LEBAK”
Disusun oleh:
-Alfina [2110116320001]
-Dewita Herzaleha [2110116120007]
-Muhammad Najmi [2110116310005]
-Najwa Hanifa Hasanah [2110116320013]
Dosen Pengajar:
Dr. Dharmono, M.Si
Secara istilah, rawa lebak berasal dari bahasa jawa lebak yang berarti lembah
atau dataran yang rendah. Akan tetapi, secara umum, rawa lebak merupakan suatu
daratan yang setiap tahunnya mengalami genangan minimal selama tiga bulan dengan
genangan minimal 50 cm. rawa lebak juga disebut dengan istilah rawa pedalaman
karena kedudukannya yang menjorok jauh dari muara laut atau sungai. Lahan rawa
lebak sendiri adalah rawa lebak yang sudah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian,
perikanan, peternakan, atau segala hal yang sudah mendapat campur tangan manusia.
Pada musim hujan, rawa lebak menjadi tergenang karena mendapat luapan
dari sungai besar di sekitarnya berada pada suatu cekungan dan juga memiliki
pengatusan atau drainase yang buruk. Genangan pada rawa lebak biasanya
berlangsung stagnan dan akan sangat sulit untuk mengalir. Pada musim kemarau,
genangan pada rawa lebak menjadi hilang dan rawa menjadi kering. Pada saat itulah
biasanya rawa lebak dimanfaatkan untuk bidang pertanian.
Lebih spesifik, rawa lebak adalah suatu wilayah dataran yang cekung yang
dibatasi oleh satu atau dua tanggul sungai atau antara dataran tinggi dengan tanggul
sungai. Bentang lahan pada rawa lebak seperti pada sebuah mengkuk dengan bagian
tengah yang cekung. Pada saat tergenang, bagian cekungan di tengah memiliki
kedalaman yang paling dalam dan semakin ke tepi akan semakin dangkal. Pada
musim hujan genangan akan mencapai 4-7 meter dan kering pada musim kemarau.
Akan tetapi, pada tengah rawa yang berbentuk cekungan, genangan masih akan tetap
ada walaupun mungkin tidak lebih dari 1 meter.
Di dataran tinggi, lahan rawa lebak terdapat diantara dua bukit. Kondisi lahan
selalu basah dan penuh dengan tumpukan bahan organik karena proses perombakan
bahan organik lebih lambat daripada akumulasi bahan organik pada lahan tersebut.
Bentang alam yang sama dengan rawa lebak tetapi tidak mengalami genangan disebut
dengan rawa labak yang kehilangan identitas. Pada rawa lebak seperti ini, pertanian
malah seperti pada pertanian tadah hujan (rainfed agriculture).
Rawa lebak berbeda dengan rawa pasang surut berdasarkan topografi dan juga
periode genangannya. Lahan pasang surut lebih rata kerena mendapat pengaruh
pasang surut. Selain itu, pada lahan pasang surut periode genangan dapat diprediksi
dengan jelas yaitu pada saat bulan baru atau pada saat bulan purnama. Genangan atau
banjir merupakan sifat bawaan rawa lebak karena sebagai ciri hidroekologi lebak
sehingga menjadi identitas yang membedakan dengan bentang alam yang lain
walaupun berada dalam suatu hamparan yang sama.
Dalam konteks yang lebih luas, rawa lebak dapat juga disebut dengan istilah
wetland, lowland, peatland, inland, dan deepwater land. Wetland digunakan untuk
menunjukkan bahwa wilayah tersebut basah sepanjang tahun dengan curah hujan
2000 mm per tahun dan memiliki bulan basah 6-7 bulan. Lowland digunakan untuk
menunjukkan bahwa wilayah tersebut termasuk dataran rendah, sedangkan peatland
digunakan untuk menggambarkan wilayah tersebut mengandung gambut yang cukup
tebal. Inland dan deep water land digunakan untuk menunjukkan bahwa wilayah
tersebut menjorok ke pedalaman dengan genangan yang terjadi sepanjang tahun.
