Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TAKSOKOLOGI DALAM BAHAN PANGAN /MAKAN DAN

SUMBERNYA

Disusun Oleh :
Disusun Oleh :
Kelompok 8
Nama kelompok :
1. Annisa Kesumawati (06101381924034)
2. Farah Attiyah Nurrahmah (06101381924047)
3. Rakhel Dwi Melinda (06101181924013)
4. Wicke Fatry Aldila (06101381924054)

Dosen Pengampuh :
1. Drs. A. Rachman Ibrahim, M.Sc. Ed
2. Dr.Diah Kartika Sari, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
karena telah memberikan kesempatan kepada kami sebagai penulis untuk menyelesaikan
makalah yang berjudul “Taksokologi dalam bahan pangan/makan dan sumbernya”.

Dalam menulis makalah ini, Alhamdulillah kami selaku penulis tidak mendapat
kendala apapun terkait makalah ini, sehingga penyelesaiannya dapat dikerjakan dengan baik
dan tepat waktu. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu mata
kuliah ini, karena telah membimbing kami dalam menyelesaikan tugas ini dan semua orang
yang terlibat yang telah memberikan dorongan dan motivasi sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik.

Kami juga menyampaikan kepada para pembaca, jika dalam penulisan makalah ini
terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan, untuk itu kami dengan senang hati
menerima kritik, masukan dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga apa yang di harapkan kami dapat dicapai dengan
sempurna.

Indralaya, 31 Januari 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I.........................................................................................................................................4

A.Latar Belakang...................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah…………………………………...……………………...……………5

C. Tujuan……………………………………………………………………..……………..5

BAB II........................................................................................................................................6

A. Pengertian dan karakteristik toksik ………………………….……….……….……........6

B. Bahan tambahan makanan (BTM)…...................................................…………………..7

C. Pengertian pemanis sintetis....................………................................……………………9

D. Jenis - jenis pemanis sintetis............................................................................................10

E. Dampak Pengawet Sintesis terhadap Tubuh....................................................................11

F. Efek Senyawa Toksic Terhadap Lingkungan Bilogis......................................................12

G. Tindakan Preventif Terhadap Efek Toksic......................................................................14

BAB III……………………………………………………………………………………….16

kesimpulan ……………………………………………………………………………...…17

saran………………………………………………………………………………………..17

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………18

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Jalan masuk ke dalam tubuh suatu bahan polutan yang toksik, umumnya melalui
saluran penceraan makanan, saluran pernapasan, kulit dan jalur lain. Jalur lain tersebut
diantaranya adalah intra muskuler, intra dermal, dan sub kutan. Jalan masuk yang berbeda ini
akan mempengaruhi toksisitas bahan polutan. Bahan paparan yang berasal dari industri
biasanya masuk ke dalam tubuh melalui kulit dan terhirup, sedangkan kejadian keracunan
biasanya melalui proses tertelan.

Dengan berkembangnya tehnologi sekarang yang semakin canggih, maka semakin


banyak pula bahan makanan yang diganti dengan yang lebih baik atau dengan penggunaan
sedikit bahan tersebut sudah dapat menyamai dengan rasa dari apabila menggunakan bahan
makanan yang asli.
Zat additive adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan kedalam bahan makanan
dengan maksud dan tujuan tertentu.Biasanya zat additive ditambahkan pada makanan pada
saat pengolahan bahan makanan tersebut. Jenis zat aditif dapat dibagi menjadi 2 yaitu
berdasarkan sumber dan fungsinya.
Di kehidupan sehari-hari kita biasanya menggunakan gula sebagai bahan pemanis
dalam makanan ataupun minuman. Kebanyakan orang baik anak-anak, remaja maupun orang
dewasa lebih menyukai makanan atau minuman yang manis-manis daripada yang tidak ada
rasanya (tawar). Tapi kini seiring berkembangnya industri makanan dan minuman,  dan
semakin banyaknya kebutuhan akan bahan pemanis, maka muncul lah banyak inovasi-inovasi
baru tentang bahan pemanis buatan. Diciptakannya bahan pemanis buatan sangat membantu
dalam industri makanan dan minuman untuk memenuhi kebutuhannya akan bahan pemanis.
Selain kadar manisnya lebih tinggi dari gula, pemanis buatan juga dapat bertahan lebih lama.
Banyak pabrik makanan atau minuman yang lebih memilih menggunakan bahan
pemanis buatan daripada pemanis alami (gula). Dan tak sedikit oknum-oknum yang
memanfaatkan adanya bahan pemanis buatan ini, mereka berbuat curang hanya untuk
mendapatkan keuntungan yang besar. Mereka menggunakan bahan pemanis buatan secara
berlebihan, diatas batas rata-rata yang diperbolehkan oleh pemerintah. Mereka beralasan
lebih hemat menggunakan pemanis buatan daripada gula, karena harga gula lebih mahal jika

