Anda di halaman 1dari 53

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perusahaan adalah bentuk organisasi yang melakukan aktivitas

dengan menggunakan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Organisasi yang berorientasi pada laba akan

berusaha menggunakan sumber daya yang dimilikinya semaksimal

mungkin untuk memperoleh laba demi keberlangsungan usahanya. Pada

umumnya tujuan utama dari dibentuknya suatu perusahaan adalah

meningkatkan kemakmuran para pemegang sahamnya. Adapun cara

mengukur tingkat kemakmuran para pemegang saham adalah melalui nilai

perusahaan.

Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu

perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga

meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Menurut Brigham dan

Houston (2010) tujuan utama manajemen perusahaan adalah

meningkatkan kekayaan pemegang saham yang kemudian diartikan

sebagai memaksimalkan harga saham perusahaan. Nilai perusahaan

merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi

pasar menilai perusahaan secara keseluruhan.

Salah satu sektor usaha di Indonesia yang terus mengalami

pertumbuhan dan menjadi daya tarik bagi para investor adalah sektor

makanan dan minuman. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan


2

jumlah penduduk di Indonesia, volume kebutuhan terhadap makanan dan

minuman pun terus meningkat. Kemajuan tersebut juga ikut

mempengaruhi pergerakan saham sektor makanan dan minuman.

Perkembangan rata-rata harga saham sub sektor makanan dan minuman

dapat dilihat pada gambar 1.1.

CLOSE PRICE SUB SEKTOR MAKANAN DAN


MINUMAN
16000.00 14278.18
14000.00 12151.09
12000.00
9798.20
10000.00
8000.00
6096.00
6000.00
3999.33
4000.00
2000.00
0.00
2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 1.1. Grafik perkembangan Harga Saham sub sektor


makanan dan minuman tahun 2012-2016
Sumber : data diolah

Berdasarkan gambar di atas, rata-rata pertumbuhan harga saham

sub sektor makanan dan minuman dari tahun 2012 hingga 2014 terus

mengalami kenaikan. Hal tersebut dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi

para investor untuk berinvestasi dalam sektor ini karena memberikan

sinyal prospek pengembalian investasi yang baik. Akan tetapi, pada tahun

2015 rata-rata harga saham sub sektor makanan dan minuman mengalami

penurunan. Hal ini dikarenakan terjadinya krisis ekonomi yang disebabkan

oleh melemahnya nilai tukar Rupiah dan kenaikan bahan bakar minyak

(BBM) pada akhir tahun 2014 hingga 2015 (www.kemenperin.go.id).


3

Selain itu, beberapa perusahaan seperti PT. Multi Bintang Indonesia Tbk.

dan PT. Delta Djakarta Tbk. memutuskan untuk melakukan stock split

terhadap harga sahamnya pada tahun 2015 dan PT. Mayora Indah Tbk.

pada tahun 2016. Stock split merupakan tindakan perusahaan (corporate

action) dalam upaya untuk meningkatkan jumlah investasi dengan

memecah jumlah lembar saham menjadi jumlah lembar saham yang lebih

banyak dengan menggunakan nilai nominal yang lebih rendah per lembar

sahamnya secara proporsional (www.sahamok.com).

Menurut Brigham dan Houston (2001: 11) nilai perusahaan

merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila

perusahaan tersebut dijual. Sedangkan menurut Keown (2004: 470) nilai

perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas

pemegang saham yang beredar. Nilai perusahaan merupakan persepsi

investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan

dengan harga saham dan profitabilitas.

Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi.

Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya

pada kinerja perusahaan saat ini, namun juga pada prospek perusahaan di

masa depan. Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai

nilai pasar, seperti penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurlela dan

Islahuddin (2008) karena nilai pasar dapat memberikan kemakmuran

pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan

meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi pula


4

kemakmuran pemegang saham. Salah satu pendekatan dalam menentukan

penilaian saham dapat dilihat pada salah satu rasio yaitu Price to Book

Value (PBV).

Investor dapat mempertimbangkan rasio pasar modal seperti rasio

harga terhadap nilai bukunya yang selanjutnya disebut Price to Book

Value (PBV), untuk membedakan saham mana yang harganya wajar,

terlalu tinggi (overvalued), atau terlalu rendah (undervalued). Price to

Book Value (PBV) merupakan rasio yang mengukur nilai yang diberikan

pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai

sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham dan Houston, 2001: 92).

Price to Book Value dapat digunakan untuk mengukur nilai perusahaan,

semakin besar rasio ini maka semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para

pemodal. Perusahaan yang telah berjalan dengan baik umumnya

mempunyai rasio di atas satu yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham

lebih besar dari nilai bukunya.

Sebelum memutuskan untuk berinvestasi, investor harus memiliki

pengetahuan dan pemahaman mengenai kinerja perusahaan yang dapat

dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan investasi. Apabila kinerja

perusahaan memberikan sinyal positif maka saham tersebut akan diminati

investor sehingga harga saham akan meningkat dan nilai perusahaan juga

akan semakin meningkat. Sebaliknya jika kinerja perusahaan memberikan

sinyal yang negatif maka menunjukkan prospek perusahaan tersebut tidak

baik di masa mendatang.


5

Sawir (2005) menyatakan bahwa kinerja keuangan adalah prestasi

yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu yang

mencerminkan tingkat kesehatan dari perusahaan tersebut. Kinerja

keuangan perusahaan merupakan salah satu aspek penilaian yang

fundamental mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dapat dilakukan

berdasarkan analisis terhadap rasio-rasio keuangan perusahaan, antara lain:

rasio likuiditas, rasio leverage, dan rasio profitabilitas yang dicapai oleh

perusahaan dalam suatu periode tertentu.

Menurut Brigham dan Houston (2001: 107), profitabilitas adalah

hasil akhir dari serangkaian kebijakan dan keputusan manajemen, dimana

kebijakan dan keputusan ini menyangkut pada sumber dan penggunaan

dana dalam menjalankan operasional perusahaan yang terangkum dalam

laporan neraca dan unsur dalam neraca. Semakin baik pertumbuhan

profitabilitas perusahaan berarti prospek perusahaan di masa depan dinilai

semakin baik, artinya nilai perusahaan juga akan dinilai semakin baik di

mata investor. Dalam penelitian ini profitabilitas diproksikan melalui

Return on Assets (ROA) dan Net Profit Margin (NPM) sebagai ukuran

profitabilitas perusahaan.

Sudana (2009:26) menyatakan bahwa Return On Assetts (ROA)

menunjukkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh

aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba setelah pajak. Return On

Assetts (ROA) penting bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi

efektivitas dan efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola seluruh


6

aktiva perusahaan. Semakin besar rasio Return On Assetts (ROA)

menunjukkan efisisensi dan efektivitas pengelolaan aset perusahaan

semakin baik (Hanafi, 2010:42). Net Profit Margin (NPM) adalah rasio

yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan bersih setelah dipotong pajak. Semakin besar

Net Profit Margin (NPM), maka kinerja perusahaan akan semakin

produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk

menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan

berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan.

