Anda di halaman 1dari 13

Lampiran 1

KESEHATAN

“TINGKAT KESEHATAN MENTAL TIM MEDIS DALAM


MENGHADAPI SITUASI PANDEMI COVID - 19”
Disusun untuk Mengikuti Kompetisi Essay Writing Contest Universitas
Muhammadiyah Prof.Dr.Hamka

Disusun oleh :
Muhammad Rofi Kedokteran/2018
Ghista Kurnia Kencana Farmasi/2018

UNIVERSITAS GUNADARMA
2020
Lampiran 2
KESEHATAN

LEMBAR PERNYATAAN ORISINILITAS KARYA

Judul Karya : TINGKAT KESEHATAN MENTAL TIM MEDIS DALAM


MENGHADAPI SITUASI PANDEMI COVID - 19
Nama Penulis :

1. Muhammad Rofi
2. Ghista Kurnia Kencana

Saya bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa benar karya tulis dengan
judul tersebut diatas merupakan karya orisinal saya dan belum pernah
dipublikasikan dan/atau memenangkan lomba sejenis di tempat lain. Demikian
pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, dan apabila terbukti terdapat
pelanggaran di dalamnya, maka saya siap untuk didiskualifikasi dari kompetisi ini
sebagai bentuk tanggung jawab saya.

Jakarta, 27 Mei 2020


Yang Membuat
Pernyataan Ketua
Kelompok

(Muhammad Rofi)

1
KESEHATAN

TINGKAT KESEHATAN MENTAL TIM MEDIS DALAM MENGHADAPI


SITUASI PANDEMIK COVID – 19

Semenjak Pandemi Covid–19 menyebar, kepanikan dan kecemasan pun muncul


tidak terkecuali pada tim medis di garda terdepan. Risiko tinggi terinfeksi Covid -
19 pada tim medis membuat beberapa tim medis mengalami peningkatan gejala
kecemasan, depresi dan insomnia. Kecemasan terhadap diri sendiri, teman sejawat,
dan keluarga semakin menambah kekhawatiran dan mental psikologis tim medis.
Penelitian menyebutkan bahwa para tim medis khususnya di bawah 30 tahun
memikirkan sanak keluarga di rumah dan stigma masyarakat setempat setelah tim
medis usai berjuang di garda terdepan. Gejala psikologis yang dialami tim medis,
mayoritas meliputi depresi, kecemasan, dan insomnia, dibuktikan pada beberapa
penelitian di Rumah sakit di China. Ketiga kondisi tersebut terjadi seiring dengan
berjalannya waktu penanganan Covid-19. Oleh karena itu rasa empati terhadap
perjuangan para dokter dan tim medis lainnya membawa kami pada pemikiran
untuk mendalami bagaimana kesehatan mental tim medis dalam menyikapi
pandemi Covid–19, bagaimana mereka bisa bertahan, menahan rindu keluarga dan
harus siap menjadi garda terdepan, yang bahkan tidak jarang bersentuhan langsung
dengan pasien yang terinfeksi.
Kami akan sedikit membahas tentang ketiga depresi, kecemasan dan insomnia,
sebelum kami membahas faktor-faktor yang berkaitan dengan timbulnya gangguan
kesehatan mental pada tim kesehatan dalam menangani Covid-19.
Depresi
Depresi adalah gangguan mood dimana gejala yang paling menonjol adalah
peningkatan atau penurunan suasana hati. Bentuk paling ekstrim dari penyakit ini
adalah mania (kegembiraan) dan depresi (kesedihan) yang berlebih pada pola dan
waktu yang tidak pasti. Depresi dan mania sering dilihat sebagai salah satu yang
berlawanan dengan spektrum afektif atau mood. Depresi secara umum dibagi
menjadi dua bagian yaitu: 1) unipolar: pasien hanya mengalami beberapa gejala
tertentu dan 2) bipolar: pasien pada waktu berbeda memiliki gejalan mania dan
depresi sekaligus. Kondisi tersebut termasuk kecacatan dan gangguan psikososial
selama mengalami tekanan hidup. Depresi dan mania dapat terjadi bersamaan yang