Bentang alam yang terdapat pada rawa lebak meliputi wilayah tanggul sungai,
dataran banjir, sampai lahan burit termasuk sebagian wilayah rawa pedalaman dan
rawa belakang. Lahan rawa lebak dapat dipilah menjadi lebak dangkal, lebak
tengahan, lebak dalam dan lebak sangat dalam. Secara khusus, lebak merupakan
dataran banjir, dataran meander (sungai berkelok-kelok), dan bekas aliran sungai tua.
(Noor:2007)
Abiotik :
1. Lahannya tergenang air dan rejim airnya dipengaruhi oleh hujan dan juga
berasal dari luapan banjir hulu sungai
2. Jenis tanah yang umum di jumpai di lahan rawa lebak ialah tanah mineral dan
gambut
3. Bahan yang membentuk tanah di lahan Lebak berbahan halus berupa lumpur
sungai yg di endapkan setiap kali terjadi banjir
4. Lahan rawa lebak dibagi dalam tiga tipe berdasarkan ketinggian dan lama
penggenangan air yaitu,Lebak dangkal,Lebak tengahan,dan Lebak dalam atau
sangat dalam.
5. Warna tanah coklat sampai sangat gelap atau hitam dengan reaksi tanah di
lapang termasuk masam-sangat masam, kandungan basa rendah
Biotik:
1. Umumnya pada lahan rawa lebak bisa kita jumpai tanaman padi,tanaman buah-
buahan seperti mangga, durian, nangka, dll
2. Di lahan rawa lebak juga terdepat ikan, seperti sepat Siam,ikan gabus, dll
3. Terdapatnya hewan jenis unggas seperti itik dan burung belibis, selain itu juga
terdapat kerbau rawa
4. Di tumbuhi gulma air seperti Enceng gondok, kangkung,dll.
C. Potensi
Rawa lebak terbentuk dari pengendapan yang diakibatkan oleh proses aluvial.
Biasanya rawa lebak terletak di pedalaman dan di belakang rawa pasang surut,
sehingga tidak terkena pengaruh langsung atau tidak langsung dari air pasang surut.
Di sini air berperan dalam menentukan potensi lahan serta pengendali proses
perkembangan tanah. Berdasarkan sifat dan ekologinya, rawa lebak memiliki banyak
potensi yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pangan.
Potensi rawa lebak ditentukan dari bahan-bahan yang diendapkan dari daerah
atasnya, berbeda dengan air yang bahannya relatif tidak ada karena hanya berasal dari
hujan. Secara umum, lahan rawa lebak lebih subur jika dibandingkan dengan lahan
pasang surut. Hal ini dikarenakan lahan rawa lebak tidak bermasalah dengan bahan
sulfidik (pirit). Pembagian lahan tergantung keberadaan air. Keberadaan air pada
lahan rawa lebak tergantung musim, saat musim hujan seluruh lahan rawa lebak akan
tergenang, sedangkan saat musim kemarau air pada lahan akan mulai menyurut.
1. Lahan rawa lebak dangkal, lahan rawa lebak dangkal merupakan lahan rawa pada
bagian atas/pinggir yang tidak tergenang air pada awal musim kering. Lahan ini
dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pangan dan sayuran yang dilakukan
secara tumpangsari. Pola tanam yang dapat diterapkan yaitu padi-padi, padi-
palawija+sayuran, atau padi-sayuran. Untuk pemanfaatan sebagai sawah dapat
ditanami pada musim hujan maupun musim kemarau. Pada musim kemarau
disebut sawah timur, biasanya ditanami padi yang memiliki umur cenderung lebih
pendek. Palawija, sayuran, dan buah-buahan juga sering ditanam pada lahan rawa
lebak dangkal dengan pola tanam tumpangsari dengan sistem surjan. Pada sistem
surjan, palawija, buah, dan sayur ditanam di bagian yang tinggi, sedangkan pada
bagian yang tergenang air akan ditanami padi. Rawa lebak dangkal akan
mengering pada musim kemarau, sehingga akan ditanami sayuran, palawija, dan
buah-buahan. Jenis buah yang akan ditanam adalah buah semusim, seperti melon
atau semangka.
2. Lahan rawa lebak tengahan, lahan rawa lebak tengahan merupakan lahan rawa
pada bagian tengah yang tidak tergenang air pada pertengahan musim kering.