Penelitian mengenai Return On Assets (ROA) dan Net Profit

Margin (NPM) serta pengaruhnya terhadap nilai perusahaan menunjukkan

hasil yang tidak konsisten. Terdapat perbedaan antara hasil penelitian

Dewi dan Hidayat (2014) yang menyatakan bahwa Net Profit Margin

(NPM) dan Return On Assetts (ROA) memiliki pengaruh positif terhadap

nilai perusahaan. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Hermawan dan Maf’ulah (2014) yang menyebutkan bahwa

variable Return On Assetts (ROA) tidak memiliki pengaruh terhadap nilai

perusahaan, serta penelitian Putri dan Hernawati (2011) yang menyatakan

bahwa Net Profit Margin (NPM) tidak berpengaruh terhadap harga

saham.

Selain profitabilitas, faktor lain yang mempengaruhi nilai

perusahaan adalah struktur kepemilikan. Menurut Jensen dan Meckling


7

(1976) struktur kepemilikan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan

manajerial, kepemilikan institusional, dan kepemilikan publik.

Manajer selaku penerima amanah dari pemilik perusahaan sudah

seharusnya menentukan kebijakan yang dapat meningkatkan nilai

kepentingan pemegang saham yaitu memaksimumkan harga saham

perusahaan (Brigham dan Houston, 2001:16). Konflik muncul ketika

manajer bertindak atas namanya, mendelegasikan kekuasaan untuk

membuat keputusan kepada manajer. Munculnya konflik akan

menyulitkan pemegang saham memonitor pengelola perusahaan, maka

asset perusahaan dapat saja digunakan untuk kepentingan pengelola

daripada memaksimalkan kemakmuran pemegang saham.

Untuk memaksimalkan nilai perusahaan diperlukan pendanaan

yang bersumber dari pihak eksternal yang salah satunya didapat dari

kepemilikan saham atas masyarakat (publik). Kepemilikan publik

menunjukkan besarnya private information yang harus dibagikan manajer

kepada publik. Jensen and Meckling (1976) menyatakan bahwa publik

mempunyai peran penting dalam menciptakan well-functioning

government system karena mereka bertindak independen dalam menilai

manajemen. Akan tetapi dalam penelitian ini, peneliti membatasi hanya

menggunakan variabel kepemilikan manajerial dan kepemilikan

institusional.

Kepemilikan manajerial (Managerial Ownership) merupakan

kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan. Kebijakan


8

kepemilikan manajerial dimaksudkan untuk memberikan kesempatan

manajer terlibat dalam kepemilikan saham sehingga kedudukan manajer

sejajar dengan pemilik perusahaan (pemegang saham). Semakin besar

kepemilikan manjerial dalam perusahaan maka manajemen akan

cenderung berusaha meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan

pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri. Pada penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Widyasari et al (2015), kepemilikan

manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

Berbeda dengan Sofyaningsih et al (2011) yang mengatakan bahwa

kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Kepemilikan institusional adalah jumlah saham yang dimiliki oleh

pihak institusi. Kepemilikan institusional yang semakin dominan sangat

menguntungkan perusahaan karena dengan fungsi pengawasan tersebut

diharapkan memonitor kinerja manajer dalam penggunaan aktiva

perusahaan agar dikelola dengan seefisien mungkin. Terdapat perbedaan

hasil penelitian oleh Sofyaningsih et al (2011) yang menyatakan bahwa

kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai

perusahaan. Berbeda dengan penelitian Widyasari et al (2015) yang

menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif

signifikan terhadap nilai perusahaan.

Perusahaan merupakan bagian dari lingkungan di mana perusahaan

tersebut berada sehingga harus memiliki kepekaan dan kepedulian

terhadap publik, tidak hanya berfokus pada faktor finansial saja.


9

Penerapan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social

Responsibiliy) merupakan suatu bentuk kepedulian perusahaan terhadap

lingkungan eksternalnya atas kegiatan operasional perusahaan. Corporate

Social Responsibility (CSR) diharapkan dapat mewujudkan perusahaan

yang acceptable dan sustainable. Elkington (1997) mengemas Corporate

Social Responsibility ke dalam 3 fokus atau 3P (profit, people, planet),

yaitu tujuan bisnis tidak hanya mencari laba (profit), tetapi juga

mensejahterakan orang (people), dan menjamin keberlanjutan hidup planet

ini.

Corporate Social Responsibility (CSR) saat ini bukan lagi bersifat

sukarela atau komitmen yang dilakukan perusahaan dalam

mempertanggungjawabkan kegiatan perusahaannya, melainkan bersifat

wajib atau menjadi kewajiban bagi perusahaan yang bergerak di bidang

sumber daya alam utntuk melakukan atau menerapkannya. Hal ini diatur

dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Pasal 74 Tahun 2007

tentang perseroan terbatas mengenai Tanggung Jawab Sosial dan

lingkungan (Susanto, 2007:3) dalam Rimba (2010).

Terdapat perbedaan hasil penelitian sebelumnya mengenai

pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap nilai perusahaan.

Nahda dan Harjito (2011) mengungkapkan Corporate Social

Responsibility (CSR) secara signifikan berpengaruh positif terhadap nilai

perusahaan. Hal ini berarti semakin baik penerapan Corporate Social

Responsibility (CSR) oleh perusahaan maka nilai perusahaan akan


10

semakin meningkat. Berbeda dengan hasil penelitian Ardimas dan

Wardoyo (2014) yang menyatakan bahwa Corporate Social Responsibility

tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan perkembangan mengenai penelitian sebelumnya dan

permasalahan yang telah diuraikan diatas peneliti tertarik untuk meneliti

mengenai pengaruh kinerja perusahaan, struktur kepemilikan, dan

Corporate Social Responsibility terhadap nilai perusahaan. Objek

penelitian diambil dari perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar

di BEI sebagai pengembangan dari penelitian sebelumnya dan

memperbaiki keterbatasan dari penelitian sebelumnya.

B. Perumusan Masalah Penelitian

Dari permasalahan yang ada, maka dapat di rumuskan pernyataan

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh Return On Assets (ROA) terhadap Nilai

Perusahaan?

2. Apakah terdapat pengaruh Net Profit Margin (NPM) terhadap Nilai

Perusahaan?

3. Apakah terdapat pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai

perusahaan?

4. Apakah terdapat pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap nilai

perusahaan?

5. Apakah terdapat pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR)

terhadap nilai perusahaan?


11

C. Batasan Masalah Penelitian

Peneliti melakukan pembatasan masalah dalam penelitian ini untuk

mencegah terlalu luasnya cakupan penelitian sehingga menyimpang dari

tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Pembatasan-pembatasan tersebut

diantaranya:

1. Banyak alternative yang dapat dipilih dalam menilai suatu perusahaan,

diantaranya Price to Book Value (PBV), nilai buku, Price Earning

Ratio (PER), Enterprise Value, Price Earning ratio Method,

Discounted Cashflow Approach, nilai apprasial, dan nilai pasar saham

(Keown, at al, 2000:849). Pada penelitian ini, peneliti membatasi

hanya menggunakan variabel Price to Book Value (PBV).

2. Banyak faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan dalam hal ini

Price to Book Value (PBV), salah satunya adalah profitabilitas.

Menurut Kasmir (2013: 199-207), rasio profitabilitas yang dapat

digunakan meliputi Profit Margin, Return On Invesment (ROI) /

Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan laba per

lembar saham. Pada penelitian ini, peneliti membatasi hanya

menggunakan Return On Assets (ROA) dan Net Profit Magin (NPM).

