Anda di halaman 1dari 48

1.

1 Form
LAPORAN SEMENTARA
SIFAT FISIK MINERAL

Sample Colour Streak Cleavage Fracture Hardness Luster Tenacity Diaphaneity Name

Samarinda,.................................2021
Asisten,
Praktikan,

NIM. NIM.
MODUL 2
BATUAN BEKU

2.1 Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum batuan beku ini adalah:
1. Mahasiswa dapat mengetahui proses terbentuknya batuan beku.
2. Mahasiswa mampu menentukan batuan beku sampel.
3. Mahasiswa mampu mendeskripsi batuan beku.

2.2 Deskripsi Praktikum


Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma/lava hasil kristalisasi
dari mineral-mineral dalam bentuk agregasi yang saling interlocking. Magma ialah suatu
larutan pijar, umumnya terdiri dari senyawa-senyawa silikat yang terdapat di dalam perut
bumi, sedangkan magma yang keluar di permukaan bumi disebut lava. Penggolongan batuan
beku dapat dikelompokkan berdasarkan tempat terbentuknya batuan serta senyawa kimia
yang terkandung.

2.3 Landasan Teori


A. PROSES PEMBENTUKAN BATUANBEKU
a. Defrensiasi Magma
Defrensiasi magma yaitu proses pemisahan magma homogen dalam fraksi-fraksi dengan
komposisi yang berbeda-beda akibat pengaruh migrasi ion-ion atau moleku-molekul di dalam
magma, perpindahan gas-gas, pemindahan cairan magma dengan cairan magma lain dan
filterpressing, pemindahan cairan sisa ke magma lain. Defrensiasi magma terjadi selama
proses pembekuan magma, dimana kristal-kristal terbentuk tidak bersamaan, akan tetapi
terjadi pemisahan-pemisahan antara kristal dengan cairan magma yang disebut defrensiasi
kristalisasi. Dalam urutan kristalisasi menunjukkan bahwa mineral-mineral yang bersifat basa
akan mengkristal terlebih dahulu dan turun ke bawah sehingga terjadi pemisahan dalam
magma, dimana magma basa ada dibagian bawah, dan magma asam akan mengapung di atas
magma basa. Pemisahan ini disebut defrensiasi gravitasi.
b. Asimilasi
Asimilasi adalah proses reaksi atau pelarutan antara magma dengan batuan sekitarnya
(wallrocks). Ini umumnya terjadi pada intrusi magma basa terhadap batuan asam. Contoh
reaksi antara magma gabroik dengan batuan samping granit akan menghasilkan batuan beku
diorite yang bersifat intermediate.
c. Proses Percampuran dari Magma
Selama kristalisasi berlangsung selalu ada kecenderungan nutuk mempertahankan
keseimbangan antara fase cair dan padat. Dalam hal ini kristal yang mula-mula terbentuk akan
bereaksi dengan cairan, sehingga berubah komposisinya. Reaksi ini terjadi terus menerus pada
kristalisasi mineral-mineral plagioklas (mulai dari plagioklas basa sampai asam). Reaksi ini
disebut Continuous Reaction Series. Pihak lain terjadi kristalisasi mineral-mineral
ferromagnesium (mafik mineral) disebut Discontinuous Reaction Series.

B. KOMPOSISI MINERAL PEMBENTUK BATUAN BEKU


Seri Reaksi Bowen merupakan suatu skema yang menunjukan urutan kristalisasi dari
mineral pembentuk batuan beku yang terdiri dari dua bagian. Dalam proses pendinginan
magma dimana magma itu tidak langsung semuanya membeku, tetapi mengalami penurunan
temperatur secara perlahan bahkan mungkin cepat. Penurunan tamperatur ini disertai
mulainya pembentukan dan pengendapan mineral-mineral tertentu yang sesuai dengan
temperaturnya Pembentukan mineral dalam magma karena penurunan temperatur telah
disusun oleh Bowen.

Sebelah kiri mewakili mineral-mineral mafik, yang pertama kali terbentuk dalam temperatur
sangat tinggi adalah Olivin. Setelah pembentukkannya Olivin akan bereaksi dengan larutan
sisa membentuk Piroksen. Temperatur menurun terus dan pembentukkan mineral berjalan
sesuai dangan temperaturnya. Mineral yang terakhir tarbentuk adalah Biotit, ia dibentuk
dalam temperatur yang rendah.

Mineral disebelah kanan diwakili oleh mineral kelompok Plagioklas, karena mineral ini
paling banyak terdapat dan tersebar luas. Reaksi berubahnya komposisi Plagioklas ini
merupakan deret : “Solid Solution” yang merupakan reaksi menerus, artinya kristalisasi
Plagioklas Ca-Plagioklas Na, jika reaksi setimbang akan berjalan menerus. Dalam hal ini
Anortite adalah jenis Plagioklas yang kaya Ca, sering disebut Juga "Calcic Plagioklas",
sedangkan Albit adalah Plagioklas kaya Na ( "Sodic Plagioklas / Alkali Plagioklas" ).
Mineral sebelah kanan dan sebelah kiri bertemu pada mineral Potasium Felspar ke mineral
Muskovit dan yang terakhir mineral Kuarsa, maka mineral Kwarsa merupakan mineral yang
paling stabil diantara seluruh mineral Felsik atau mineral Mafik, dan sebaliknya mineral
yang terbentuk pertama kali adalah mineral yang sangat tidak stabil dan mudah sekali
terubah menjadi mineral lain.

.Gambar 2.1 Seri Reaksi Bowen

Istilah lain yang sering digunakan dalam membuat komposisi batuan beku adalah:
1. Gelas atau kaca adalah mineral primer yang tidak membentuk kristal. Gejala ini sebagai
hasil pembekuan Magma yang sangat cepat dan hanya terjadi pada batuan beku luar atau
batuan gunung api, sehingga sering disebut kaca gunung api.
2. Mineral felsik adalah mineral primer atau mineral utama pembentuk batuan beku,
berwarna cerah atau terang, tersusun oleh unsur-unsur Al, Ca, K, dan Na. Mineral felsik
dibagi menjadi tiga yaitu feldspar, feldspatoid (foid) dan kuarsa. Di dalam batuan.
Selanjutnya, feldspar dibagi lagi menjadi alkali feldspar dan plagioklas.
3. Mineral mafik adalah mineral primer berwarna gelap tersusun oleh unsur-unsur Mg dan
Fe. Normafit terdiri dari olivin, piroksin, amfibol ( umumnya jenis hornblende), biotit
dan muscovite.
Pada dasarnya sebagian besar batuan beku hanya terdiri dari unsur unsur utama yaitu;
Oksigen, silikon, aluminium, besi, kalsium, sodium, potasium dan magnesium. Unsur unsur
utama yaitu ; oksigen, silikon, aluminium, besi, kalsium, sodium,potasium dan
magnesium.unsur unsur ini membentuk mineral silikat utama yaitu feldspar, olivin, piroksen,
ampibol, kuarsa, dan mika. Mineral mineral ini menyusun lebih utama 95% volume batuan
beku, dan menjadi dasar untuk klasifikasi dan menjelaskan tentang magma asal.

C. KLASIFIKASI BATUAN BEKU


Berbagai klasifikasi telah dikemukakan oleh beberapa ahli, kadang kadang satu batuan pada
klasifikasinya yang lain penamaannya berlainan pula. Dengan demikian seorang Petrolog
harus benar-benar mengerti akan dasar penamaan yang diberikan pada suatu batuan beku.
1. Klasifikasi Berdasarkan Tempat Terjadinya
Dasar jul Rusenbusch 1967- 1977, membagi tiga macam batuan beku yaitu:
a. Effusive Rock (Ergusngestein)
Untuk batuan yang terbentuk di permukaan, vulkanik (W. T. huang, 1962).
b. Dike Rock (Gangestiene)
Untuk batuan yang terbentuk dekat permukaan.
c. Deep Seated Rock (Tiefengestiene)
Untuk batuan beku yang terbentuknya jauh didalam bumi, plutonik (W. T. huang, 1962).

