Anda di halaman 1dari 38

TAX PLANNING

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

DAFTAR ISI

Halaman Judul..........................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan...................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
Bab II Kajian Pustaka..............................................................................................4
A. Fokus Perencanaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).................................5
B. Memaksimalkan Mekanisme Pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai......5
C. Faktur Pajak...............................................................................................9
D. Saat Terutangnya PPN.............................................................................10
E. Batas Waktu Penyetoran PPN dan Pelaporan SPT Masa PPN................10
F. Memaksimalkan Fasilitas di Bidang PPN...............................................11
G. Sentralisasi Tempat PPN Terutang..........................................................18
H. Memaksimalkan Restitusi PPN...............................................................20
I. Membangun Sendiri Tidak dalam Kegiatan Usaha.................................21
J. PPN atas Barang Gratis untuk Kepentingan Promosi..............................21
K. Penjagaan terhadap Cashflow Perusahaan...............................................21
L. Pengendalian Pajak melalui Tax Review.................................................22
M. Tanggung Jawab Renteng........................................................................24
Bab III Kasus.........................................................................................................26
A. Soal 1.......................................................................................................26
B. Soal 2.......................................................................................................29
Bab IV Penutup......................................................................................................32
A. Simpulan..................................................................................................32
Manajemen Perpajakan
2019

B. Saran........................................................................................................32

iii | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pajak merupakan iuran wajib bagi wajib pajak di Negara Indonesia,


iuran wajib yang dipungut itu menjadi salah satu sumber pendapatan
bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak menjadi
sebuah komponen yang penting dalam kehidupan perekonomian nasional,
karena faktanya pajak merupakan sumber pendapatan yang terbesar bagi
APBN dibandingkan sumber - sumber pendapatan yang lain.
Pajak setidaknya mempunyai 2 fungsi, yaitu fungsi penerimaan
(budgetair) dan fungsi mengatur (reguler) yaitu sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.
Selain itu, terdapat juga ciri - ciri pajak yang salah satunya adalah
dapat dipaksakan sehingga setiap entitas yang sudah menjadi wajib pajak
(WP) atau pengusaha kena pajak (PKP) harus mematuhi hukum
perpajakan.
Pajak juga dapat dikelompokkan berdasarkan golongannya, lembaga
pemungutnya ataupun berdasarkan sifatnya. Dalam makalah ini pajak
yang dibahas adalah mengenai pajak pertambahan nilai (PPN) yang
termasuk dalam golongan tidak langsung, dipungut oleh pemerintah
pusat dan sifatnya pajak subjektif.
PKP dalam memenuhi kewajiban PPN sering kali mengalami
kesulitan baik dari segi waktu, biaya, kelengkapan, dan lain - lain.
Untuk itu makalah ini dibuat untuk menghimbau PKP melakukan Tax
Planning dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Tax Planning adalah salah satu cara yang dapat dimanfaatkan oleh
wajib pajak dalam melakukan manajemen perpajakan usaha atau
penghasilannya, namun perlu diperhatikan bahwa perencanaan pajak yang
Manajemen Perpajakan
2019

dimaksud adalah perencanaan pajak tanpa melakukan pelanggaran konstitusi


atau Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
Kesulitan dalam memenuhi kewajiban PPN dapat disebabkan oleh
berbagai situasi, salah satunya adalah perbedaan kurs nasional yang bisa
saja menyebabkan PKP harus membayar PPN dalam jumlah lebih besar,
sering kali hal ini terjadi pada perusahaan besar.
Dalam situasi atau kondisi seperti itu, manajer harus dapat
mengambil keputusan manajerial yang salah satunya adalah dengan tax
planning.
B. Rumusan Masalah

Susunan rumusan masalah yang telah dibuat yaitu sebagai berikut.

1. Apa saja fokus perencanaan PPN?


2. Bagaimana memaksimalkan mekanisme pengkreditan PPN?
3. Apa itu faktur pajak?
4. Bagaimana saat terutangnya PPN?
5. Bagaimana batas penyetoran PPN dan pelaporan SPT masa PPN?
6. Bagaimana cara memaksimalkan fasilitas di bidang PPN?
7. Bagaimana sentralisasi tempat PPN terutang?
8. Bagaimana cara memaksimalkan restitusi PPN?
9. Apa itu membangun sendiri tidak dalam kegiatan usaha?
10. Bagaimana PPN atas barang gratis atas kegiatan promosi?
11. Bagaimana penjagaan atas cashflow perusahaan?
12. Bagaimana pengendalian pajak melalu tax review?
13. Bagaimana tanggung jawab renteng?
C. Tujuan

Adapun beberapa tujuan dari pembuatan proposal penelitian ini adalah


sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui apa saja fokus perencanaan PPN.

