Anda di halaman 1dari 6

TIU 1 Memahami dan menjelaskan arbovirus.

TIK 1.1 Definisi


Virus yang ditularkan oleh artropoda.

TIK 1.2 Klasifikasi


1. Arenaviridae
 Genus arena virus
2. Bunyaviridae
 Genus bunyavirus
 Genus hantavirus
 Genus nairovirus
 Genus phlebovirus
3. Filoviridae
 Genus marburg-like.
 Genus ebola-like
4. Flaviviridae
 Genus flavivirus
5. Reoviridae
 Genus coltivirus
 Genus orbivirus
6. Togaviridae
 Genus alphavirus
7. Rhabdoviridae
 Genus vesicoluvirus

TIK 1.3 Morfologi


1. Arenaviridae
Sferis, diameter 50-300 nm (rata-rata 110-130 nm). Genom : RNA untai tunggal, bersegmen ganda, sense negatif
dan ambisense, ukuran total 10-14 kb. Virion mengandung transkiptase. Empat polipeptida utama. Selubung.
Replikasi : sitoplasma. Penyusunan : menggabungkan ribosom dan penonjolan dari membran plasma.

2. Bunyaviridae
Sferis, diameter 80-120 nm. Genom : RNA untai tunggal, bersegmen tiga, sense negatif atau ambisense, ukuran
total 11-21 kb. Virion mengandung transkiptase. Empat polipeptida utama. Selubung. Replikasi : sitoplasma.
Penyusunan : membentuk penonjolan pada membran halus sistem golgi.

3. Filoviridae
Filamen panjang, diameter 80 nm x variasi panjang (>10000 nm), walaupun kebanyakan rata-rata sekitar
1000nm. Genom : RNA untai tunggal, sense negatif, tidak bersegmen, ukuran 19 kb. Tujuh polipeptida. Selubung.
Replikasi : sitoplasma. Penyusunan : membentuk penonjolan dari membran sel.

4. Flaviviridae
Sferis, diameter 40-60 nm. Genom : RNA untai tunggal, sense positif, berukuran 11kb. Genom : RNA infeksius.
Selubung. Tiga atau empat polipeptida struktural, dua terglikolisasi. Replikasi : sitoplasma. Penyusunana :
didalam retikulum endoplasma. Semua virus berkaitan secara serologis.

5. Reoviridae
Sferis, diameter 60-80 nm. Genom : RNA untai ganda, 10-12 segmen linear, ukuran total 16-27 kbp. Tidak
berselubung. 10-12 polipeptida struktural. Replikasi dan penyusunan : sitoplasma.

6. Togaviridae
Sferis, diameter 70 nm, nukleokapsid memiliki 42 kapsomer. Genom : RNA untai tunggal, sense positif, ukuran
9,7-11,8 kb. Selubung. Tiga atau empat polipeptida struktural, dua terglikosilasi. Replikasi : sitoplasma.
Penyusunan : penonjolan dari membran sel penjamu. Semua virus berhubungan secara serologis.

7. Rhabdoviridae
Bulat, diameter 60-80 nm. Genom : RNA untai ganda, 10-12 segmen linear, ukuran total 10-27 kb. Tidak
berselubung 10-12 polipeptida struktural. Replikasi dan penyusunan : sitoplasma

TIU 2 Memahami dan menjelaskan vektor DBD.


TIK 2.1 Definisi
Vektor adalah jasad (biasanya serangga) yang menularkan parasit pada manusia dan hewan secara aktif.
TIK 2.2 Morfologi dan siklus hidup

1
 Berukuran lebih kecil dari nyamuk culex.
 Warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya,mempunyai gambaran lira (lyre-
form)yang putih pada punggungnya (mesonotum).
 Telur mempunyai dinding yang bergaris-garis dan mempunyai gambaran kain kasa.
 Larva mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.
 Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2 cm di atas permukaan air.Meletakkan
rata-rata 100 butir telur tiap kali bertelur.Setelah 2 hari telur → larva → pengelupasan kulit sebanyak 4 kali →
pupa → dewasa (butuh waktu 9 hari).
 Perindukan pada air bersih.
 Di tempat perindukan aedes aegypti ditemukan bersama aedes albopictus yang hidup bersama-sama

TIK 2.3 Epidemiologi


Aedes aegypti tersebar luas di seluruh indonesia.Spesies ini juga ditemukan di kota-kota pelabuhan yang
penduduknya padat (yang biasanya karena terbawa oleh sarana transportasi),juga di pedesaan. Aedes aegypti dapat
menularkan virus dengue yang masa inkubasinya antara 3-10 hari.

