Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH TUGAS

KONSEP, SYARAT, DAN KODE ETIK PROFESI KEPENDIDIKAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:


PROFESI KEGURUAN

Dosen Pengampuh:
M. Romdhon Baehaqi, S.Pd.

Kelompok 3:
Nur Laily Romadhonah NIM. 17011078
Nour A’isyah Luthfiyah NIM. 17011090

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNVERSITAS QOMARUDDIN
MARET 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga
kami mampu menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Konsep, Syarat, dan Kode Etik Profesi
Kependidikan” dengan baik tanpa ada halangan suatu apapun.

Makalah ini kami selesaikan dengan maksimal sebagai salah satu prasyarat tugas mata kuliah
profesi keguruan. Kami sebagai penulis sangat menyadari bahwasanya masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi. Oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati, kami selaku penyusun serta penulis menerima segala kritik dan saran
yang membangun dari pembaca. Kami juga menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak, penyusunan dan penulisan makalah ini tidak dapat terselesaikan, oleh karena itu pada
kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan
dan memberikan manfaat yang berharga untuk para pembaca.

Gresik, 13 Maret 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... 1

DAFTAR ISI........................................................................................................................................2

BAB I ...................................................................................................................................................3

PENDAHULUAN ............................................................................................................................... 3

1.1. Latar Belakang ....................................................................................................................3

1.2. Rumusan Masalah ...............................................................................................................4

1.3. Tujuan ..................................................................................................................................4

BAB II..................................................................................................................................................5

PEMBAHASAN ..................................................................................................................................5

2.1 Konsep Profesi Kependidikan ............................................................................................ 5

2.2 Syarat Profesi Kependidikan ............................................................................................. 7

2.3 Kode Etik Profesi Kependidikan ....................................................................................... 9

BAB III ..............................................................................................................................................15

PENUTUP..........................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 17

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam percakapan sehari – hari sering kita mendengar istilah profesi atau professional.
Seseorang mengatakan bahwa profesinya merupakan sebagai seorang dokter, yang lain ada juga
yang mengatakan bahwa profesinya sebagai arsitek, atau ada pula yang mengatakan bahwa
profesinya sebagai pengacara, guru, pedagang, penyanyi, petinju, penari, artis, aktor, model,
model, tukang koran, dan lain sebagainya. Ada pula para staf, karyawan instansi pemerintahan
dan militer juga mengatakan bahwa mereka akan meningkatkan keprofesionalannya, yang berarti
jabatan mereka juga termasuk suatu profesi.
Dari pengamatan yang tersebut diatas, dapat dicermati bahwa bermacam – macam profesi
tersebut belum dapat dilihat dengan jelas apa saja yang merupakan kriteria bagi suatu pekerjaan
sehingga dapat dikatakan bahwa suatu pekerjaan tersebut tergolong kedalam profesi. Namun,
kriteria tersebut dapat kita lihat dari segi pendidikan formal yang dibutuhkan seseorang untuk
mendapatkan suatu profesi tersebut sampai pada kemampuan yang harus dicapai seseorang untuk
melakukan tugas dari profesi tersebut.
Dalam rangka untuk mendapatkan suatu profesi, seorang dokter dan arsitek harus melalui
pendidikan tinggi yang cukup lama, dan harus menjalankan pelatihan berupa pemagangan yang
membutuhkan waktu tidak sedikit sebelum mereka resmi untuk mendapatkan jabatan dan
melakukan tugasnya. Setelah mendapatkan jabatannya pun, para dokter dan arsitek harus terus
mengasah dan meningkatkan keterampilan mereka dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas
diri serta layanan untuk profesi mereka kepada khalayak.
Sementara itu untuk menjadi pedagang atau petinju mungkin saja tidak perlu untuk
mengenyam pendidikan tinggi, tapi bisa juga meraka memilih untuk mendapatkan pendidikan
khusus. Namun, para pemangku jabatan dalam profesi ini perlu atau tidaknya pendidikan itu,
sebelum maupun sesudahnya mengikuti pendidikan khusus itu tidak akan membuat kerancuan
pada profesi ini.
Sama halnya dengan profesi dokter dan arsitek, profesi guru juga dituntut untuk
meningkatkan keprofesionalannya seperti yang tercantum dalam Undang – undang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) RI No. 2 Tahun 1989. Untuk lebih jelasnya kita akan membahas

3
hal – hal tersebut untuk memperjelasnya. Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas terkait
“ Konsep, Syarat, serta Kode Etik Profesi Kependidikan”.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Konsep Profesi Kependidikan?
2. Apa saja syarat untuk Profesi Kependidikan?
3. Apa saja Kode Etik Profesi Kependidikan?

