Disusun Oleh:
PARE-KEDIRI
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas segala limpahan Rahmat dan Karuni-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penysunan makalah tentang “Konsep Asuhan Keperawatan Lupus Eritematosus
Sistemik (LES) / (SLE)” tepat pada waktunya. Makalah ini kami buat untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini tak luput dari
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca untuk penyempurnaan penyusunan makalah ini. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Aamiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................4
BAB II: TINJAUAN TEORI.................................................................................5
A. Konsep Medis Lupus Eritematosus Sistemik (LES) / (SLE)....................5
1. Pengertian............................................................................................5
2. Etiologi................................................................................................5
3. Patofisiologi.........................................................................................9
4. Pathway...............................................................................................10
5. Manifestasi Klinis................................................................................11
6. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................12
7. Penatalaksanaan...................................................................................13
8. Komplikasi..........................................................................................14
B. Konsep Asuhan Keperawatan Lupus Eritematosus Sistemik (LES).........15
1. Pengkajian...........................................................................................15
2. Diagnosa Keperawatan........................................................................17
3. Intervensi Keperawatan.......................................................................35
4. Luaran Keperawatan............................................................................47
5. Implementasi Keperawatan.................................................................60
6. Evaluasi Keperawatan.........................................................................61
BAB III: Kasus & Pembahasan.............................................................................62
BAB IV PENUTUP...............................................................................................73
A. Kesimpulan................................................................................................73
B. Saran..........................................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................75
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Systemic Lupus Erithematosus (SLE) merupakan
penyakit yang menyebabkan peradangan atau inflamasi multisistem yang
disebabkan banyak faktor dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan
disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi
autoantibody yang berlebihan. Lupus hingga saat ini menyerang paling
sedikit sekitar 5 juta orang di dunia. Di Amerika hingga saat ini tercatat
1,5 juta orang menderita penyakit lupus (Lupus Foundation of America,
2015).
Penderita lupus di Indonesia pada tahun 1998 tercatat 586 kasus,
ternyata setelah tahun 2005 telah mencapai 6.578 penderita. Penderita
yang meninggal mencapai sekitar 100 orang. Pada tahun 2008, tercatat
8.693 penderita lupus dan 43 orang meninggal. Kemudian, sampai dengan
April 2009, tercatat 8.891 penderita lupus dan 15 meninggal (Djoerban
2007, dalam Judha, dkk, 2015).
Peningkatan kasus lupus kini signifikan. Mulai Januari 2015,
pasien lupus yang datang berobat ke RSUD dr. Moewardi mencapai 15-20
orang per hari. Peningkatan tajam dibanding tahun-tahun sebelumnya yang
hanya 1-3 pasien. Meningkat signifikan, terutama mulai Januari 2015
(Ciptati, dalam RRI Post, 2015).
Menurut Hasdianah, dkk (2014), terdapat banyak faktor yang
berpengaruh terhadap berkembangnya penyakit autoimun (multi faktor).
Penyakit autoimun merupakan penyakit yang timbul akibat patahnya
toleransi kekebalan diri. Lupus merupakan salah satu penyakit autoimun.
Faktor-faktor yang bersifat predisposisi dan ikut berkontribusi
menimbulkan penyakit autoimun antara lain, faktor genetik, kelamin
(gender), infeksi, sifat autoantigen, obat-obatan, serta faktor umur.
1
Menurut Judha, dkk (2015), faktor yang meningkatkan risiko
penyakit lupus yakni jenis kelamin, wanita usia produktif lebih berisiko
terkena penyakit ini. Lupus paling umum terdiagnosis pada mereka yang
berusia diantara 15-40 tahun. Ras Afrika, Hispanics dan Asia lebih
berisiko terkena lupus. Paparan sinar matahari juga menjadi faktor risiko
lupus. Jenis kelamin, usia, ras, paparan sinar matahari, konsumsi obat
tertentu, infeksi virus Epstein-Barr, paparan zat kimia seperti rokok juga
menjadi faktor risiko penyakit lupus.
Sudiono (2014), memaparkan bahwa seiring dengan peningkatan
usia, kemungkinan terjadi kerusakan respon imun semakin tinggi.
Sehingga, kerentanan terhadap infeksi semakin meningkat juga.
Peningkatan usia juga berpengaruh terhadap respon vaksin dalam tubuh.
Respon vaksin menjadi tidak mencukupi dan kadar kelainan autoimun
juga meningkat.
Penyakit SLE menyerang penderita usia produktif yaitu 15-64
tahun. Meskipun begitu, penyakit ini dapat terjadi pada semua orang tanpa
3 membedakan usia dan jenis kelamin. Prevalensi SLE berbeda-beda
untuk tiap etnis yaitu etnis Afrika-Amerika mempunyai prevalensi sebesar
1 kasus per 2000 populasi, Cina sebesar 1 dalam 1000 populasi, 12 kasus
per 100.000 populasi terjadi di Inggris, 39 kasus dalam 100.000 populasi
terdapat di Swedia. Di New Zealand, terjadi perbedaan prevalensi antara
etnis Polynesian sebanyak 50 kasus per 100.000 populasi dengan orang
kulit putih sebesar 14,6 kasus dalam 100.000 populasi (Hasdianah, dkk,
2014).
Sebesar 20% penderita lupus akan mempunyai saudara yang akan
menderita lupus. Sekitar 5% anak yang lahir dari individu yang terkena
lupus, akan menderita penyakit lupus, apabila kembar identik maka salah
satu dari bayi kembar tersebut akan menderita lupus. Sebesar 10%
penderita lupus, mengalami kelainan pada lebih dari satu jaringan tubuh.
Kelainan jaringan tersebut dikenal dengan istilah “overlap syndrom” atau
“mixed connective tissue disease” (Lupus Foundation of America, 2015).
2
Penelitian Komalig, dkk (2008), menyatakan bahwa perempuan
lebih banyak menderita lupus (94,5%), kelompok umur terbanyak pada
usia 25-34 tahun (45%), suku terbanyak yang sakit lupus berasal dari suku
Jawa (33,7%), penderita lupus paling banyak tidak bekerja (32,2%),
penderita lupus paling banyak tamat akademi/perguruan tinggi (58,4%),
penyakit ISPA lebih banyak ditemukan pada penderita lupus sebelum
sakit, jenis obat yang sering dikonsumsi sebelum sakit yakni golongan
ampisilin/amoksilin (63,1%), penderita lupus tidak merokok (88,1%),
menggunakan kontrasepsi (44%), 4 melakukan aktivitas sehari-hari di luar
rumah (22,2%), sering mengalami stres (85,6%), pelayanan kesehatan
yang paling banyak yakni rumah sakit (62,8%), dan paling banyak
responden tidak mengenal istilah LES sebelum sakit (58,9%). Penelitian
Washio, dkk (2006), diperoleh hasil bahwa perokok dan mantan perokok
lebih berisiko terkena SLE daripada orang yang bukan perokok (p< 0,001).
