Anda di halaman 1dari 5

1.

PENDAHULUAN
Korea Selatan merupakan sebuah negara yang mengalami masa perkembangan
perekonomian yang tergolong cepat. Hanya selisih satu generasi korea selatan bisa
beralih dari pertanian menuju industri. Saat ini korea selatan telah menjadi negara yang
maju dan sumber daya manusianya mampu mengelola dengan baik. Pertanian di korea
selatan masih bisa dikelola dengan baik tanpa ada ancaman nyata dalam ketahanan
pangan korea. Meskipun korea selatan sendiri masih mengikuti Free Trade Agreement
(FTA) yang menjadi tantangan terbesar para petani korea selatan.
Pada masa itu populasi pertanian dan jumlah komunitas pedesaan menurun tajam
karena urbanisasi. Menyadari keadaan ini dan peran penting pertanian, pemerintah korea
selatan mengontrol harga dan memproteksi perdagangan sesuai dengan pemenuhan
kebutuhannya. Walau bagaimanapun, kesepakatan Uruguay Round (UR) memaksa
pertanian korea selatan untuk membuka pasarnya dan memotong subsidi yang ada di
pertaniannya. Petani korea selatan sangat menderita dengan apa yang terjadi pada Doha
Development Agenda (DDA) dan Free Trade Agreements (FTA), yang juga merupakan
tantangan terbesar bagi dunia pertanian korea selatan.
Selain itu korea selatan menghadapi beberapa situasi yang sulit. Karena cukup
banyak lahan pertanian di korea selatan yang berkurang dan beralih fungsi menjadi
industri serta lahan pemukiman. Pada tahun 1971,total area lahan pertanian sekitar 2.3
juta ha, tapi kemudian menyusut sampai 1.8 juta ha pada tahun 2003.
Pada sekitar tahun 1950 dan 1960, pajak korea di bindang sektor pertanian dikenakan
pajak yang rendah. Tapi pada tahun 1970, korea merubahnya dari pajak untuk mensubsidi
pertanian dalam rangka mencapai ketahanan pangan. Lebihdari 40 sampai 50 tahun
terakhir, instrumen kebijakan yang dahulu mempengaruhi pertanian juga berubah. Pada
awal tahun pemerintah berfokus pada pengurangan biaya produksi melalui penelitian dan
pengembangan. Pertanian Korea di dominasi oleh pertanian padi. Pentingnya lahan
pertanian untuk padi hampir menghilang sekitar tahun 1970 tapi muncul kembali pada
pertengahan 1990.
2. SEJARAH PERTANIAN KOREA SELATAN
Dekade 1960-an menjadi awal berkembangnya mekanisasi pertanian di Korea
Selatan. Kang Jung-il, salah satu tokoh industri alsintan, dalam catatan berjudul
”Agricultural Machinery Industry of Korea”, menyebut, pada periode tersebut,
pemerintah Korea Selatan berancang-ancang untuk memantik industrialisasi pertanian.
Untuk melancarkan programnya, pemerintah Korsel menyiapkan subsidi finansial 60%
bagi petani yang ingin membeli alsintan. Subsidi ini termasuk untuk membeli traktor
yang pada waktu itu masih impor.
Lalu pemerintah Negeri Ginseng itu mulai memperkenalkan power tiller. Mulanya,
dengan pendistribusian power tiller produksi dalam negeri. Karena tingginya permintaan,
banyak alsintan yang ekspansi bisnis. Di samping itu, ada juga yang meningkatkan bisnis
rumahan jadi bisnis skala besar.
Pada 1962 dibentuklah Korea Farm Machinery & Tool Industry Cooperative.
Tujuannya, “Untuk memenuhi kebutuhan standarisasi dan wadah tukar pikiran para
produsen,” jelas Shin-gil Kim, Ketua Korea Agricultural Machinery Industry Cooperative
(KAMICO) saat ini.
Sepuluh tahun kemudian pemerintah fokus program mesin pertanian untuk padi.
Kebanyakan, mesin yang dibutuhkan adalah power tiller, rice transplanter (mesin tanam)
tipe berjalan, dan traktor. Mesin-mesin tersebut didistribusikan ke pedesaan. Peningkatan
kebutuhan ini menghembuskan hawa segar bagi produsen alsintan. Pada 1978 produsen
lokal mulai memproduksi rice transplanter tipe berjalan dan tipe kombinasi. Selain itu,
mereka juga memproduksi traktor untuk kebutuhan mekanisasi pertanian padi.