3. Penelitian dilakukan pada perusahaan yang termasuk perusahaan

makanan dan minuman dengan periode pengamatan dari tahun 2012

sampai dengan tahun 2016.

D. Tujuan Penelitian
12

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh Return On Assets (ROA) terhadap

Price to Book Value (PBV).

2. Untuk menganalisis pengaruh Net Profit Margin (NPM) terhadap

Price to Book Value (PBV).

3. Untuk menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial terhadap Price

to Book Value (PBV).

4. Untuk menganalisis pengaruh kepemilikan institusional terhadap Price

to Book Value (PBV).

5. Untuk mengenalisis pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR)

terhadap Price to Book Value (PBV).

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memperjelas

teori yang sudah ada tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

Price to Book Value (PBV) sehingga dapat menjadi referensi untuk

penelitian selanjutnya agar dapat lebih mengembangkan lagi faktor

faktor yang mempengaruhi variabel tersebut.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Perusahaan

1) Sebagai bahan pertimbangan manajer dalam mengevaluasi

efektifitas dan efisiensi manajemen perusahaan dalam


13

mengelola seluruh aktiva demi meningkatkan nilai perusahaan

dengan memperhatikan Return On Assets (ROA), Net Profit

Margin (NPM), dan struktur kepemilikan.

2) Sebagai bahan pertimbangan dalam memperbaiki citra

perusahaan dimata stakeholder melalui penerapan Corporate

Social Responsibility. Citra perusahaan yang baik akan menarik

minat investor dan meningkatkan loyalitas konsumen, yang

nantinya berdampak pada meningkatnya profitabilitas dan nilai

perusahaan.

b. Bagi Investor

Sebagai bahan untuk pertimbangan dan referensi dalam

pengambilan keputusan investasi, khususnya untuk investasi saham

diperusahaan sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia.
14

II. TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

A. Telaah Pustaka

1. Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai

nilai pasar. Menurut Keown, et. al. (2008:149) nilai pasar adalah nilai

yang berlaku di pasaran dan ditentukan oleh kekuatan penawaran dan

permintaan di pasar. Sedangkan menurut Husnan dan Pudjiastuti

(2012:7), nilai perusahaan merupakan harga saham perusahaan yang

bersedia dibayar oleh calon investor. Semakin tinggi harga saham

maka kemakmuran yang akan diterima oleh perusahaan cenderung

semakin besar.

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat

keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham

(Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Semakin tinggi harga saham maka

semakin tinggi pula nilai perusahaan. Memaksimalkan nilai

perusahaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan, karena

dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan

kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama

perusahaan (Euis dan Taswan, 2002).

Nilai perusahaan dapat diukur dengan rasio penilaian. Menurut

Helfert (1996:93) ada dua rasio yang secara umum digunakan untuk

mengukur nilai pasar saham yaitu price earning ratio (PER) dan Price

to Book Value (PBV).


15

a. Price Earning Ratio (PER)

Pendekatan ini didasarkan pada hasil yang diharapkan pada

perkiraan laba per saham yang akan datang, sehingga dapat

diketahui berapa lama investasi saham akan kembali. Price

Earning Ratio ini juga disebut kelipatan laba. Rasio ini digunakan

untuk menunjukan bagaimana pasar saham menilai kinerja dan

prospek perusahaan (Helfert, 1996:93).

b. Price to Book Value (PBV)

Price to Book Value (PBV) adalah rasio penilaian yang

digunakan oleh penasihat investasi, fund manager dan investor

dengan membandingkan nilai pasar perusahaan dengan nilai

bukunya (Helfert, 1996:94).

2. Price to Book Value (PBV)

Market to Book Value (MBV) atau Price to Book Value (PBV)

menggambarkan penilaian pasar keuangan terhadap manajemen dan

organisasi dari perusahaan yang sedang berjalan (going concern). Nilai

buku menggambarkan biaya pendirian historis dan aktiva fisik

perusahaan. Suatu perusahaan yang berjalan baik dengan staff

manajemen yang kuat dan organisasi yang berfungsi secara efisien

akan mempunyai nilai pasar yang lebih besar atau sekurang-kurangnya

sama dengan nilai aktiva fisiknya (Sawir, 2005:22).

Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2011:157) Price to Book

Value (PBV) menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai


16

buku saham suatu perusahaan. Makin tinggi rasio ini berarti pasar

percaya akan prospek perusahaan tersebut. Price to Book Value (PBV)

diperoleh dengan cara membagi harga saham dengan nilai buku saham.

Harga saham yang dimaksud adalah harga saham penutupan (Closing

Price). Sementara nilai buku saham diperoleh dengan cara membagi

total ekuuitas dengan jumlah saham beredar

Price to Book Value (PBV) dapat digunakan untuk

mengklasifikasikan harga saham yang diperdagangkan apakah

overvalued atau undervalued. Klasifikasi ini menunjukan terdapat tiga

kemungkinan harga saham apabila investor menggunakan analisis

harga saham melalui rasio Price to Book Value (PBV). Apabila nilai

intrinsik saham lebih tinggi dari pada harga pasarnya, maka saham

tersebut termasuk yang undervalued dan sebaiknya investor membeli

saham tersebut. Namun apabila nilai intrinsik suatu saham lebih rendah

dibanding harga pasarnya, maka saham tersebut termasuk saham yang

overvalued dan sebaiknya investor tidak membeli saham tersebut atau

sebaiknya dijual apabila sudah dimiliki. Sementara apabila nilai

intrinsik saham sama dengan harga pasarnya, maka saham tersebut

termasuk golongan saham yang wajar artinya investor sebaiknya

menahan saham tersebut.

3. Profitabilitas
17

Menurut Petronila dan Mukhlasin (2003) profitabilitas

merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam mengelola

perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2001), profitabilitas

adalah hasil akhir dari serangkaian kebijakan dan keputusan

manajemen, dimana kebijakan dan keputusan ini menyangkut pada

sumber dan penggunaan dana dalam menjalankan operasional

perusahaan yang terangkum dalam laporan neraca dan unsur dalam

neraca.

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan, aset dan modal

tertentu (Hanafi, 2003 : 8). Salah satu indikator penting bagi investor

dalam menilai prospek perusahaan di masa depan adalah dengan

melihat sejauh mana pertumbuhan profitabilitas perusahaan

(Tandelilin, 2001:240).

Profitabilitas dapat mencerminkan keuntungan dari investasi

keuangan, artinya profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan

karena sumber internal yang semakin besar. Semakin baik

pertumbuhan profitabilitas perusahaan berarti prospek perusahaan di

masa depan dinilai semakin baik, artinya nilai perusahaan juga akan

dinilai semakin baik di mata investor. Apabila kemampuan perusahaan

untuk menghasilkan laba meningkat, maka harga saham juga akan

meningkat.
18

Dalam praktiknya, jenis-jenis rasio profitabilitas yang dapat

digunakan (Kasmir, 2013:199-207), adalah:

a. Profit Margin (profit margin on sales)

Profit Margin on Sales atau Ratio Profit Margin

atau margin laba atas penjualan merupakan salah satu rasio

yang digunakan untuk mengukur margin laba atas

penjualan.

b. Return on Investment (ROI) / Return On Assets (ROA)

Return on Investment merupakan rasio yang

menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang

digunakan dalam perusahaan. ROI juga merupakan suatu

ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelola

investasinya.

c. Return on Equity (ROE)

Return on Equity (ROE) merupakan rasio untuk

mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.

Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal

sendiri.Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya

posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula

sebaliknya.

d. Laba per lembar saham

Rasio laba per lembar saham atau disebut juga rasio

nilai buku merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan


19

manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang

saham.

4. Return On Assets (ROA)

Return On Assets (ROA) adalah rasio yang digunakan untuk

mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan relatif

dibandingkan dengan total asetnya, atau ukuran untuk menilai

seberapa besar tingkat pengembalian dari aset perusahaan. Semakin

besar Return On Assets (ROA) menunjukkan kinerja perusahaan yang

semakin baik, karena tingkat kembalian investasi (return) semakin

besar.

Sudana (2009:26) menyatakan bahwa Return On Assets (ROA)

menunjukkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh

aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba setelah pajak. Return On

Assets (ROA) penting bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi

efektivitas dan efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola

seluruh aktiva perusahaan. Semakin besar rasio Return On Assets

(ROA) menunjukkan efisisensi dan efektivitas pengelolaan asset

perusahaan semakin baik (Hanafi, 2010:42).

Lumbantoruan (2008:425) menyatakan rasio Return On Assets

(ROA) mengukur keberhasilan manajemen menggunakan asetnya

untuk menghasilkan laba (dalam beberapa literatur, Return On Assets


20

sering disebut sebagai Return On Investment). Menurut Munawir

(2004:389) ROI adalah sebuah rasio pembilangnya adalah laba, seperti

yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi penyebutnya adalah dana

operasi.

5. Net Profit Margin (NPM)

Net Profit Margin (NPM) adalah ukuran profitabilitas

perusahaan dari penjualan setelah memperhitungkan semua biaya dan

pajak penghasilan (Horne dan Wachowicz, 2013:182). Rasio ini

berhubungan dengan penjualan, setelah mengurangi biaya untuk

memproduksi barang yang dijual.

Net Profit Margin disebut juga dengan marjin atas penjualan.

Rasio ini mengukur laba per rupiah penjualan yang dihitung dari laba

bersih dibagi dengan penjualan. Rasio ini mencerminkan kemampuan

perusahaan dalam mengendalikan biaya dan pengeluaran sehubungan

dengan penjualan. Rasio marjin laba bersih digunakan untuk mengukur

besarnya laba bersih yang dicapai dari sejumlah penjualan tertentu,

rasio ini yang umumnya dipakai dibandingkan dengan marjin laba

kotor dan marjin laba operasi, mengingat laba yang dihasilkan adalah

laba bersih perusahaan. Angka dari rasio tersebut menunjukkan

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari setiap

rupiah penjualan yang dihasilkan.


21

6. Teori Keagenan

Pemisahan pengelolaan pemegang saham dengan manajer

dalam mengelola perusahaan merupakan inti dari teori keagenan.

Pemegang saham sebagai principal berharap dengan menyerahkan

pengelolaan kepada tenaga-tenaga profesional (manajer), mereka akan

mendapatkan return yang tinggi atas dana yang ditanamkan. Manajer

yang berperan sebagai agen memiliki kewenangan dalam menjalankan

manajemen perusahaan dengan mengelola perusahaan secara efektif

dan efisien sehingga perolehan return yang tinggi dapat terwujud.

Pemegang saham hanya bertugas mengawasi dan memonitor aktivitas

manajer untuk memastikan bahwa manajer bertindak berdasarkan

kepentingan perusahaan.

Manajer diberi kekuasaan oleh pemilik perusahaan, yaitu

pemegang saham, untuk membuat keputusan, dan hal ini menciptakan

konflik potensial atas kepentingan yang disebut teori keagenan

(agency theory) (Brigham dan Houston, 2001:22). Jensen dan

Meckling (1976:308) menjelaskan bahwa hubungan konflik keagenan

muncul ketika satu orang atau lebih mempekerjakan orang lain (agen)

untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan

pertanggungjawaban atas pembuatan keputusan kepada agen.

Manajer selaku penerima amanah dari pemilik perusahaan

seharusnya menentukan kebijakan yang dapat meningkatkan nilai

kepentingan pemegang saham yaitu memaksimumkan harga saham


22

perusahaan (Brigham dan Houston, 2001:16). Konflik muncul ketika

manajer bertindak atas namanya, mendelegasikan kekuasaan untuk

membuat keputusan kepada manajer. Prinsipal merasa khawatir agen

melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan keinginan pemegang

saham seperti memanfaatkan fasilitas perusahaan secara berlebihan

atau membuat keputusan yang penush risiko, misalnya dengan

menciptakn utang yang tinggi untuk meningkatkan nilai perusahaan

(atas biaya pemilik) dimana tindakan ini disebut moral hazard (Ali,

2002).

7. Kepemilikan Manajerial

Menurut Hanifah (2012) kepemilikan manajerial adalah

persentase saham yang dimiliki oleh manajemen atau pengelola

perusahaan tersebut. Kepemilikan saham oleh manajer dalam

perusahaan membuat manajer mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai

pemilik perusahaan sekaligus sebagai pengelola perusahaan.

Kepemilikan manajerial adalah proporsi pemegang saham yang

berasal dari pihak manajemen dan memiliki wewenang yang sama

dengan pemegang saham lain dalam hal pengambilan keputusan.

Keberadaan kepemilikan manajerial diharapkan mampu meminimalisir

adanya agency conflict yang merupakan tindakan mementingkan diri

sendiri atas pelimpahan wewenang pemegang saham kepada manajer.

Proporsi kepemilikan manajerial yang tinggi memberikan dampak


23

positif bagi kinerja perusahaan karena manajar akan berupaya

semaksimal mungkin dalam mengelola perusahaan.

8. Kepemilikan Institusional

Menurut Brigham dan Houston (2001: 29) kepemilikan

institusional adalah kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi

atau lembaga, seperti perusahaan asuransi, dana pensiun, dan reksa

dana. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka akan membuat

kontrol eksternal terhadap perusahaan menjadi semakin ketat dalam

memonitor dan mengendalikan manajemen untuk tidak berperilaku

opportunistic terhadap para manajer sehingga dapat menekan biaya

agensi (agency cost) (Jensen dan Meckling, 1976).

Kepemilikan institusional yang semakin dominan sangat

menguntungkan perusahaan karena dengan fungsi pengawasan tersebut

diharapkan dapat memonitor kinerja manajer dalam penggunaan aktiva

perusahaan agar dikelola dengan seefisien mungkin. Perusahaan

dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%)

mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen

(Perdana dan Raharja, 2014:3). Kepemilikaan saham institusi yang

tinggi akan mampu memberikan tekanan pada manajer untuk lebih

berhati-hati dalam penggunaan dana perusahaan dan kepentingan lain

yang berhubungan dengan nilai perusahaan.

9. Corporate Social Responsibility (CSR)


24

Istilah Corporate Social Responsibility (CSR) pertama kali

dikemukakan tahun 1953 oleh Howard Botton dalam bukunya yang

berjudul “The Social Responsibilities of A Businessman” yang

menjelaskan tentang tanggung jawab apa yang dapat diharapkan dalam

sebuah perusahaan (Garriga dan Mele, 2004). Menurut The World

Business Council for Sustainable Development (WBCSD) Corporate

Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan

didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi

bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan

para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas

setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas

kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri

maupun untuk prmbangunan.