2. Klasifikasi Berdasarkan Kimiawi


Klasifikasi ini telah lama menjadi standar dalam geologi (C.J. Hughes. 1962), dan dibagi
dalam empat golongan, yaitu:
a. Batuan Beku Asam
Bila batuan beku tersebut mengandung silikat lebih besar dari 66%, umumnya berwarna
muda/terang.
Contohnya: Granit dan Rhyolit.
b. Batuan Beku Menengah (Intermediate)
Bila batuan beku tersebut mengandung silikat antara 52%-66%. Batuan ini biasanya
berwarna terang hingga agak gelap (abu-abu).
Contohnya: Diorit dan Andesit.
c. Batuan Beku Basa
Batuan beku tersebut mengandung silikat antara 45%-52%.Warnanya gelap/buram.
Contohnya: Gabro dan Basalt.
d. Batuan Beku Ultra Basa
Batuan beku tersebut mengandung silikat kurang dari 45%, berwarna
gelap. Contohnya: Peridotit dan Dunit.

D. TEKSTUR BATUAN BEKU


Tekstur adalah hubungan antara mineral-mineral yang satu dengan yang lainnya dalam
suatu batuan yang meliputi hubungan antara kristalisasi granularitas dan fabrik.
 Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu
terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk
menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk
kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila
magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar.
Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan
tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya
berbentuk amorf. Dalam pembentukannnya dikenal empat kelas derajat kristalisasi,
yaitu :
1. Holokristalin, yaitu batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal-
kristal yang nampak jelas.
2. Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan
sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
3. Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas.
Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill,
atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.
 Granularitas
Granularitas adalah derajat besar butir kristal dari penyusun batuan yang terdiri
dari:
1. Faneritik: kristal-kristal dari penyusunnya tampak jelas dan dapat
dibedakan dengan mata atau loupe.
2. Afanitik: kristal-kristal dari penyusunnya tidak dapat dibedakan dengan
mata biasa atau loupe.
3. Porpiritik, adanya mineral sulung atau fenokris dalam massa dasar kristal
atau gelas: Phaneroporfiritik: fenokris terdapat pada massa dasar kristal
yang fanerik.
Porpiroafanitik: fenokris terdapat pada massa dasar kristal yang afanitik.
 Fabrik (Kemas)
Fabrik adalah hubungan antara kristal-kristal atau susunan antara kristal-kristal
yang satu dengan yang lainnya. Fabrik terbagi dua yaitu bentuk dan relasi.
1. Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat
batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal
tiga bentuk kristal, yaitu:
a. Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang
kristal.
b. Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak
terlihat lagi.
c. Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal
asli.
2. Hubungan Antar Kristal (Relasi)
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai
hubungan antara kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu
batuan. Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang
membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan
kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral
mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.
- Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-
mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral
- Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral
mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.
b. Inequigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai
pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut
fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa
berupa mineral atau gelas.

KRISTALIN TINGKAT
GRANULARITAS KESERAGAMAN BENTUK
BUTIR KRISTAL

Afanitik Holohialin Equigranular Anhedral

Porfiritik Porfiroafanitik Hipokristalin Inequigranular Subhedral


Faneroporfititik
Euhedral
Faneritik Holokristalin Equigranular

Tabel 2.1 Tekstur batuan beku dan hubungan masing-masing tekstur

E. STRUKTUR BATUAN BEKU


Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala yang besar, seperti lava bantal
yang terbentuk di lingkungan air (laut), lava bongkah. Struktur aliran dan lain-lainnya. Suatu
bentuk struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya. Macam-macam
struktur batuan beku adalah :
a. Masif
Apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran atau jejak gas, atau tidak
menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam dalam tubuhnya.
b. Pillow
Lava atau lava bantal, merupakan struktur yang dinyatakan pada batuan ekstrusi
tertentu, yang dicirikan pada masa berbentuk bantal, dimana ukuran dalam bentuk ini
umumnya antara 30-60 cm dan jaraknya berdekatan, khas pada vulkanik bawah laut.
c. Join
Struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang tersusun secara teratur tegak lurus
arah aliran. Struktur ini dapat berkembang menjadi “columnar jointing”.
d. Vesikuler
Merupakan struktur yang ditandai adanya lubang-lubang dengan arah teratur. Lubang
ini terbentuk akibat keluarnya gas pada waktu pembekuan berlangsung.
e. Skoria
Seperti vesikuler, tetapi tidak menunjukkan arah yang teratur.
f. Amigdaloidal
Struktur dimana lubang-lubang keluarnya gas terisi oleh mineral-mineral sekunder
seperti zeolit, karbonat dan semacam silika.
g. Xenolit
Struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang masuk atau
tertanam kedalam batuan beku. Struktur ini terbentuk sebagai akibat peleburan tidak
sempurna dari suatu batuan samping di dalam magma yang menerobos
h. Autobreccia
Struktur yang terlihat pada lava yang memperlihatkan fragmen-fragmen dari lava itu
sendiri.

F. PENAMAAN BATUAN BEKU

Komposisi Mineral

Intermediate Mafic
Felsic (berwarna
(berwarna- (berwarna Ultramafic
terang)
'medium') gelap)

Faneritik Granite Diorite Gabro Peridotite

(Granit/Rhyolite) (Diorite/Andesite) (Gabbro/Basalt)


Porfiritik
Porfiri Porfiri Porfiri
Te
ks
t Afanitik Rhyolite Andesite Basalt
ur

Vesicular Pumice/Scoria

Glassy Obsidian

Tabel 2.2 Penamaan batuan beku secara megaskropis


2.4 Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan adalah:
1. Komparator
2. Loop
3. Kamera
2.5 Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan adalah:
1. Alat tulis
2. Form deskripsi batuan
2.6 Prosedur Pelaksanaan Praktikum
Prosedur praktikum:
1. Diambil sampel batuan yang akan dideskripsi
2. Dicatat nomor sampel batuannya
3. Diamati dan dicatat warna pada sampel batuan
4. Diamati dan dicatat tekstur pada sampel batuan
5. Diamati dan dicatat komposisi mineral yang terdapat pada sampel batuan
6. Dituliskan nama batuan yang telah dideskripsi
7. Difoto sampel batuan
2.7 Pembahasan / Analisis Perhitungan
Setelah melaksanakan praktikum, analisis mengenai:
1. Proses pembentukan batuan beku
2. Klasifikasi batuan beku
3. Struktur dan tekstur batuan beku
4. Mineral-mineral pembentuk batuan beku
5. Tabel hasil pengamatan
6. Pembahasan deskripsi persampel batuan
2.8 For
m
LAP
ORAN
SEMEN
TARA
IDENTI
FIKASI
BATUA
N BEKU
Sample Texture Colour Minerals

Samarin
da,

2021

Asisten,

NIM.
MODUL 3
BATUAN
3.1 Tujuan Praktikum SEDIMEN
Tujuan praktikum batuan sedimen ini adalah:
1. Mahasiswa dapat mengetahui proses terbentuknya batuan sedimen.
2. Mahasiswa mampu menentukan batuan sedimen sampel.
3. Mahasiswa mampu mendeskripsi batuan sedimen.

3.2 Deskripsi Praktikum


Batuan Sedimen merupakan batuan endapan yang berasal dari bahan rombakan batuan asal
atau material-material lepas dari proses-proses secara fisis, biologi, ataupun secara kimia.
Material urai ini tertransport oleh air, angin, dan gaya gravitasi ketempat yang lebih rendah
(cekungan), dan diendapkan sebagai endapan. Sedimen yang terakumulasi tersebut
mengalami proses litifikasi atau proses pembentukan batuan. Proses yang berlangsung adalah
kompaksasi dan sementasi yang mengubah sedimen menjadi batuan sedimen. Setelah menjadi
batuan sifatnya berubah menjadi keras dan kompak.

3.3 Landasan Teori


A. PROSES TERJADINYA BATUAN SEDIMEN
Secara umum, proses terjadinya batuan sedimen melalui tiga tahapan berikut :
1. Batuan menjadi Sedimen – Pelapukan (disintegrasi dan dekomposisi) batuan beku,
batuan metamorf, atau pun batuan sedimen di permukaan.
2. Sedimentasi Sedimen – Erosi, pengangkutan, dan pengendapan sedimen.
3. Sedimen menjadi Batuan – Diagenesa (kompaksi dan litifikasi) sedimen menjadi
batuan sedimen

Pelapukan → Pengikisan → Transportasi → Akumulasi (pencampuran) → Pengendapan →


Diagenesa → Kompaksi → Lithifikasi → Sementasi
 Pelapukan (Weathering)
Pelapukan adalah proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada dan/atau dekat
permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik, kimia dan/atau biologi. Hasil dari
pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan sedimen dan tanah (soil). Kiranya penting
untuk diketahui bahwa proses pelapukan akan menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan
sebagian dari mineral untuk kemudian menjadi tanah atau diangkut dan diendapkan sebagai
batuan sedimen klastik. Pelapukan di bagi menjadi 3 yaitu pelapukan fisika, pelapukan kimia,
dan pelapukan biologi. Pelapukan fisika adalah disintegrasi atau pecahnya batuan/material
penyusun bumi tanpa merubah komposisi mineral nya. Pelapukan kimiawi adalah
dekomposisi mineral akibat reaksi dengan air (the universal solvent) yang menyebabkan
terjadinya perubahan struktur internal mineral karena adanya unsur yang hilang atau
bertambah. Pelapukan biologi adalah aksi organisme yang merupakan kombinasi proses
pelapukan fisika dan kimiawi.

