Martogi Sitohang
Rahmat Romanudin
Sheila Hermsen
Program Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2021
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pancasila Sebagai
Sistem Etika ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas Ibu Stevany Afrizal pada Mata Kuliah Pendidikan
Pancasila.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Stevany Afrizal, selaku dosen pendidikan
pancasila yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI
A. KESIMPULAN ......................................................................................................... 11
B. REFLEKSI ................................................................................................................ 11
C. SARAN ..................................................................................................................... 11
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa karena atas Karunia dan
penyertaannya, makalah yang berjudul “Pancasila Sebagai Sistem Etika” Ini dapat terselesaikan
meskipun masih terdapat kekurangan di dalamnya. Sebagai bangsa Indonesia, kita tentu
mengetahui dasar Negara kita yang terkenal akan kesakralannya, yang terkenal dengan
semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Di mana simbolnya merupakan lambang keagungan bangsa
Indonesia yang terpancar Dalam bentuk Burung Garuda. Simbol di dadanya merupakan
pengamalan hidup yang Menjadikan Indonesia benar-benar khas ideologi dari bangsa Indonesia.
Itulah Lambang Negara kita, pengamalan sekaligus ideologi kita, Pancasila.
Di dalam Pancasila terkandung banyak nilai di mana dari keseluruhan nilai Tersebut
terkandung di dalam lima garis besar dalam kehidupan berbangsa Negara. Perjuangan dalam
memperebutkan kemerdekaan tak juga lepa dari nilai Pancasila. Sejak zaman penjajahan hingga
sekarang.
Indonesia hidup di dalam berbagai macam keragaman, baik itu suku, bangsa. Budaya dan
agama. Dari ke semuanya itu Indonesia berdiri dalam suatu keutuhan. Menjadi kesatuan dan
kesatuan di bawah naungan Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Tidak jauh dari hal
tersebut , Pancasila membuat Indonesia tetap teguh dan Bersatu di dalam keberagaman budaya.
Dan menjadikan Pancasila sebagai dasar Kebudayaan yang menyatukan budaya satu dengan
yang lain. Karena ikatan yang satu Itulah, Pancasila menjadi inspirasi berbagai macam
kebudayaan yang ada di Indonesia.
3
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun permasalahan yang ditanyakan dalam makalah ini :
1. Apa itu nilai, norma, dan moral?
2. Apa hubungannya nilai, norma dan moral?
3. Hierarki nilai itu apa?
4. Etika politik dan nilai dalam Pancasila itu seperti apa?
5. Apa itu dimensi politik manusia?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan di buatnya makalah ini untuk :
1. Mengetahui makna dari nilai, norma, dan moral.
2. Mengerti tentang hierarki nilai dan etika berpolitik dalam Pancasila.
3. Memahami dimensi politik manusia.
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat di buatnya makalah ini untuk :
1. Untuk mengetahui pengertian dari nilai, norma, dan moral
2. Bisa mengetahui bagaimana penerapan etika berpolitik dalam Pancasila
3. Menjadi lebih mengenal etika, nilai, norma, dan moral yang terkandung dalam
Pancasila
4. Meningkatkan integritas tersendiri terhadap bangsa kita dengan menjaga
keistimewaan Pancasila itu sendiri
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN NILAI, NORMA, DAN MORAL
1.3. Nilai berperan sebagai pedoman menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia
berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan.
1.4. Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral, religi, dan
sosial. Norma terdiri dari norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan
norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi. Norma-norma
yang terdapat dalam masyarakat antara lain :
Norma agama adalah ketentuan hidup masyarakat yang ber- sumber pada agama.
Norma kesusilaan adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hati nurani, moral atau
filsafat hidup.
Norma hukum adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan bersumber pada UU
suatu Negara tertentu.
Norma sosial adalah ketentuan hidup yang berlaku dalam hubungan antara manusia
dalam masyarakat.
5
1.5. Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, kelakuan. Moral
adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan
manusial. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang
benar, baik terpuji dan mulia.
2. HIERARKHI NILAI
Adalah serangkaian nilai yang lebih tinggi dan lebih rendah di mana tatanan moral dan
ideologis kehidupan didirikan. Urutan nilai-nilai ini sangat diperdebatkan dan sulit untuk
ditentukan, karena untuk mencapai suatu kesimpulan prosesnya bersifat subyektif karena akan
tergantung pada perspektif pribadi, kelompok, pendidikan, budaya dan sosial.