Lahan ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pangan dan sayuran yang
dilakukan secara tumpangsari. Pola tanam yang dapat diterapkan yaitu padi-padi
atau padi-palawija+sayuran. Pada musim hujan, lahan rawa lebak bagian tengah
sampai dalam akan tergenang air lebih dari 100 cm, biasanya disebut sawah barat.
Sawah barat harus ditanami padi surung pada musim hujan dengan genangan air
100-150 cm. Varietas padi yang termasuk jenis padi surung adalah Alabio, Tapus,
Nagara, termasuk padi hiyang.
3. Lahan rawa lebak dalam, lahan rawa lebak dalam merupakan lahan rawa yang
masih tetap tergenang pada puncak musim kering. Ketinggian muka air akan
menentukan pemanfaatan rawa lebak ini. Jika masih memungkinkan untuk
ditanami tanaman pangan lahan basah, maka akan dimanfaatkan untuk
pengembangan padi. Tetapi, jika tidak memungkinkan, maka akan dimanfaatkan
sebagai kawasan konservasi air.
4. Pengaturan air (water management) menjadi kunci dalam pemanfaatan lahan rawa
lebak. Secara alami, pengaturan air hanya mengandalkan musim, tetapi dengan
adanya teknologi membuat pengaturan air dapat dikembangkan di lahan rawa
lebak, termasuk kepala sawit pada tanaman perkebunan. Rawa lebak yang
tergolong sebagai salah satu lahan yang subur karena adanya luapan banjir,
sehingga terjadi pengkayaan unsur hara. Keadaan ini membuat beberapa pupuk
hanya dibutuhkan dalam jumlah yang cenderung sedikit. Namun demikian,
pemberian pupuk akan memberikan respon baik pada tanaman padi dan
berproduksi lebih tinggi.
Didalam karakteristik sosial ekonomi terdapat karakteristik individu petani antara lain
:
Pemberdayaan masyarakat
1. Kalender Tanam Rawa
Salah satu masalah pertanaman padi di lahan rawa lebak adalah sulitnya
menentukan saat tanam yang tepat, akibat awal musim hujan (datangnya
genangan air rawa) maupun akhir musim hujan (air rawa surut) yang selalu
berubah-ubah hampir setiap tahunnya. Untuk mengantisipasi hal tersebut
petani sejak dahulu mengandalkan kearifan lokal dan pengalaman mereka
melihat tanda-tanda biologis (perilaku binatang) maupun astronomi
(bintang) yang telah diyakini berpuluh tahun kebenarannya, namun
nampaknya kini telah berubah akibat perubahan iklim. Saat ini
keberhasilan pertanaman padi bisa ditingkatkan dengan memanfaatkan
informasi iklim yang telah dikemas sebagai Kalender Tanam Rawa
(Katam Rawa). Katam Rawa adalah perangkat lunak (software) untuk
memprediksi awal musim tanam padi, kebutuhan pupuk dan benih
(pemilihan varietas) serta serangan organisme pengganggu tanaman di
lahan rawa. Katam Rawa dibuat untuk mengantisipasi perubahan iklim.
Dalam sepuluh tahun terakhir ini dampak perubahan iklim global semakin
nyata antara lain meningkatnya siklus kejadian kekeringan (El Nino) dan
kebanjiran (La Nina) yang terjadi antara 5-7 tahun menjadi 2-3 tahun dan
semakin luas areal yang kena dampaknya. Kejadian ini akan berdampak
terhadap penetapan awal musim tanam yang tepat.
2. Pengelolaan Air
Dalam mengendalikan air rawa, petani mempunyai kearifan lokal yang
telah lama mereka lakukan, yaitu membuat saluran-saluran yang menjorok
ke arah tengah rawa. Saluran tersebut dahulu kala hanya dimanfaatkan
untuk sarana transportasi hasil pertanian, karena lokasi pertanian mereka
bisa berada jauh dari jalan atau sungai besar. Kearifan lokal tersebut dapat
ditingkatkan fungsi dan efektivitasnya, dengan inovasi teknologi Tabat
Bertingkat, yaitu dengan cara membuat sejumlah tabat di sepanjang
saluran, jarak antartabat (50-100 m).