4
dibandingkan dengan harga bahan pemanis buatan. Penggunaan bahan pemanis buatan secara
berlebihan dapat menimbulkan banyak kerugian pada orang yang mengkonsumsinya, namun
para oknum tersebut tak peduli dengan akibat yang akan ditimbulkan.
Aspartam merupakan zat aditif yang dari sumbernya berasal dari buatan. Zat aditif
buatan adalah senyawa hasil sintetis laboratorium yang merupakan bahan tambahan makanan
yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan. Pemanis buatan hampir atau sama sekali
tidak mempunyai kandungan nilai gizi didalamnya.sebagaimana pemanis alami, pemanis
buatan juga dapat larut didalam air.
A. Rumusan Masalah
1 Apa yang dimaksud dengan Bahan Tambahan Makanan (BTM)?
2 Apa yang dimaksud dengan Aspartam?
3 Bagaimana penggunaan Aspartam?
4 Apa saja resiko kesehatan dari penggunaan Aspartam?
5 Berapa regulasi Aspartam?

B. Tujuan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan Bahan Tambahan Makanan(BTM)
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Aspartam
3. Mengetahui cara pennggunaan Aspartam
4. Mengetahui resiko kesehatan dari penggunaan Aspartam
5. Mengetahui batasan penggunaan Asparta

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK TOKSIK


a. Pengertian Taksologi

Toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek


berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk hidup dan sistem
biologi lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan
efek tersebut sehubungan dengan terpejannya (exposed) makhluk tadi. Apabila zat kimia
dikatakan berracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang berpotensial
memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu organisme. Sifat
toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor “tempat
kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap
organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Sehingga apabila menggunakan istilah toksik
atau toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek
berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam
kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada
suatu organisme (Wirasuta, 2006).

Toksikologi bahan pangan merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh buruk


makanan bagi manusia. Makanan dapat dipandang sebagai campuran berbagai senyawa
kimia. Campuran tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat macam yaitu, nutrisi,
toksinalami, kontaminan dan bahan aditif. Kandungan nutrisi pada makanan mencapai 99.9
% terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, kesemua bahan kimia dalam
makanan dapat berpotensi meracuni tubuh. Melalui proses pencarian yang lambat dan cara
trial and error manusia berusaha untuk menghilangkan efek negative dari makanan

Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan
dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya
mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup
untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang
berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah
jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.

Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi dalam


empat kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia pemaparan akut
biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja, dan pemaparan kronik dialami oleh
para pekerja terutama di lingkungan industri-industri kimia.

Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua
atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu respons
yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik pemaparan
membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi yang dikenal
dengan hubungan dosis-respons.

b. Karakteristik Toksik

6
Efek merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia yang
mengalami biotransformasi dan dosis serta suasananya cocok untuk menimbulkan keadaan
toksik. Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik dan
kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin mengklasifikasi
toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan
serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya. Faktor utama yang berkaitan dengan
toksisitas dan situasi paparan adalah cara atau jalan masuknya serta durasi dan frekuensi
paparan.

Jalan masuk ke dalam tubuh suatu bahan polutan yang toksik, umumnya melalui
saluran penceraan makanan, saluran pernapasan, kulit dan jalur lain. Jalur lain tersebut
diantaranya adalah intra muskuler, intra dermal, dan sub kutan. Jalan masuk yang berbeda ini
akan mempengaruhi toksisitas bahan polutan. Bahan paparan yang berasal dari industri
biasanya masuk ke dalam tubuh melalui kulit dan terhirup, sedangkan kejadian keracunan
biasanya melalui proses tertelan.

Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia adalah melalui
saluran pencernaan atau gastro intestinal (menelan/ingesti, paru-paru (inhalasi), kulit
(topikal), dan jalur perenteral lainnya (selain saluran usus/intestinal). Bahan toksik umumnya
menyebabkan respon yang paling cepat bila diberikan melalui jalur intravena.

2.2 BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM)

Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa (atau
campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat
dalam proses pengolahan, pengemasan dan/atau penyimpanan, dan bukan merupakan bahan
(ingredient) utama.

Penggunaan bahan aditif makanan dimaksudkan untuk pengawet, membentuk tekstur


dan cita rasa, penambah nilai gizi, pewarna, dan lain sebagainya. Banyaknya variasi produk
semakin meningkatkan penggunaan zat aditif. Sayangnya penggunaan bahan aditif pada
makanan belum tentu aman. Bahan aditif terkadang belum cukup informasi toksikologisnya
sehingga efek penggunaan jangka panjang terhadap kesehatan belum diketahui. Perhatian
terutama dari penggunaan bahan aditif adalah pada perannya sebagai pemicu kanker dan
gangguan neurologis yang terjadi (Klaasen, 2008).

Makanan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh setiap manusia
namun karena semakin mahalnya kebutuhan pokok menyebabkan orang-orang seringkali
memanfaatkan zat-zat aditif untuk membuat makanan lebih menarik, awet dan lebih lezat. Zat
aditif adalah zat-zat yang ditambahkan pada makanan selama proses produksi, pengemasan
atau penyimpanan untuk maksud tertentu. Penambahan zat aditif dalam makanan berdasarkan
pertimbangan agar mutu dan kestabilan makanan tetap terjaga dan untuk mempertahankan
nilai gizi yang mungkin rusak atau hilang selama proses pengolahan (Klaasen, 2008).

Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan yang
selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif alami tidak menimbulkan efek
samping yang membahayakan kesehatan manusia. Akan tetapi, jumlah penduduk bumi yang
makin bertambah menuntut jumlah makanan yang lebih besar sehingga zat aditif alami tidak
mencukupi lagi. Oleh karena itu, industri makanan memproduksi makanan yang memakai zat

7
aditif buatan (sintesis). Bahan baku pembuatannya adalah dari zat-zat kimia yang kemudian
direaksikan yang dapat menebabkan beberapa efek yang berbahaya bagi kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 235/MENKES/PER/VI/1979 tanggal 19 Juni
1979 mengelompokkan BTM berdasarkan fungsinya, yaitu:

1. Antioksidan dan antioksidan sinergis


2. Anti kempal
3. Pengasaman, penetral, dan pendapar
4. Enzim
5. Pemanis buatan
6. Pemutih dan pematang
7. Penambah gizi
8. Pengawet
9. Pengemulsi, pemantap, dan pengental
10. Pengeras
11. Pewarna alami dan sintetik
12. Penyedap rasa dan aroma
13. Sekuestran
14. Bahan tambahan lain2

Penambahan bahan Tambahan Makanan (BTM) secara umum bertujuan untuk:

1. Meningkatkan nilai gizi makanan


Penambahan  vitamin, mineral kedalam makanan dikarenakan makanan
kehilangan nilai gizi saat dimasak.

2. Memperbaiki nilai sensori makanan


Pada proses pengolahan makanan maka nilai sensori dari bahan makanan akan
berkurang. Oleh karena itu diberi Bahan Tambahan Makanan agar nilai sensori
makanan menjadi lebih baik dan menyerupai dengan rasa bahan makanan.

3. Memperbaiki umur simpan (self life) makanan  tersebut


Pengolahan pangan belakangan ini mempunyai kecenderungan untuk
memproduksi makanan yang panjang umur simpannya (awet) dan mudah disajikan
(convenient). Hal tersebut didorong oleh faktor-faktor seperti sifat bahan pangan segar
yang umumnya mudah rusak (perishable) dan musiman, serta gaya hidup yang
menginginkan segala sesuatunya serba mudah dan cepat. Untuk mendapatkan
makanan yang demikian, salah satu usaha yang digunakan adalah dengan
menambahkan bahan pengawet, baik untuk mencegah tumbuhnya mikroba maupun
untuk mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia yang tidak dikehendaki selama
pengolahan dan penyimpanan.