CSR merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan dalam

meminimalkan kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan yang

terjadi akibat aktivitas operasional perusahaan. Berdasarkan perspektif

ekonomi, perusahaan akan mengungkapkan suatu informasi jika

informasi tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan

akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan

keuangannya dalam jangka panjang melalui penerapan CSR. Hal ini

muncul karena kondisi keuangan tidak cukup menjamin nilai

perusahaan tumbuh secara berkelanjutan.


25

Secara konseptual Elkington (1997) merumuskan tiga prinsip

dasar yang mendasari CSR.

a. Profit

Prusahaan perlu berupaya untuk memperoleh

keuntungan yang tinggi untuk dapat terus menjalankan

kegiatan operasional dan mengembangkan bisnisnya.

b. People

Perusahaan yang ingin menjaga kelangsungan

hidupnya dalam jangka panjang harus menjalin hubungan

yang baik dengan masyarakat agar memperoleh legitimasi

atas segala kegiatan bisnis yang dilakukan. Legitimasi

diperlukan agar terwujud suatu perusahaan yang

sustainable dan acceptable.

c. Planet

Perusahaan merupakan bagian dari lingkungan di

mana perusahaan berada. Bentuk tanggung jawab

perusahaan atas kepeduliannya dengan lingkungan, yaitu

dengan menjaga kelestarian dan keberlanjutan hayati.

Ada beberapa teori yang melandasi pengungkapan Corporate

Social Responsibility, diantaranya:

a. Teori Stakeholders

Stakeholder adalah semua pihak baik internal

maupun eksternal yang memiliki hubungan baik bersifat


26

mempengaruhi maupun dipengaruhi, bersifat langsung

maupun tidak langsung oleh perusahaan. Teori stakeholder

menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya

beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus

memberikan manfaat bagi stakeholder.

Teori stakeholders merupakan suatu bentuk

pergeseran pola orientasi perusahaan yang mulanya hanya

berorientasi pada faktor finansial berkembang menjadi

stakeholder oriented. Kepentingan-kepentingan ini harus

dipenuhi karena apabila perusahaan mengabaikannya, maka

perusahaan akan kehilangan legitimasi dari Stakeholder.

Menurut Gray, et al. (1994 dalam Ghozali dan

Chariri, 2007) kelangsungan hidup perusahaan tergantung

pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus

dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari

dukungan tersebut. Pengungkapan sosial dianggap sebagai

bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholder-

nya.

Tanggung jawab sosial perusahaan seharusnya

melampaui tindakan memaksimalkan laba untuk

kepentingan pemegang saham, namun lebih luas lagi bahwa

kesejahteraan yang dapat diciptakan oleh perusahaan

sebenarnya tidak terbatas kepada kepentingan pemegang


27

saham, tetapi juga untuk kepentingan stakeholder, yaitu

semua pihak yang mempunyai keterkaitan terhadap

perusahaan. Mereka adalah pemasok, pelanggan,

pemerintah, masyarakat lokal, investor, karyawan,

kelompok politik, dan asosiasi perdagangan.

b. Teori Legitimasi

Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan

persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh

suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan,

pantas, ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai,

kepercayaan, dan definisi yang dikembangkan secara sosial

(Suchman, 1995 dalam Rawi dan Muchlish, 2010). Teori

legitimasi berkaitan erat dengan terciptanya kesesuaian

sistem nilai suatu perusahaan dengan sistem nilai yang

dianut masyarakat. Keberadaan suatu perusahaan dapat

terancam ketika terjadi suatu perubahan atau pergeseran

yang memicu terjadinya ketidaksesuaian. Perubahan dapat

berasal dari sistem nilai perusahaan maupun dari

masyarakat.

Teori legitimasi berfokus pada interaksi antara

perusahaan dengan masyarakat. Menurut Dowling dan

Pfeffer (1975 dalam Ghozali dan Chariri, 2007), hal

tersebut didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan


28

berusaha untuk menciptakan keselarasan antara nilai-nilai

sosial yang melekat dalam kegiatannya dengan norma-

norma perilaku yang ada dalam sistem sosial masyarakat

dimana perusahaan adalah bagian dari sistem tersebut.

Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi

atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu

entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas,

ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan,

dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman,

1995 dalam Rawi dan Muchlish, 2010).

c. Signaling Theory

Signaling Theory membahas mengenai dorongan

perusahaan untuk memberikan informasi kepada pihak

eksternal. Dorongan tersebut disebabkan karena terjadinya

asimetri informasi antara pihak manajemen dan pihak

eksternal. Asimetri informasi terjadi jika manajemen tidak

menyampaikan semua informasi yang diperoleh secara

penuh sehingga mempengaruhi nilai perusahaan yang

terefleksi pada perubahan harga saham karena pasar akan

merespon informasi yang ada sebagai sinyal.

Untuk mengurangi asimetri informasi maka

perusahaan harus mengungkapkan informasi yang dimiliki,

baik informasi keuangan maupun non keuangan. Salah satu


29

informasi yang wajib untuk diungkapkan oleh perusahaan

adalah informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan

atau corporate social responsibility. Informasi ini dapat

dimuat dalam laporan tahunan perusahaan atau laporan

sosial perusahaan terpisah. Perusahaan melakukan

pengungkapan corporate social responsibility dengan

harapan dapat meningkatkan reputasi dan nilai perusahaan.

Perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup

perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan

masyarakat dan lingkungan tempat perusahaan beroperasi. Hal ini

sejalan dengan teori legitimasi yang menyatakan bahwa perusahaan

memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya

berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi

berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan

perusahaan (Sayekti dan Wondabio, 2007).


30

B. Penelitian Terdahulu, Pengembangan Hipotesis, dan Perumusan Model Penelitian

1. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

30
No Peneliti Judul Penelitian Variabel Alat Hasil Penelitian
(Tahun) Bebas Analisis
31
1 Sofyaningsi Struktur kepemilikan, kebijakan KM Regresi Kepemilikan manajerial
h dan dividen, kebijakan uang, dan nilai KI Linier berpengaruh positif signifikan
Hardiningsi perusahaan Kebijakan Berganda terhadap nilai perusahan.
h (2011) Dividen Kepemilikan institusional tidak
Kebijakan berpengaruh signifikan terhadap
Hutang nilai perusahaan.
Ukuran Kebijakan dividen tidak
Perusahaan berpengaruh terhadap nilai 31
Pertumbuhan perusahaan.
Perusahaan Kebijakan hutang tidak
beerpengaruh terhadap nilai
perusahaan.
Ukuran perusahaan berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan.