1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Konsep Profesi Kependidikan?


2. Untuk mengetahui syarat untuk Profesi Kependidikan?
3. Untuk mengetahui Kode Etik Profesi Kependidikan?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Profesi Kependidikan


Menurut Ornstein dan Levine (1984) mengemukakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang
sesuai dengan pengertian profesi dibawah ini:
a) Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak
berganti-ganti pekerjaan).
b) Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak
setiap orang dapat melakukan).
c) Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru yang
dikembangkan dari hasil penelitian).
d) Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
e) Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk
menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang
ditentukan untuk dapat mendudukinya).
f) Otonomi dalam membuat képutusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh
orang luar).
g) Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang
ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung
jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang
lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
h) Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien; dengan penekanan terhadap layanan yang
akan diberikan.
i) Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya; Relatif bebas dari supervisi
dalam jabatan (misalnya dokter memakai tenaga administrasi untuk mendata klien,
sementara tidak ada supervisi dari luar terhadap pekerjaan dokter sendiri).
j) Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
k) Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok “elit” untuk mengetahui dan mengakui
keberhasilan anggotanya (keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh Organisasi
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bukan oleh Departeman Kesehatan).

5
l) Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan
(membimbangkan) yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
m) Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap
anggotanya (anggota masyarakat šelalu meyakini dokter lebih tahu tentang penyakit pasien
yang dilayaninya).
n) Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibandingkan dengan jabatan
lainnya).

Tidak jauh berbeda dengan ciri – ciri di atas, Sanusi, dkk. (1991), mengutarakan ciri – ciri
utama suatu profesi itu sebagai berikut:
a. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan (crusial).
b. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
c. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah
dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
d. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit,
yang bukan hanya sekadar pendapat khalayak umum.
e. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup
lama.
f. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai
profesional itu sendiri.
g. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada
kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
h. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgment
(penilaian/pertimbangan/tanggapan/pendapat) terhadap permasalahan profesi yang
dihadapinya.
i. Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas darí campur
tangan orang luar.
j. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya
memperoleh imbalan yang tinggi pula.

Jika kita bandingkan antara kriteria yang diutarakan oleh Sanusi, dkk dengan kriteria yang
diungkapkan oleh Ornstein dan Levine, dapat kita simpulkan bahwa kedua kriteria tersebut mirip

6
dan saling melengkapi. Kriteria – kriteria tersebut dapat kita jadikan pedoman untuk
membicarakan mengenai konsep dari suatu profesi. Pada makalah ini kita akan membahas
mengenai profesi kependidikan.
Terdapat pengertian konsep pendidikan menurut kamus besar bahasa indonesia yaitu konsep
memiliki arti ide atau rancangan, sedangkan pendidikan merupakan suatu proses mengubah
sikap atau tingkah laku seseorang atau usaha untuk mendewasakan umat manusia melalui suatu
pengajaran, pelatihan dan cara perbuatan yang mendidik.

Maka dari itu konsep dari profesi kependidikan sendiri adalah rancangan atau ide yang wajib
diwujudkan atau diterapkan melalui suatu pengajaran, pelatihan, proses dan cara perbuatan yang
mendidik.

2.2 Syarat Profesi Kependidikan


Dalam profesi kependidikan, sebenarnya sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya.
Misalnya National Education Association (NEA) (1948) menyarankan kriteria berikut:
a. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
b. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
c. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan dengan pekerjaan
yang memerlukan latihan umum belaka).
d. Jabatan yang memerlukan “latihan dalam jabatan” yang bersinambungan.
e. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
f. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
g. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadí.
h. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

Namun yang menjadi pertanyaan disini, apakah semua kriteria diatas dapat dipenuhi oleh
seorang dengan jabatan guru atau profesi kependidikan?. Mari kita bahas satu persatu.
a. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
Dalam kriteria ini, profesi kependidikan atau guru jelas memenuhi kriteria ini, karena
untuk kegiatan belajar mengajar tentu akan melibatkan upaya – upaya yang sifatnya sangat
didominasi oleh kegiatan intelektual. Kegiatan intelektual yang dilakukan oleh anggota dari
profesi ini adalah sebagai dasar untuk persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya.