4. Memperbaiki tekstur makanan


Makanan apabila dimasak akan dapat merusak tekstur dari makanan tersebut.
Bahan makanan akan dapat menjadi lembek saat dimasak sehingga mengurangi
keindahan dan rasa dari makanan tersebut.
Tekstur makanan dapat diperbaiki dengan penambahan mineral, pengemulsi,
pengental dan/atau penstabil seperti monogliserida, hidrokoloid, dan lain-lain.

5. Memperbaiki warna bahan makanan

8
Bahan makanan yang diolah akan menyebabkan bahan makanan tersebut
berubah warna. Sering kali perubahan warna manjadi warna yang tidak menarik
sehingga mengurangi nilai sensori makanan. Untuk itu diberi Bahan Tambahan
Makanan agar warna makanan menjadi menarik sehingga akan menarik selera makan
konsumen.
6. Memperbaiki bau makanan
Pembentukan bau yang menyimpang (off flavor) pada produk-produk
berlemak dapat dicegah dengan penambahan antioksidan.
Pemakaian Bahan Tambahan Makanan umumnya diatur oleh lembaga-
lembaga seperti Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM) di
Indonesia dan Food andDrug Administration (FDA) di USA. Dalam peraturan
tersebut dinyatakan bahwa penggunaan BTM dibenarkan apabila :

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaannya dalam


pengolahan
2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak
memenuhi persyaratan
3. Tidak untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi
yang baikuntuk makanan
4. Tidak digunakan untuk menyembunnyikan kerusakan pangan.

2.3 PENGERTIAN PEMANIS SINTETIS

Pemanis sintetis adalah zat tambahan dalam makanan yang dapat menimbulkan rasa
manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan rasa manis yang tidak atau hampir
tidak mempunyai nilai gizi, sedangkan kalori yang dihasilkan jauh lebih rendah dari gula.

Pemanis sintetis tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia sehingga tidak berfungsi
sebagai sumber energi. Pemanis buatan memiliki tingkat kemanisan yang lebih tinggi
dibandingkan pemanis alami.

Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai pemanis harus berasa manis dan
memenuhi beberapa kriteria tertentu, antara lain :

 Secara fisik (bentuk), pemanis sintetik tidak berwarna, tidak berbau, dan memiliki
rasa manis yang sama dengan gula, namun rasa manisnya tidak tahan lama.
 Secara kimia, pemanis sintetik harus dapat larut dalam air dan mudah dipadukan
dengan berbagai senyawa kimia. Jika diolah dalam teknologi tinggi, pemanis
sintetik/buatan akan tahan dengan suhu tinggi (pemanasan, penggorengan, perebusan,
pemanggangan), dan suhu rendah (pendinginan, pembekuan). Selain itu, juga tahan
terhadap asam dan cahaya
 Pemanis sintetik harus tidak beracun, dapat dicerna dengan baik oleh tubuh dan dapat
dikeluarkan dengan baik oleh tubuh secara utuh sehingga tidak menimbulkan efek
samping serta tidak berpengaruh terhadap metabolisme, gula darah, dan organ tubuh
manusia.
 Larut dan stabil dalam kisaran pH yang luas.
 Stabil pada kisaran suhu yang luas.
 Tidak mempunyai side atau after-taste. 
 Murah, setidak-tidaknya tidak melebihi harga gula (Widodo, 2008).