Paparan rokok tidak hanya didapat karena menghisap rokok,
menjadi perokok pasif juga berisiko terkena berbagai macam penyakit,
diantaranya kanker, sakit jantung (penyakit kardiovaskular), pneumonia
pada anak, risiko terkena BBLR bagi ibu hamil, dan lain-lain (Stoppler,
2011). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada peran lingkungan terhadap
kesehatan. Asap rokok merupakan salah satu dari radikal bebas. Menurut
Hyde (2009), radikal bebas dapat menyerang molekul penting seperti
DNA, protein dan lipid. Radikal dapat memperbanyak diri dan dapat
menciptakan kerusakan yang signifikan. Selain radikal bebas, metabolit
nikotin dapat membentuk ikatan pada basa nitrogen DNA dan
menyebabkan mutasi.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, meskipun tidak merokok,
namun apabila lingkungan disekitar memungkinkan adanya paparan asap
rokok maka tetap akan menimbulkan masalah kesehatan khususnya
penyakit autoimun. Asap rokok dapat menciptakan kerusakan yang
signifikan pada DNA yang dapat menyebabkan mutasi. Peneliti tertarik
untuk meneliti adanya kontribusi merokok, paparan rokok di lingkungan
3
keluarga, paparan rokok di 5 lingkungan kerja, paparan rokok di
lingkungan pergaulan, paparan rokok di transportasi umum, jumlah rokok
yang dikonsumsi sebelum sakit, jenis rokok, dan lama merokok terhadap
kejadian lupus.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini, yaitu:
1. Untuk Mengetahui Konsep Medis Lupus Eritematosus Sistemik
(LES) / (SLE)
2. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Lupus
Eritematosus Sistemik (LES) / (SLE)
C. Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa mampu
memahami dan menjelaskan materi mengenai Konsep Asuhan
Keperawatan pada penyakit Lupus Eritematosus Sistemik (LES) / (SLE).
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
Penyebab dari SLE belum diketahui secara jelas. Diduga
melibatkan interaksi yang kompleks dan multifaktoral antara bervariasi
genetic dan faktor lingkungan:
a. Faktor genetic
Kejadian SLE yang lebih tinggi pada kembar
monozigotik (25%) dibandingkan dengan kembar dizigotik
5
(3%), peningkatan frekuensi SLE pada keluarga penderita
SLE dibandingkan dngan control sehat dan peningkatan
prevalensi SLE pada kelompok etnik tertentu, menguatkan
dugaan bahwa faktor genetic berperan dalam pathogenesis
SLE (Suarjana, 2015). Menurut Hahn dalam Isselbacher
(2012) frekuensi terjadinya SLE akan semakin besar apabila
pasien memiliki lebih dari satu anggota keluarga berpenyakit
serupa dan korelaasi gen tertentu juga mempengaruhi,
terutama dengan penyakit dan autoantibodi.
b. Faktor hormonal
SLE merupakan penyakit yang lebih banyak menyerang
perempuan. Serangan pertama kali jarang terjadi pada usia
prepubertas dan setelah menopause. SLE lebih banyak
menyerang wanita usia produktif antara 15-45 tahun.
Beberapa penelitian menunjukkan terdapat adanya hubungan
timbal balik antara kadar hormone estrogen dengan sistem
imun (Suarjana, 2015). Salah satu peranan penting estrogen
dalam kehidupan seorang wanita adalah selama masa
pubertas. Selama periode ini, peningkatan kadar estrogen
mendorong perkembangan karakteristik seksual pada wanita.
Secara tidak langsung menibulkan peradangan serta
meningkatkan resiko terjadinya SLE. Sifat estrogen bertolak
belakang dengan hormone androgen atau hormone pria yang
berfungsi untuk menekan autoimmunity (Wallace DJ, 2007;
Mansjoer dkk, 2009). Konsentasi testosterone plasma yang
rendah dan meningkatnya luitenizing hormone (LH)
ditemukan pada laki-laki, estrogen yang berlebihan dengan
aktivitas androgen yang tidak adekuat pada laki-laki dan
perempuan ditengarai bertanggung jawab terhadap perubhan
proses imun. Estrogen diproduksi oleh ovarium selama
maturasi folikel, dan menstimulasi proliferasi kelenjar pada
6
bagian dalam atau endometrium uteri dengan cara FSH
(follicle stimulating hormone) yang memcau pertumbuhan
folikel dan menginduksi reseptor LH selanjutnya
menstimulasi produksi estrogen (Greenstein & Wood, 2010).
Hormone estrogen selain berfungsi sebagai pendorong
karakteristik seksual pada wanita, estrogen juga berfungsi
untuk mengaktivasi sel B poliklonal sehingga mengakibatkan
produksi autoantibodi berlebihan pada pasien SLE (Murray &
May, 2003). Selain itu, estrogen juga memperburul penderita
SLE dengan memperpanjang hidup sel-sel autoimun,
meningkatkan rpoduksi sitokin sel T dan menstimulasi sel B
untuk memproduksi autoantibodi (Suarjana, 2015).
c. Autoantibody
Antibody ini ditujukkan kepada self molekul yang
terdapat pada nycleus, sitoplasma, permukaan sel, dan juga
terdapat molekul terlarut seperti IgG dan faktor koagulasi.
d. Faktor lingkungan
Faktor fisik/kimia
Amin aromatic
Hydrazine
Obat-obatan (prokainamid, hidralazin,
klorpromazin, isoniazid fenitoin, penisilamin)
Faktor makanan
Mengkonsumsi makanan lemak jenuh yang
berlebihan
L-canavanine (kuncup dari elfalfa)
Agen infeksi
Retrovirus
DNA bakteri/endotoksin
Hormone dan estrogen lingkungan (environmental
oestrogen)
7
Terapi sulih (HRT), pil kontrasepsi oral
Paparan estrogen prenatal
8
menuturkan bahwa radiasi sinar UV bisa mencetuskan dan
mengekserbasi ruam fotosintesis pada penderita SLE, telah
ditemukan bukti bahwa sinar UV memang dapat merubah
struktur DNA yang menyebabkan terbentuknya autoantibodi
sinar UV juga bisa menginduksi apoptosis keratinosit
manusia yang menghasilkan blebs nuclear dan autoantigen
sitoplasmik pada permukaan sel (Suarjana, 2015).
3. Patofisiologi
Kerusakan organ pada SLE didasari oleh reaksi imunologi. Proses
diawali dengan faktor pencetus yang ada di lingkungan, dapat pula
infeksi, sinar UV atau bahan kimia. Cetusan ini menimbulkan
abnormalitas respoin imun didalam tubuh, yaitu:
a. Sel T dan B menjadi autoreaktif
b. Pembentukkan sitokin yang berlebihan
c. Hilangnya regulator control pada sistem imun antara lain:
1) Hilangnya kemampuan membersihkan antigen di
kompleks imun maupun sitokin didalam tubuh
2) Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
3) Hilangnya toleransi imun sel T mengenali moleku, tubuh
sebagai antigen karena adanya mimikri molekul
Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibody
didalam tubuh yang disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya
antibody 2 yang membentuk kompleks imun tersebut terdeposisi pada
jaringan/organ yang akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau
kerusakan jaringan.
Penyakit SLE ini terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan
yang menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini disebabkan oleh kombinasi antara faktor-faktor
genetika, hormonal dan lingkungan.
4. Pathway
9
Autoimun menyerang
Peningkatan autoimun
organ-organ tubuh (sel,
berlebihan
jaringan)
5. Manifestasi Klinis
10
Manifestasi klinis penyakit SLE ini sangat beragam dan sering
kali pada keadan awal tidak dikenali sebagai SLE.
Menurut American College of Rheumatology (ACR) ada 11
kriteria SLE dan jika terdapat 4 kriteria maka diagnosis SLE dapat
ditegakkan:
a. Ruam malar
b. Ruam discoid
c. Fotosensitifitas
d. Ulserasi dimulut atau nasofaring
e. Arthritis
f. Serositis: yaitu pleuritis atau pericarditis
g. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria >0.5 gr/hari, atau adalah
silinder sel
h. Kelainan neurologic, yaitu kejang-kejang atau psikosis
i. Kelianan hematologic, yaitu anemia hemolitik atau
leukopenia atau limfopenia atau trombositopenia
j. Kelainan imunologik, yaitu sel SLE positif, atau anti DNA
positif, atau anti Sm positif atau tes serologic untuk sifilis
yang positif palsu
k. Antibody antinuclear positif.