Kemudian pada 1980-an, kekurangan tenaga kerja bidang pentanian semakin
menjadi-jadi. Pemerintah pun mencanangkan mekanisasi penuh di dataran dan 50%
mekanisasi di daerah terpencil. Di samping itu, pemerintah memasang target 90%
mekanisasi pada pertanian padi. Dan juga, mulai mempromosikan mekanisasi untuk
peternakan, hortikultura, dan pertanian di lahan kering.
Sejak 1981, pemerintah Korsel memberikan 40% subsidi dan 60% pinjaman kepada
organisasi yang menggunakan alsintan secara bersama. Dan pada 1986, pemerintah
memberi 50% subsidi, 40% pinjaman. Sisanya yang 10% harus dibayar sendiri oleh
kelompok tani. Tujuannya untuk meminimalkan beban petani yang ingin membeli mesin
pertanian. 
3. AWAL TERJATUHNYA
Era 1990-an, tiap negara berusaha melindungi industri pertanian dalam negerinya.
Sedangkan, pembahasan mengenai pemasaran produk-produk pertanian ke seluruh dunia
sedang berlangsung. Akhir 1980 dan awal 1990-an, Putaran Uruguay (Uruguay Round)
mencapai kesepakatan yang selanjutnya membentuk Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO). 
Negara pengekspor produk pertanian pun mulai menekan terbukanya pasar baru di
negara lain. Negara seperti Korsel yang notabene memiliki ongkos produksi yang masih
bisa dibilang tinggi, terkena imbas dari kesepakatan itu. Produk pertanian impor yang
lebih murah, memukul produk pertanian dalam negeri, yang efeknya juga berdampak
pada pelaku industri mesin pertanian dalam domestik.
Menanggapi pukulan itu, pemerintah  mentransformasi pertanian menjadi penghasil
produk pertanian yang bernilai tambah tinggi. Pemerintah pun merespon dengan
mengubah kebijakan seperti menata kembali industri mesin pertanian. Dengan perubahan
ini, mesin-mesin untuk hortikultura, peternakan, dan pertanian lahan kering terus
dikembangkan dan dipasarkan. Tren positif terlihat di sektor hortikultura dan peternakan
karena permintaan greenhouse dan alat mesin peternakan terus meningkat.
4. SEMAKIN MENINGKATNYA
Selain terkenal dengan budayanya yang unik dan keindahan alamnya yang eksotis, Korea
Selatan (Korsel) juga terkenal dengan berbagai hasil pertaniannya. Dua diantaranya yang
terkenal adalah ginseng merah dan jamur, yang sama-sama sudah tersohor khasiatnya.
Tidak heran jika kedua tanaman tersebut menjadi kebanggaan Korea Selatan. Korsel
sendiri memang sudah dikenal sebagai salah satu negara gudang herbal dunia. Ginseng
merupakan produk herbal paling terkenal dari negeri ini, dan Korsel sendiri memang
telah menjadi produsen ginseng tertua dan terbanyak di dunia.
Sementara untuk jamur, Korsel juga telah sukses mengekspor tanaman ini ke 10
negara, dengan Indonesia salah satunya. Tak heran jika produksi jamur pun terus digenjot
oleh Korsel. Green Co — perusahaan asal Korea Selatan — bahkan mampu
menghasilkan lebih dari delapan ton jamur setiap harinya. Selain kualitasnya yang tinggi,
jamur asal Korea Selatan juga kaya akan manfaat yang baik untuk kesehatan.
Hal ini membuat Menteri Urusan Pertanian, Pangan, dan Pedesaan Korea,
bersama Korea Argo-Fisheries & Food Trade Corp (aT), ingin mengenalkan ginseng
merah dan jamur asal Korea Selatan secara lebih luas ke pasar Indonesia. Oleh karena itu
aT terus melakukan ekspansi ke pasar ekspor dan memudahkan masyarakat Indonesia
untuk mendapatkan dan mengkonsumsi kedua produk pertanian ini.