9
2.4 JENIS-JENIS PEMANIS SINTETIK

Penetapan jenis pemanis yang diijinkan dan batas ADI di Indonesia lebih mengacu
peraturan yang dikeluarkan oleh US Food and Drug Administration (FDA) atau Codex
Alimentarius Commission (CAC). Pertimbangannya adalah bahwa kategori pangan sistem
CAC telah dikenal dan digunakan sebagai acuan oleh banyak negara dalam komunikasi
perdagangannya. Banyak aspek yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan jenis
pemanis buatan yang diijinkan untuk digunakan dalam produk makanan, antara lain nilai
kalori, tingkat kemanisan, sifat toksik, pengaruhnya terhadap metabolisme, gula darah, dan
organ tubuh manusia. Beberapa contoh pemanis sintetis:

1. Sakarin.
Sakarin sebagai pemanis buatan biasanya dalam bentuk garam berupa kalsium,
kalium, dan natrium sakarin dengan rumus kimia C14H8CaN2O6S2.3H2O,
C7H4KNO3S.2H2O dan C7H4NaNO3S.2H2O. Sakarin, yang merupakan pemanis
tertua, termasuk pemanis yang sangat penting perannya dan biasanya dijual dalam
bentuk garam Na atau Ca.

2. Siklamat
Siklamat atau cyclohexylsulfamic acid(C6H13NO3S) merupakan pemanis non-
nutritif lainnya yang tidak kalah populer. Tingkat kemanisan siklamat adalah 30 kali
lebih manis daripada gula dan siklamat tidak memberikan after-taste seperti halnya
sakarin. Meskipun demikian, rasa manis yang dihasilkan oleh siklamat tidak terlalu
baik (smooth) jika dibandingkan dengan sakarin. Siklamat diperjual belikan dalam
bentuk garam Na atau Ca-nya.

3. Aspartam.
Aspartam atau Aspartil fenilalanin metil ester (APM) dengan rumus kimia
C14H18N2O5 atau 3-amino-N (α-carbomethoxy-phenethyl) succinamic acid, N-L-α-
aspartyl-Lphenylalanine-1-methyl ester merupakan senyawa yang tidak berbau,
berbentuk tepung kristal berwarna putih, sedikit larut dalam air, dan berasa manis,
pemanis baru yang penggunaannya diijinkan pad tahun 1980-an untuk produk-produk
minuman ringan dan campuran kering (dry mixtures).

4. Acesulfame-K.
Acesulfame-K dengan rumus kimia (C4H4KNO4S) atau garam kalium dari 6-
methyl-1,2,3-oxathiazin-4(3H)-one-2,2dioxide atau garam Kalium dari 3,4-dihydro-6-
methyl-1,2,3-oxathiazin-4-one-2,2 di- oxidemerupakan senyawa yang tidak berbau,
berbentuk tepung kristal berwarna putih, mudah larut dalam air dan berasa manis
dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 200 kali tingkat kemanisan sukrosa tetapi
tidak berkalori

5. Alitam.
Alitam dengan rumus kimia C14H25N3O4S2,5H2O atau L-α-Aspartil-N-
[2,2,4,4-tetrametil-3-trietanil]-D-alanin amida, hidrat, merupakansenyawa yang
disintesis dari asam amino L asamaspartat, D-alanin, dan senyawaamida yang
disintesis dari 2,2,4,4-tetrametiltienanilamin.

10
2.5 Dampak Pengawet Sintesis terhadap Tubuh
Beberapa zat pengawet di bawah ini merupakan zat pengawet yang diizinkan oleh
BPOM tetapi bila digunakan secara berlebihan bisa mempengaruhi kesehatan tubuh manusia.
Diantara bahan pengawet tersebut adalah :

1. Kalsium Benzoat
Bahan pengawet ini diidentifikasikan bisa menyebabkan dampak negatif pada
penderita asma karena bahan pengawet ini bisa mempengaruhi mekanisme pernafasan
paru-paru sehingga kerja paru-paru tidak normal. Dan kalsium benzoat juga bisa
berdampak negatif bagi orang yang peka terhadap aspirin (obat sakit kepala).

2. Sulfur Dioksida
Bahan pengawet ini beresiko menyebabkan perlukaan lambung karena
konsentrasi sulfur yang tinggi di dalam lambung merusak dinding-dinding lambung
yang banyak mengandung jaringan epitel selindris selapis. Sehingga proses
pencernaan pun terganggu. Sulfur dioksida beresiko mempercepat serangan asma;
mutasi genetik karena bisa mempengaruhi DNA/gen; menyebabkan kanker karena di
dalam tubuh bisa menjadi zat radikal bebas pemicu kanker; dan juga menyebabkan
alergi.