Kecurigaan akan penyakit SLE bila dijumpai 2 atau lebih
keterlibatan organ seperti:
a. Gejala konstitusional: Kelelahan, demam, (tanpa bukti
infeksi) dan penurunan BB.
b. Musculoskeletal: Nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (atralgia),
myositis
c. Kulit: Ruam kupu-kupu (butterfly atau malar rsh),
fotosensitivitas, SLEi membrane mukosa, alopesia, purpura,
vaskulitis, urtikaria
d. Paru-paru: Pleurisy, hipertensi pulmonal, SLEi parenkim paru
e. Jantung: Perikarditis, miokarditis, endocarditis
11
f. Ginjal: Hematuria, proteinuria, sindrom nefrotik
g. Gastrointestinal: Mual, muntah, nyeri abdomen
h. Retikulo-endo organomegali (limfadenopati, splenomegaly,
hepatomegaly)
i. Hematologi: Anemia, leucopenia dan trombositopenia
j. Neuropsikiatri: Psikosis, kejang, sindroma otak organic,
myelitis transfersa, neuropati cranial dan perifer
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penyakit SLE, yaitu:
a. Pemeriksaan darah
Leukopeni/limfoni, anemia/trombositopenia, LED meningkat
b. Imunologi
- ANA (antibody anti nuclear)
- Antibody DNA untai ganda (ds DNA) meningkat
- Kadar komplemen C3 dan C4 menurun
- Tes CRP (C-reactive protein) positif
c. Fungsi ginjal
- Kreatinin serum meningkat
- Penurunan GFR
- Protein uri (>0.5 gr/24jam)
- Ditemukan sel darah merah dan atau sedimen granular
d. Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan antikoagulan
lupus
- APTT memanjang yang tidak membaik pada pemberian
plasma normal
e. Serologi VDRL (sifilis)
- Memberikan hasil positif palsu
f. Tes vital lupus
- Adanya pita Fg 6 yang khas dan atau deposit IgM pada
pesambungan dermo-epidermis pada kulit yang terlibat
dan yang tidak terlibat.
12
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan SLE harus mencakup obat, diet, obat-obatan,
diet dan aktivitas yang melibatkan banyak ahli. Alat pemantau
pengobatan pasien SLE adalah evaluasi klinis dan laboratoris yang
sering untuk menyesuaikan obat dan mengenali serta menangani
aktivitas penyakit.
Tujuan pengobatan SLE yaitu untuk mengontrol manifestasi
penyakit, sehingga pasien dapat memiliki kualitas hidup yang baik
tanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah kerusakan organ serius
yang dapat menyebabkan kematian. Adapun penatalaksanaan yang
dapat diberikan, yaitu:
a. Edukasi/konseling; pada dasarnya pasien SLE memerlukan
informasi yang benar dan dukungan dari sekitarnya dengan
tujuan agar dapat hidup mandiri perlu dijelaskan akan
penyakit dan kompleksitasnya, pasien memerlukan
pengetahuan akan masalah aktivitas fisik, mengurangi atau
mencegah kekambuhan antara lain melindungi kulit dari
paparan sinar matahari (sinar UV) dengan memakai tabir
surya, paying atau topi.
b. Antiinflamasi non-steroid; untuk pengobatan simptomatik
arthralgia (nyeri sendi)
c. Kortikosteroid; dosis rendah untuk mengatasi gejala klinis
seperti demm, dermatitis, effuse pleura. Diberikan selama 4
minggu minimal sebelum dilakukan penyapihan. Dosis tingu
untuk mengatasi krisis lupus, gejala nefritis, SSP dan anemia
hemolitik
d. Obat imunosupresan/sitostatika; imunosupresan diberikan
pada SLE dengan keterlibatan SSP, nefritis difus dan
membranosa, anemia hemolitik akut, dan kasus yang resisten
terhadap pemberian kortikosteroid
13
e. Obat antihipertensi; atasi hipertensi pada nefritis lupus dengan
agresif
f. Diet; restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan.
Sebagian besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu
diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup
kalsium, rendah lemak dan rendah garam. Pasien disarankan
berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat-obatan
tradisional.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit SLE, yaitu:
a. Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya
oenimbunan protein didalam sel-sel tetapi hanya 50% yang
menderita nefritis lupus(peradangan ginjal yang menetap) pda
akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu
mengalami dialisi atau pencangkokan ginjal
b. Sistem syaraf
Kelainan syaraf ditemukan pada 25% penderita SLE.
Komplikasi yang paling sering ditemukan yaitu disfungsi
mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa terjadi pada
bagaimanapun dari otak. Kejang, sindroma otak organic dan
sekitar kepala merupakan beberapa kelainan sistem syaraf
yang bisa terjadi.
c. Penggumpalan darah
Kelainan darah ditemukan pada 85% penderita SLE bisa
berbentuk bekuan darah didalam vena maupun arteri, yang
bisa menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlah thrombosis
berkurang dan tubuh membentuk antibody yang melawan
faktor pembekuan darah yang bisa menyebabkan perdarahan.
d. Kardiovaskuler
14
Peradangan berbagai bagian jantung seperti pericarditis,
endocariditis, maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia
bisa terjadi sebagai akibat keadaan tersebut.
e. Paru-paru
Pada pasien SLE bisa terjadi pleuritis (peradangan
selaput paru) dan effuse pleura (penimbunan cairan antara
paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan tersebut
timbul nyeri dada dan sesak nafas.
f. Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua pasien SLE mengalami nyeri persendian
dan kebanyakan menderita arthritis. Persendian yang sering
terkena adalah persendian pada jaringan tangan, pergelangan
tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul dan
bahu merupakan penyebab dari nyeri didaerah tersebut.
g. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu ditulang
pipi dan pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin
memburuk jika terkena sinar matahari.
15
Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah,
nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala
tersebut terhadap gaya hidup serta citra dari pasien
c. Riwayat Penyakit Dahulu
d. Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu,apakah pernah
menderita penyakit ginjal atau manifestasi SLE yang serius,
atau penyakit autoimun yang lain.
e. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien
(misalnya ruam malar-fotosensitif, ruam discoid-bintik-
bintik eritematosa menimbulkan : artaralgia/arthritis,
demam, kelelahan, nyeri dada pleuritik, pericarditis,
bengkak pada pergelangan kaki, kejang, ulkus dimulut.
2) Mulai kapan keluhan dirasakan.
3) Faktor yang memperberat atau memperingan serangan.
4) Keluhan-keluhan lain menyertai.
f. Riwayat Pengobatan
Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan klorpromazin,
metildopa, hidralasin, prokainamid dan isoniazid, Dilantin,
penisilamin dan kuinidin.
g. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah
mengalami penyakityang sama atau penyakit autoimun
yang lain
h. Pemeriksaan Fisik
Dikaji secara sistematis :
1) B1 (Breath)
Irama dan kecepatan nafas, kesimetrisan pergerakan
nafas, penggunaan otot nafas tambahan, sesak, suara
nafas tambahan (rales,ronchi), nyeri saat inspirasi,
16
produksi sputum, reaksi alergi. Patut dicurigai terjadi
pleuritis atau efusi pleura.
2) B2 (Blood)
Tanda-tanda vital, apakah ada nyeri dada,suara jantung
(s1,s2,s3), bunyi systolic click (ejeksi clik pulmonal dan
aorta), bunyi mur-mur. Friction rup pericardium yang
menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi
eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis
menunjukan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari
tangan,siku,jari kaki dan permukaan ekstensor lengan
dibawah atau sisi lateral tangan.
