PENDAHULUAN
Pada Umumnya penanganan awal kondisi fraktur terbuka itu sendiri harus di tangani
sebagai keadaan emergensi kemudian di lanjutkan dengan melakukan evaluasi awal untuk
mendiagnosis cidera lainnya serta di lakukan debridasi dan irigrasi luka secara adekuat,
setelah melakukan tahap-tahapan itu barulah di lakukan operasi. Berbagai komplikasi pun
biasanya muncul setelah beberapa hari hingga beberapa bulan setelah operasi, komplikasi
sendiri di bagi menjadi dua menurut waktu yaitu early complication dan late complication.
Early complication muncul sebagai bagian dari cidera primer atau timbul hanya setelah
beberapa hari atau minggu, sedangkan late complication merupakan komplikasi yang timbul
dalam waktu lama Fraktur terbuka lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada wanita (7:3)
dengan usia ratarata 40-56 tahun di populasi umum. Di amerika serikat setiap tahunnya
terjadi insiden fraktur terbuka tulang panjang yang di perkirakan 11,5 dari 10.000 penduduk.3
Kasus fraktur di Indonesia mencapai prevalensi sebesar 5,5% (Kemenkes RI, 2018). Fraktur
pada ekstremitas bawah akibat dari kecelakaan lalu lintas memiliki 2 prevalensi paling tinggi
diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2% dari 45.987 orang dengan kasus fraktur
ekstremitas bawah akibat kecelakaan lalu lintas (Purnomo et al., 2017).
Pada kasus pasca operasi fraktur akan menimbulkan berbagai macam permasalahan
yaitu impairment, functional limitation dan participation restriction. Impairment seperti
adanya nyeri, adanya oedem, keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS), penurunan kekuatan
otot. functional limitation berupa 3 gangguan seperti mandi, menyisir rambut dan makan,
sedangkan permasalahan participation restriction berupa ketidakmampuan aktivitas
tangannya sesuai dengan usia dan peranannya. Dengan adanya permasalahan tersebut, maka
akan terdapat gangguan kemampuan fungsional melakukan aktivitas sehari-hari. Salah satu
ketakutan terbesar pasien fraktur adalah nyeri, untuk itu perawat perlu memberikan informasi
kepada pasien dan keluarga pasien tentang terapi non farmakologi yang bisa membantu
pasien dalam menghilangkan atau mengurangi nyeri. Oleh karena itu, perlunya peran perawat
pada fase akut maupun rehabilitasi dalam memberikan asuhan keperawatan pasien dengan
post fraktur.
Court-Brown CM, Bugler KE, Clement ND, Duckworth AD, McQueen MM. (2012). The
epidemiology of open fractures in adults: a 15-year review. Injury; 43(6):891– 897.
Pelawi A. and Purba J. S. (2019). Teknik Pemeriksaan Fraktur Wrist 47 Join Dengan Fraktur
Sepertiga Medial Tertutup Instalasi. Jurnal Radiologi , 7 (1): 22–27
Purnomo, Didik, Kuswardani, and Ristya Mutiara Asyita. (2017). “Pengaruh Terapi Latihan Pada Post
Orif Dengan Plate and Screw Neglected Close Fracture Femur.” Jurnal Fisioterapi Dan
Rehabilitasi 1 (2): 50–59. https://doi.org/10.33660/jfrwhs.v1i2.60.
Saputra, Gusti Made Laksamana dan I Gede Eka Wiratnaya. (2018). Prevalensi fraktur
terbuka ekstremitas bawah grade III di RSUP Sanglah Denpasar periode bulan Januari
- Juli tahun 2014. E-jurnal medika udayana Vol. 7 (5):194-197
Solomon L, warwick DJ, Nayagam S. (2010). Apley’s system of orthopaedics and fractures.
Edisi ke-9. New York : Oxford university press.