2
KESEHATAN

disebut sebagai mood campuran. Gangguan mood yang paling umum dan mudah
ditemukan adalah gangguan depresi mayor dengan episode tunggal atau berulang.
Gangguan depresi terdiri dari sekelompok penyakit heterogen yang dicirikan
dengan adanya perubahan kognitif, neurovegetatif dan psikomotor. Depresi saat ini
merupakan kondisi medis yang paling mematikan keempat didunia dan diprediksi
menjadi yang kedua setelah penyakit jantung iskemik yang berkaitan dengan
kecacatan pada tahun 2020.
Depresi adalah gangguan multifakorial dengan berbagai faktor risiko seperti
genetik, pola asuh orang tua dan perilaku atau kebiasaan sehari-hari sehingga
mempengaruhi gen dan produk protein dalam otak yang menentukan koneksi dan
fungsi neuronal. Oleh karena itu, faktor genetik dan lingkungan dapat berpengaruh
dalam etiologi dan pengobatan depresi. Perjalanan penyakit depresi disebutkan
bahwa terjadi penurunan jumlah neurotransmiter (senyawa pembawa sinyal) seperti
norepinefrin (NE), serotonin (5-HT) dan dopamin dalam otak. Perubahan patologis
pada reseptor terjadi karena terlalu kecilnya stimulasi monoamin sehingga dapat
menyebabkan depresi. Tidak beraturannya sistem homeostatik neurotransmitter
dapat menggangu aktivitas otak pada individu. Diagnosis gangguan depresi
membutuhkan salah satu kriteria yaitu suasana hati disforik (kurangnya gairah
hidup) dan penurunan minat dalam kegiatan sehari-hari. Gejalanya paling tidak
selama 2 minggu. Secara ringkas gejala depresi meliputi :
- Mood depresi sepanjang hari, misalnya, perasaan sedih, kosong, dan tidak ada
harapan
- Penurunan minat atas seluruh rasa senang dalam aktivitas harian, yang ditandai
oleh perasaan subyektif atau objektif
- Kehilangan atau peningkatan berat badan yang nyata tanpa usaha khusus,
contohnya perubahan 5% atau lebih berat badan dalam 1 bulan terakhir, atau
penurunan dan peningkatan nafsu makan yang hampir terjadi setiap hari.
- Sulit tidur atau tidur berlebih hampir setiap hari
- Kelelahan atau kehilangan energi setiap hari
- Perasaan tidak berguna atau adanya rasa bersalah yang berlebihan
- Penurunan kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, dan penuh keragu-raguan
setiap hari

3
KESEHATAN

- Pikiran berulang tentang kematian


Kecemasan (Anxiety)
Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh faktor
situasi. Ketika cemas individu merasa tidak nyaman, takut atau mungkin memiliki
firasat akan ditimpa malapetaka, padahal dirinya sendiri tidak mengerti mengapa
emosi yang mengancam tersebut terjadi. Individu yang mengalami gangguan
kecemasan memperlihatkan perilaku yang tidak biasa seperti panik dan takut tanpa
alasan terhadap objek atau kondisi kehidupan, melakukan tindakan yang berulang-
ulang, mengalami kembali peristiwa traumatik, atau rasa khawatir yang tidak dapat
dijelaskan. Gangguan ini bisa menganggu kinerja individu, kehidupan keluarga,
dan gangguan sosial. Anxiety kemungkinan merupakan gangguan yang paling
sering ditemukan dengan gangguan mental penyerta, biasanya gangguan cemas
atau mood lainnya. Kemungkinan 50% gangguan cemas menyeluruh memiliki
gangguan mental lainnya. Pada beberapa studi kasus di rumah sakit jiwa daerah
Provinsi Lampung, seorang pasien selalu merasakan gejala cemas mendadak,
diikuti rasa pusing, telapak tangan berkeringat dan jantung berdebar-debar. Kondisi
tersebut mengganggu konsentrasinya dalam melakukan sesuatu, kontak sosial dan
sulit untuk tidur. Dalam kasus ini pasien mengidap gangguan cemas menyeluruh,
kemudian pasien diterapi dengan menggunakan obat dan dilakukan pendekatan
psikososial kepada keluarga dan pasiennya.
Insomnia
Tidur merupakan salah satu komponen penting untuk menjaga kesehatan individu.
Tanpa tidur, manusia akan mengalami gangguan dalam kualitas hidup. Kondisi sulit
tidur merupakan gejala insomnia. Insomnia merupakan persepsi yang tidak adekuat
dari kualitas dan kuantitas tidur. Menurut International Classification Of Sleep
Disorder (ICSD-2) insomnia ditegakkan apabila terdapat 1 atau lebih keluhan yaitu
kesulitan memulai tidur, kesulitan mempertahankan tidur sehingga sering
terbangun dari tidur dan tidur dengan kualitas yang buruk.
Beberapa dampak yang terjadi di siang hari pada orang insomnia adalah kelelahan,
gangguan atensi, konsentrasi, ganggaun dalam hubungan sosial dan perkejaan,
gangguan mood, sering mengantuk, kekurangan energi dan inisiasi sering
melakukan kesalahan, mengalami nyeri kepala atau gangguan pencernaan akibat