3) B3 (Brain)
Mengukur tingkat kesadaran (efek dari hipoksia)
Glasgow Coma Scale secara kuantitatif dan respon
otak :compos mentis sampai coma (kualitatif), orientasi
pasien. Seiring terjadinya depresi dan psikosis juga
serangan kejang-kejang.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran urine tamping (menilai fungsi ginjal),
warna urine (menilai filtrasi glomelorus)
5) B5 (Bowel)
Pola makan, nafsu makan, muntah, diare, berat badan
dan tinggi badan, turgor kulit, nyeri tekan, apakah ada
hepatomegaly, pembesaran limpa
2. Diagnosa Keperawatan
Merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial.
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons
klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan.
17
a. Pola Napas Tidak Efektif b.d ekspansi paru menurun
(D.0005)
Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat.
Penyebab :
1) Depresi pusat pernapasan
2) Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernafas,
kelemahan otot pernapasan)
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan neuromuskular
6) Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogram
[EEG] positif, cedera kepala, gangguan kejang)
7) Imaturitas neurologis
8) Penurunan energi
9) Obesitas
10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11) Sindrom hipoventilasi
12) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke
atas)
13) Cedera pada medula spinalis efek agen farmakologis
14) Kecemasan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Dispnea 1. Penggunaan otot bantu pernafasan
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola nafas abnormal (mis.takipnea,
bradipnea, hiperventilasi, kusmaul,
cheyne-stokes)
Gejala dan Tanda Minor
18
Subjektif Objektif
1. Ortopnea 1. pernapasan pursed-lip
2. pernapasan cuping hidung
3. diameter torak anterior posterior
meningkat
4. ventilasi semenit menurun
5. tekanan ekspirasi menurun
6. tekanan inspirasi menurun
7. ekskursi dada berubah
19
6) Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberani
(mis. Merokok, gaya hidup monoton, trauma,
obesitas, asupan garam, imobilitas)
7) Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit
(mis. Diabetes melitus, hiperlipidemia)
8) Kurang aktivitas fisik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Pengisian kapiler >3 detik
2. Nadi perifer menurun atau tidak
teraba
3. Akral teraba dingin
4. Warna kulit pucat
5. Turgor kulit menurun
20
9) Sindrom kompartemen.
21
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
22
14) Efek agen farmakologis
15) Program pembatasan gerak
16) Nyeri
17) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
18) Kecemasan gangguan kognitif
19) Keengganan melakukan pergerakan
20) Gangguan sensoripersepsi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit menggerakkan 1. Kekuatan otot menurun
ekstremitas 2. Rentang gerak rom menurun
Subjektif Objektif
1. Nyeri saat bergerak 1. Sendi kaku gerakan tidak
2. Enggan melakukan pergerakan terkoordinasi gerakan terbatas
3. Merasa cemas saat bergerak fisik lemah
23
dengan omset mendadak atau lambat dan intensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan
kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi,
terbakar, terpotong mengangkat berat prosedur
operasi, trauma latihan fisik berlebihan).
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi
menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Subjektif Objektif
tidak tersedia 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
24
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri berfokus pada diri sendiri
6. Diaforesis
Kondisi Klinis Terkait
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut
5) Glaukoma
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Berat badan menurun minimal 10%
dibawah rentang ideal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
1. Cepat kenyang setelah 1. Bising usus hiperaktif
25
makan 2. Otot pengunyah lemah
2. Kram/nyeri abdomen 3. Otot menelan lemah
3. Nafsu makan menurun 4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare
Kondisi Klinis Terkait
1) Stroke
2) Parkinson
3) Mobius syndrom
4) Cerebral palsy
5) Cleft lip
6) Cleft palate
7) Amynotropic lateral sclerosis
8) Kerusakan neuromuskular
9) Luka bakar
10) Kanker
11) Infeksi
12) Aids
13) Penyakit crohn’s
14) Enterokolitis
15) Fibrosis kistik
26
4) Disfungsi neurologis (mis. Trauma, penyakit saraf)
5) Efek agen farmakologis (mis. Atropine belladonna,
psikotropik, antihistamin, opiate)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Sensasi penuh pada kandung kemih 1. Disuria/anuria
2. Distensi kandung kemih
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
1. Dribbling 1. Inkontinensia berlebih
2. Residu urine 150ml atau
lebih
Kondisi Klinis Terkait
1) Benigna prostat hiperplasia
2) Pembengkakan perineal
3) Cedera medula spinalis
4) Rektokel
5) Tumor di saluran kemih
27
(a) Gangguan peristaltik
(b) Kerusakan integritas kulit
(c) Perubahan sekresi ph
(d) Penurunan kerja siliaris
(e) Ketuban pecah lama
(f) Ketuban pecah sebelum waktunya
(g) Merokok
(h) Statis cairan tubuh
6) Keadekuatan pertahanan tubuh sekunder
(a) Penurunan hemoglobin
(b) Immunosupresi
(c) Leukopenia
(d) Suprasi respon inflamasi
(e) Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi Klinis Terkait
1) Aids
2) Luka bakar
3) Penyakit paru obstruktif kronis
4) Diabetes mellitus
5) Tindakan invasif
6) Kondisi penggunaan terapi steroid
7) Penyalahgunaan obat
8) Ketuban pecah sebelum waktunya (kspw)
9) Kanker
10) Gagal ginjal
11) Imunosupresai
12) Lymphedema
13) Leukositopenia
14) Gangguan fungsi hati
28
Definisi : Berisiko Mengalami penurunan sirkulasi darah ke
otak
Penyebab :
1) Normal masa protrombin dan/atau masa
tromboplastin parsial
2) Penurunan kinerja ventrikel kiri
3) Aterosklerosis aorta
4) Diseksi arteri
5) Fibrilasi atrium
6) Tumor otak
7) Stenosis karotis
8) Miksoma atrium
9) Aneurisma serebri
10) Koagulopati (mis. Anemia sel sabit)
11) Dilatasi kardiomiopati
12) Koagulasi intravascular diseminata
13) Embolisme
14) Cedera kepala
15) Hiperkolesteronemia
16) Hipertensi
17) Endokarditis infektif
18) Katup prostetik mekanis
19) Stenosis mitral
20) Neoplasma otak
21) Infark miokard akut
22) Sindrom sick sinus
23) Penyalahgunaan zat
24) Terapi trombolitik
25) Efek samping (mis. tindakan operasi bypass)
Kondisi Klinis Terkait
1) Stroke
29
2) Cedera kepala
3) Asterosklerotik aortik
4) Infark miokard akut
5) Diseksi arteri
6) Embolisme
7) Endokarditis infektif
8) Fibrilasi atrium
9) Hiperkolesterolemia
10) Hipertensi
11) Dilatasi kardiomiopati
12) Koagulasi intravaskular diseminata
13) Miksoma atrium
14) Neoplasma otak
15) Segmen ventrikel kiri akinetik
16) Sindrom sick sinus
17) Stenosis karotid stenosis mitral
18) Hidrosefalus, infeksi otak (mis. Meningitis, ensefalitis, abses
serebri)
j. Keletihan (D.0057)
Definisi : Penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang
tidak boleh dengan istirahat
Penyebab :
1) Gangguan tidur
2) Gaya hidup monoton
3) Kondisi fisiologis (mis. Penyakit kronis, penyakit
Terminal, anemia, malnutrisi, kehamilan)
4) Program perawatan/pengobatan jangka panjang
5) Peristiwa hidup negatif
6) Stress berlebihan
7) Depresi
30
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Merasa Energi tidak pulih 1. Tidak mampu mempertahankan
walaupun telah tidur aktivitas rutin
2. Merasa kurang tenaga 2. Tampak lesu
3. Mengeluh lelah
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
1. Merasa bersalah akibat tidak 1. Kebutuhan istirahat
mampu menjalankan tanggung meningkat
jawab
2. Libido menurun
31
2) Perubahan fungsi tubuh proses (mis. Proses
penyakit, kehamilan, kelumpuhan)
3) Perubahan fungsi kognitif
4) Ketidak sesuaian budaya, keyakinanku atau sistem
nilai
5) Transisi perkembangan
6) Gangguan psikososial
7) Efek tindakan/pengobatan (mis. pembedaan,
kemoterapi, terapi radiasi)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Mengungkapkan 1. Kehilangan bagian tubuh
kecacatan/kehilangan bagian 2. Fungsi/struktur tubuh
tubuh berubah/hilang
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
1. Tidak mau 1. Menyembunyikan/menunjukkan
mengungkapkan bagian tubuh secara berlebihan
kecacatan/kehilangan 2. Menghindari melihat dan/atau
bagian tubuh menyentuh bagian tubuh
2. Mengungkapkan 3. Fokus berlebihan pada perubahan
perasaan negatif tentang tubuh
perubahan tubuh 4. Respon non verbal pada perubahan
3. Mengungkapkan dan persepsi tubuh
kekhawatiran pada 5. Fokus pada penampilan dan kekuatan
penolakan/reaksi orang masa lalu
lain 6. Hubungan sosial berubah
4. Mengungkapkan
perubahan gaya hidup
32
l. Ansietas (D.0080)
Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subjektif
individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat
antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman.