 Erosi dan Transportasi


Setelah batuan mengalami pelapukan, batuan-batuan tersebut akan pecah menjadi bagian yang
lebih kecil lagi sehingga mudah untuk berpindah tempat. Berpindahnya tempat dari partikel-
partikel kecil ini disebut erosi. Proses erosi ini dapat terjadi melalui beberapa cara:
o Akibat grafitasi: akibat adanya grafitasi bumi maka pecahan batuan yang ada bisa
langsung jatuh ke permukaan tanah atau menggelinding melalui tebing sampai
akhirnya terkumpul di permukaan tanah.
o Akibat air: air yang melewati pecahan-pecahan kecil batuan yang ada dapat
mengangkut pecahan tersebut dari satu tempat ke tempat yang lain. Salah satu contoh
yang dapat diamati dengan jelas adalah peranan sungai dalam mengangkut pecahan-
pecahan batuan yang kecil ini.
o Akibat angin: selain air, angin pun dapat mengangkut pecahan-pecahan batuan yang
kecil ukurannya seperti halnya yang saat ini terjadi di daerah gurun.
o Akibat glasier: sungai es atau yang sering disebut glasier seperti yang ada di Alaska
sekarang juga mampu memindahkan pecahan-pecahan batuan yang ada

 Deposisi / Pengendapan
Pecahan-pecahan batuan yang terbawa akibat erosi tidak dapat terbawa selamanya. Seperti
halnya sungai akan bertemu laut, angin akan berkurang tiupannya, dan juga glasier akan
meleleh. Akibat semua ini, maka pecahan batuan yang terbawa akan terendapkan. Proses ini
yang sering disebut proses pengendapan. Selama proses pengendapan, pecahan batuan akan
diendapkan secara berlapis dimana pecahan yang berat akan diendapkan terlebih dahulu baru
kemudian diikuti pecahan yang lebih ringan dan seterusnya. Proses pengendapan ini akan
membentuk perlapisan pada batuan yang sering kita lihat di batuan sedimen saat ini.

 Lithifikasi
Litifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi batuan sediment yang kompak.
Misalnya, pasir mengalami litifikasi menjadi batupasir. Seluruh proses yang menyebabkan
perubahan pada sedimen selama terpendam dan terlitifikasi disebut sebagai diagenesis.
Diagenesis terjadi pada temperatur dan tekanan yang lebih tinggi daripada kondisi selama
proses pelapukan, namun lebih rendah daripada proses metamorfisme.

 Kompaksi
Pada saat perlapisan di batuan sedimen terbentuk, tekanan yang ada di perlapisan yang paling
bawah akan bertambah akibat pertambahan beban di atasnya. Akibat pertambahan tekanan
ini, air yang ada dalam lapisan-lapisan batuan akan tertekan sehingga keluar dari lapisan
batuan yang ada. Proses ini sering disebut kompaksi.

 Sementasi
Pada saat yang bersamaan pula, partikel-partikel yang ada dalam lapisan mulai bersatu.
Adanya semen seperti lempung, silika, atau kalsit diantara partikel-partikel yang ada
membuat partikel tersebut menyatu membentuk batuan yang lebih keras. Proses ini sering
disebut sementasi. Setelah proses kompaksi dan sementasi terjadi pada pecahan batuan yang
ada, perlapisan sedimen yang ada sebelumnya berganti menjadi batuan sedimen yang
berlapis-lapis. Batuan sedimen seperti batu pasir, batu lempung, dan batu gamping dapat
dibedakan dari batuan lainnya melalui adanya perlapisan, butiran-butiran sedimen yang
menjadi satu akibat adanya semen, dan juga adanya fosil yang ikut terendapkan saat pecahan
batuan dan fosil mengalami proses erosi, kompaksi dan akhirnya tersementasikan bersama-
sama.
B. KLASIFIKASI BATUAN SEDIMEN

Karbonat
Sedimen Klastik / Detritus
Silika

Karbonat
Sedimen Non Klastik Silika
Evaporit
Batubara

Batuan sedimen dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu Batuan Sedimen Klastik dan
Batuan Sedimen Non Klastik
A. Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastik terbentuk sebagai akibat pengendapan kembali rombakan batuan
asal, baik batuan beku, batuan metamorf ataupun batuan sedimen yang lebih tua. Adapun
fragmentasi batuan asal dimulai dari pelapukan, baik mekanik maupun kimiawi, lalu
tererosi, tertransportasi dan terendapkan pada cekungan pengendapan lalu mengalami proses
Diagenesa yaitu proses perubahan-perubahan pada temperatur rendah yang meliputi
Kompaksi, Sementasi, Rekristalisasi, Autigenesis, dan Metasomatisme. Sebagian besar
Batuan dari kelompok ini memiliki lebih dari satu mineral penyusun
Penggolongan Batuan Sedimen Klastik
1. Golongan Karbonat
Batuan sedimen klastik karbonat adalah batuan sedimen klastik yang merupakan hasil
rombakan dari batugamping klasik maupun non klastik yang sudah ada sebelumnya
seperti pada batuan sedimen klastik lainnya meskipun komposisi mineral penyusunnya
keseluruhannya berupa mineral karbonat maka penamaannya juga didasarkan pada
ukuran butiran material penyusunnya.
o Kalsilutit
Pakan buatan gampai klastik yang ukuran butirnya kurang dari 1 per 16 mm atau
identik dengan batulanau maupun batulempung.
o Kalkarenit
Merupakan batuan Gamping klasik yang ukuran butiran material penyusunnya lebih
dari 1 per 16 mm atau bisa dikatakan identik dengan batupasir.
o Kalsirudit
Kalsirudit merupakan batugamping klastik yang ukuran butir material penyusunnya
lebih dari 2 mm atau identik dengan kolongmerat ataupun breksi.

2. Golongan Silika
- Breksi
Memiliki ukuran butir lebih dari 2 mm,dengan fragment yang menyudut, umumnya
terdiri dari fragmen merupakan yang tertanam dalam masa dasar yang lebih halus dan
tersemenkan.
- Kolongmerat
Berukuran butir lebih dari 2 mm dengan fragmen yang membulat dan pada umumnya
terdiri dari serangkaian batuan hasil rombakan yang tertanam dalam masa dasar yang
lebih halus dan tersemenkan.
- Batupasir
Merupakan batuan endapan yang terutama terdiri dari mineral atau butiran batuan
berukuran pasir (1/16 mm -2 mm). Sebagian besar batu pasir terbentuk oleh kuasa atau
felspar Karang mineral-mineral tersebut paling banyak terdapat di kulit bumi dimana
batu pasir tersebut dapat dikelompokkan menjadi batu pasir halus sedang maupun kasar.
- Batulanau
Berukuran butir antara 1/256 – 1/16 mm ,perbedaan dengan batupasir atau batu lempung
hanya perbedaan besar butirnya.
- Batulempung
Berukuran butir sangat luas,lebih kecil dari 1/256 mm. Umumnya terdiri dari mineral
mineral lempung. Perbedaan kompisisinya dapat dicirikan dari warnanya.

B. Batuan Sedimen Non Klastik


Batuan sedimen non klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk oleh proses kimiawi atau
aktivitas organisme atau gabungan keduanya. Proses pembentukannya melalui presipitasi
langsung dari larutan atau air yang membentuk batuan sedimen kimiawi maupun tumbuhan
dan binatang yang mengekstraksi mineral terlarut dari air laut untuk pembentukan tangkainya
yang kemudian membentuk batuan sedimen biokimia serta sisa-sisa tumbuhan yang banyak
mengandung karbon membentuk batuan sedimen organik. Sebagian besar material pembentuk
batuan ini terbentuk di tempat.
Penggolongan Batuan Sedimen Non Kastik
1. Golongan karbonat
Secara umum dinamakan Batugamping Karena komposisi utamanya adalah mineral kalsit dan
juga termasuk pada kelompok ini adalah dolomit dimana sumber utama batu gamping adalah
Terumbu yang berasal dari kelompok binatang laut.