4
KESEHATAN

kurang tidur. Berdasarkan data epidemiologi sekitar 30% orang dewasa mengalami
insomnia dan 10% diantaranya mengalami insomnia dengan keparahan berat,
sehingga berdampak terhadap kualitas hidup. Sebuah studi meta-analisis dari 29
studi mengenai insomnia mendapatkan wanita (41%) lebih berisiko mengalami
insomnia dibanding laki-laki. Pada studi lain yang dilakukan oleh National Sleep
Foundation mendapatkan 57% wanita mengalami insomnia paling tidak beberapa
malam dalam seminggu.
Insomnia secara umum terjadi karena faktor pemicu seperti kecemasan yang
berlebihan dan depresi, sehingga tubuh memberikan respon melalui mekanisme
hipothalamaus-pituitari-aksis (HPA). Hypothalamus diaktifkan oleh faktor pemicu
stress sehingga menghasilkan Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang
merangsang hipofisis menghasilkan Adrenocorticotropic Hormone (ACTH).
ACTH dilepas ke dalam aliran darah dan dan menyebabkan korteks kelenjar adrenal
melepas hormon kortisol. Kadar kortisol yang tinggi menyebabkan melatonin darah
menjadi rendah, kemudian merangsang sistem saraf simpatis sehingga
menyebabkan kondiri terus terjaga.
Kaitan kecemasan, depresi, dan insomnia pada tim medis dalam menghadapi
kondisi pandemi COVID-19
Kecemasan yang berlebihan pada tim medis, seperti kekhawatiran mengenai
keselamatan dirinya, keluarganya, rekan kerja, dan pasien yang dirawat membuat
mereka merasakan dampak negatif dalam perilakunya, sehingga menyebabkan
depresi yang mendalam, rasa sedih yang berlebihan atau kurangnya rasa bahagia.
Hal tersebut membuat faktor stres meningkat yang dapat membuat terkativasinya
mekanisme HPA sehingga hormon melatonin (hormon tidur) menurun seiring
meningkatknya hormon kortisol. Dampaknya membuat tim medis cepat kelelahan
dan tidak fokus atau konsentrasi dalam menangani dan merawat pasien-pasien,
sehingga terjadinya penurunun kualitas pelayanan rumah sakit. Jadwal dan kondisi
yang tidak menentu membuat tim medis merasa diserang dari berbagai kondisi dan
faktor.