Hirarki adalah struktur yang terorganisir di mana skala kepentingan atau sistem relevansi yang
lebih besar atau lebih kecil didirikan dalam lingkungan yang sama.Nilai adalah sesuatu yang
memiliki derajat kategori tersendiri, yang memengaruhi manusia yang memberi makna dan
dapat digunakan untuk memutuskan atau membenarkan.Nilai tersebut terkait erat dengan
prinsip dan perasaan yang dimiliki seseorang saat bertindak
Menurut Scheler, fenomenologi merupakan suatu sikap bukan suatu metode (prosedur) khusus
yang diikuti dalam pemikiran. Dalam sikap kita langsung berhubungan dengan realitas melalui
intuisi. Hubungan tersebut oleh Max Scheler disebut dengan pengalaman fenomenologi.
Sehubungan dengan itu, pengalaman fenomenologi memiliki jenis-jenis fakta yang digunakan,
yakni fakta natural, fakta ilmiah, dan fakta fenomenologi. Fakta natural berkaitan dengan
pengalaman inderawi dan berhubungan dengan benda-benda konkrit. Fakta ilmiah mulai
terlepas dari pengalaman inderawi dan benda konkrit dan mulai semakin abstrak. Fakta ilmiah
ini bisa jadi sebagai formula simbol yang bisa dimanupulasi dan diperhitungkan.
Sedangkan fakta fenomenologi sebagai ‘isi intuitif’ atau hakikat yang diberikan dalam
pengalaman secara langsung, tidak bergantung dari berada tidaknya dalam realitas di luar. Bagi
Max Scheler, fakta-fakta lain berhubungan dengan fakta fenomenologi.
6
pengalaman ketika subjek menghadapi suatu permasalahan. Nilai kesakitan ini hadir di
dalam diri subjek ketika melihat anaknya mati dibunuh.
Nilai Kejiwaan
Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan,yang sama sekali tidak tergantung dari
keaadan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini ialah keindahan,
kebenaran, dan pengetahuan murni yang di capai dalam filsafat.
Menurut Notonegoro, nilai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu nilai material, nilai vital, dan
nilai kerohanian.
Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau
kebutuhan ragawi manusia.
Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas.
Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Hubungan nilai, norma dan moral langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan yang
cukup erat, karena masing-masing akan menentukan etika bangsa ini. Hubungan antarnya dapat
diringkas sebagai berikut:
Nilai kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (lahir dan batin).
Nilai bersifat abstrak hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dihayati oleh
manusia.
Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita, keinginan, dan segala sesuatu pertimbangan
batiniah manusia
Nilai dapat juga bersifat subyektif bila diberikan olehs ubyek, dan bersifat obyektif bila
melekat pada sesuatu yang terlepasd arti penilaian manusia
Norma wujud konkrit dari nilai, yang menuntun sikap dan tingkah laku manusia.Norma
hukum merupakan norma yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan oleh suatu
kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atau penegak hukum. Nilai dan norma senantiasa
berkaitan dengan moral dan etika. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang
akan tercermin pada sikap dan -tingkah lakunya.
Norma menjadi penuntun sikap dan tingkah laku manusia. Moral dan etika sangat erat
hubungannya. Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya
tetapterpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak di
garis bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki pondasi yang
kuat tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku
manusia bila dikonkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan
manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral
maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia.
Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu,
hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya.
Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang
memberikan ajaran moral.
4. ETIKA POLITIK
Etika politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia, maka
etika politik berarti suatu standar nilai yang disarikan dari nilai-nilai kemanusiaan untuk
dijadikan sebagai kerangka acuan teoritik dalam mempersoalkan dan menjelaskan legitimasi
politik serta budaya politik masyarakat. Dengan demikian etika politik mempertanyakan
tanggungjawab dan kewajiban manusia sebagai manuisa, dan bukan hanya sebagai warga
terhadap negara, hukum yang berlaku dan sebagainya. Seperti yang kita pahami, persoalan
terkait etika berhubungan dengan masalah nilai. Adapun postulat mengenai nilai Ilmu Filsafat
Pancasila ialah hakikat manusia Pancasila. Oleh sebab itulah rumus dari keseluruhan rangkaian
kesatuan sila dalam Pancasila yang bersinggungan dengan etika Politik Pancasila diawali dari
sila kedua; Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
8
Untuk menguraikan rumus tersebut ke dalam penjelasan yang lebih terang, maka pemahaman
akan etika politik Pancasila mesti disesuaikan dengan kebutuhannya. Dengan kata lain, setiap
sila dalam Pancasila harus diuraikan dengan pengertian-pengertian yang umum ke dalam
pengertian yang khusus. Beriringan dengan hal tersebut, yang harus diingat adalah setiap
pemahaman mengenai sila-sila dalam Pancasila dikualifikasi oleh keempat sila yang lain.