7
b. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
Untuk melangkah kepada jabatan profesional, guru harus mempunyai pengaruh yang
cukup besar dalam membuat keputusan tentang jabatannya sendiri. Organisasi guru harus
mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan yang potensial untuk bekerja sama.
c. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan dengan
pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
Anggota kelompok guru dan yang berwenang di departemen pendidikan dan
kebudayaan berpendapat bahwa persiapan profesional yang cukup lama amat perlu untuk
mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum
perguruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum, profesional, dan khusus, sekurang-
kurangnya empat tahun bagi guru pemula (S1 di LPTK), atau pendidikan persiapan
profesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah mendapat gelar akademik S1 di
perguruan tinggi non-LPTK. Namun, sampai sekarang di Indonesia, ternyata masih banyak
guru yang lama pendidikan mereka sangat singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu,
sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang
diharapkan.
d. Jabatan yang memerlukan “latihan dalam jabatan” yang bersinambungan.
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional,
sebab hampir setiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan profesional. Pada saat
sekarang ini, bermacam-macam pendidikan professional tambahan diikuti guru untuk
menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan.
e. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
Di indonesia tidak begitu banyak guru yang pindah ke bidang lain, walaupun bukan
berarti pula bahwa jabatan guru di indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasannya
mungkin karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit. Oleh karena suatu
alsan tersebut, jabatan guru disebut-sebut kedalam jabatan yang menjanjikan karier hidup
serta keanggotaan yang permanen.
f. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan guru
ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri. Baku jabatan guru masih sangat
banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut
seperti yayasan pendidikan swasta.

8
g. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadí.
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu
diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang
lebih baik untuk generasi masa depan.
h. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesional yang kuat untuk dapat
mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Dalam beberapa hal, jabatan guru
telah memenuhi kriteria ini dan dalam hal lain belum dapat dicapai. Di Indonesia telah ada
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai dari
guru taman kanak-kanak sampai guru sekolah lanjutan atas, dan ada pula Ikatan Sarjana
Pendidikan Indonesia (ISPI) yang mewadahi seluruh sarjana pendidikan. Disamping itu, juga
telah ada kelompok guru mata pelajaran sejenis, baik pada tingkat daerah maupun nasional,
namun belum terkait secara baik dengan PGRI. Harus dicarikan usaha yang sungguh -
sungguh agar kelompok-kelompok gura mata pelajaran sejenis itu tidak dihilangkan, tetapi
dirangkul ke dalam pangkuan PGRI sehingga merupakan jalinan yang amat rapi dari suatu
profesi yang baik.

2.3 Kode Etik Profesi Kependidikan


Setiap profesi, seperti yang telah dibicarakan minggu lalu dalam bagian terdahulu, harus
menpunyai kode etik profesi. Dengan demikian, jabatan dokter, notaris, arsitek, guru, dan lain-
lain yang merupakan bidang pekerjaan profesi menpunyai kode etik sama halnya dengan kata
profesi sendiri, penafsiran tentang kode etik juga belum memiliki pengertian yang sama. Sebagai
contoh, dapat dicantumkan beberapa pengertian kode etik, antara lain sebagai berikut :
1. Pengertian Kode Etik
a. Menurut Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok – okok “Kepegawaian.
Pasal 28 Undang – Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil
mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan
di luar kedinasan”.
Dalam penjelasan Undang – Undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode
Etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara, abdi negara, dan abdí masyarakat
maupun pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan
dalam pergaulan hidup sehari – hari. Selanjutnya dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil

9
itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
pegawai negeri. Dari uraian tersebut dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan
pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XII.
Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia
merupakan landasan moral dan pedoman ingkah laku guru warga PGRI dalam
melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari
pendapat Ketua Umum PGRI dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru
Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: (1) Sebagaí landasan moral. (2) Sebagai
pedoman tingkah laku.
Dari uraian tersebut kelihatan, bahwa kode etik dalah norma-norma yang harus
dindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam
hidupnyadi masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota
profesi tentang bagaimana mereka melaksanaka profesinya dan larangan-larangan, yaitu
ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh
mereka, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi mereka, melainkan juga menyangkut
tingkah laku anggota profesi pada unumnya dalam pergaulannya sehari-hari di dalam
masyarakat.