3. Kalium Nitrit
Dampak yang ditimbulkan  oleh Kalium Nitrit adalah : menyebabkan keracunan,
dapat mempengaruhi kemampuan sel darah merah membawa O2 (oksigen) ke
berbagai organ tubuh, menyebabkan kesulitan bernafas karena mempengaruhi kerja
paru-paru di dalam tubuh, sakit kepala karena mempengaruhi sistem saraf di otak,
anemia (penyakit kekurangan darah merah) karena pengawet ini mempercepat
degenerasi (penuaan) sel darah, sehingga konsentrasi darah di dalam tubuh berkurang,
radang ginjal yaitu perlukaan di dalam ginjal yang disebabkan terlalu beratnya tugas
ginjal untuk menyaring (filtrasi) suatu zat tertentu (bisa juga zat pengawet), muntah-
muntah karena lambung menolak zat pengawet yang bersifat racun dengan cara
mengeluarkannya lewat mulut.

4. Kalsium Propionat/Natrium Propionat


Adapun dampak yang akan ditimbulkan dengan mengonsumsi makanan yang
mengandung Kalsium Propionat yaitu: menyebabkan migren (sakit kepala sebelah),
kelelahan, serta kesulitan tidur.

5. Natrium Metasulfat
Bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan alergi pada kulit, seperti gatal-
gatal, bercak-bercak merah  dan sebagainya.

6. Asam Sorbat
Pengawet ini apabila dalam konsentrasi tinggi bisa membuat perlukaan pada
selaput lidah dan lambung karena sifat pengawet ini adalah bersifat asam.Sedangkan
zat pengawet di bawah ini merupakan zat pengawet yang tidak aman untuk
dikonsumsi.

11
Adapun efek negatif dari bahan pengawet itu adalah sebagai berikut:

 Natamysin
Penggunaan Natamysin dapat menyebabkan  mual dan muntah karena zat pengawet
ini bisa mengganggu sistem pencernaan, menyebabkan berkurangnya nafsu makan,
serta  diare dan perlukaan pada selaput kulit.

 Kalium Asetat
Bisa menyebabkan rusaknya fungsi ginjal karena zat pengawet ini tidak mudah
dikeluarkan oleh ginjal.

 Butil Hidro Anisol (BHA)


Mengonsumsi bahan pengawet ini  dapat menyebabkan penyakit hati dan bersifat
karsinogen (pemicu timbulnya kanker).

2.6 Efek Senyawa Toksic Terhadap Lingkungan Bilogis

Efek merugikan/ toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia yang
mengalami biotransformasi dan dosis serta susunannya cocok untuk menimbulkan keadaan
toksik.

Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik dan
kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin mengklasifiksikan
toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan
serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya.

Perbandingan dosis lethal suatu bahan polutan dan perbedaan jalan masuk dari
paparan sangat bermanfaat berkaitan dengan absorbsinya. Suatu bahan polutan dapat
diberikan dalam dosis yang sama tetapi cara masuknya berbeda. Misalnya bahan polutan
pertama melalui intravena, sedangkan bahan lainnya melalui oral, maka dapat diperkirakan
bahwa bahan polutan yang masuk melalui intravena memberi reaksi cepat dan segera.
Sebaliknya bila dosis yang diberikan berbeda maka dapat diperkirakan absorbsinya berbeda
pula, misalnya suatu bahan masuk kulit dengan  dosis  lebih tinggi sedangkan lainnya melalui
mulut dengan dosis yang lebih rendah maka, dapat diperkirakan kulit lebih tahan terhadap
racun sehingga suatu bahan polutan untuk dapat diserap melalui kulit diperlukan dosis tinggi

Efek toksik didalam tubuh tergantung pada :


1. Reaksi alergi
2. Reaksi ideosinkrasi
3. Toksisitas cepat dan lambat
4. Toksisitas setempat dan sistemik

 Reaksi Alergi
Alergi adalah reaksi yang merugikan yang disebabkan oleh bahan kimia atau
toksikan karena peka terhadap bahan tersebut. Kondisi alergi sering disebut sebagai “
hipersensitif “, sedangkan reaksi alergi atau reaksi kepekaannya dapat dipakai untuk

12
menjelaskan paparan bahan polutan yang menghasilkan efek toksik. Reaksi alergi
timbul pada dosis yang rendah sehingga kurve dosis responnya jarang ditemukan.