2 Putri dan Pengaruh Net Profit Margin dan NPM Re ROA tidak berpengaruh
Hernawati Pendapan Return on Equity Asset pada ROE gr signifikan terhadap harga saham.
(2011) Harga Saham Perusahaan yang ROA esi NPM tidak berpengaruh
Tercatat di Bursa Efek Indonesia Li signifikan terhadap harga saham.
ne
ar
Be
rg
an
da
No Peneliti Judul Penelitian Variabel Alat Hasil Penelitian
(Tahun) Bebas Analisis

3 Nahda dan Pengaruh Corporate Social CSR Re CSR berpengaruh positif dan
Harjito Responsibility Terhadap Nilai GCG gr signifikan terhadap nilai
(2011) Perusahaan dengan Corporate esi perusahaan
Governance Sebagai Variabel Li GCG mampu memoderasi
Moderasi ne hubungan CSR terhadap nilai
ar perusahaan
Be
rg 32
an
da

4 Hermawan Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap ROA Regresi ROA tidak berpengaruh
32

2. Pengembangan Hipotesis

a. Pengaruh Return On Assets terhadap Price to Book Value

(PBV)

Menurut Mardiyanto (2009: 196) ROA adalah rasio yang

digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba yang berasal dari aktivias investasi. Semakin

besar nilai Return On Assets (ROA), semakin besar pula tingkat

keuntungan yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin

baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan aset.

Semakin besar rasio ROA menunjukkan efisiensi dan

efektifitass pengelolaan aset perusahaan semakin baik (Hanafi,

2010:42), yang nantinya juga akan meningkatkan daya tarik

perusahaan kepada investor. Peningkatan daya tarik perusahaan

menjadikan perusahaan tersebut semakin diminati investor karena

tingkat pengembalian akan semakin besar. Hal ini juga berdampak

pada peningkatan harga saham perusahaan di pasar modal, yang

dalam hal ini berarti juga turut meningkatkan nilai perusahaan di

mata investor.

Pendapat ini didukung oleh hasil Sondakh, dkk. (2015)

yang menyatakan bahwa Return On Assets (ROA) berpengaruh

positif terhadap harga saham. Berdasarkan penjelasan dan hasil

penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut:
33

H1: Return On Assets (ROA) berpengaruh positif terhadap Price to

Book Value (PBV).

b. Pengaruh Net Profit Margin (NPM) terhadap Price to Book

Value (PBV)

Net Profit Margin (NPM) merupakan ukuran profitabilitas

perusahaan dari penjualan setelah memperhitungkan semua biaya

dan pajak penghasilan (Horne dan Wachowicz, 2013:182).

Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih

menunjukkan kemampuan manajemen dalam menjalankan roda

perusahaan secara cukup berhasil untuk menyisakan margin

tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah

menyediakan modalnya untuk suatu risiko. Para investor pasar

modal perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba. Dengan mengetahui hal tersebut investor dapat

menilai apakah perusahaan tesebut profitable atau tidak.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hutami (2012) yang menyatakan bahwa NPM mempunyai

pengaruh positif terhadap harga saham. Berdasarkan penjelasan

dan hasil penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut:

H2 : Net Profit Margin (NPM) berpengaruh positif terhadap Price

to Book Value (PBV).


34

c. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Price to Book

Value (PBV)

Menurut agency theory, konflik keagenan disebabkan

pemegang saham dan agen mempunyai kepentingan yang berbeda

dan saling bertentangan karena baik pemegang saham maupun

agen berusaha untuk memaksimalkan utilitasnya masing-masing.

Perbedaan kepentingan ini mengakibatkan manajemen berperilaku

curang dan tidak etis sehingga merugikan pemegang saham. Oleh

karena itu diperlukan suatu mekanisme pengendalian yang dapat

mensejajarkan perbedaan kepentingan antara manajemen dan

pemegang saham.

Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Sofyaningsih (2011)

yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh

positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan

hasil penelitian Machfoedz (2006) yang menyimpulkan bahwa

kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap nilai

perusahaan. Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian tersebut,

maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap Price to

Book Value (PBV).


35

d. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Price to Book

Value (PBV)

Kepemilikan institusional memiliki peran penting dalam

memonitor manajer dalam mengelola aset perusahaan. Semakin

tinggi persentase kepemilikan saham oleh institusi maka semakin

efisien fungsi monitoring terhadap manajemen dalam pemanfaatan

aset perusahaan serta pencegahan pemborosan oleh manajemen

(Wahyuni et. al., 2013). Dalam hal ini kepemilikan institusional

berperan untuk meminimalisir konflik keagenan. Dengan

meningkatkan kepemilikan saham atas institusi, masalah keagenan

yang timbul antara pemegang saham dengan manajer dapat

diminimalkan. Penilaian investor akan semakin baik pada

perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh investor institusi, dan

akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan.

Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Bahrami dan Bijan

(2015) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional

berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Namun berbeda

dengan hasil penelitian Sofyaningsih (2011) yang menyimpulkan

bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap nilai

perusahaan. Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian tersebut,

maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap Price

to Book Value (PBV).


36

e. Pengaruh pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

terhadap Price to Book Value (PBV)

Menurut Ghozali dan Chariri (2007) teori Stakeholder

menjelaskan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya

beroperasi untuk kepentingannya sendiri melainkan harus memberi

manfaat bagi stakeholder. Untuk itu tanggung jawab perusahaan

yang semula hanya diukur dengan dimensi ekonomi bergeser

dengan memperhitungkan faktor-faktor sosialnya juga.

Nilai perusahaan akan terjamin tumbuh secara

berkelanjutan (sustainable) apabila perusahaan memperhatikan

dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Dimensi tersebut

terdapat di dalam penerapan Corporate Social Responsibility yang

dilakukan perusahaan sebagai bentuk pertanggungjawaban dan

kepedulian terhadap lingkungan di sekitar perusahaan. Perusahaan

yang menerapkan CSR memperkecil biaya eksternalitas seperti

biaya demo dan boikot. Hal ini akan meningkatkan reputasi positif

dimata pelanggan. Sehingga meningkatkan penjualan perusahaan

dan berdampak return yang tinggi bagi investor dan meningkatkan

harga saham serta meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan yang

menerapkan CSR akan menambah nilai dimata stakeholder

(Tsoutsoura dan Margarita, 2004).

Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Nahda dan Harjito

(2011) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya nilai CSR akan


37

mempengaruhi nilai perusahaan. Begitu pula Putri dan Raharja

(2013) yang menyatakan bahwa semakin besar pelaksanaan dan

pengungkapan Corporate Social Responsibility oleh suatu

perusahaan maka akan semakin besar pula nilai perusahaan.

Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian tersebut, maka dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H5 : Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

berpengaruh positif terhadap Price to Book Value (PBV).

3. Perumusan Model Penelitian

Berdasarkan tinjauan landasan teori dan hasil penelitian

terdahulu, maka dapat disusun suatu model penelitian dalam penelitian

ini seperti yang disajikan dalam gambar berikut :

Return On
Assets (X1)

Net Profit
Margin (X2)

Kepemilikan Price to
Manajerial (X3) Book Value
(Y)
Kepemilikan
Institusional (X4)

Pengungkapan
Corporate Social
Responsibility (X5)

Gambar 2.1. Model Penelitian


38

III. METODE PENELITIAN DAN TEKNIK ANALISIS DATA

A. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang

berbentuk asosiatif yaitu penelitian yang dinyatakan dengan angka

statistik dan menekankan pada hubungan secara kausal (sebab akibat)

antara variabel independen terhadap variabel dependen (Sugiyono,

2009:18), pada perusahaan sub sektor makanan dan minuman yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2012-2016.