2. Tujuan Kode Etik


Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik salam suatu profesi adalah untuk
kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan
mengadakan kode etik adalah sebagai berikut (R. Hermawan S, 1979):
a) Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau
masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remeh terhadap profesi
yang bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai
bentuk tindak-tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik
profesi terhadap dunia luar. Dari segi ini, kode etik juga seringkali disebut kode
kehormatan.

10
b) Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material)
maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para
anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya.
Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi dalam
melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan tarif di bawah minimum
akan dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin
para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada para
anggotanya untuk nelaksanakan profesinya. Kode etik juga sering mengandung peraturan-
peraturan yang bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi
para anggota profesi dalam berinteraksi dengansesama rekan anggota profesi.
c) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian
profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan
tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu. kode etik
merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan beberapa anggota profesi dalam
menjalankan tugasnya.
d) Untuk meningkatkan mutu profesi.
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran
agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para
anggotanya.
e) Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap
anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-
kegiatan yang dirancang organisasi.
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode
etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara
kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan
mutuprofesi dan mutu organisasi profesi.

11
3. Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan
mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres
organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang
secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas
nama anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut. Dengan demikian, jelas bahwa orang-
orang yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut, tidak dapat dikenakan aturan
yang ada dalam kode etik tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyai pengaruh
yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangart profesi tersebut, jika semua orang yang
menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi profesi yang
bersangkutan.
Apabila setiap orang yang nenjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam
suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut
dapat dijalankan secara umum dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan
pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.
4. Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Sering juga kita jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, sehingga
hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat
menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila halnya demikian, maka aturan yang
mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang
membenkan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun
sanksi pidana. Sebagai contoh dalam hal ini jika seseorang anggota profesi bersaing secara
tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika dianggap kecurangan itu
serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan
moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap
pelanggaran kode etik adalah sanksi moral. Barangsiapa melanggar kode etik akan mendapat
celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah sipelanggar
dikeluarkan dari organisasi profesi. Adanya kode etik dalam suatu organisasi profesi tertentu,
menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.

12
5. Kode Etik Guru Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-
norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh
dan bulat.
Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah
laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di
dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Kode Etik
Guru Indonesia merupakan alat untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi
keguruan.
Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam
suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari
seluruh penjuru tanah air, pertama dalam Kongres XIII di Jakarta tahun 1973, dan kemudian
disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik
Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut:

KODE ETIK GURU INDONESIA


Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru
Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setiap pada Undang-Undang Dasar 1945, turut
bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya
dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut :
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta dialk sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya
untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.

13
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan muta dan
martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Konsep Profesi Kependidikan.


Konsep profesi kependidikan adalah rancangan atau ide yang wajib diwujudkan atau
diterapkan melalui suatu pengajaran, pelatihan, proses dan cara perbuatan yang mendidik.
 Syarat Profesi Kependidikan.
a. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
b. yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
c. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan dengan
pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
d. Jabatan yang memerlukan “latihan dalam jabatan” yang bersinambungan.
e. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
f. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
g. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadí.
h. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
 Kode Etik Profesi Keguruan.
Kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam
melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.

Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar


sebagai berikut :

1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta dialk sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar-mengajar.

15
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya
untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan muta dan
martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Kosasi, Raflis dan Soetjipto. 2011. Profesi Keguruan. Jakarta:PT. Rineka Cipta.

https://www.seputarpengetahuan.co.id/2019/06/pengertian-konsep-pendidikan-menurut-
para-ahli-istilahnya.html.

http://eprints.ulm.ac.id/9061/1/4.%20Buku%20Profesi%20Keguruan.pdf.

17

Anda mungkin juga menyukai