5
KESEHATAN

Faktor-Faktor Pemicu Gejala Kecemasan pada Tim Medis Dalam Situasi


Pandemi COVID-19
Berikut ini merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan mental tim
medis dari penelitian psikologis di rumah sakit di China:
Faktor Internal (Keimanan)
Hasil riset tentang keterlibatan religiusitas dengan kesehatan mental menunjukkan
bahwa orang yang memiliki religiusitas tinggi memiliki keadaan psikologis yang
lebih baik dibandingkan orang yang tingkat religiusitasnya rendah. Pada seseorang
dengan tingkat religiusitas tinggi biasanya jarang memiliki gejala depresi dan
jarang menyalahgunakan obat terlarang. Oleh karena itu faktor kepercayaan atau
religiusitas memiliki peran penting terhadap timbul atau tidaknya gejala depresi
akibat kurangnya faktor motivasi, kepercayaan, dan kebahagiaan dalam diri.
Dalam situasi seperti ini tim medis sangat sulit untuk melakukan ibadah
dikarenakan beberapa hal yang kurang memadai seperti tempat ibadah yang
terbatas dan belum tentu bersih, pakaian yang kurang layak untuk dikenakan saat
ibadah, serta waktu yang terbatas untuk melaksanakan ibadah, terutama bagi tim
medis yang beragama islam wajib menunaikan ibadah 5 waktu dengan
menggunakan APD yang lengkap membuat tim medis mengalami kesulitan dalam
melaksanakan ibadahnya yang dapat memberikan ketenangan hati untuk mereka.
Akan tetapi hal tersebut tidak menjadikan semangat mereka pudar dalam
menjalankan tugasnya sebagai pahlawan digarda terdepan.
Pekerjaan yang berlebihan
Banyaknya pasien rujukan membuat pelayanan Rumah Sakit harus siap siaga setiap
waktu, sehingga para tim medis memiliki beban pekerjaan dan jadwal yang
melebihi kapasitas demi keselamatan pasien. Namun di sisi lain mereka pun
manusia yang merasakan kelelahan fisik dan psikis, sehingga mungkin saja
memunculkan gejala psikologis apabila tidak diimbangi dengan pengelolaan
tingkat stres dan motivasi diri.
Kurangnya fasilitas kesehatan, APD (Alat Pelindung Diri), dan obat- obatan
Banyaknya pasien membuat otoritas kesehatan harus bertindak secepatnya,
khususnya fasilitas kesehatan dalam mensuplai kebutuhan APD, peralatan medis
dan obat-obatan. Banyak laporan dan berita terkait kurangannya pasokan APD,

6
KESEHATAN

ventilator dan obat-obatan di beberapa rumah sakit. Hal tersebut dapat membuat
para tim medis merasa tertekan dan kecewa terhadap otoritas negara yang mereka
harapkan dapat memenuhi kebutuhan kesehatan. Tim medis akan merasa cemas
melihat pasien yang dirawat tidak mendapatkan pelayanan yang tepat.
Kurangnya motivasi eksternal dari Rumah Sakit
Kesibukan dan kelelahan para tim medis membuat jiwa dan fisik mereka
membutuhkan kekuatan psikis dari diri sendiri dan dari sistem yang mendukung.
Motivasi eksternal sangat penting untuk mengisi kembali semangat para tim medis,
membuat mereka merasa dihargai dan menjadi harapan bagi seluruh masyarakat.
Apabila mereka tidak mendapatkan motivasi eksternal tersebut mereka akan
menimbulkan rasa cemas. Hal ini sesuai dengan dengan kalimat sebelumnya bahwa
kecemasan mereka terkait dengan keselamatan dirinya, keluarganya, rekan kerja,
dan pasien yang dirawat membuat mereka merasakan dampak negatif dalam
perilakunya, sehingga menyebabkan depresi yang mendalam, rasa sedih yang
berlebihan atau kurangnya rasa bahagia. Contoh kegiatan yang bisa dibuat oleh
otoritas rumah sakit seperti : Olahraga dan sesi sharing bersama, pemberian reward
lebih kepada mereka, dan mendukung peran mereka melalui poster-poster
motivasi, kebahagiaan, dan kebanggaan menjadi seorang tim medis.
Framing Media
Media yang antusias namun membuat narasi yang berlebihan dapat menimbulkan
framing. Framing media adalah teori atau proses tentang bagaimana pesan media
massa mendapat perspektif, sudut pandang, atau bias dengan memberikan
penonjolan pada aspek tertentu. Pada analisis framing media bagian tertentu saja
yang lebih bermakna, lebih diperhatikan, dianggap penting dan lebih mengena
dalam pikiran khalayak ditampilkan ke hadapan publik. Framing media bisa
menjadi hal yang sangat krusial terhadap arah dari pemberitaan. Hal ini menjadi
titik poin apakah berita tersebut memberi narasi positif, negatif, kesedihan ataupun
motivasi. Banyak framing media di masa pandemi ini memberikan informasi yang
sebenarnya, namun narasi yang mereka buat dapat menyebabkan penurunan tingkat
kesehatan mental para tim medis di garda terdepan. Salah satu contoh berita yang
sering dibicarakan adalah terkait banyaknya tim medis yang meninggal karena
Covid–19. Hal tersebut secara tidak langsung membuat kecemasan atau depresi