TIK 2.4 Bionomik


 Nyamuk betina mengisap darah pada siang hari baik di dalam rumah ataupun diluar rumah.
 Pengisapan dilakukan dari pagi sampai petang,yaitu setelah matahari terbit (8.00-10.00) dan sebelum matahari
terbenam (15.00-17.00).
 Tempat istirahat : pada semak-semak dan pakaian yang digantu ng.
 Umur di alam : 10 hari
 Umur di laboratorium : 2 bulan
 Mampu terbang sejauh 2 km walau pada umumnya hanya 40 m.

TIK 2.5 Pencegahan dan pemberantasan


Terbagi atas dua yaitu:
a. Pemberantasan nyamuk dewasa
Dilakukan dengan cara penyemprotan (pengasapan=fogging)dengan insektisida yaitu :
 Organofosfat misalnya malation,fenitrotion.
 Piretroid sintetik,misalnya lamda sihalotrin,permetrin.
 Karbamat

b. Pemberantasan jentik
Biasanya dikenal dengan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk),dilakukan dengan cara :
 Kimia : dengan larvasida yang dikenal dengan abatisasi,yang biasa digunakan adalah
termefos.Formulasi termefos yang digunakan adalah granules (sandgranules).Dosis yang digunakan 1
ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air.Abatisasi ini mempunyai efek
residu 3 bulan.
 Biologi : memelihara ikan pemakan jentik
 Fisik : Dengan 3M (Menutup,mengubur, dan menguras),yaitu menutup tempat penampungan air
rumah tangga,menguras bak mandi dan tempat lainnya,mengubur atau memusnahkan barang-barang
bekas.Dilakukan kurang lebih seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang dengan baik di
tempat itu.

2
TIU 3 Memahami dan menjelaskan demam berdarah dengue.
TIK 3.1 Definisi
Demam berdarah dengue adalah penyakit swasirna, akut dan klasik (biasanya berlangsung 5 sampai 7 hari) yang
ditandai dengan demam, lesu, nyeri kepala, mialgia, ruam, limfadenopati, dan leukopenia yang disebabkan oleh empat
jenis virus dengue yang secara antigen berbeda. Terjadi secara edemik dan sporadik di india, jepang, afrika barat,
daerah timur Mediterania, Asia Tenggara, Indonesia, Timur laut Australia, Polinesia, Karibian, dan bagian utara
Amerika Selatan. Ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama A. Eagypti, A. Albopictus, dan A.
Polynesiensis. Disebut juga Aden, Breakbone, dady atau Dengue fever.
Pada demam berdarah dengue ( DBD) terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hemotokrit) atau penumpukan caurab di rongga tubuh. Sindrom rejatan dengue(dengue schock
syndrome ) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh rejatan/ syok

TIK 3.2 Etiologi


Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang termaksud dalm genus Flavivirus.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4X 106
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN- 1, DEN-2, DEN- 3, DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue.
Ke empat serotipe semuanya di temukan di Indonesia , dan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak di Indonesia.
Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue fever dengan falvivirus lain seperti Yellow fever, Japanese
encehphalitis, dan west Nile virus
Penelitian pada antropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (stegomyia ) dan
Toxorhynchites

TIK 3.3 Epidemiologi


Demam berdarah dengue tersebar di daerah Asia Tenggara, Pesifik barat, dan Karibia. Indoneisa merupakan wilayah
endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air
Penularan Infeksi virus dengue dengan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes, walaupun A. Aegypti diperkirakan
sebagai vektor utama penyakit Dengue hemorrhagic fever (DHF), Pengamatan epidemiologis dan percobaan
penularan di laboratorium membuktikan bahwa A. Scttelaris dan A. Polynesiensis yang terdapat di kepulauan Pasifik
Selatan dapat menjadi vektor demam dengue juga.
Di Indonesia nyamuk A. Aegypti di perkirakan sebagai vektor terpenting di daerah perkotaan sedangkan A.
Albopictus di sekitar perdesaan.
Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan
bagi yamuk betina
Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan demam dengue yaitu:
1. Vektor: Perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor
dari satu tempat ke tempat lain
2. Penjamu: terdapatnya penderita di lingkungan/ keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk usia, dan
jenis kelamin
3. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk
TIK 3.4 Patofisiologi

Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menetukan derajat penyakit dan membedakan antara DD dengan DBD ialah
peningkatan dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadiny a hipotensi, trombosito penia, serta
diatesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada kasus DBD menggunakan 131 Iodine labelled human albumin
sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari pernulaan masa
demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Pada kasus berat, syok terjadinya secara akut, nilai hematokrit
meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melaui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai
hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra
vaskular (ruang interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bikti yang mendukung dugaan ini ialah
meningkatnya berat badan, ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu ronga peritonium , pleura
dan perikardium yang pada otpsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melaui infus, dan terjadinya edema.
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara efektif dengan membarikan plasma atau
ekspander plasma. Pada amsa dini dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan
perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis. Sedangkan pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding
pembuluh darah yang crsifat destruktif atau akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan
fungsional pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang bekerja secara cepat. Gambaran
mikroskop elektron biopsi kulit pasien DBD pada masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang
mirip dengan luka akibat anoksia atau luka bakar, gambaran itu juga mirip dengan binatang yang diberi histamin atau
serotonin atau dibuat keadaan trombositopenia.

Trombositopenia
Trombopositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar kasus DBD. Nilai
trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombisit secara
cepat meningkat pada masa konvalesens dan nilai normalnya biasa tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit.
Trompositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya

3
masa hiduptrombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan lain trombositopenia ialah depresi
fungsi megakariosit. Penyelidikan denagn radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadi dalam
sistem retikuloendontel, limfe, hati. Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa
faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan endotel dan
aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secar terpisah. Lebih lanjut fungsi trombosit terbukti
menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah.
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya pendarahan DBD.

Sisitem koagulasi dan fibrinolis


Kelaina sitem koagulasi juga berperan dalam pendarahan DBD. Masa pendarahan memanjang, masa pembekuan
normal, masa tromboplastin parsial yang teraktivasi memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk
faktor II, V, VII, VIII, X, dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan fibrinogen degradation products
(FDP) . penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktifitas antitrombin III. Di samping
itu juga dibuktikan bahwa menurunya faktor VII, faktor II dan antitrombin tidak sebanyak sepperti fibrinogen dan
faktor VIII. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa menurunya kaadar fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya diakibatkan
oleh konsumsi sistem koagulasi, teteapi juga oleh sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan
dengan penurunan aktifitas α-2 plasmin inhibitor dan penurunan akitivitas plasminogen.
Seluruh penelitian di atas membuktikan bahwa (1) pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan
fibrnolisis, (2) Disseminated intravaskular coagulation (DIC) secara potensial dapat terjadi juga pada DBD syok. Pada
masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit memburuk
sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok akan memperberat DIC sehingga perannya akan mencolok. Syok dan
DIC akan saling memperngaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok ireversibel disertai pendarahan hebat,
terlibatnya organ-organ vital yang biasanyadiakhiri dengan kematian. (3) Pendarahn kulit pada umumnya disebabkan
oleh faktor kapiler, gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia; sedangkan perdarrahan masif ialah akibat
kelianan mekanisme yang lebih kompels seperti trombositopenia, gangguan faktor pembekuan, dan kemungkinan
besar oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama yang tidak dapat diatasi disertai komplikasi asidosis
metabolik. (4) Antitombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan antitrombin III,
respon pemberian heparin akan berkurang.
Sistem komplemen.
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar C3, C3 proaktivator, C4, dan C5, baik pada
kasus yang disertai syok maupun tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan derajat
penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue, aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur
klasik maupun jalur alternatif. Hasil penilitian radioisotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serum
komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen da bukan karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi
komplemen. Aktifitas ini menghasilkan anafilaktoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast
untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuatuntuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler,
pengurangan volume plasma, dan syok hipovolemik. Komplemen juga bereaksi denagn epitop virus pada sel endotel,
permukaan trombosit dan limfosit T, yang mengakibatkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma,
syok dan pendarahan. Disamping itu komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi sitoksin seperti
tumor necrois factor (TNF). Interferon gamma, interleukin (IL-2 dan IL-1).
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita DBD ialah (1) ditemukan kadar histamin yang
meningkat dalam urin 24 jam, (2) adanya komplks imun yang bersikulasi (cirkulating immune complex), baik pada
DBD derajat ringan maupun berat, (3) adanya korelasi antara kadar kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat
penyakit.
Respon Leukosit
Pada perjalan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlibat peningkatan limfosit atopik yang berlangsung sampai
hari kedelapan. Suvatte dan Longsaman menyebut sebagai transformed lymphocytes. Dilaaporkan juga bahwa pada
sediaan hapus buffy coat kasus DBD dijumpai transformed lymphocytes dalam presentase yang tinggi (20-50%). Hal
ini khas untuk DBD oleh karena proporsinya sangat berbeda dengan infeksi virus lain (0-10%). Penelitian yang lebih
mendalam dilakukan oleh Sutaryo yang menyebutnya sebagai limfosit plasma biru (LPB). Pemeriksaan LPB secara
seri dari preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari
demam keenam. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa diantar hari keempat sampai kedelapan demam terdapat
perbedaan bermaksna proporsi LPB dan DBD dengan demam dengue. Namun, antara hari kedua sampai hari
kesembilan demam, tidak terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB dan DBD syok dan tanpa syok. Berdasarkan uji
diagnostik maka dipilih titik potong (cut off point) LPB 4%. Nilai titik potong itu secara praktis mamapu membantu
diagnosis dini infeksi dengue dan sejak hari ketiga demam dapat digunakan untuk membedakan infeksi dengue dan
non-dengue. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran limfosit-B dan limfosit T.
Definisi LPB ialah limfosit dengan sitoplasma biru tua, pada umunya mempunyai ukuran yang lebih besar atau sama
dengan limfosit besar, sitoplasma lebarr dengan vakuolisasi halus sampai sangt nyata, dengan daerah perikulear yang
jernih. Inti terletak pada salah satu tepi sel berbeebentuk bulat oval atau beebentuk ginjal. Kromosom inti kasar dan
kadang-kadang di dalam inti terdapat nukleoli. Pada sitoplasma tidak ada granula azurofilik. Daerah yang berdekatan
dengan eritrosit tidal melekuk dan tidak bertambah biru.