3. Penataan Lahan
Dalam memanfaatkan lahan rawa lebak, awalnya hanya komoditas padi
yang diusahakan. Tanaman nonpadi mulai berkembang setelah petani
membuat saluran-saluran, akibat lokasinya mulai masuk menjorok ke
tengah rawa. Tanggul atau tembokan sebagai pembatas saluran secara
intuitif oleh petani kemudian mulai dimanfaatkan untuk menanam
komoditas nonpadi seperti keladi, umbi, dan sebagainya. Cara-cara ini
kemudian menjadi kearifan lokal dalam penataan lahan untuk budi daya
tanaman lahan kering (dryland crop).
5. Penyiapan Lahan
Pada lahan yang sudah dibuka dan diusahakan, yang menjadi masalah
dalam penyiapan lahan adalah gulma. Petani telah mempunyai teknologi
lokal yang cukup arif, yaitu penyiapan lahan sistem tebas kait. Dalam
sistem ini gulma ditebas kemudian dikumpulkan jadi satu (ditumpuk)
untuk menjadi galangan sebagai batas tanah garapan atau batas pemilikan
lahan. Namun, sistem tersebut tidak bisa diterapkan pada wilayah yang
telah menerapkan pola tanam dua kali setahun, karena memerlukan waktu
penyiapan lahan yang cepat dan tepat waktu.
Oleh karena itu, diperlukan teknologi inovatif yang lebih efisien waktu dan
tenaga, yaitu menggunakan alat olah tanah seperti traktor kura-kura.
Pertumbuhan gulma di lahan rawa lebak sangat cepat.
Petani cenderung menggunakan herbisida dalam penyiapan lahan.
Teknologi penyiapan lahan dilahan rawa lebak dapat dibedakan dalam tiga
cara olah tanah, yaitu:
a. Tanpa olah tanah dengan herbisida,
b. Tanah minimum, dan
c. Olah tanah sempurna.
Secara umum, anjuran takaran pupuk yang digunakan untuk padi surung
30 kg N dan 60 kg P2O5/ha yang disebar merata sebelum benih ditugal
(tanam), sedang untuk padi rintak 45-90 kg N, 90 kg P2O5, dan 60 kg
K2O/ha. Khusus untuk tanah gambut agar tidak banyak gabah hampa
maka diperlukan tambahan pupuk mikro Cu dan Zn sekitar 2-5 kg/ha.
Pemanfaatan rumput dan seresah, termasuk gulma-gulma air sebagai
pupuk organik, dengan cara dikomposkan terlebih dahulu, cukup baik
untuk mensubstitusi penggunaan pupuk anorganik.
9. Teknologi Mitigasi
Mitigasi GRK merupakan upaya untuk mengurangi emisi GRK, di lahan
rawa lebak dapat dilakukan antara lain melalui teknologi inovatif:
a. pengelolaan air,
b. penggunaan mulsa,
c. penggunaan varietas rendah emisi, dan
d. penggunaan bahan amelioran baik organik maupun anorganik
F. Kesimpulan
Lahan basah rawa Lebak adalah suatu daratan yang setiap tahunnya
mengalami genangan minimal 50 cm. Rawa Lebak juga disebut dengan
istilah rawa pedalaman karena kedudukannya yang menjorok jauh dari
muara laut atau sungai. Pada musim hujan, rawa Lebak tergenang karena
mendapat luapan dari sungai besar disekitarnya, genangan pada rawa
Lebak biasanya berlangsung stagnan dan akan sangat sulit untuk mengalir
sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan, dan peternakan.
Sedangkan pada musim kemarau genangan pada rawa Lebak hilang dan
rawa menjadi kering sehingga dapat dimanfaatkan untuk bidang
pertanian. Adapun ciri-cirinya terbagi menjadi 2 yaitu abiotik dan biotik.
G. Referensi
Haryono, et al. 2014. Biodiversiti Sumber Daya Lahan Rawa dalam Perspekptif Pengembangan
Pertanian. 8-14. http://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/6414
Noor. 2007. Rawa Lebak: Teknologi, pemanfaatan dan Pengembagannya. Jakarta: Rajawali Press.
Nursyamsi, D. 2014. Pengelolaan Lahan Rawa Lebak untuk Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta:
Gadjah mada University Press.