Batugamping non klasitik (Sedimen kimiawi) Terdiri atas Batugamping Terumbu dan Batu
gamping Kristalin di mana bahan penyusun batu gamping terumbu terdiri dari coral dan
ganggang yang saling mengikat satu sama lainnya hasil penguapan larutan yang banyak
mengandung kalsium yang membentuk kristal kalsit yang bisa berubah menjadi Dolomit.

2. Golongan Evaporit
Umumnya Batuan ini terdiri dari mineral dan merupakan nama dari batuan tersebut misalnya:
- Anhidrit
- Gypsum
- Halit

3. Golongan silika
Terdiri dari batuan yang diendapkan pada lingkungan laut dalam yang bersifat kimiawi dan
kadang-kadang juga berasosiasi dengan organisme seperti halnya radiolaria dan Diatomea.
Contoh batuan ini adalah:
- Rijang
- Radiolarit
- Tanah Diatomea

4. Golongan Batubara
Batubara adalah batuan sedimen organik dengan unsur unsur utama terdiri atas karbon
hidrogen dan oksigen terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan melas pembatubaraan atau kualifikasi
dan memiliki sifat mudah terbakar
Gambar 3.1 Bagan Klasifikasi Batuan Sedimen

C. KOMPOSISI MINERAL BATUAN SEDIMEN


Komposisi mineral batuan sedimen klastik dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Fragmen
Fragmen adalah butiran pada batuan yang ukurannya paling besar, biasanya berupa
mineral, dan cangkang fosil atau zat organik lain.
2. Matrik
Matrik adalah butiran pada batuan yang ukurannya lebih kecil dari fragmen dan terletak
sebagai massa dasar.
3. Semen
Semen bukan butir, tetapi material pengisi rongga antar butir dan bahan pengikat antara
fragmen dan matriks.
Gambar 3.2 Komposisi pada batuan sedimen klastik

D. TEKSTUR BATUAN SEDIMEN


Tekstur merupakan kenampakan batuan dalam skala kecil. Tekstur pada batuan sedimen
beragam, namun pada umumnya terbagi menjadi :
A. Tekstur Pada Batuan Sedimen Klastik
-Ukuran Butir (Grain Size)
Ukuran butir merupakan ukuran diameter dari fragmen batuan. Acuan yang telah
ditetapkan dikenal sebagai skala Wentworth.
Ukuran butir merupakan ukuran diameter dari fragmen batuan. Acuan yang telah ditetapkan

Tabel 3.1 Ukuran butir pada batuan Sedimen (Wentworth, 1922)


-Derajat Pemilahan (Sortasi)
Derajat pemilahan atau sortasi adalah keseragaman ukuran besar butir penyusun batuan
endapan / sedimen.

Gambar 3.3 Derajat Sortasi

Dalam pemilahan dipergunakan pengelompokan sebagai berikut :


 Terpilah baik (well sorted). Kenampakan ini diperlihatkan oleh ukuran besar butir
yang seragam pada semua komponen batuan sedimen.
 Terpilah sedang merupakan kenampakan pada batuan sedimen yang bila besar
butirnya tidak begitu seragam atau bergradasi sedang.
 Terpilah buruk (poorly sorted) merupakan kenampakan pada batuan sedimen
yang memiliki besar butir yang beragam dimulai dari lempung hingga kerikil atau
bahkan bongkah.

- Derajat Kebundaran (Roundness)


Derajat kebundaran atau roundness dalah tingkat kelengkungan dari setiap tepi
fragmen/butiran. Istilah yang digunakan :
 Membundar Sempurna (Well Rounded) Hampir semua permukaan cembung
(Ekuidimensional.)
 Membundar (Rounded), Pada umumnya memiliki permukaan bundar, ujung-
ujung dan tepi butiran cekung.
 Agak Membundar (Subrounded), Permukaan umumnya datar dengan ujung-
ujung yang membundar.
 Agak Menyudut (Sub Angular), Permukaan datar dengan ujung-ujung yang
tajam
 Menyudut (Angular), permukaan kasar dengan ujung-ujung butir runcing dan
tajam

Gambar 3.4 Derajat kebundaran butir

-Kemas (Derajat Kerapatan)


Adalah sifat hubungan antar butir, kesatuannya di dalam satu massa dasar atau diantara
semennya.Istilah yang digunakan :
 Kemas Terbuka
Butiran yang tidak saling bersentuhan (tidak seragam). atuan sediment yang berkemas
terbuka berarti bahwa banyak ruang atau rongga antar butir yang cendrung tertutup
yang memilki ukuran butir pasir halus hingga lempung karena pada ukuran tersebut
cendrung sekali memiliki ruang antar butiran.
 Kemas Tertutup
Butiran saling bersentuhan satu sama lainnya (seragam). Batuan sedimen yang
memiliki kemas tertutup memiliki sedikit ruang antar butir.

B. Tekstur Pada Batuan Sedimen Non Klastik


Tekstur pada batuan sedimen non klastik dibedakan menjadi :
a. Kristalin
Terdiri dari kristal-kristal yang interlocking.
b. Amorf
Terdiri dari mineral yang tidak membentuk kristal-kristal atau metamorf.
E. STRUKTUR BATUAN SEDIMEN
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal dari batuan sedimen yang
diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan energy pembentuknya. Kenampakan
struktur dalam batuan sedimen hanya dapat dilihat dalam skala besar. Kebanyakan sedimen
tertransport oleh arus yang akhirnya diendapkan, sehingga ciri utama batuan sedimen adalah
berlapis. Batas antara satu lapis dengan lapis lainnya disebut bidang perlapisan. Bidang
perlapisan dapat terjadi akibat adanya perbedaan: warna, besar butir, komposisi mineral,
dan atau jenis batuan antara dua lapis. Terjadinya struktur-struktur sedimen disebabkan
oleh mekanisme pengendapan dan kondisi serta lingkungan pengendapan tertentu.

Macam-macam struktur pada batuan sedimen klastik


 Masif
Bila tidak menunjukkan struktur dalam atau ketebalan lebih dari 120 cm.
 Perlapisan Sejajar
Bila menunjukkan bidang perlapisan yang sejajar.
 Laminasi
Perlapisan sejajar yang memiliki ketebalannya kurang dari 1 cm. Terbentuk dari suspensi
tanpa energi mekanis.
 Perlapisan Pilihan
Bila perlapisan disusun oleh butiran yang berubah dari halus ke kasar pada arah vertikal.
 Perlapisan Silang Siur
Perlapisan yang membentuk sudut terhadap bidang lapisan yang berada di atas atau
dibawahnya dan dipisahkan oleh bidang erosi, terbentuk akibat intensitas arus yang
berubah-ubah.
 Gelembur gelombang,
terbentuk sebagai akibat pergerakan air atau angina
 Rekah kerut ,
rekahan pada permukaan bidang perlapisan sebagai akibat proses penguapan
 Cetak suling ,
cetakan sebagai akibat pengerusan media terhadap batuan dasar
 Cetak beban ,
cetakan akibat pembebanan pada sedimen yang masih plastis.
 Bekas jejak organisme ,
bekas rayapan, rangka, ataupun tempat berhenti binatang
Macam-macam struktur batuan sedimen Non klastik:
 Fossiliferous
struktur yang menunjukkan adanya fosil
 Oolitik
struktur dimana fragmen klastik diselubungi oleh mineral non klastik, bersifat
konsentrisdengan diameter kurang dari 2 mm.
 Pisolitik
sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih dari 2 mm.
 Konkresi
sama dengan oolitik namun tidak konsentris.
 Cone in cone
struktur pada batu gamping kristalin berupa pertumbuhankerucut per kerucut.
 Bioherm
tersusun oleh organisme murni insitu .
 Biostorm
seperti bioherm namun bersifat klastik.
 Septaria
sejenis konkresi tapi memiliki komposisi lempungan. Ciri khasnya adalah adanya
rekahan-rekahan tak teratur akibat penyusutan bahan lempungan tersebut karena proses
dehidrasi yang semua celah-celahnya terisi oleh mineral karbonat.
 Goode
banyak dijumpai pada batugamping, berupa rongga-rongga yang terisi oleh kristal-
kristal yang tumbuh ke arah pusat rongga tersebut. Kristal dapat berupa kalsit maupun
kuarsa.
 Styolit
kenampakan bergerigi pada batugamping sebagai hasil pelarutan.
Gambar 3.5 Key identification sedimentary rocks
3.4 Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan adalah:
1. Komparator batuan
2. Larutan HCL
3. Loup
4. Kamera
3.5 Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan adalah:
1. Alat tulis
2. Form deskripsi batuan sedimen
3.6 Prosedur Pelaksanaan Praktikum
Prosedur praktikum:
1. Diambil sampel batuan yang akan dideskripsi
2. Dicatat nomor sampel batuan
3. Diamati jenis batuan lalu dicatat dalam tabel deskripsi
4. Ditetesi HCl pada batuan untuk mengetahui jenis batuan sedimen, apabila
bereaksi maka termasuk karbonat
5. Diamati dan dicatat tekstur pada sampel batuan
6. Diamati ukuran butir pada batuan dengan menggunakan pembanding pada komparator
7. Diamati sortasi pada batuan dengan menggunakan bantuan loop
8. Diamati roundness pada batuan dengan menggunakan loop
9. Diamati kemas pada batuan dengan menetesi batuan dengan cairan
10. Diamati dan dicatat komposisi mineral yang terdapat pada sampel batuan
11. Dituliskan nama batuan yang telah dideskripsi
12. Difoto sampel batuan
3.7 Pembahasan / Analisa Perhitungan
Setelah melakukan praktikum, analisis mengenai:
1. Penggolongan batuan sedimen
2. Klasifikasi batuan sedimen
3. Tekstur batuan sedimen
4. Struktur sedimen
5. Tabel hasil pengamatan
6. Pembahasan deskripsi persampel batuan
3.8 F
o
r
L
m APO
RAN
S A
E IDEN
M TIFI
E KASI
N BATU
T AN
A SEDI
R MEN