 Reaksi ideosinkrasi
Merupakan reaksi abnormal secara genetis akibat adanya bahan kimia atau
bahan polutan.

 Toksisitas cepat dan lambat


Toksisitas cepat merupakan manifestasi yang segera timbul setelah pemberian
bahan kimia atau polutan. Sedangkan toksisitas lambat merupakan manifestasi yang
timbul akibat bahan kimia atau toksikan selang beberapa waktu dari waktu timbul
pemberian.

 Toksisitas setempat dan sistemik


Perbedaan efek toksik dapat didasarkan pada lokasi manifestasinya. Efek
setempat didasarkan pada tempat terjadinya yaitu pada lokasi kontak yang pertama
kali antara sistem biologi dan bahan toksikan. Efek sistemik terjadi pada jalan masuk
toksikan kemudian bahan toksikan diserap, dan didistribusi hingga tiba pada beberapa
tempat. Target utama efek toksisitas sistemik adalah sistem syaraf pusat kemudian
sistem sirkulasi dan sistem hematopoitik, organ viseral dan kulit, sedangkan otot dan
tulang merupakan target yang paling belakangan.

Respon toksik tergantung pada :

1. Sifat kimia dan fisik dari bahan tersebut


2. Situasi pemaparan
3. Kerentanan sistem biologis dari subyek

Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas adalah :

 Jalur masuk ke dalam tubuh


Jalur masuk ke dalam tubuh suatu polutan yang toksik, umumnya melalui
saluran pencernaan makanan, saluran pernafasan, kulit, dan jalur lainnya. Jalur lain
tersebut diantaranya daalah intra muskuler, intra dermal, dan sub kutan. Jalan masuk
yang berbeda ini akan mempengaruhi toksisitas bahan polutan. Bahan paparan yang
berasal dari industri biasanya masuk ke dalam tubuh melalui kulit dan terhirup,
sedangkan kejadian “keracunan” biasanya melalui proses tertelan.
 Jangka waktu dan frekuensi paparan
 Akut : pemaparan bahan kimia selama kurang dari 24 jam
 Sub akut : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka
waktu 1 bulan atau kurang
 Subkronik : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka
waktu 3 bulan
 Kronik : pemaparan berulang terhadap bahan kimia untuk jangka waktu lebih
dari 3 bulan

Pada beberapa bahan polutan, efek toksik yang timbul dari paparan pertama sangat
berbeda bila dibandingkan dengan efek toksik yang dihasilkan oleh paparan ulangannya.
Bahan polutan benzena pada peran pertama akan merusak sistem syaraf pusat sedangkan
paparan ulangannya akan dapat menyebabkan leukemia.

13
Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Suatu bahan polutan apabila
diberikan beberapa jam atau beberapa hari dengan dosis penuh akan menghasilkan beberapa
efek. Apabila dosis yang diberikan hanya separohnya maka efek yang terjadi juga akan
menurun setengahnya, terlebih lagi apabila dosis yang diberikan hanya sepersepuluhnya
maka tidak akan menimbulkan efek. Efek toksik yang timbul tidak hanya tergantung pada
frekuensi pemberian dengan dosis berbeda saja tetapi mungkun juga tergantung pada durasi
paparannya. Efek kronis dapat terjadi apabila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologi.
Efek toksik pada kondisi kronis bersifat irreversibel. Hal tersebut terjadi karena sistem
biologi tidak mempunyai cukup waktu untuk pulih akibat paparan terus-menerus dari bahan
toksik.