TIK 3.5 Patogenesis


Infeksi firus terjadi melalui gigitan nyamuk,virus memasuki aliran darah manusia untuk kemudian bereplikasi
(memperbanyak diri).Sebagai perlawanan tubuh akan memnentuk anti body,selanjutnya akan terbentuk kompleks
virus-antibody dengan virus yang berfungsi sebagai antigennya.

4
Kompleks antigen-antibody tersebut akan melepaskan zat-zat yang merusak sel-sel pembuluh darah,yang di sebut
dengan proses autoimun.Proses tersebut menyebabkan permiabilitas kapiler meningkat yang salah satunya
ditunjukan dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler.Hal tersebut akan mengakibatkan bocornya sel-sel
darah,antara lain trombosit dan eritrosit.Akibatnya,tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai
perdarahan hebat pada kulit,saluran pencernaan(muntah darah,bercak darah),saluran pernafasan(mimisan,batuk
darah),dan organ vital(jantung,hati,ginjal)yang sering mengakibatkan kematian.
Berdasarkan data yang ada,terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya
demam berdarah dengue dan sindrom rejatan dengue.
respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
a). respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses netralisasi virus,sitolisis
yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody.Antibodi terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag.Hipotesis ini di sebut antibody
dependent enhancement(ADE).
b). limfosit T baik T-helper(CD4) dan T sitotoksik (CD8)berperan dalam respon imun seluler terhadap virus
dengue.Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma,IL-2 dan limfokin,sedangkan
TH2 memproduksi IL-4,IL-5,IL-6 dan IL-10.
c).Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosit virus dengan opsonisiasi antibody.Namun proses
fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasivirus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
d).selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

DHF terjadi bia terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda.Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik
antibody sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
1).supresi sumsum tulang,dan
2).destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

TIK 3.6 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik,atau dapat berupa demam yang tidak khas,demam
dengue,demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue(SSD).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari,yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari.Pada
waktu fase ini pasien sudah tidak demam,akan tetapi mempunya resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan.

TIK 3.7 Diagnosis


Diagnosis ditegakkan bila semua hal di bawah ini terpenuhi :
 Demam atau riwayat demam akut,antara 2-7 hari,biasanya bifasil.
 terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut :
-Uji bendung positif.
-Petekie,ekimosis atau purpura
-Perdarahan mukosa(tersering epitaksis atau perdarahan gusi),atau perdarahan di tempat lain.
-Hematemisis atau melen.
 Trombositopenia(jumlah trombosit < 100.000/ul).