No Klasifikasi Tekstur Komp

Samari
nda,

2021

Asisten,

NIM. N
MODUL 4
BATUAN METAMORF
4.1 Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum batuan metamorf ini adalah:


1. Mahasiswa dapat mengetahui proses terbentuknya batuan metamorf.
2. Mahasiswa mampu menentukan batuan beku sampel.
3. Mahasiswa mampu mendeskripsi batuan metamorf.

4.2 Deskripsi Praktikum


Batuan metamorf adalah batuan yang terjadi karena proses ubahan dari batuan asal oleh suatu
proses metamorfisme. Batuan asal tersebut dapat terdiri dari batuan beku, batuan sedimen,
maupun batuan metamorf itu sendiri. Proses metamorfisme yaitu suatu proses dimana batuan
asal mengalami penambahan tekanan (P) atau temperatur (T) atau oleh kenaikan P dan T
secara bersama-sama. Proses ini berlangsung dari fase padat ke fase padat tanpa melalui fase
cair atau sering disebut sebagai proses isokimia, dimana komposisi kimia batuan tidak
berubah, yang berubah adalah susunan mineraloginya .

4.3 Landasan Teori


A. KEJADIAN DAN PROSES METAMORFISME
Proses metamorfisme terjadi pada temperatur sekitar 200-350 oC < T < 650-800 oC (di atas
proses diagenesa dan di bawah titik lebur) dan tekanan sekitar 1 atm < P < 10.000 atm pada
kedalaman lebih kurang 3-20 km. batuan asal yang mengalami metamorfisme bias berupa
batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf. Proses-proses metamorfisme
mengubah suatu batuan pada fase padat, sehingga tidak mengubah komposisi kimianya.

Agen-agen yang mengontrol terjadinya metamorfisme adalah:


1. Temperatur (T)
Temperature adalah agen yang paling penting dalam metamorfisme. Setiap mineral
memiliki limit stabilitas terhadap temperatur yang jika dilampaui (menjadi lebih panas
atau lebih dingin), akan menyebabkan mineral menjadi tidak stabil mulai bereaksi dengan
mineral lain untuk membentuk mineral baru yang stabil pada kondisi yang baru.
Perubahan temperatur bisa terjadi pada batuan yang terkubur atau pada batuan yang
kontak dengan magma.
2. Tekanan (P)
Disamping limit stabilitas mineral terhadap temperatur, maka mineral juga memiliki limit
stabilitas terhadap tekanan. Seiring dengan bertambahnya kedalaman, akan bertambah
pula tekanan dan temperatur secara bersamaan. Perilaku batuan yang mendapat tekanan
tergantung pada temperatur. Jika batuan mendapat tekanan pada temperatur rendah, maka
batuan bersifat regas (brittle) dan mudah hancur atau patah, sebaliknya jika batuan
mendapat tekanan pada temperatur tinggi, maka batuan bersifat ductile dan cenderung
menjadi lunak dan mengalir seperti jel.
3. Fluida Metamorfik
Fluida metamorfik adalah cairan atau gas yang didominasi oleh H2O dan CO2 dan
terdapat pada ruang ruang antar butir mineral penyusun batuan.Fluida ini memegang
peranan penting selama metamorfisme berlangsung karena pengaruh panas dan tekanan
yang tinggi menyebabkan fluida ini menjadi sangat aktif dan mampu melarutkan berbagai
komponen kimia dari mineral penyusun batuan.Aktivitas fluida ini bisa menyebabkan
mineral yang tidak stabil (unstable minerals) terurai dan terbentuk mineral baru yang
stabil pada kondisi baru.
4. Waktu
Metamorfisme adalah proses yang sangat lambat dan peranan waktu dalam proses
metamorfisme tergantung pada perubahan T dan P, karena proses metamorfisme bisa
terjadi karena P dan T naik (prograde/progressive metamorphism) dan atau P dan T turun
(retrograde/retrogressive metamorphism).

Agen-agen metamorfisme (T,P fluida metamorfik, dan waktu) menyebabkan terjadinya


proses metamorfisme pada bebatuan melaui tiga cara, yaitu:
1. Rekristalisasi;
Rekristalisasi adalah perubahan ukuran mineral asal (menjadi lebih besar) selama proses
metamorfisme (prograde). Perubahan ukuran butir ini menyebabkan terjadinya (i)
perubahan tekstur tanpa mengubah komposisi kimia batuan, (ii) berkurangnya pori-pori
batuan, dan (iii) menyebabkan terjadinya devolitisasi atau lepasnya zat terbang dari batuan
asal. Contoh rekristalisasi adalah kristal kalsit pada batugamping menjadi kristal yang
lebih besar pada marmer, atau rekristalisasi butiran pasir kuarsa pada batupasir yang
bermetamorfosis, menghasilkan kuarsit yang sangat kompak, dimana kristal kuarsa
membesar dan saling bertautan (interlocked). Baik temperature maupun tekanan tinggi
berkontribusi pada rekristalisasi. Temperature tinggi memungkinkan atom dan ion dalam
kristal padat bisa bermigrasi, sehingga menjadi reorganisasi Kristal, sementara tekanan
tinggi menyebabkan larutnya kristal pada titik kontak (point of contact) batuan.
2. Deformasi dan reorientasi;
Butiran mineral penyusun batuan asal mengalami deformasi dan reorientasi disebabkan
oleh adanya tekanan yang tinggi. Proses ini menyebabkan terjadinya penjajaran
(alignment) butiran menuju susunan yang lebih kompak (serpih menjadi slate menjadi
sekis dst).
3. Rekombinasi;
Pembentukan mineral baru dari unsur yang telah ada sebelumnya. Mieral-mineral lama
diurai, dan ion-ionnya mengalami rekombinasi membentuk mineral stabil pada kondisi
yang baru. Sebagai contoh, mineral AB dan CD bisa ter-rekombinasi menjadi AC.
Karakteristik batuan yang terbentuk melalui proses metamorfisme, disamping dipengaruhi oleh
agen-agen metamorfisme (T,P, fluida aktif, dan waktu), juga dipengaruhi oleh komposisi
mineral batuan asal dan gaya tektonik yang bekerja.

C. TIPE-TIPE METAMORFISME
Metamorfisme dapat dikelompokkan berdasarkan T dan P yang paling berperan dalam proses,
sebagai berikut:
a. Metamorfisme thermal (kontak);
Agen yang paling berperan dalam metamorfisme kontak adalah panasnya (T) dan
biasanya terjadi karena aktivitas intrusi magma. Panas dari dapur magma “membakar”
batuan samping dan menghasilkan suatu zona pembakaran disekeliling dapur magma yang
disebut zona kontak aureole. Energi dari dapur magma juga bisa menghasilkan tekanan
tekanan diferensial pada batuan samping meskipun pengaruhnya tidak sebesar pengaruh
panas.
Batuan metamorf kontak yang paling familiar adalah marmer dan kuarsit.Marmer adalah
hasil metamorfisme batugamping, batuan sedimen yang hampir keseluruhan tersusun oleh
mineral kalsit (calcium carbonate), sedangkan kuarsit adalah hasil metamorfisme
batupasir kuarsa. Rekristalisasi kalsit pada marmer dan kuarsa pada karsit menghasilkan
kristal kalsit baru yang lebih besar dan lebih kompak dari batuan asalnya.
Unsur-unsur mineral dari batuan asal juga bisa mengalami rekombinasi selama
metamorfisme dan membentuk mineral baru, seperti pada pembentukan homfels yang
mengandung cordierite (mineral silikat yang hanya ditemukan pada batuan metamorf
kontak).
b. Metamorfisme Dinamis;
Agen yang paling berperan adalah tekanan (P). Metamorfisme dinamik terutama terjadi
pada zona patahan dengan shear stress yang tinggi, sedangkan perubahan temperatur
relatif kecil. Tekanan yang berpengaruh disini ada 2 macam, yaitu :
 Hidrostatis : tekanan ke segala arah
 Stress : tekanan ke satu arah
c. Metamorfisme Regional;
Metamorfisme regional dikontrol oleh temperatur dan tekanan yang tinggi dan terbentuk
pada area geografis yang luas. . Biasanya pada geosinklin yang dasarnya mengalami
penurunan terus-menerus (daerah tumbukan lempeng-lempeng disebut subduction zone).

D. TEKSTUR BATUAN METAMORF


Tekstur batuan metamorf ditentukan dari bentuk kristal dan hubungan antar butiran mineral.
Kebanyakan merupakan Kristaloblastik, yaitu tekstur yang terjadi pada saat tumbuhnya
mineral dalam suasana padat (tekstur batuan asalnya tidak tampak lagi), terdiri dari:
1. Lepidoblastik,
Tekstur batuan metamorf yang didominasi oleh mineral-mineral pipih yang
memperlihatkan orientasi sejajar seperti mineral-mineral biotit dan muskovit.
2. Nematoblastik,
Tekstur batuan metamorf yang didominasi oleh mineral-mineral berbentuk menjarum
(acicular) yang memperlihatkan orientasi sejajar, misalnya mineral amphibol, silimanit,
dan piroksen.
3. Granoblastik,
Tekstur batuan metamorf yang didominasi oleh mineral-mineral berbentuk butiran
dengan sisi kristal yang bergigi (sutured), misalnya kuarsa, kalsit, dan garnet.
4. Porfiroblastik,
Tekstur batuan metamorf dimana suatu kristal besar (fenokris) tertanam pada massa dasar
yang relatif halus identik dengan porpiritik pada batuan beku.
5. Idioblastik,
Tekstur batuan metamorf dimana bentuk mineral-mineral penyusunnya adalah euhedral.
6. Xenoblastik,
Sama dengan idioblastik, tetapi bentuk mineral-mineral penyusunnya adalah anhedral.
Gambar 4.1 Tekstur batuan metmorf

E. STRUKTUR BATUAN METAMORF


1. Struktur Foliasi
Dimana mineral baru menunjukkan penjajaran mineral yang planar. Seringkali terjadi pada
metamorfisme regional dan kataklastik. Struktur foliasi yang menunjukkan urutan derajad
metamorfosa dari rendah ke tinggi :
a. Slatycleavage,
Struktur yang khas pada batuan sabak (slate), seperti schistocity, tanpa ada segregation
bending (perlapisan akibat pemisahan dari macam-macam mineral). mulai terdapat
daun-daun mika halus, memberikan warna kilap, klorit dan kuarsa mulai hadir. Mineral-
mineral sangat halus dan tidak dapat dilihat secara megaskopis (belahan-belahan sangat
kecil dengan mika-mika mikroskopis).
Contoh: slate (batu sabak), batulempung yang mengalami metamorphose dengan derajat
rendah.
b. Philitic,
Struktur pada batuan filit, tingkatannya lebih tinggi dari slate, sudah ada segregation
bendingtetapi tidak sebaik batuan yang berstuktur schistocity (foliasi diperlihatkan oleh
kepingan-kepingan halus mika).
c. Schistose,
Foliasi yang diperlihatkan secara jelas oleh kepingan-kepingan mika, memberikan
belahan yang rata/tidak putus-putus (closed schistocity). Sering juga merupakan
perulangan antara mineral-mineral pipih (prismatic) dengan mineral-mineral berbutir.
Merupakan batuan yang sangat umum dihasilkan dari metamorfose regional, sangat
jelas keping-kepingan mineral-mineral plat seperti mika, talk, klorit, hematit dan
mineral lain yang berserabut
d. Gneissic,
Foliasi diperlihatkan oleh penyusunan mineral-mineral granular dan memperlihatkan
belahan-belahan yang tidak rata (perlapisan mineral membentuk jalur yang terputus-
putus/open schistocity)

2. Non Foliasi
Dicirikan dengan tidak terdapatnya suatu penjajaran mineral-mineral yang ada dalam
batuan metamorf, yaitu:
a. Hornfelsik/Hornfels,
Struktur khas pada batuan hornfels (metamorf thermal) dimana butir-butirnya
equidimensional dan tidak menunjukkan adanya orientasi/pengarahan.
b. Kataklastik,
Struktur yang terdiri dari pecahan-pecahan atau fragmen-fragmen batuan maupun
mineral. Kelompok mineral atau batuan tersebut tidak menunjukkan arah.
c. Milonitik,
Sama dengan struktur kataklastik, hanya butirannya lebih halus dan dapat dibelah-belah
seperti schistose. Struktur milonitik ini dapat dipakai untuk ciri adanya sesar di suatu
daerah. Hubungannya dengan kataklastik, disini pergerakan sesarnya lebih kuat,
sehingga fragmennya akan lebih halus karena adanya penggerusan oleh sesar dan
biasaya menunjukkan orientasi.

F. KOMPOSISI MINERAL
Berdasarkan bentuk kristal / mineralnya, dibagi menjadi :
A. Mineral Stress
Adalah mineral yang stabil dalam kondisi tertekan, dimana mineral ini
berbentuk pipihatau tabular, prismatik. Mineral ini tumbuh memanjang dengan
kristal tegak lurus gaya.
Contohnya : Mika, Zeolit, Tremolit, Aktinolit, Glaukofan, Horblende,
Serpentin, Silimanit, Kyanit, Antofilit.
B. Mineral Antistress
Adalah mineral yang terbentuk bukan dalam kondisi tekanan, umumnya
berbentuk equidimensional.
Contohnya : Kuarsa, Garnet, Kalsit, Staurolit, Feldpar, Kordierit, Epidot.
Berdasarkan jenis metamorfismenya mineral ini khas muncul pada jenis metamorfisme tertentu
seperti :
A. Pada metamorfisme regional
Kyanit, Staurolit, Garnet, Silimanit, Talk, Glaukofan.
B. Pada metamorfisme termal
Garnet, Andalusit, Korondum.

G. KLASI FIKASI DN PENAMAAN BATUAN METAMORF


Klasifikasi ini terutama berdasarkan atas struktur foliasi dan non
foliasi
a. Berfoliasi
Batu sabak (Slate)
Berbutir halus, bidang foliasi tidak memperlihatkan pengelompokan mineral.Jenis mineral
seringkali tidak dapat dikenal secara megakopis, terdiri dari mineral lempung, serisit, kompak
dank keras.
Sekis (Schist)
Batuan paling umum yang dihasilkan oleh metamorfosa regional.Menunjukkan tekstur yang
sangat khas yaitu kepingan-kepingan dari mineral-mineral yang menyeret, dan mengandung
mineral feldspar, augit, hornblende, garnet, epidot.Sekis menunjukkan derajat metamorfosa
yang lebih tinggi dari filit, dicirikan adanya mineral-mineral lain disamping mika.
Filit (Phyllite)
Derajat metamorfisme lebih tinggi dari Slate, dimana lembar mika sudah cukup besar untuk
dapat dilihat secara megaskopis, memberikan belahan phyllitic, berkilap sutera pecahan-
pecahannya. Juga mulai didapati mineral-mineral lain, seperti turmalin dan garnet.
Gneis (Gneiss)
Merupakan hasil metamorfosa regional derajat tinggi, berbutir kasar, mempunyai sifat
“bended” (“gneissic”).Terdiri dari mineral-mineral yang mengingatkan kepada batuan beku
seperti kuarsa, feldspar dan mineral-mineral mafik, dengan jalur-jalur yang tersendiri dari
mineral-mineral yang pipih atau merabut (menyerat) seperti chlorit, mika, granit, hornblende,
kyanit, staurolit, sillimanit.

Amfibolit
Sama dengan sekis, tetapi foliasi tidak berkembang dengan baik, merupakan hasil
metamorfisme regional batuan basalt atau gabro, berwarna kelabu, hijau atau hitam dan
mengandung mineral epidot, (piroksen), biotit dan garnet.
b. Tak berfoliasi

Kuarsit
Batuan ini terdiri dari kuarsa yang terbentuk dari batuan asal batupasir kuarsa, umumnya
terjadi pada metamorfisme regional
Marmer/Pualam (Marble)
Terdiri dari kristal-kristal kalsit yang merupakan proses metamorfisme pada batugamping.
Batuan ini padat, kompak dan masive dapat terjadi karena metamorfosa kontak atau regional.
Grafit
Batuan yang terkena proses metamorfosa (Regional/thermal), berasal dari batuan sedimen
yang kaya akan mineral-mineral organik. Batuan ini biasanya lebih dikenal dengan nama
batubara.
Serpentinit
Batuan metamorf yang terbentuk akibat larutan aktif (dalam tahap akhir proses hidrotermal)
dengan batuan beku ultrabasa.
Gambar 4.2 Key identification metamorphic rocks
4.4 Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan adalah:
1. Loup
2. Kamera

4.5 Bahan yang Digunakan


Bahan yang diguanakan adalah:
1. Alat tulis
2. Form deskripsi batuan metamorf

4.6 Prosedur Pelaksanaan Praktikum


Prosedur praktikum:
1. Diambil sampel batuan yang akan dideskripsi
2. Diamati jenis batuan lalu dicatat dalam tabel deskripsi
3. Diamati dan dicatat struktur pada sampel batuan
4. Diamati dan dicatat tekstur pada sampel batuan
5. Diamati dan dicatat komposisi mineral yang terdapat pada sampel batuan
6. Dituliskan nama batuan yang telah dideskripsi
7. Difoto sampel batuan

4.7 Pembahasan/ Analisa Perhitungan


1. Tipe-tipe metamorfosa
2. Struktur dan tekstur batuan metamorf
3. Mineralogi batuan metamorf
4. Klasifikasi batuan metamorf
5. Tabel penamaan batuan metamorf
6. Tabel hasil pengamatan
7. Pembahasan deskripsi persampel batuan
4.8 F
o
r LAPOR
m AN
SEMENTARA
IDENTIFIKAS
I BATUAN
METAMORF
SAMPLE TEXTURE MINERALS

FOLIATED P

AM

M
NON FOLIATED
Q

Samarinda,

2021

Asisten,

NIM.
MODUL 6
PENGENALAN PETA TOPOGRAFI

1.1 Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum pengenalan peta topografi ini adalah:

2. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu peta topografi.

3. Mahasiswa dapat mengenal berbagai macam elemen peta dan dapat


menempatkan dalam suatu susunan tata letak peta sesuai dengan fungsi dan
kegunaan dari elemen peta dalam satu kesatuan suatu peta.

4. Mahasiswa dapat melakukan pengambaran peta dengan menggunakan format


tata letak peta yang baku dan menempatkan elemen peta sesuai yang diperlukan
dalam suatu peta.

1.2 Deskripsi Praktikum

Peta merupakan suatu penyajian grafis dari seluruh atau sebagian muka bumi pada suatu
skala peta dengan menggunakan sistem proyeksi peta tertentu (Soendjojo 2016).
Pendapat lain menyebutkan bahwa peta adalah gambaran permukaan bumi pada bidang
datar dalam ukuran yang lebih kecil dengan skala tertentu dan digambarkan dalam
bentuk simbol-simbol dan selektif. Untuk menggambarkan peta, diperlukan data (yang
berkaitan dengan unsur-unsur di muka bumi) yang diperoleh dari survei langsung di
lapangan maupun tidak langsung. Data tersebut dikumpulkan, dikelompokkan, diproses
dan ditampilkan dalam bentuk simbolsimbol. Supaya peta dapat lebih informatif dan
mudah dibaca oleh orang lain, elemen-elemen yang membentuk peta harus disusun
sedemikian rupa menurut aturan kartografi.

1.3 Landasan Teori

Peta merupakan suatu penyajian grafis dari seluruh atau sebagian muka bumi pada suatu
skala peta dengan menggunakan sistem proyeksi peta tertentu (Soendjojo 2016).
Pendapat lain menyebutkan bahwa peta adalah gambaran permukaan bumi pada bidang
datar dalam ukuran yang lebih kecil dengan skala tertentu dan digambarkan dalam
bentuk simbol-simbol dan selektif. Untuk menggambarkan peta, diperlukan data (yang
berkaitan dengan unsur-unsur di muka bumi) yang diperoleh dari survei langsung di
lapangan maupun tidak langsung. Data tersebut dikumpulkan, dikelompokkan, diproses
dan ditampilkan dalam bentuk simbolsimbol. Supaya peta dapat lebih informatif dan
mudah dibaca oleh orang lain, elemen-elemen yang membentuk peta harus disusun
sedemikian rupa menurut aturan kartografi.

Di dalam menyusun sebuah peta maka harus memperhatikan bahwasanya peta memiliki
tiga prinsip utama yang harus terpenuhi yakni peta harus mampu menunjukkan 7
posisi/lokasi suatu tempat yang ada di permukaan bumi. Prinsip ini menekankan
bahwasanya pembuat peta harus memperhatikan manfaat peta yang paling utama adalah
mampu menunjukkan posisi yang ditunjukkan dengan koordinat X dan koordinat Y
sebagaimana kondisi koordinat yang ada di permukaan bumi. Konsep peta yang kedua
adalah peta harus mampu memperlihatkan pola distribusi spasial baik berupa fenomena
alam (sungai, danau, gunung, dsb) ataupun fenomena buatan manusia (bendungan,
jembatan, jalan, pemukiman, dsb). Syarat peta selanjutnya adalah peta harus mampu
merekam, menyimpan data dan informasi yang ada di permukaan bumi (Soendjojo
2016).

Suatu peta terdiri atas beberapa elemen yang merupakan satu kesatuan, yaitu: bagian
muka peta dan bagian keterangan tepi peta. Bagian muka peta adalah suatu permukaan
kertas, film dan lain-lain dimana area yang akan dipetakan digambarkan di atasnya.
Muka peta meliputi:

a. Garis tepi peta yang terdiri dari: garis tepi dan garis batas luar/bingkai peta, daerah
diantara is tepi dengan bingkai peta disebut batas informasi.
b. Unsur geografi alamiah dan buatan manusia yang ditampilkan dalam bentuk gambar
berupa simbol titik, garis dan area.
c. Rangka jala, yang terdiri atas: garis grid dan gratikul (garis bujur dan garis lintang)

Bagian keterangan tepi adalah bagian yang memuat suatu keterangan/ infor-masi yang
berkaitan dengan isi peta. Informasi peta tersebut antara lain:
a. Judul peta
b. Skala peta
c. Arah Utara
d. Diagram lokasi/peta indeks
e. Keterangan/Legenda
f. Keterangan sejarah, antara lain meliputi: sumber data, tahun pembuatan, pembuat peta,
sistem proyeksi dan lain sebagainya.

Format peta atau tata letak peta merupakan suatu bentuk pengaturan data keruangan
(spasial) dari berbagai macam elemen peta dari aspek ukuran dan letaknya dalam suatu
lembar peta. Format peta yang baik merupakan suatu hasil dari keputusan yang telah
dipengaruhi oleh berbagai faktor, dipandang dari sudut si pembuat peta serta dari si
pengguna peta.
Faktor yang dapat mempengaruhi tata letak peta, yaitu:
1) Elemen peta, meliputi:
a. Bentuk dan ukuran dari area yang dipetakan. Jika skala peta sudah ditentukan maka
ukuran dari area yang dipetakan dapat ditentukan dengan baik, dan bentuk dari area
peta dapat ditentukan oleh garis batas terluar dari yang dipetakan.
b. Penggunaan kerangka/ garis tepi atau tidak. Jika area yang dipetakan akan diberi
garis batas (kerangka) maka kerangka tersebut dapat berbentuk bujur sangkar,
persegi panjang ataupun bentuk yang tidak beraturan, mengikuti batas terluar dari
area yang dipetakan.
c. Keterangan tepi, semua informasi penting dari area yang dipetakan dapat diletakkan
di samping atau di bawah area yang dipetakan.
d. Simbol, huruf dan warna yang digunakan, tergantung dari macam petanya, pada
dasarnya simbol yang dipilih dengan benar, huruf disesuaikan dengan ukuran peta
dan warna untuk memperkuat informasi peta.