9
Permasalahan inti politik tentu saja tidak terbatas pada masalah kekuasaan. Namun, politik ialah
tentang seperangkat keyakinan dalam kehidupan bermasyarakat, juga berbangsa dan bernegara
yang diperjuangkan oleh orang-orang yang meyakininya. Demikian adalah pengertian “politik”
secara ilmiah. Adapun pengertian “politik” secara non-ilmiah yaitu yang memiliki prinsip
perjuangan demi memenangkan kekuasaan. Bahkan cenderung mengabaikan nilai kemanusiaan,
sehingga menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Berbagai paham antropologi filsafat memandang hakikat sifat kodrat manusia, dari kacamata
yang berbeda-beda. Paham individualis yang merupakan bakal paham liberalisme, memandang
manusia sebagai makhluk individu yang bebas, konsekuansinya dalam setiap kehidupan
masyarakat, bangsa, maupun Negara dasar merupakan dasar politik Negara.
Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan
dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu. Sebaliknya kalangan
kolektivitisme yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat
manusia sebagai manusia sosial. Individu menurut paham kolektivitisme dipandang sebagai
sarana masyarakat. Oleh karena itu, konsekuansinya adalah segala aspek dalam realitas
kehidupan masyarakat, bangsa, dan, Negara paham kolektivitas mendasarkan kepada sifat
kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Segala hak dan kewajiban, baik moral maupun hukum,
dalam hubungan masyarakat, bangsa dan Negara diukur berdasarkan filsofi manusia sebagai
makhluk sosial.
Dalam kerangka dimensi-dimensi kesosialan manusia itu dimensi politis mencakup lingkaran
kelembagaan hukum dan negara dan sistem-sistem nilai dan ideologi-ideologi yang
memberikan legistimasi kepadanya.
Dimensi politis manusia adalah dimensi masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi yang menjadi ciri
khas suatu pendekatan yang disebut politis adalah bahwa pendekatan itu terjadi dalam kerangka
acuan yang berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan. Sebuah keputusan bersifat politis
apabila diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai keseluruhan.
Dimensi politis ini sendiri mempunyai dua segi fundamental yang saling melengkapkan, sesuai
dengan dua kemampuan fundamental manusia. Manusia adalah makhluk yang tahu dan mau,
yang disatu pihak memerlukan orientasi, dilain pihak berdasarkan orientasi itu mengambil
tindakan. Dua kemampuan fundamental manusia adalah pengertian dan kehendak untuk
bertindak. Struktur ganda itu, tahu dan mau, dapat kita amati dalam semua bidang kehidupan
manusia.
10
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Simpulan dari hasil pembelajaran penulis selama penyusunan karya ilmiah ini, penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
Pendukung dari Pancasila sebagai sistem etika adalah Pancasila memegang peranan dalam
perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan dimana saja kita
berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti yang tercantum di sila
ke dua pada Pancasila, yaitu “Kemanusian yang adil dan beradab” sehingga tidak dapat
dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar.
Dengan menjiwai butir-butir Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik yang
berlaku dalam masyarakat maupun bangsa dan negara.
REFLEKSI
Melalui penerapan aturan dan hukuman, pengungkapan kasus kenakalan remaja, mengetahui
penyebab remaja melakukan tindakan kenakalan remaja dan adanya pendidikan pancasila
diharapkan dapat meminimalisir dan menangkal kasus kenakalan remaja. Selain itu pendidikan
pancasila diharapkan mampu menghadirkan karakter generasi muda yang tidak hanya cerdas
namun juga berkarakter, dan peduli terhadap kemajuan Indonesia.
SARAN
Indonesia sebagai masyarakat yang warganya menganut ideologi pancasila sudah seharusnya
menjadikan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai dasar dan pijakan serta nilai-
nilai Pancasila senantiasa harus diamalkan dalam setiap kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Agar tercipta persatuan dan kesatuan antar warga Indonesia. Etika, norma, nilai
dan moral harus senantiasa diterapkan dalam bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-
hari, sehingga terwujud perilaku yang sesuai dengan adat, budaya dan karakter bangsa
Indonesia.
11
DAFTAR PUSTAKA
http://martilahpuvi.blogspot.com/2016/03/pengertian-etika-norma-nilai-dan-moral.html?m=1
Senin, 6 September 2021, pukul 14.45 WIB
https://www.qureta.com/post/position-of-forgiveness-value
Senin, 6 September 2021, pukul 14.55 WIB
https://apa-itu.net/tanya/jelaskan-klasifikasi-nilai-sosial-menurut-walter-g-everett/
Senin, 6 September 2021, pukul 14.55 WIB
https://www.abimuda.com/macam-macam-nilai-sosial-menurut-prof-dr-notonegoro-walter/
Senin, 6 September 2021, pukul 15.00 WIB
https://duniapendidikan.co.id/etika-politik/
Senin, 6 September 2021, pukul 15.05 WIB
http://ratusyifab.blogspot.com/2017/12/dimensi-politik-manusia.html?m=1
Senin, 6 September 2021, pukul 15.15
12