2. Obyek Penelitian

Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah perusahaan

makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun

2012-2016.

3. Pupulasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2009:61). Populasi dalam penelitian ini

adalah perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2016.


39

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2009:62). Pada penelitian ini

pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling.

Purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan

pertimbangan tertentu dengan syarat yang dibuat sebagai kriteria

harus dipenuhi oleh sampel dengan tujuan untuk mendapatkan

sampel yang representative (Sugiyono, 2013:68).

Adapun kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1) Perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) selama periode penelitian.

2) Perusahaan makanan dan minuman yang mempublikasikan

laporan tahunan lengkap selama periode penelitian.

3) Perusahaan yang secara berturut-turut mengungkapkan laporan

keuangan secara lengkap selama periode penelitian.

4) Perusahaan makanan dan minuman yang tidak mengalami

kerugian selama periode penelitian.

Dari total 19 perusahaan sub sektor makanan dan minuman yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2012-2016,

terdapat 10 perusahaan yang memenuhi kriteria pemilihan sampel.


40

4. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yaitu data yang sudah diolah oleh pihak pengumpul data primer. Data

sekunder ini berupa data kuantitatif yang terdapat dalam laporan

keuangan yang dipublikasikan dalam website Bursa Efek Indonesia

yaitu www.idx.co.id.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari buku, jurnal,

artikel dan hasil penelitian yang berhubungan dengan masalah

yang akan diteliti.

b. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dokumentasi dilakukan dengan

cara mengambil data sekunder laporan keuangan perusahaan

makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode 2012-2016 yang tercantum dalam www.idx.co.id.

6. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel Penelitian

a. Price to Book Value (PBV)

1) Definisi Konseptual

Price to Book Value (PBV) merupakan rasio harga

pasar suatu saham terhadap nilai bukunya (Brigham dan

Houston, 2010:151). Rasio ini dapat menunjukan seberapa


41

seberapa besar pasar akan menghargai nilai buku saham suatu

perusahaan.

2) Definisi Operasional

Menurut Brigham dan Houston (2010:151) rasio Price

to Book Value (PBV) dapat dihitung dengan menggunakan

rumus:

harga pasar per saham


P BV =
nilai buku per saham

b. Return On Assets (ROA)

1) Definisi Konseptual

Menurut Horne dan Wachowicz (2012:191) ROA

menunjukkan efektivitas keseluruhan dalam menghasilkan laba

melalui aset yang tersedia serta daya untuk menghasilkan laba

dari modal yang diinvestasikan.

2) Definisi Operasional

Menurut Brigham dan Houston (2010:148) ROA dapat

dihitung dengan menggunakan rumus:

Laba bersih setelah pajak


ROA =
Total aset

c. Net Profit Margin (NPM)

1) Definisi Konseptual
42

Net Profit Margin (NPM) adalah ukuran profitabilitas

perusahaan dari penjualan setelah memperhatikan semua biaya

dan pajak penghasilan (Horne dan Wachowicz, 2013:181).

2) Definisi Operasional

Menurut Horne dan Wachowicz (2013:181) NPM dapat

dihitung dengan menggunakan rumus:

Laba bersih setelah pajak


NPM =
Penjualan

d. Kepemilikan Manajerial

1) Definisi Konseptual

Kepemilikan manajerial adalah jumlah saham yang

dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan yang secara aktif

ikut dalam pengambilan keputusan pada suatu perusahaan.

Kepemilikan manajerial dihitung dengan menjumlahkan saham

yang dimiliki oleh dewan komisaris dan direksi (Pujiati dan

Widanar, 2009).

2) Definisi Operasional

Kepemilikan manajerial dapat dihitung dengan

menggunakan rumus (Pujiati dan Widanar, 2009):

Jumlah saham direktur dan komisaris


KM = ×100 %
Total saham beredar

e. Kepemilikan Institusional
43

1) Definisi Konseptual

Kepemilikan Institusional adalah persentase saham

yang dimiliki oleh investr institusi terhadap total saham yang

beredar (Widigdo, 2013)

2) Definisi Operasional

Kepemilikan institusional dihitung dengan satuan

persen. Kepemilikan dapat dihitung dengan menggunakan

rumus (Widigdo,2013) :

Jumlah saham yang dimiliki institusional


KI = ×100 %
Total saham beredar

f. Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

1) Definisi Konseptual

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah

tanggung jawab moral suatu organisasi bisnis terhadap

kelompok yang menjadi stakeholder-nya yang terkena

pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dari operasi

perusahaan (Nursahid, 2006)

2) Definisi Operasional

Pengukuran CSR pada penelitian ini mengacu pada

penelitian sebelumya yang dilakukan oleh Sembiring (2005)

dimana dalam mengukur pengungkapan CSR perusahaan

menggunakan 78 item pengungkapan yang terdiri dari aspek

lingkungan, energi, tenaga kerja, produk, keterlibatan


44

masyarakat dan umum. Secara sistematis pengungkapan

Corporate Social Responsibility (CSR) dapat diukur

menggunakan rumus berikut (Sayekti dan Wondabio 2007

dalam Nahda dan Harjito, 2011):

CSR J =
∑ Xij
ni

Keterangan :

CSRj = Corporate Social Responsibility Index

perusahaan j

Xij = Jumlah item yang diungkapkan perusahaan j (1 =

item diungkapkan; 0 = item tidak diungkapkan)

ni = Jumlah item keseluruhan

B. Teknik Analisis Data

1. Analisis Statistika Deskriptif

Analisis statistika deskriptif digunakan untuk mengetahui

gambaran atau deskripsi data dari masing-masing variabel dalam

penelitian ini. Menurut Sugiyono (2012) statistika deskriptif

merupakan statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan

cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang

berlaku untuk umum atau generalisiasi. Variabel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Return On Assets (ROA), Net Profit


45

Margin (NPM), kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,

Price to Book Value (PBV) dan Corporate Social Responsibility

(CSR).

2. Regresi Linear Berganda

Regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui

pengaruh dari dua tau lebih variabel independen terhadap satu variabel

dependen (Suliyanto, 2011:53). Dalam penelitian ini terdiri dari lima

variabel independen. Model persamaan regresi linear berganda yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

PBV 1 = a + b1 ROA + b2 NPM + b3 KM + b 4 KI + b5 CSR + ε

Keterangan :

PBV1 = Price to Book Value (PBV)

a = Konstanta

b = koefisien regresi untuk ROA, NPM, KM, KI, dan CSR

ROA = Return On Assets

NPM = Net Profit Margin

KM = Kepemilikan manajerial

KI = Kepemilikan institusional

CSR = Corporate Social Responsibility

ɛ = nilai residu

3. Uji Asumsi Klasik


46

Uji asumsi klasik dilakukan dengan tujuan agar persamaan

regresi yang dihasilkan tidak bias atau memiliki sifat BLUE (Best

Linear Unbiased Estimator). Uji asumsi klasik yang akan digunakan

dalam penelitian ini yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas, uji

heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah nilai

residual yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi

normal atau tidak. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal

jika nilai residual terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati

nilai rata-ratanya. Jika digambarkan dengan bentuk kurva maka

kurva akan membentuk gambar lonceng (bell-shaped curve) yang

kedua sisinya melebar sampai tidak terhingga (Suliyanto, 2011:69).