TIK 3.8 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar Hb, Ht, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk
melihat adanya limfositosit relatif deisertai gambaran limfosit plasma biru.
Parameter laboratoris yang diperiksa :
 Leukosit : Dapat normal atau menurun.
 Trombosit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit >20% dari
hematokrit awal, umumnya di mulai dari awal hari ke 3 demam.
 Hemostasis : Dilakukan pemeriksaam PT, APTT, fibrinogen, D-Diver atau FPD pada keadaan yang
di curigai terjadi pendarahan atau kelainan pembekuan darah.
 Protein/albumin: : Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
 SGOT/SGPT : Dapat meningkat
 Ureum, Kreatinin : Bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
 Elektrolit: Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
 Golongan darah Cross match (uji cocok serasi) : bila akan diberikan tranfusi darah atau komponen darah.
 Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
■ IgM : terdeteksi mulai dari jari ke 3-5, meningkat samapi minggu ke 3, menghilang setelah 60-90 hari.
■ IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeki sekunder IgG mulai
terdeteksi hari ke 2.
 Uji HI : Dilakukan pengambilan bahan hari pertama saat pulang dari perawatan, uji ini digunakan
untuk kepentingan surveilans.
 NS 1: Antigen NS1 daoat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ke delapan. Sensitivitas
antigen NS1 berkisar 63%-93,4% dengan spesifitas 100% saja tingginya dengan spesifitas gold standar
kultur virus. Hasil negatif NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.

5
Pemeriksaan Radiologi
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi pemrembesan plasma
hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi
lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada posisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi
dengan pemeriksaan USG.

TIK 3.9 Penatalaksaan


Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsipnya utama adalah terapi suportif. Dengan terapi
suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan
sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap
dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen
cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi secara bermakna.
 Protokol 1. Penanganan tersangka (prodable) DBD dewasa tanpa syok. Protokol 1 ini digunakan sebagai
petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD diinstalasi gawat
darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
 Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat. Pasien yang tersangka DBD tanpa
pendarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka diruangan rawat diberikan cairan infus kristaloid.
 Protokol 3. Penatalaksaan DBD dengan peningkatan Ht >20%
Meningkatnya Ht >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. pada keadaan ini
terapi awal pemberian cairan adalah denfan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien
kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda
hematokrot turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus
dikurangi enjadi 5 ml/kg/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan keadaaan kembali dan bila keadaan
tetap meunujukkan perbaikan makan jumlah cairan infus dapat dikurangi menjadi 3 ml/kg/jam. Bila dalam
pemantauan keaddan tetap membaik maka pemberian cairan dapat di hentikan 24-48 jam kemudian.
 Protokol 4. Penatalaksaan perdarahan spotan pada DBD dewasa.
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdaraham hidung/epitaksisi yang tidak
terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hemetemesis dan melena
hematoskesia), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5
ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti kedaan DBD tanpa
syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan
kewaspaadan Hb, Ht dan trombosis serta hemostasis harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan
trombosit sebaiknya di ulang setiap 4-6 jam.
 Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada dewasa
Hal pertama yang harus diingat pada penderita SSD adalah bahwa rejatan harus segera diatasi dan oleh karena
itu pergantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian SDD 10x lipat
dibandingkan dengan penderita DBD tanpa rejatan dan rejatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita
DBD mendapat pertolongan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap
tanda-tandan rejatan dini dan penatalaksaan rejatan yang tidak adekuat.

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga
diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer
lengkap (DPL), hemostatis, analisi gas darah, kadar natrium, kaliun dan klorida, serta ureum dan kreatinin.

TIK 3.10 Prognosis


Penyakit ini mengakibatkan syok yang dapat menyebabkan kematian.

TIK 3.11 Perbedaan demam berdarah dengue dengan demam dengue.


Perbedaan utama DBD dan DD. Pada DBD ada kebocoran plasma.

DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Geo, dkk. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, dan Adelberg. Jakarta: EGC.
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
Garna Herry, dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
Jawetz, dkk. 2007. Mikrobiologi kedokteran edisi 23. Jakarta: ECG.
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Staf Pengajar FKUI. 1994. Mikrobiologi Kedokteran edisi revisi. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Sudoyo A W, dkk. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi 5 jilid 3. Jakarta: Interna publishing.
Sutanto inge,dkk. 2008. Buku ajar parasitologi kedokteran edisi keempat. Jakarta: Balai penerbit FKUI
Widoyono. 2008. Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegahan dan pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai