokusi yang seperti ini cenderung bersifat netral dari
segi kesopansantunan, dengan demikian dapat dimaksukkan kedalam kategori
kolaboratif, namun ada beberapa kekecualian, misalnya membanggakan,
menyombongkan yang pada umumnya dianggap tidak sopan secara semantis, asertif
bersifat proposisional.
2. Direktif:. Dimaksudkan untuk menimbulkan beberapa efek melalui tindakan sang
penyimak, misalnya: memesan, memerintah-kan, memohon, meminta, menyarankan,
menganjurkan, menasihatkan. Semua ini seringkali termaksud kedalam kategori
kompentitif, dan terdiri atas suatu kategori ilokusi-ilokusi di mana kesopansantunan
yang negatif menjadi penting. Sebaliknya, beberapa direkrif (seperti undangan) pada
hakikatnya dianggap sopan. Perlu dicatat bahwa untuk menghilangkan kebingungan
dalam pemakaian istilah direktif dalam hubungan dengan "direct and indirect
illocutions", Leech mengajurkan pemakaian istilah impositif bagi ilokusi-ilokusi
kompetitif dalam kelas ini.
3. 3.komisif:. Melibatkan pembicaraan pada beberapa tindakan yang akan datang,
misalnya: menjanjikan bersumpah, menawarkan, memanjatkan (doa), semua ini
cenderung lebih bersifat konvivial dari pada kompetitif, dilaksanakan justru lebih
memenuhi minat seseorang dari pada sang pembicara.
4. Ekspresif:. Mempunyai fungsi untuk mengekpresikan, mengungkapkan atau
memberitahukan sikap psikologis sang pembicara menuju suatu pernyataan keadaan
yang diperkirakan oleh ilokusi, misalnya: mengucapkan terimakasih, mengucapkan
selamat, memaafkan, mengampuni, menyalahkan, memuji, menyatakan
belasungkawa, dan sebagainya. Seperti juga halnya komisif, maka semua ini juga
cenderung menjadi konvivial, dan oleh sebab itu pada hakikatnya dianggap sopan.
Akan tetapi sebaliknya juga dapat dibenarkan, misalnya ekspresif-ekspresif seperti
"menyalahkan" dan "menuduh".
5. Deklaratif:. Adalah ilokusi yang "bila perfirmanisnya berhasil akan menyebabkan
korespondensi yang baik antara isi proposisional dengan realitas. Contoh:
menyerahkan diri, memecat, membebaskan, membabtis, memberi nama, menamai,
mengucilkan, mengangkat, menunjuk, menentukan, menjatuhkan hukum, memvonis,
dan sebagainya. Semua yang tersebut disini merupakan kategori tindak ujar yang
khas; semua itu dilakukan oleh seseorang yang mempunyai wewenang khusus dalam
lembaga tertentu. Contoh klasik adalah hakim yang menjatuhkan hukuman, pendeta
yang membaptis anak-anak, orang terkemuka yang menamai kapal, dan sebagainya.
Apabila ditinjau dari segi kelembagaan dan bukan hanya dari segi tidak ujar maka
tindakan-tindakan tersebut dikatakan hampir tidak melibatkan kesopansantunan.
Sebagai contoh, walaupun tindakan menjatuhkan hukuman pada seseorang terdakwa
tidak selalu menyenangkan, namun sang hakim mempunyai wewenang penuh untuk
melakukannya. Oleh karena itu,hampir tidak dapat dikatakan menjatuhkan hukuman
kepada seseorang itu "tidak sopan".(Leech, 1983:106)
Demikian telah kita kemukakan dua cara atau dua pandangan untuk menfklafikasikan tindak
ilokusi. Walaupun sudut pandang berbeda, jelas, terlihat persamaan antara keduanya; paling
sedikit dapat dilihat adanya keterkaitan atau kesesuaian antara lain:

A) antara asertif dan kolaboratif;

B) antara direktif (impositif) dan kompetitif;

C) antara komisif dan konvivial (kompetitif)

D) antara ekspresif dan konvivial.

Anda mungkin juga menyukai