Penyebab :
1) Krisis situasional
2) Kebutuhan tidak terpenuhi
3) Krisis maturasional
4) Ancaman terhadap konsep diri
5) Ancaman terhadap kematian
6) Kekhawatiran mengalami kegagalan
7) Disfungsi sistem keluarga
8) Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
9) Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi
sejak lahir)
10) Penyalahgunaan zat
11) Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin, polutan
dan lain-lain)
12) Kurang terpapar informasi
33
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
1. Merasa bingung 1. Tampak gelisah tampak
2. Merasa khawatir dengan akibat tegang sulit tidur
dari kondisi yang dihadapi
3. Sulit berkonsentrasi
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh pusing 1. Frekuensi nafas meningkat
2. Anoreksia 2. Frekuensi nadi meningkat
3. Palpitasi 3. Tekanan darah meningkat
4. Merasa tidak berdaya 4. Diaforesis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masa
lalu
Kondisi Klinis Terkait
1) Penyakit kronis progresif (mis. Kanker, penyakit autoimun)
2) Penyakit akut
3) Hospitalisasi
4) Rencana operasi
5) Kondisi diagnosis
6) Penyakit belum jelas penyakit neurologis
7) Tahap tumbuh kembang.
34
3. INTERVENSI
Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku
spesifik yang diharapkan dari klien, dan atau/atau tindakan yang
harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk
membantuk klien mencapai hasil yang diharapkan.Intervensi
keperawatan juga merupakan segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran yang diharapkan.
a. Pola Napas Tidak Efektif
SIKI
Manajemen Jalan Napas
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas
Tindakan :
Observasi
Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Monitor bunyi napas tambahan ( mis. Gurgling, megi, wheezing, rhonki
kering)
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
trust jiks curiga trauma servikal)
Posisikan semi flower atau flower
Berikan minum hangat
Lakukan terapi fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
35
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, eksprktoran, mukolitik, jika perlu
36
Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
Anjurkan menghindari penggunaan obat penyetop beta
Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis. Melembabkan kulit
kering pada kaki)
Anjurkan program rehabilitasi vaskuler anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis. Rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan rasa (mis.
Sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh bilangnya rasa)
c. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
SIKI.
Perawatan integritas kulit
Definisi : Mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga
keutuhan, kelembaban dan mencegah perkembangan
mikroorganisme.
Tindakan :
Observasi
Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi,
Perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban suhu lingkungan ekstrim,
penurunan mobilitas)
Terapeutik
Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
Bersihkan perineal dengan air hangat terutama selama periode diare
Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitive
Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion, serum)
Anjurkan minum air yang cukup
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
37
Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
Anjurkan menggunakan tabir surya spf minimal 30 saat berada di luar
rumah
Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
e. Nyeri Akut
SIKI
Manajemen Nyeri
38
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik
atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau
fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan :
Observasi
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respon nyeri non verbal
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Identifikasi pengaruh budaya terhadap nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. Tens,
hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Anjurkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
39
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, Jika perlu
f. Defisit Nutrisi
SIKI
Manajemen Nutrisi
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang
seimbang.
Tindakan :
Observasi
Identifikasi status nutrisi
Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Identifikasi makanan yang disukai
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
Monitor asupan makanan
Monitor berat badan monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
Melakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
Sajikan secara menarik dan suhu yang sesuai
Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Berikan suplemen makanan, jika perlu hentikan pemberian makanan melalui
selang nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
40
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, Jika perlu
g. Retensi urin
SIKI
Kateterisasi Urine
Definisi : memasukkan selang kateter urin ke dalam kandung
kemih..
Tindakan :
Observasi
Periksa kondisi pasien (mis. Kesadaran tanda-tanda vital, daerah perineal,
distensi kandung kemih, Inkontinensia urine, reflek berkemih)
Terapeutik
Siapkan peralatan, bahan-bahan dan ruangan tindakan
Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal recumbent
( untuk wanita) dan supine ( untuk laki-laki)
Pasang sarung tangan
Bersihkan daerah perineal atau preposisium dengan cairan nacl atau
aquades
Lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptik
Sambungkan kateter urine dengan urine bag
Isi balon dengan nacl 0,9% sesuai anjuran pabrik
Fiksasi selang kateter di atas simpisis atau paha
Pastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih
Berikan label waktu pemasangan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
Pemasangan kateter urine anjurkan menarik nafas saat insersi selang kateter
41
h. Risiko infeksi
SIKI
Pencegahan Infeksi
Definisi : Mengidentifikasi dan menurunkan risiko terserang
organisme patogenik.
Tindakan :
Observasi
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
Batasi jumlah pengunjung
Berikan perawatan kulit pada area edema
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Ajarkan etika batuk
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu
i. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
SIKI
Pemantauan Tekanan Intrakranial
Definisi : Mengumpulkan dan menganalisis data terkait regulasi
tekanan di dalam ruang intracranial
42
Tindakan :
Observasi
Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi menempati ruang,
gangguan metabolisme, edema serebral, peningkatan tekanan vena,
obstruksi aliran cairan serebrospinal hipertensi intrakranial idiopatik)
Monitor peningkatan TD
Monitor pelebaran tekanan nadi ( selisih TDS dan TDD)
Monitor penurunan frekuensi jantung
Monitor iregularitas Irama nafas
Monitorpenurunan tingkat kesadaran
Monitor keterlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil
Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam rentang yang diindikasikan
Monitor tekanan perfusi serebral
Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan serebrospinal
Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK.
Terapeutik
Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
Kalibrasi transduser
Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
Pertahankan posisi kepala dan leher Netral
Bilas sistem pemantauan, Jika perlu
Atur interval sesuai kondisi pasien dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
j. Keletihan
SIKI
Edukasi Aktivitas/Istirahat
Definisi : Mengajarkan pengaturan aktivitas dan istirahat.
43
Observasi
Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.