Dalam penelitian ini, uji normalitas akan menggunakan

Kolmogorov-Smirnov. Uji mormalitas menggunakan uji statistik

non-parametrik Kolmogorov-Smirnov merupakan uji normalitas

mengunakan fungsi distribusi kumulatif. Nilai residual

terstandarisasi berdistribusi normal jika K hitung < K tabel atau

nilai Sig. > alpha (Suliyanto, 2011:75).

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau


47

sempurna di antara variabel independen atau tidak (Suliyanto,

2011:81). Model regresi yang baik seharusnya tidak mengandung

gejala multikolinearitas di dalamnya.

Dalam penelitian ini, uji multikolinieritas yang digunakan

adalah menggunakan TOL (tolerance) dan Variance Inflation

Factor (VIF). jika nilai VIF tidak lebih dari 10, maka model

regresi dinyatakan tidak terdapat gejala multikolinier (Suliyanto,

2011:90).

c. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas berarti ada varian variabel pada model

regresi yang tidak sama (konstan). Sebaliknya jika varian variabel

pada model regresi memiliki nilai yang sama (konstan) maka

disebut dengan homoskedastisitas. Yang diharapkan pada model

regresi adalah yang homoskedastisitas. Masalah heteroskedastisitas

yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan data cross-

section (Suliyanto, 2011:95).

Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunkan

metode Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan semua

variabel bebas terhadap nilai mutlak residualnya. Jika terdapat

pengaruh variabel bebas yang signifikan terhadap nilai mutlak

residualnya maka dalam model terdapat masalah

heteroskedastisitas. Jika nilai probabilitas lebih besar dari nilai

alpha (sig > α) atau t hitung < t tabel maka dapat dipastikan model
48

tidak mengandung gejala heteroskedastisitas (Suliyanto,

2011:102).

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada

korelasi antara anggota serangkaian data observasi yang diuraikan

menurut waktu (time-series) atau ruang (cross section) (Suliyanto,

2011:125).

Pada penelitian ini uji autokorelasi menggunakan metode

Durbin Watson (Uji D-W) untuk menguji ada tidaknya masalah

autokorelasi dari model empiris yang diestimasi. Uji Durbin

Watson digunakan untuk autokorelasi satu tingkat dan

mensyaratkan adanya intersep dalam model regresi dan tidak ada

variabel penjelas. Untuk menarik kesimpulan dalam uji Durbin

Watson dapat menggunakan kriteria sebagai berikut (Suliyanto,

2011:127):

Tabel 3.1. Kriteria Durbin Watson


DW Kesimpulan
< dL Ada autokorelasi (+)
dL s.d. dU Tanpa kesimpulan
dU s.d. 4 – dU Tak ada autokorelasi
4 – dU s.d. 4 – dL Tanpa kesimpulan
>4 – dL Ada autokorelasi (-)

4. Pengujian Model Secara Statistik

a. Koefisien Determinasi Disesuaikan (R2 adjusted)


49

Suliyanto (2011:55) menyatakan bahwa koefisien

determinasi merupakan besarnya kontribusi variabel independen

terhadap variabel dependen. Semakin tinggi koefisien determinasi,

maka semakin tinggi kemampuan variabel independen dalam

menjelaskan variasi perubahan pada variabel dependen.

Koefisien daterminasi memiliki kelemahan yaitu bias

terhadap jumlah variabel independen yang dimasukan dalam model

regresi dimana setiap penembahan satu variabel independen dan

jumlah pengamatan dalam model akan meningkatkan nilai R2

meskipun variabel yang dimasukan tersebut tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya. Untuk

mengurangi kelemahan tersebut maka digunakanlah koefien

determinasi yang telah disesuaikan, Adjusted R Square (R2adj).

Koefisien determinasi yang disesuaikan dapat dicari

menggunakan rumus sebagai berikut (Suliyanto, 2011:60):

2 2 P ( 1 - R2)
R adj =R -
N-P-1

Keterangan :

R2adj = Koefisien determinasi yang disesuaikan

R2 = Koefisien determinasi

N = Ukuran sampel

P = Jumlah variabel independen

b. Uji F
50

Uji F digunakan untuk menguji ketepatan model (goodness

of fit). Uji F ini juga sering disebut sebagai uji simultan, untuk

menguji apakah variabel independen yang digunakan dalam model

mampu menjelaskan perubahan nilai variabel dependen atau tidak.

Untuk menyimpulkan apakah model masuk dalam kategori cocok

(fit) atau tidak, kita harus memandingkan nilai F hitung dengan

nilai F tabel dengan derajat bebas: df: α, (k-1), (n-k). Untuk

menghitung besarnya nilai F hitung digunakan formula berikut

(Suliyanto, 2011:62):

R 2 / ( k - 1)
F=
1 - R2 / ( n - k )

Keterangan :

F = nilai F hitung

R2 = Koefisien determinasi

k = Jumlah variabel

n = jumlah pengamatan (ukuran sampel)

Penolakan H0

Penerimaan
H0

Gambar 3.1. Kurva Uji F

c. Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t)


51

Nilai t hitung digunakan untuk menguji apakah variabel

tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen

atau tidak. Suatu variabel akan memiliki pengaruh yang berarti jika

nilai t hitung variabel tersebut lebih besar dibandingkan dengan

nilai t tabel. Dalam penelitian ini digunakan uji t satu ujung karena

hipotesis yang diajukan sudah menunjukan arah, sehingga df: α,n-k

dengan α sebesar 0,05 (Suliyanto, 2011:62).

Untuk menghitung besarnya nilai t hitung dapat digunakan

rumus sebagai berikut:

bj
ti =
Sbj

Keterangan :

t = nilai t hitung

bj = koefisien regresi ke j

sbj = kesalahan baku koefisien regresi ke j

Untuk menentukan nilai ttabel, ditentukan dari tingkat

signifikansi α yaitu 0,05 degan derajat kebebasan (degree of

freedom) df = n-k, dimana n adalah jumlah observasi dan k adalah

jumlah variabel. Dengan hipotesis yang akan digunakan sebagai

berikut :

H0 : tidak terdapat pengaruh antara variabel independent terhadap

variabel dependent.
52

Ha : terdapat pengaruh positif atau negatif antara variabel

independent terhadap variabel dependent.

Kriteria pengujian untuk hipotesis positif adalah sebagai berikut:

1) H0 ditolak dan Ha diterima jika nilai t hitung > ttabel (α, n – k)

dengan nilai signifikan lebih kecil dari α (0,05).

2) H0 diterima dan Ha ditolak jika nilai thitung ≤ ttabel (α, n – k)

dengan nilai signifikan lebih besar dari α (0,05).

P
e
n
o
l
a
k
a
n

H
Gambar 3.2. Kurva uji t positif 0

Kriteria pengujian untuk hipotesis negatif adalah sebagai berikut:

1) H0 ditolak dan Ha diterima jika nilai -t hitung < -ttabel (α, n – k)

dengan nilai signifikan lebih kecil dari α (0,05).

2) H0 diterima dan Ha ditolak jika nilai -t hitung ≥ -ttabel (α, n – k)

dengan nilai signifikan lebih besar dari α (0,05).

Penolakan H0

Gambar 3.3. Kurva uji t negatif


53

Anda mungkin juga menyukai