7
KESEHATAN

terhadap tim medis itu sendiri. Narasi-narasi yang dibuat seperti “kisah pilu” atau
“40 tim medis yang meninggal” yang memang menjadi suatu hal yang patut
dihormati dari seorang tim medis, namun di sisi sebaliknya justru membuat mental
tim medis yang bekerja di lapangan menjadi menurun karena merasa tidak aman
dan kecemasan yang berlebihan. Hal ini bisa dibuat dengan meminimalisir berita
tersebut dan memperbanyak berita positif untuk meningkatkan motivasi eksternal
tim medis itu sendiri. Cara-cara untuk meningkatkan motivasi adalah menuliskan
seperti narasi “Lagu Dokter Timnas Indonesia Untuk Tim Medis Corona”, “Beri
Semangat Tim Medis Lawan Covid-19, Para Musisi Luncurkan Video Musik
Indonesia Pasti Bisa”. Kalimat-kalimat positif ini seakan-akan memberi harapan
dan kebanggaan terhadap semangat dan kerja keras tim medis menghadapi virus
pandemik Covid-19.
Kepatuhan masyarakat
Kurang patuhnya masyarakat dengan anjuran pemerintah seperti dirumah saja,
physical distanding, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), penggunaan masker
dan cuci tangan dengan sabun yang kurang optimal dijalankan oleh masyakarat
sehingga membuat risiko terinfeksi tinggi, terjadi peningkatan kasus yang
menimbulkan kecemasan tim medis akibat peningkatan kasus. Kurangnya
pengetahuan tentang pengendalian dan pencegahan membuat risiko terinfeksi
tinggi dan membuat mereka merasa tidak aman dan cemas.
Tidak ada jaminan kesehatan dari otoritas kesehatan
Beberapa penelitian di Wuhan menyebutkan beberapa tim kesehatan belum
memiliki jaminan kesehatan karena belum memenuhi prosedur. Oleh karena itu
pentingnya otoritas kesehatan memberikan jaminan kesehatan terhadap tim medis
yang berjuang di garda terdepat. Tim medis setidaknya bisa tenang dalam bekerja
dan termotivasi dengan jaminan kesehatan yang diberikan.
Istirahat yang kurang memadai
Banyaknya pasien yang bertambah menimbulkan banyaknya tanggung jawab
pekerjaan dan pelayanan dengan waktu yang lebih panjang membuat tim medis
cepatkelelahan. Hal tersebut mempengaruhi kualitas tidur dan efektifitas diri
mereka. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dampak yang terjadi
ketika tim medis ketika insomnia adalah kelelahan, gangguan atensi, konsentrasi,

8
KESEHATAN

gangguan dalam hubungan sosial dan perkejaan, gangguan mood, sering


mengantuk, kekurangan energi dan inisiasi sering melakukan kesalahan,
mengalami nyeri kepala atau gangguan pencernaan, yang membuat mereka tidak
fokus melakukan tugasnya sebagai pahlawan digarda terdepan.
Menyaksikan kejadian kritis yang dalam jumlah banyak di waktu singkat
Kematian pasien merupakan hal yang sangat menyedihkan bahkan mengecewakan
bagi tim medis karena mereka sudah berusaha yang terbaik untuk menyembuhkan
pasien. Hal ini memicu faktor stres mereka, walaupun tim medis sudah berusaha
melakukan yang terbaik dan yang menentukan keputusannya adalah Tuhan.
Hasil penelitian dari 34 rumah sakit di China dengan subyek total 1.257 orang
tim menunjukkan bahwa:

- 3/4 dari tim kesehatan dalam kesulitan,


- 1/2 dari tim melaporkan gejala depresi,
- 1/3 sepertiga dari mereka melaporkan insomnia, dan
- 2/5 dari mereka melaporkan gejala kecemasan.