Terapeutik
Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat
Jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya
Edukasi
Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik dari olahraga secara rutin
Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok, aktivitas bermain atau aktivitas
lainnya
Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis. Kelelahan, sesak
nafas saat aktivitas)
Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai kemampuan
44
Diskusikan kondisi stress yang mempengaruhi citra tubuh (mis Luka,
penyakit, pembedahan)
Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
Edukasi
Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
Anjurkan menggunakan alat bantu (mis. Pakaian, wig, kosmetik)
Anjurkan mengikuti kelompok pendukung (mis. Kelompok sebaya)
Latih fungsi tubuh yang dimiliki
Latih peningkatan penampilan diri (mis. Berdandan)
Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain maupun kelompok
l. Ansietas
SIKI
Terapi relaksasi
Definisi :Menggunakan teknik peregangan untuk mengurangi
tanda dan gejala ketidaknyamanan seperti nyeri, ketegangan otot,
atau kecemasan.
Observasi
Identifikasi Penurunan Tingkat Energi, Ketidakmampuan Berkonsentrasi,
Atau Gejala Lain Yang Mengganggu Kemampuan Kognitif
Identifikasi Teknik Relaksasi Yang Pernah Efektif Digunakan
Identifikasi Kesediaan, Kemampuan, Dan Penggunaan Teknik Sebelumnya
Periksa Ketegangan Otot, Frekuensi Nadi, Tekanan Darah, Dan Suhu
Sebelum Dan Sesudah Latihan
Monitor Respon Terhadap Terapi Relaksasi
45
Terapeutik
Ciptakan Lingkungan Tenang Dan Tanpa Gangguan Dengan Pencahayaan
Dan Suhu Ruang Nyaman, Jika Memungkinkan
Berikan Informasi Tertulis Tentang Persiapan Dan Prosedur Teknik
Relaksasi
Gunakan Pakaian Longgar
Gunakan Nada Suara Lembut Dengan Irama Lambat Dan Berirama
Gunakan Relaksasi Sebagai Strategi Penunjang Dengan Analgetik Atau
Tindakan Medis Lain, Jika Sesuai
Edukasi
Jelaskan Tujuan, Manfaat, Batasan, Dan Jenis Relaksasi Yang Tersedia
(Mis. Musik, Meditasi, Napas Dalam, Relaksasi Otot Progresif)
Jelaskan Secara Rinci Intervensi Relaksasi Yang Dipilih
Anjurkan Mengambil Posisi Nyaman
Anjurkan Rileks Dan Merasakan Sensasi Relaksasi
Anjurkan Sering Mengulang Atau Melatih Teknik Yang Dipilih
Demonstrasikan Dan Latih Teknik Relaksasi (mis. nafas dalam,
peregangan, atau imajinasi terbimbing )
4. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
46
Meningkat Menurun
Kerusakan 1 2 3 4 5
jaringan
Kerusakan 1 2 3 4 5
lapisan
kulit
Nyeri 1 2 3 4 5
Perdarahan 1 2 3 4 5
Kemerahan 1 2 3 4 5
Hematoma 1 2 3 4 5
Pigmentasi 1 2 3 4 5
abnormal
Jaringan 1 2 3 4 5
parut
Nekrosis 1 2 3 4 5
Abrasi 1 2 3 4 5
kornea
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
memburuk membaik
Suhu kulit 1 2 3 4 5
Sensasi 1 2 3 4 5
Tekstur 1 2 3 4 5
Pertumbuh 1 2 3 4 5
an rambut
47
Kaku sendi 1 2 3 4 5
Gerak tidak 1 2 3 4 5
terkoordina
si
Gerak 1 2 3 4 5
terbatas
Kelemahan 1 2 3 4 5
fisik
48
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
memburuk membaik
Frekuensi 1 2 3 4 5
nafas
Kedalaman 1 2 3 4 5
nafas
Ekskursi 1 2 3 4 5
dada
49
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
memburuk membaik
Konsentras 1 2 3 4 5
i
Pola tidur 1 2 3 4 5
Perasaan 1 2 3 4 5
keberdayaa
n
Kontak 1 2 3 4 5
mata
Pola kemih
Orientasi
50
menggigil
Letargi
Gangguam
kognitif
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
memburuk membaik
Kadar sel 1 2 3 4 5
darah putih
Kultur 1 2 3 4 5
darah
Kultur 1 2 3 4 5
urine
Kultur 1 2 3 4 5
sputum
Kultur 1 2 3 4 5
feses
Kadar sel 1 2 3 4 5
darah putih
51
tidur
Menarik diri 1 2 3 4 5
Berfokus 1 2 3 4 5
pada diri
sendiri
Diaforsis 1 2 3 4 5
Perasaan 1 2 3 4 5
depresi
Perasaan 1 2 3 4 5
takut
mengalami
cedera
berulang
Anoreksia 1 2 3 4 5
Perineum 1 2 3 4 5
terasa
tertekan
Uterus teraba 1 2 3 4 5
membulat
Ketegangan 1 2 3 4 5
otot
Pupil dilatasi 1 2 3 4 5
Muntah 1 2 3 4 5
Mual 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
memburuk membaik
Frek. Nadi 1 2 3 4 5
Pola napas 1 2 3 4 5
Tekanan 1 2 3 4 5
darah
Focus 1 2 3 4 5
Fungsi 1 2 3 4 5
berkemih
Perilaku 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
52
Melihat 1 2 3 4 5
bagian
tubuh
Menyentuh 1 2 3 4 5
bagian
tubuh
Verbalisasi 1 2 3 4 5
kecacatan
bagian
tubuh
Verbalisasi 1 2 3 4 5
kehilangan
bagian
tubuh
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Verbalisasi 1 2 3 4 5
perasaan
negatif
tentang
perubahan
tubuh
Verbalisasi 1 2 3 4 5
kekhawatir
an terhadap
penolakan/r
eaksi orang
lain
Verbalisasi 1 2 3 4 5
perubahan
gaya hidup
Menyembu 1 2 3 4 5
nyikan
bagian
tubuh
berlebihan
Menunjukk 1 2 3 4 5
an bagian
tubuh
berlebihan
Fokus pada 1 2 3 4 5
bagian
tubuh
Fokus pada 1 2 3 4 5
penampilan
masa lalu
53
Fokus pada 1 2 3 4 5
kekuatan
masa lalu
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
memburuk membaik
Respon 1 2 3 4 5
non verbal
pada
perubahan
tubuh
Hubungan 1 2 3 4 5
sosial
54
Siamosis 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Frekuensi 1 2 3 4 5
nafas
Perasaan 1 2 3 4 5
bersalah
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
memburuk membaik
Selera 1 2 3 4 5
makan
Pola nafas 1 2 3 4 5
Libido 1 2 3 4 5
Pola 1 2 3 4 5
istirahat
55
sistolik
Tekanan 1 2 3 4 5
darah
diastolik
Refleks 1 2 3 4 5
saraf
56
k. Luaran Status nutrisi
Definisi : Keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
Ekspektasi : Membaik
Kriteria Hasil :
57
makanan
yang aman
Penyiapan 1 2 3 4 5
dan
penyimpan
an
minuman
yang aman
Sikap 1 2 3 4 5
terhadap
makanan/m
inuman
sesuai
dengan
tujuan
kesehatan
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Perasaan 1 2 3 4 5
cepat
kenyang
Nyeri 1 2 3 4 5
abdomen
Sariawan 1 2 3 4 5
Rambut 1 2 3 4 5
rontok
diare 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
memburuk membaik
Berat 1 2 3 4 5
badan
Indeks 1 2 3 4 5
masa tubuh
Frekuensi 1 2 3 4 5
makan
Nafsu 1 2 3 4 5
makan
Bising usus 1 2 3 4 5
Tebal 1 2 3 4 5
lipatan
kulit trisap
Membran 1 2 3 4 5
mukosa
58
Definisi : keadekuatan aliran darah pembuluh darah distal untuk menunjang
fungsi jaringan
Ekspektasi : Meningkat
Kriteria Hasil :
59
5. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku
keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam Haryanto, 2007).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994,
dalam Potter & Perry, 2011).