Salah satu langkah yang dilakukan aT untuk mengajak masyarakat Indonesia
mengenal lebih dalam tentang ginseng merah dan jamur Korsel adalah dengan
menghadirkan rangkaian video dari Michimomo — YouTuber Indonesia yang datang ke
Korsel untuk melihat langsung dua hasil pertanian kebangaan Korea Selatan ini.
Ginseng Merah Korea, Harganya Sebanding dengan Khasiatnya
Bukan tanpa alasan jika Korea Selatan disebut-sebut sebagai negara ginseng.
Tanaman ginseng merah yang dikenal sulit ditanam dan langka justru tumbuh subur di
negara ini. Salah satu tempat yang menjadi rumah bagi tanaman ginseng adalah Punggi,
Korea. Ginseng merah cocok tumbuh di sana karena berada di ketinggian 400-500 meter
di atas permukaan laut, beriklim sejuk, dan tanahnya juga subur.
Jangan heran bila harga ginseng memang tidak murah. Ginseng merah Korea
konon merupakan jenis yang paling mahal. Hal ini diungkapkan Michimomo, saat
berkunjung ke salah satu pabrik ginseng di Korea Selatan, Daedong Korea Ginseng.
Harga ini tentu sebanding dengan khasiat yang ada di dalam ginseng merah. Selain proses
penanaman yang membutuhkan waktu empat sampai enam tahun, proses esktraknya tidak
bisa sembarangan.
Ginseng merah yang sudah dipanen, harus dipotong bagian yang keras. Kemudian
agar tidak mudah busuk, ginseng merah akan di-steam dan dikeringkan dengan
menggunakan 3 jenis batu yang berbeda: Charcoal (batu areng), loess, dan elvan stone.
Selain mempercepat proses pengeringan, ketiga batu ini juga dapat membuat khasiat
ginseng merah bertambah. Dibanding dengan ginseng jenis lain, ginseng merah
mengandung lebih banyak ginsenoside — zat aktif utama pada ginseng.
Ginsenoside memiliki struktur kimia yang sama dengan hormon manusia, yang
membuat ginsenoside dapat membantu mengendalikan aktivitas hormon dan
menstabilkan kinerja saraf. Selain itu, ginsenoside juga dapat memengaruhi tekanan
darah, produksi insulin, serta meningkatkan metabolisme tubuh. Karena kaya akan
manfaat, tidak heran kalau orang Korea kerap mengonsumsi ekstrak ginseng dalam
bentuk sachet atau diolah menjadi makanan dan minuman seperti ginseng goreng atau
sup ayam ginseng.
Jamur Korea, Enak dan Menyehatkan
Tak kalah populer dengan ginseng merah, orang Korea Selatan juga gemar
mengonsumsi jamur. Namun bukan sembarang jamur, Korea juga terkenal sebagai
penghasil jamur terbaik yang punya segudang manfaat untuk kesehatan. Dua jamur yang
terkenal di Korea adalah enoki dan king oyster. Salah satu pabrik di Korea yang cukup
terkenal memproduksi dua jamur tersebut adalah Green Co. Green Co dikenal sebagai
pabrik sekaligus farm jamur terbaik di Korea Selatan. Dalam sehari, pabrik ini bisa
memproduksi delapan ton jamur.
Dengan teknologi yang canggih, jamur hasil produksi Green Co sukses diekspor
ke berbagai negara, salah satunya Indonesia. Tak heran bila di beberapa supermarket
Indonesia, jamur merek Green Co paling mudah dijumpai.Selain menggunakan teknologi
yang mumpuni, kunci sukses Green Co memproduksi jamur adalah memastikan suhu
dinginnya terjaga dan kebersihannya terjamin agar dapat menghasilkan jamur yang
berkualitas tinggi.
Berbeda dengan ginseng yang lebih banyak diproduksi sebagai obat herbal hingga
menjadi bahan produksi untuk produk-produk skin care, di Korea Selatan, jamur lebih
banyak diolah menjadi aneka makanan mulai dari salad, hot pot, campuran tteokbokki,
dan lainnya. Jamur dan ginseng merah adalah hasil pertanian unggulan dari Korea
Selatan. Sebetulnya, selain jamur dan ginseng, pemerintah Korea Selatan melalui Korea
Argo-Fisheries & Food Trade Corp juga memiliki produk unggulan lainnya seperti
kimchi, omija, dan stroberi.

Anda mungkin juga menyukai