Faktor-faktor motivasi positif seperti dari keluarga dan kolega yang mendukung,
perasaan bangga karena berpengalaman merawat pasien di masa pandemi dan
berperan di garda terdepan, penghargaan oleh sejawat atau pasien, rasa disadari
bahwa penting keberadaannya dan penerimaan terhadap tim medis perlu diperkuat
untuk meningkatkan moral dan semangat mereka. Hasil penelitian berbeda yaitu
dengan subyek total sekitar 2.182 orang (tim kesehatan 927 dan tim non kesehatan
1.255) menunjukkan bahwa 87,8 % tidak depresi, namun 12,2% tim medis masih
depresi. Banyaknya tim medis yang tidak depresi pada penelitian ini karena tim
medis mempunyai komitmen dan kesepakatan terhadap moralitas kesehatan dan
pelayanan bagi seluruh masyarakat, sehingga mereka siap menghadapi berbagai
risiko terkait pandemi ini.
Depresi, kecemasan, insomnia dan gangguan kesehatan mental lainnya merupakan
gejala yang sering dialami oleh para tim medis menurut beberapa penelitian di
China. Banyaknya faktor- faktor pemicu tersebut berpengaruh terhadap penurunan
tingkat kesehatan mental mereka, khususnya dalam melakukan pelayanan
kesehatan yang berakibat pada menurunnya kualitas pelayanan. Oleh karena itu, hal

9
KESEHATAN

ini dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat di Indonesia untuk berkontribusi


dalam menghambat faktor-faktor pemicu gangguan kesehatan mental tersebut.
Masyarakat dan media dapat memberikan motivasi eksternal serta memberikan
stigma yang positif bagi tim medis.
Otoritas kesehatan perlu mempertimbangkan upaya untuk mengatasi penurunan
kesehatan mental tim medis. Namun hal tersebut juga tetap diikuti dengan
pemberian dukungan melalui penyediaan APD serta fasilitas-fasilitas kesehatan
yang dapat mendukung kinerja tim medis. Evaluasi mengenai kesehatan mental tim
medis dapat dilakukan dengan menggunakan media elektronik misalnya aplikasi
web seperti Whatsapp atau We Chat. Penapisan rutin tenaga medis terutama yang
merawat langsung pasien Covid-19 harus selalu di-follow up agar mereka merasa
aman dengan terjaganya kesehatan mereka, sehingga dapat menurunkan tingkat
stres, depresi, dan kecemasan.
Dukungan dari masyarakat dan lingkungan setempat diperlukan oleh tim medis
sebagai moodboster bagi mereka. Pemberian dukungan dapat berupa membuat lagu
motivasi, donasi, surat motivasi resmi dari pemerintah dan menghilangkan stigma-
stigma negatif yang muncul saat ini. Dukungan masyarakat dengan menjalankan
anjuran pemerintah seperti dirumah saja, physical distanding, menerapkan PHBS,
mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun, menggunakan masker bila
berpergian keluar rumah, serta menerapkan tata cara batuk dan bersin yang baik
dan benar sangat penting dilakukan untuk menghentikan penyebaran Covid-19 dan
menurunkan jumlah kasus sehingga beban tim kesehatan semakin berkurang.
Faktor internal seperti meningkatkan ibadah sebagai penguat jiwa dan olahraga
sebagai penguat fisik juga diperlukan oleh tim medis agar motivasi internal selalu
terjaga. Tak luput otoritas rumah sakit juga harus memantau kegiatan mereka
khususnya apabila sedang kelelahan dan kurang fokus mereka bisa diistirahatkan
sehingga mereka dapat melakukan kembali pelayanan kesehatan yang lebih
berkualitas.

10
KESEHATAN

Daftar Pustaka

Aditomo, A. dan Retnowati, S. (2004). Perfeksionisme, Harga Diri, dan


Kecenderungan Depresi Pada Remaja Akhir. Journal of Psychology, (1), pp. 1
– 14.
Almeida, A., Neto, F. and Koenig, H. (2006). Religiousness and Mental Health: a
Review. Brazilian Journal of Psychiatry, 28(3), pp. 242 – 250.
Candra, G. (2015). Diagnosis and Managment Chronic Insomnia. E-Jurnal Medika
Udayana, [online] S.1, p.344-350. Available at:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/4928 [Accessed 20
May.2020].