N DIAGNOSA IMPLEMENTASI
O
1. Pola napas tidak efektif Memanajemen jalan napas
Memantau respirasi
2. Perfusi perifer tidak efektif Merawat sirkulasi
Memanajemen sensasi perifer
3. Gangguan integritas kuliat/jaringan Merawat integritas kulit
Memberi edukasi perawatan diri
4. Gangguan mobilitas fisik Mendukung mobilitas fisik
Memberi dukungan mobilisasi
5. Nyeri akut Memanajemen nyeri
Berkolaborasi memberikan
analgesik
6. Defisit nutrisi Memanajemen nutrisi
Memberi edukasi diet yang tepat
7. Retensi urin Melakukan katerisasi urin
8. Risiko infeksi Mencegah infeksi
Memberikan imunisasi/vaksinasi
9. Risiko perfusi serebral tidak efektif Memantau tekanan intrakranial
Memanajemen peningkatan TIK
10. Keletihan Mengedukasi aktivitas/istirahat
Memenejemen energi
11. Gangguan citra tubuh Mempromosikan citra tubuh
12. Ansietas Memberi terapi relaksasi
Memberikan dukungan emosi
6. EVALUASI
Merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil
dari proses keperawatan.
60
BAB III
A. Pengkajian
1. Anamnesa
BIODATA
- Nama : Ny. P
- Umur : 37 Tahun
- Agama : Islam
- Suku : Jawa
- Status : Menikah
- Pendidikan : SMA
- Pekerjaan : Buruh pabrik dan berhenti beberapa bulan
- Tanggal MRS : 21 Maret 2020
- Tanggal Pengkajian : 21 Maret 2020
2. Keluhan Utama:
Nyeri sendi sejak 1 tahun yang lalu, lokasinya yaitu sendi bahu,
siku, pergelangan tangan, pergelangan kaki dan lutut. Nyeri
61
dirasakan setiap hari, terus-menerus dan bersifat panas.
Memberat jika kelelahan dan terkena angin.
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengatakan bahwa hal yang dapat memperingan keluhan yaitu
dengan minum obat. Gejala lain yang dikeluhkan yaitu rambut
rontok, gatal seluru tubuh, BB turun, jika terkena sinar matahari
muncu lruam dibawah mata dan nyeri telan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengatakan bahwa 4 tahun yang lalu pasien mengatakan
pernah mengalami hal yang serupa dan di diagnosis sebagai
Rheumatoid Arthritis. 2 tahun kemudian, pasien di diagnosis
hipertiroid dan pasien mengatakan keluhan nyeri sendiri semakin
parah dan pasien memiliki riwayat asma.
5. Riwayat Pengobatan:
Tiroksin dan Metilprednisolon.
6. Riwayat Penyakit Keluarga:
Pasien mengatakan bahwa keluarga tidak memiliki penyakit yang
menular.
7. Pemeriksaan Umum:
- KU: Baik
- Kes: CM
- TTV:
TD: 110/80 mmHg
Nadi: 95 x/menit
RR: 23 x/menit
Suhu: 36ºC
8. Pemeriksaan Fisik:
- Konjungtiva anemis
- Sedikit Malar rash di hidung
- Moon face
- Caries dentis
- Faring hiperemis
- Kemerahan di sekujur tubuh
- Pemeriksaan paru-paru, jantung dan abdomen normal
- Terdapat luka dan memar pada pergelangan kaki kanan karena
terjatuh dari tangga 1 minggu sebelum masuk RS.
9. Pemeriksaan Penunjang:
Darah rutin:
- Leukosit 2.50 (3.60-11.00)
- Eritrosit 3.66 (3.80-5.20)
62
- Hemoglobin 9.8 (11.7-15.5)
- Hematocrit (31.7 (35.0-47.0)
- Monosit: 11.0 (2-8)
Urin:
- Bakteri (+++)
Tes widal: (-)
ANA test: (+)
B. ANALISA DATA
NO DATA FAKTOR PENYEBAB MASALAH YANG
MUNCUL
1. DS : Gg. imunitas Nyeri Kronis
Px mengeluh nyeri sendi (D.0078)
bahu, siku, pergelangan
tangan kaki, lutut, setiap
waktu, terus menerus dan
panas, skala nyeri 4
DO:
- Wajah px tampak
meringis kesakitan
- Px hanya bisa tirah baring
- Px bersikap lebih waspada
- Px tampak berkeringat
Do:
- BB px turun 0,5 kg dalam
3 hari
- Px tampak mual
- Rambut px rontok
- Terdapat nyeri telan
- Px tampak meringis saat
menelan makanan
- Px tampak tidak berselera
makan
- Sisa makanan di piring px
masih banyak
3 Ds: Penurunan Mobilitas Gangguan Integritas
px mengatakan ada luka di Kulit
pergelangan kaki (D.0129)
Do:
- Terdapar luka di
pergelangan kaki px
63
sampai epidermis
- Terdapat edema di kaki px
- Nampak malar rash
- Napak moonface
- Terdapat ruam di kepala
px
- Terdapat caries denties
dan faring hiperemesis
4 Ds: Nyeri Gangguan mobilitas
px mengatakan nyeri saat fisik
bergerak (D.0054)
Do:
- Gerakan terbatas
- Fisik lemah tirah baring di
brangkar
- Rentang gerak menurun
- Terdapat edema di
pergelangan kaki pasien
- Terdapat luka di
pergelangan kaki pasien
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Kronis (D.0078)
2. Defisit Nutrisi (D.0019)
3. Gangguan Integritas Kulit (D.0129)
4. Gangguan Mobilitas Kulit (D.0054)
D. Intervensi
1. Nyeri Kronis
SIKI : Manajemen Nyeri
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan.
Tindakan :
Observasi
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respon nyeri non verbal
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Identifikasi pengaruh budaya terhadap nyeri
Terapeutik
64
Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. Tens, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
Anjurkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, Jika perlu
2. Defisit Nutrisi
SIKI : Manajemen Nutrisi
Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang.
Tindakan :
Observasi
Identifikasi makanan yang disukai
Monitor asupan makanan
Monitor berat badan monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Berikan suplemen makanan, jika perlu hentikan pemberian
makanan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan, Jika perlu
3. Gangguan Integritas Kulit
SIKI : Perawata Integritas Kulit
Definisi : Mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga keutuhan,
kelembaban dan mencegah perkembangan mikroorganisme.
Tindakan :
Observasi
65
Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan
sirkulasi, Perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban suhu
lingkungan ekstrim, penurunan mobilitas)
Terapeutik
Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit
sensitive
Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion, serum)
Anjurkan minum air yang cukup
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
Anjurkan menggunakan tabir surya spf minimal 30 saat berada di
luar rumah
Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
4. Gangguan Mobilitas Fisik
SIKI : Dukungan Mobilisasi
Definisi : memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas
pergerakan fisik.