2.7 Tindakan Preventif Terhadap Efek Toksic


Pada prinsipnya tindakan pencegahan adalah berusaha untuk tidak menyebabkan
terjadinya pencemaran, misalnya antara lain :

 Membuang sampah pada tempatnya. Setiap rumah tangga dapat memisahkan sampah
atau limbah atas dua bagian yakni organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme
(biodegradable) dan anorganik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme
(nonbiodegradable) dalam dua wadah yang berbeda sebelum diangkut ketempat
pembuangan akhir.
 Mengolah sampah organik menjadi kompos. Sistem pengomposan memiliki beberapa
keuntungan, antara lain: Kompos merupakan jenis pupuk yang ekologis dan tidak
merusak lingkungan, Bahan yang dipakai tersedia (tidak perlu dibeli), Masyarakat
dapat membuatnya sendiri (tidak memerlukan peralatan yang mahal), dan Unsur hara
dalam pupuk kompos lebih tahan lama jika dibandingkan dengan pupuk buatan.
 Sampah organik yang mudah rusak dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak
 Untuk bahan-bahan yang dapat didaur ulang, hendaknya dilakukan proses daur ulang,
seperti kaca, plastik, kaleng, dan sebagainya.
 Mengurangi penggunaan bahan-bahan yang tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme (nonbiodegradable). Misalnya mengganti plastik sebagai bahan
kemasan/pembungkus dengan bahan yang ramah lingkungan seperti dengan daun
pisang atau daun jati.
 Melakukan proses pemurnian terhadap limbah industri sebelum dibuang ke sungai
atau ke tempat pembuangan.
 Penggunaan pupuk, pestisida sesuai dengan aturan, misalnya hindari teknik
penyemprotan yang salah, misalnya menyemprot berlawanan dengan arah angin,
Tidak menggunakan obat melebihi takaran, Pilihlah tempat yang cocok untuk
mengubur atau membakar bekas wadah, jangan membuang di tempat sampah, atau
tempat lain yang dapat terjangkau anak-anak, Jangan membuang wadah bekas ke
sumber air atau selokan, Jangan membakar wadah yang bertekanan tinggi, Tidak
mencuci peralatan penyemprot di sungai atau di dekat sumur, agar tidak mencemari
sungai atau sumur penduduk.

Ada beberapa langkah penangan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
pencemaran tanah, diantaranya adalah :

 Remidiasi
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar.
Hal yang perlu diketahui sebelum dilakukan remidiasi adalah sebagai berikut:
 Jenis pencemar (organic atau anorganik), terdegradasi/tidak, berbahaya/tidak,

14
 Berapa banyak zat pencemar yang telah mencemari tanah tersebut,
 Perbandingan karbon (C), nitrogen (N), dan Fosfat (P),
 Jenis tanah,
 Kondisi tanah (basah, kering),
 Telah berapa lama zat pencemar terendapkan di lokasi tersebut,
 Kondisi pencemaran (sangat penting untuk dibersihkan segera/bisa ditunda).

Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site).
Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih
mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.Pembersihan off-site
meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman.
Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu,
tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke
bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang
kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih
mahal dan rumit.

 Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun
(karbon dioksida dan air).

 Jenis jenis biomerasi


 Biostimulasi
Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam
air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas
bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.
 Bioaugmentas
a. Bioremediasi Intrinsik

Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar. Ada
4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi :

a. Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan


nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi ph, dsb
b. Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme
yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus
c. Penerapan immobilized enzymes
d. Penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah
pencemar

BAB III
PENUTUP

15
A Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek
berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk hidup dan sistem
biologi lainnya
2. Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan
dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk
biotransformasinya mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi
dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik
3. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi
pemaparan (pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam
tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.

B Saran
Sehubungan dengan hasil penulisan makalah ini, penulis menyarankan kepada para
pembaca agar diadakan pengkajian lanjutan yang berjudul sama dengan makalah ini,
agar ditemukan pengertian Taksokologi dalam bahan pangan/makan dan sumbernya dari
yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Shibamoto, Takayuki danBjoldanes, Leonard, 2009.Introduction To Food Toxicology.
Elsevier Inc

16
Audi, J., Belson, M., Patel, M., Schier, J., Osterloh, J. (2005). Ricin poisoning: A
comprehensive review. JAMA 294:2342-2351

Hwang, D.F., Noguchi, T. (2007).Tetrodotoxin poisoning.Adv. Food Nutr.Res.


52:141-236.

Isbister, G.K., Kiernan, M.C. (2005). Neurotoxic marine poisoning. Lancet Neurol.4:219-
228.

Winarno, F. G. 1997. KeamananPangan.NaskahAkademis. InstitutPertanian Bogor.

17

Anda mungkin juga menyukai