Cnnindonesia.com, (2020). Lagu Dokter Timnas Indonesia untuk Tim Medis


Corona. [online] Available at :
https://www.cnnindonesia.com/olahraga/20200508142723-142-
501311/lagu- dokter-timnas-indonesia-untuk-tim-medis-
corona [Accessed 20 May. 2020].
Cosci, F., Fava, G. and Sonino, N. (2014). Mood and Anxiety Disorders as Early
Manifestations of Medical Illness : A Systematic Review. Psychother
Psychosom, 84(1), pp. 22 – 29.
Dianovinina, K. (2018). Depression in Adolescent: Symptoms and the Problems.
Journal of Psychogenesis, 6(1), pp. 69 –78.
Diferiansyah, O., Septa, T. and Lisiswanti, R. (2016). General Anxiety Disorder. J
Medula Unila, 5(2), pp. 63 – 68.
Fitratullah, V. (2019). Depression and lack of faith. [video]. Available at
https://www.youtube.com/watch?v=8z9SdsO6WbU [Accessed 20
May.2020].
Friedman, E. and Anderson, I. (2014). Handbook of Depression, 2nd ed. London :
Springer Healthcare Communications, pp:1-29.
Kang, L., Ma, S., Chen, M., Yang, J., Wang, Y., Li, R., Yao, L., Bai, H., Cai, Z.,
Yang, B., Hu, S., Zhang, K., Wang, G., Ma, C. and Liu, Z. (2020). Impact on
Mental Health and Perceptions of Psychological Care Among Medical and
Nursing Staff in Wuhan During the 2019 Novel Corona Virus Disease
Outbreak: A Cross-Sectional Study. Brain, behavior, and immunity, [online],

11
KESEHATAN

Available at: https://doi.org/10.1016/j.bbi.2020.03.028 [Accessed 20


May.2020].
Nasution, I. (2017). Hubungan Kontrol Diri dengan Perilaku Sulit Tidur
(Insomnia). Journal of Psychopolytan, 1(1), pp. 39 – 48.
Susanti, L. (2015). Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Insomnia di
Poliklinik Saraf RS DR. M. Djamil Padang. Andalas Health Journal, 4(3), pp.
951 – 956.
Spoorthy, M., Pratapa, S. and Mahant, S. (2020). Mental Health Problems Faced
By Healthcare Workers Due to the COVID-19 Pandemic. Asian Journal of
Psychiatry, [online], Available at: 10.1016/j.ajp.2020.102119 [Accessed 20
May.2020].
Tribunnews.com, (2020). Kisah Pilu Perawat Pasien Covid-19, Diusir hingga
Gugur dalam Bertugas: 'Bulan-bulan Ini Penuh Duka'. [online] Available
at: https://newsmaker.tribunnews.com/2020/04/19/kisah-pilu-perawat-
pasien- covid-19-diusir-hingga-gugur-dalam-bertugas-bulan-bulan-ini-
penuh-duka [Accessed 20 May. 2020].
World Health Organization Indonesia. (2020). Catatan Tentang Aspek Kesehatan
Jiwa dan Psikososial Wabah COVID-19 Versi 1.0. [online] WHO Official
Update. Available at:
https://www.who.int/docs/defaultsource/searo/indonesia/covid19 /catatan-
tentang-aspek-kesehatan-jiwa-dan-psikososial-wabah-covid-19-feb2020
indonesian. pdf?sfvrsn=ebae56452 [Accessed 15 May. 2020].
World Health Organization. (2020). Mental Health and Psychosocial
Considerations During the COVID-19 Outbreak. [online] WHO official
Update. Available at: https://www.who.int/docs/default-
source/coronaviruse/mental-health-considerations.pdf?sfvrsn=6d3578af_2
[Accessed 15 May. 2020].
Zhang, W., Wang, K., Yin, L., Zhao, W., Xue, Q., Peng, M., Min, B., Tian, Q.,
Leng, H., Du, J., Chang, H., Yang, Y., Li, W., Shangguan, F., Yan, T., Dong,
H., Han, Y., Wang, Y., Cosci, F. and Wang, H. (2020). Mental Health and
Psychosocial Problems of Medical Health Workers during the COVID-19
Epidemic in China’. Psychotherapy and Psychosomatics, pp. 1-9, [online],
Available at: 10.1159/000507639 [Accessed 20 May.2020].

12

Anda mungkin juga menyukai