Tindakan :
Observasi
Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. Pagar tempat
tidur)
Melakukan pergerakan, jika perlu
Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Anjurkan melakukan mobilisasi dini
66
Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk di
tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)
E. Implementasi
DIAGNOSA JAM TINDAKAN
Nyeri Kronis 07.00-07.05 1. BHSP
SIKI : 07.05-07.10 2. Memonitot TTV :
Manajemen Nyeri TD : 120/70 mmHg
N : 80x/mnt
RR : 24x/mnt
S : 36,50C
3. Mengidentifikasi lokasi,
07.10-07.13
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri pada
pasien.
Px nyeri sendi bahu,
siku, pergelangan tangan
kaki, lutut, setiap waktu,
terus menerus dan
panas.
4. Mengidentifikasi skala
07.13-07.15 nyeri : skor 4
5. Mengdentifikasi faktor
07.15-07.18
yang memperberat dan
memperingan nyeri
px mengatakan nyeri
berkurang jika minum
obat
6. Memberikan teknik non
07.18-07.20 farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
dengan mengajarkan
teknik relaksasi tarik
nafas dalam dihirup dari
hidung dan dikeluarkan
melalui mulut.
7. Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri dengan bekerja
07.20-07.23 sama dengan keluarga
pasien untuk
memberikan waktu
pasien untuk bisa
istirahat dan mengurangi
kebisingan.
8. Memfasilitasi istirahat
dan tidur dengan
07.23-07.25
membatasi pengunjung.
67
9. Berkolaborasi
07.25-07.26 pemberian analgetik
dengan memberikan
Metoclopramide 3x1
68
pada kulit kering
08.05-08.07 21. Menganjurkan
menggunakan pelembab
(mis. Lotion, serum)
22. Menganjurkan minum
08.07-08.10 air yang cukup
23. Menganjurkan
meningkatkan asupan
08.10-08.13 nutrisi untuk
mempercepat
penyembuhan luka
24. Menganjurkan
meningkatkan asupan
08.13-08.15 buah dan sayur
Gg. Mobililitas Fisik 25. Menganjurkan
SIKI : Dukungan menghindari terpapar
Mobilisasi suhu ekstrem dan
terpapar cahaya
08.15-08.18
matahari secara
langsung
26. Menganjurkan
08.18-08.20 menggunakan tabir
surya spf minimal 30
saat berada di luar
rumah
08.21-08.23 27. Mengidentifikasi adanya
nyeri : px terdapat nyeri
pada wajah dan bagian
ekstremitas
08.23-08.25 28. Memonitor frekuensi
jantung dan tekanan
darah sebelum memulai
08.25-08.27 mobilisasi : nadi
80x/mnt
29. Memonitor kondisi
umum selama
08.27-08.30 melakukan mobilisasi px
tidak mengeluh pusing
30. Memfasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis. Pagar tempat
08.30-08.45 tidur)
31. Melibatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
pergerakan
32. Menganjurkan
melakukan mobilisasi
69
dini seperti miring kanan
, miring kiri, duduk di
pinggir brangkar
33. Mengajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk
di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke
kursi)
A. EVALUASI
1. Nyeri Kronis
SLKI : Tingkat Nyeri (L.08066)
Ekspektasi : Menurun
S: Luaran : Tingkat Nyeri
Px mengeluh nyeri sendi bahu, siku, Keluhan Nyeri Sedang
pergelangan tangan kaki, lutut berkurang Meringis Cukup Menurun
skala nyeri 3 Sikap Protektif Cukup menurun
Gelisah Cukup menurun
O:
P : Intervensi dilanjutkan
manajemen Nyeri
2. Defisit Nutrisi
SLKI : Status Nutrisi (L.03030)
Ekspektasi : Membaik
S: Luaran : Status Nutrisi
Px masih mengeluh sakit untuk menelan Porsi makan yang dihabiskan cukup
makanan menurun
Kekuatan otot menurun
O: Berat badan sedang
- Belum ada peningkatan BB pada Frekuensi makan cukup memburuk
pasien Nafsu makan memburuk
- Mual pada pasien berkurang
- Rambut px masih rontok
- Masih terdapat nyeri telan
- Px masih meringis saat menelan
makanan
- Px masih tampak tidak berselera makan
- Sisa makanan di piring px masih
70
banyak
P : Intervensi Dilanjutkan
Manajemen Nutrisi
71
BAB 1V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sampai saat ini pengobatan untuk Systemic Lupus Erythematosus
masih terus diteliti, tetapi dengan berkembangnya teknologi biologi
molekuler tidak tertutup harapan ditemukannya terapi yang lebih efektif
dan lebih aman untuk penyakit Systemic Lupus Erithematosus (SLE),
walaupun penelitian masih dilakukan, hasil yang menakjubkan dari terapi
yang mengkhususkan pada sel B dan signaling pathways yang terlibat
pada interaksi sel B dan sel T menyarankan bahwa pendekatan ini dapat
menjadi terobosan baru dalam pengobatan penyakit-penyakit otoimun.
Pengobatan imunologik terhadap penyakit Systemic Lupus
Erythematosus dengan terapi sel target mengutamakan penggunaan
72
antibodi monoklonal dengan sasaran sel-sel B lewat protein permukaan sel
(khususnya CD20 tetapi juga CD22); merupakan salah satu pengobatan
yang terbaru. Dengan adanya terapi tersebut harapan hidup penderita SLE
dapat lebih ditingkatkan. Meskipun masih dalam penelitian, hasil dari
pengobatan SLE menggunakan rituximab terbukti efektif. Bila
dikombinasikan dengan obat-obatan yang tepat, rituximab dapat
mengurangi gejala-gejala penyakit yang timbul dan akhirnya seluruh
otoantibodi, yang memiliki peranan penting pada SLE, hilang sehingga
penderita dapat menghentikan pengobatan.
B. Saran
Meskipun hasil dari terapi sel target dengan penggunaan Rituximab
sudah menunjukkan hasil yang baik, tetapi penelitian lebih jauh mengenai
terapi sel target masih sangat diperlukan, karena terapi ini masih bisa terus
berkembang sehingga dapat memberikan hasil yang bukan saja untuk
terapi tetapi sebagai cara untuk mencegah penyakit tersebut. Timbulnya
terapi-terapi yang baru tidak tertutup kemungkinan untuk terapi sel target
bergabung dengan terapi yang lain sehingga dapat menghasikan terapi
yang lebih efektif daripada sebelumnya.
Adanya penelitian lebih lanjut mengenai terapi SLE dengan
rituximab perlu dilakukan sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih pasti
dari terapi tersebut.
73
DAFTAR PUSTAKA
Akua, N. (2015). Exercising with lupus. UK: Lupus UK Youtube Chanel
(http://lupusuk.org.uk/) diakses tanggal 23 Maret 2017.
Anggraini, N. S. (2016). Lupus Eritematosus Sistemik. J Medula Unila.
Arovah, N. I. (2010). Dasar-dasar Fisioterapi pada cedera olahraga. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta Fakultas Ilmu Keolahragaan.
Bello, G. A., & dkk. (2016). Development and validation of a simple lupus
severity index using ACR criteria for classification of SLE. Lupus Science &
Medicine.
Cameron, M. H. (2013). Physical Agents in Rehabilitation. Elsevier.
Greenberg MS, Glick M. (2008). Burket’s oral medicine diagnosis and treatment
11th. Hamilton: BC Decker Inc.
74
Judha, M., & Setiawan, D. I. (2015). Apa dan Bagaimana Penyakit Lupus ?
(Sistemik Lupus Eritematosus). Yogyakarta: Gosyen Publising.
Kertia, N. (2007). The lupus book: Panduan lengkap bagi penderita lupus dan
keluarganya. Yogyakarta: B-First.
Perhimpunan Reumatologi Indonesia. (2011). Diagnosis dan pengelolaan Lupus
Eritematosus Sistemik.
75