2) Kegunaan peta, meliputi:


a) Tujuan/Isi peta, maksudnya perlu diketahui siapa yang akan memakai peta dan apa
isi peta yang diperlukan oleh si pemakai peta.
b) Skala peta, berkaitan dengan tingkat ketelitian peta. Tujuan peta dan kepadatan isi
peta akan mempengaruhi penentuan skala petanya, karena ketelitian peta sebanding
dengan skala peta.
c) Sistem referensi yang digunakan, hal ini penting supaya peta yang disusun dapat
dipercaya.

3) Kendala-kendala yang dihadapi oleh:


a) Pembuat peta, teknik yang memadai dan tersedianya peralatan untuk penggambaran
peta.
b) Pengguna peta, berkaitan dengan kebutuhan terhadap informasi yang diinginkan,
misalnya ukuran peta, banyaknya informasi yang diperlukan, bahasa yang digunakan
dan sebagainya.
c) Distribusi/pemasaran, apabila distribusi peta berlangsung baik maka akan
berpengaruh terhadap banyaknya produksi dan kualitas peta yang dihasilkan.

4) Estetika, meliputi:
a) Seni dalam penyajian peta, keseimbangan, keserasian dan kerapian yang baik akan
membuat pengguna peta lebih senang dibandingkan apabila tata letak petanya
berantakan dan menyulitkan pengguna dalam memahami isi dan informasi yang
disajikan dalam peta.
b) Tampilan peta dapat menunjukan kapan peta tersebut dibuat.

Tata letak suatu peta dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu:
1) Peta yang menggunakan garis batas tepi peta (Frame map). Garis batas tepi ini
mengelilingi muka peta mempunyai fungsi 10 memisahkan antara muka peta dengan
informasi tepi secara jelas. Contohnya: peta Topografi, Peta Dasar Pendaftaran
Tanah, Peta rupa bumi, dsb. Peta tipe ini sangat cocok untuk pemetaan yang
berangkai/seri. Peta dengan menggunakan batas tepi ini sering dipakai oleh berbagai
instansi/lembaga/kementerian. Tipe ini dipilih karena dengan adanya garis tepi maka
muka peta dan informasi peta terpisah secara jelas sehingga pengguna lebih mudah
memahami antara muka peta dengan keterangan tepi yang diberikan. Tampilan peta
dengan menggunakan tipe ini juga akan terlihat lebih rapi dan memudahkan
pengguna untuk mencari informasi keterangan yang dibutuhkan.
2) Peta wilayah (Island map), pada tipe ini garis batas dari area yang dipetakan
berfungsi sebagai kerangka (batas garis), sehingga petanya mempunyai bentuk yang
tidak beraturan. Tipe peta ini memberikan kebebasan pada pembuat peta untuk
menyusun tata letak peta yang sesuai. Contohnya: peta Administrasi Wilayah, Atlas.
3) Bleeding map, peta jenis ini tidak mempunyai kerangka, sehingga letak informasi
tepi sampai pada batas potongan dari area peta. Contohnya: peta Pariwisata.

1.4 Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan adalah:
1. Rapido ukuran 02, 03, 04, 05, 08
2. Sablon tegak ukuran 02, 03, 04, 05
3. Penggaris
4. Alat Tulis

1.5 Bahan yang Digunakan


Bahan yang digunakan adalah:
1. Simbol Kartografi pada Peta Dasar Pendaftaran Tanah skala 1:1.000
2. Kertas gambar dan kertas kalkir ukuran A3

1.6 Prosedur Pelaksanaan Praktikum


Prosedur praktikum:

1. Persiapkan alat dan bahan. Penggambaran dilakukan diatas kertas kalkir atau
kertas gambar lainnya, dengan ukuran A3

2. Gambarkan format tata letak peta dengan ketentuan yang diberikan.

1) Garis batas luar dengan ukuran 38 cm x 26 cm dengan ketebalan 0.5

2) Muka peta dengan ukuran 20 cm x 20 cm, garis tepi peta dengan ketebalan 0.3

3) Kotak keterangan dengan ukuran 11 cm x 20 cm, garis kotak dengan ketebalan


0.3 12

4) Jarak antara muka peta dengan kotak keterangan adalah 1 cm, jarak antara
muka peta/kotak keterangan terhadap garis batas luar adalah 2 cm, dan jarak
antara garis batas luar dengan tepi lembar kertas adalah 3 cm.

3. Di dalam muka peta di buat gambar sesuai ketentuan yang diberikan.

1) Di tepi kiri dan kanan dibuat tanda grid setiap selang 5 cm berupa garis lurus dari kiri
ke kanan dengan tebal 0.2 mm dan panjang 2 mm, dan di sampingnya sebelah luar ditulis
angka koordinatnya.
2) Di tepi atas dan bawah dibuat tanda grid setiap selang 5 cm berupa garis lurus dari
atas ke bawah dengan tebal 0.2 mm dan panjang 2 mm, dan di sebelah luarnya dituliskan
angka absisnya.

3) Di dalam muka peta setiap selang 5 cm dimulai dari tepi kiri ke kanan dibuatkan tanda
grid berupa garis lurus dari kiri ke kanan (─) dengan tebal 0.2 mm dan panjang 4 mm,
dan setiap selang 5 cm dimulai dari tepi atas ke bawah dibuatkan tanda grid berupa garis
lurus dari atas ke bawah (│) dengan tebal 0.2 mm dan panjang 4 mm, sehingga akan
terbentuk tanda silang (┼) pada setiap selang 5 cm.

4) Gambarkan/ plotting di dalam muka peta kenampakan unsur-unsur geografi yang


dipetakan dengan menggunakan simbol kartografi yang diperlukan untuk kelengkapan
peta (sesuai dengan bahan yang disediakan dan penjelasan Asisten).

4. Pada kotak keterangan/informasi tepi peta secara berurutan dari atas ke bawah
disajikan keterangannya dengan ketentuan yang diberikan.

1) Judul peta dengan ketebalan 0.5/0.4

2) Arah utara berupa anak panah dengan panjang 2 cm 13

3) Skala peta: skala numeris dengan tebal 0.3 huruf Besar Kecil (BK) dan skala
grafis berupa tiga garis horisontal paralel panjang 6 cm, jarak masing-masing
garis 2 mm. Garis dibagi atas 4 kolom, kolom 1 dan 2 masing-masing dengan
lebar 1 cm dan kolom 3 dan 4 dengan lebar 2 cm, kemudian tiap kolom separo
bagian dibuat hitam secara bergantian dimulai dari bagian bawah pada kolom
pertama.

4) Kotak lokasi

5) Keterangan: KETERANGAN ditulis dengan huruf tebal 03 BS, dan selanjutnya


digambarkan semua simbol yang digunakan dalam peta sesuai bentuk simbolnya
disertai penjelasannya dengan ketebalan huruf 0.2 BK

6) Kotak Indentitas berisi: Nama, NIM, Tanggal praktikum, Geologi Dasar.


Dengan menggunakan huruf tebal 0.3 Besar Semua (BS).
PEDOMAN LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

5. Format Laporan Mingguan

LAPORAN PRAKTIKUM
16 pt
GEOLOGI DASAR
BATUAN BEKU 14 pt

Nama :
NIM :
12 pt
Prodi :
Kelompok :
Asisten :

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


12 pt
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA 13 pt
2020
FORMAT LAPORAN MINGGUAN
PRAKTIKUM GEOLOGI DASAR

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


1.2. Tujuan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat dan
Bahan
3.2. Prosedur Percobaan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi
4.2. Pembahasan

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
Acara : Sifat Fisik Mineral
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
No. Urut :

1. Warna : …………………………………………………………………………

2. Cerat : …………………………………………………………………………

3. Kilap : …………………………………………………………………………

4. Belahan : ………………………………………………………………………….

5. Pecahan : ………………………………………………………………………….

6. Kekerasan : ………………………………………………………………………….

7. Tenacity : ………………………………………………………………………….

8. Diaphaneity : ………………………………………………………………………….

9. Nama Mineral : ………………………………………………………………………….

10. Keterangan : ………………………………………………………………………….

………………………………………………………………………….

………………………………………………………………………….

Samarinda,.............................2021

Praktikan,
Asisten,

NIM. NIM.

Anda mungkin juga menyukai