2|Tax Planning: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Manajemen Perpajakan
2019

2. Untuk mengetahui bagaimana memaksimalkan mekanisme pengkreditan


PPN.
3. Untuk mengetahui apa itu faktur pajak.
4. Untuk mengetahui bagaimana saat terutangnya PPN.
5. Untuk mengetahui bagaimana batas penyetoran PPN dan pelaporan SPT
masa PPN.
6. Untuk mengetahui bagaimana cara memaksimalkan fasilitas di bidang
PPN.
7. Untuk mengetahui bagaimana sentralisasi tempat PPN terutang.
8. Untuk mengetahui bagaimana cara memaksimalkan restitusi PPN.
9. Untuk mengetahui apa itu membangun sendiri tidak dalam kegiatan
usaha.
10. Untuk mengetahui bagaimana PPN atas barang gratis atas kegiatan
promosi.
11. Untuk mengetahu bagaimana penjagaan atas cashflow perusahaan.
12. Untuk mengetahui bagaimana pengendalian pajak melalu tax review.
13. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab renteng.

3|Tax Planning: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Manajemen Perpajakan
2019

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Langkah pembaruan dan penyempurnaan UU PPN No. 8 Tahun 1983 terus


dilakukan pemerintah semenjak tahun 1994, terakhir dengan diterbitkannya
Undang – Undang PPN NO. 42 Tahun 2009, yang meningkatkan kepastian
hukum dan keadilan bagi pengenaan PPN.
Perkembangan transaksi bisnis, terutama jasa, telah menciptakan jenis dan
pola transaksi baru dalam UU PPN, namun sampai saat ini wajib pajak masih saja
menemukan berbagai kendala dalam melaksanakan UU PPN secara benar.
Sejak diterbitkannya UU PPN yang baru, ada beberapa peraturan dari Dirjen
Pajak yang dikeluarkan dan telah mengalami revisi – seperti terlihat di bawah ini
– yang mengubah ketentuan mengenai pembuatan kode Faktur Pajak Keluaran,
saat terutang pajak, dan saat pembuatan Faktur Pajak, pelaporan PPN secara
manual atau melalui data elektronik (e-SPT), dan yang disampaikan lewat e-filing,
adanya kewajiban untuk menyampaikan surat pemberitahuan kode cabang atau
penandatanganan Faktur Pajak.
PPN adalah pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi barang/jasa
kena pajak d dalam daerah pabean. Sesuai legal karakter dari PPN ini yang
bersifat non kumulatif, maka dalam perlakuan pajak-PPN tidak membolehkan
terjadinya pajak berganda karena konsumen terakhirlah yang harus menangung
PPN ini. PPN juga memiliki karakteristik sebagai pajak objektif yang
mengandung pengertian bahwa timbulnya kewajiban pajak dibidang PPN sangat
ditentukan oleh adanya objek pajak.
Secara umum, mekanisme pemungutan PPN menggunakan mekanisme
Indirect Subtraction Method/Invoice Method (PM-PK), dan metode inilah yang
terbaik dari metode lainnya dengan alasan:

 Adanya kewajiban membuat faktur pajak setiap transaksi, mengingat faktur


pajak merupakan bukti terpenting.

4|Tax Planning: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Manajemen Perpajakan
2019

 Memudahkan melakukan pemeriksaan, baik oleh pemeriksaan internal


maupun fiskus.
 Tidak perlu menentukan besarnya keuntungan untuk setiap barang yang
dijual.
 Kewajiban perpajakannya dapat dihitung setiap saat.
A. Fokus Perencanaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pembahasan tentang perencanaan PPN ini difokuskan pada beberapa


upaya berikut ini.

1. Memaksimalkan mekanisme pengkreditan PPN


2. Memaksimalkan Fasilitas di Bidang PPN
3. Sentralisasi pengenaan PPN
4. Memaksimalkan restitusi PPN
5. Membangun sendiri dalam kegiatan usaha
6. PPN atas barang gratis untuk keperluan promosi
7. Penjagaan cash flow
8. Pengendalian PPN
9. Tanggung jawab renteng
B. Memaksimalkan Mekanisme Pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai

Perusahaan sebaiknya memperoleh Barang Kena Pajak atau Jasa Kena


Pajak dari Pengusaha Kena Pajak, supaya pajak masukannya dapat
dikreditkan. Perusahaan perlu mengamati dengan cermat jangan sampai
terdapat pajak masukan yang belum dikreditkan. PPN dikenakan atas:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
2. Impor BKP.
3. Pemanfaatan BKP tidak terwujud atau JKP luar daerah di dalam daerah
pabean.
4. Ekspor BKP oleh PKP.
Pajak masukan yang dapat dikreditkan

5|Tax Planning: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Manajemen Perpajakan
2019

Pajak masukan yang berhubungan langsung dengan produksi, distribusi,


pemasaran, dan manajemen atas BKP/JKP dan faktur pajaknya adalah faktur
pajak standar atau dokumen yang disamakan dengan faktur pajak standar.

Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan


1. Sebelum dikukuhkan menjadi PKP
2. Faktur pajak sederhana
3. Faktur pajak cacat
4. Pajak masukan atau pembelian mobil sedan, jeep , station wagon, van,
dan combi
5. Pajak masukan yang berkaitan dengan produksi BKP/JKP
6. Pajak masukan yang tidak ada kaitannya secara langsung dengan
kegiatan usaha atas BKP
7. Pajak masukan yang dilaporkan pada SPT masa PPN, yang ditemukan
pada saat pemeriksaan atau yang ditagih melalui SKP.
Mekanisme pengkreditan dan pelaporan PPN
Pengenaan PPN berdasar sistem faktur sehingga setiap penyerahan
BKP/JKP yang dilakukan oleh PKP harus dibuatkan faktur pajak.
Mekanisme penggeseran PPN dilakukan melalui pemungutan kembali
PPN dari pembeli berikutnya. Jika jumlah PPN yang dipungutnya lebih besar
dari PPN yang telah dibayar pada saat perolehannya, maka kelebihannya
harus disetor kekas Negara. Mekanisme ini sering disebut Indirect
Substraction Method (PK-PM).
Pajak keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang
melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor
BKP tidak berwujud, dan atau ekspor JKP.
Pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah
dibayar oleh PKP Karena perolehan BKP dan atau perolehan JKP dan atau

6|Tax Planning: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Manajemen Perpajakan
2019

pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean dan atas
pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan atau impor BKP.

 Jika PK > PM, maka selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar
 Jika PK < PM, maka selisihnya merupakan kelebihan bayar PPN yang
bisa dikompensasi dengan Masa Pajak berikutnya atau dimintakan
kembali (restitusi)
Secara umum mekanisme pengkreditan Pajak Masukan diatur dalam
pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2009 itu adalah :
 Pajak Masukan dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak
yang sama
 Apabila terdapat Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum
dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat
dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 bulan setelah
berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan, sepanjang belum
dibebankan sebagai beban dan belum dilakukan pemeriksaan.
 Jika dalam suatu Masa Pajak belum ada Pajak Keluaran ,maka Pajak
Masukan dapat dikreditkan.

Syarat pajak masukan dapat dikreditkan

 Memenuhi ketentuan formal, yaitu:


o Secara formal harus berbentuk Faktur Pajak atau dokumen yang
diperlakukan sebagai Faktur Pajak, diisi selengkapnya dan tidak
cacat
o Harus memperhatikan ketentuan pasal 9 ayat (8) UU PPN , yang
menentukan bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi
pengeluaran untuk:
 Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai PKP
 Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha

7|Tax Planning: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Manajemen Perpajakan
2019

 Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan,


jeep, station wagon , van , dan kombi, kecuali merupakan
barang dagangan atau disewakan.
 Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP
dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai PKP
 Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutannya berupa
Faktur Pajak sederhana.
 Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
13 ayat (5)
 Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP
dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
13 ayat (6)
 Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih
dengan penerbitan ketetapan pajak
 Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN, yang
diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan
 Memenuhi ketentuan material, yaitu:
o Pajak Masukan yang dibayarkan atas perolehan BKP/JKP yang
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, yang meliputi
kegiatan produksi, manajemen, distribusi, dan pemasaran.
o Selain itu, Pajak Masukan juga mesti didukung bukti pengeluaran
berupa invoice dan kuitansi pembayaran yang menyatakan bahwa
transaksi sudah dipungut PPN.
o Berkaitan dengan ketentuan perpajakan dibidang PPN tersebut di
atas, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
 Cek secara teliti Faktur Pajak Masukan yang diterima
sebelum melakukan pembayaran. Perlu diperhatikan

8|Tax Planning: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Manajemen Perpajakan
2019

persyaratan formal Faktur Pajak yang dapat dikreditkan


agar tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Cek
secara teliti apakah semua Pajak Masukan yang disaksikan
telah memiliki bukti pendukung yang cukup kuat sebagai
pajak masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan
peraturan perpajakan. Berkaitan dengan batas waktu 3
bulan asa pengkreditan, usaha-usaha Faktur Pajak sudah
diterima seblum lewat 3 bulan setelah berakhirnya masa
pajak, kecuali untuk pemungutan PPN. Makin cepat
menerima Faktur Pajak dari pembelian barang. Maka akan
lebih baik lagi bagi perusahaan karena perusahaan sudah
dapat mengkreditkannya walaupun belum melakukan
pembayaran. Cek secara teliti semua pelaporan ke kantor
pajak, terutama untuk permohonan restitusi Karena lebih
bayar pajak masukan. Bila ada faktur pajak yang tidak
disetujui, segera lakukan tindakan perbaikan sebelum
dilakukannya closing conference hasil pemeriksaan
permohonan restitusi PPN tersebut, misalnya dengan
meminta pengganti faktur pajak yang cacat dari pembeli
barang.
C. Faktur Pajak

Dari definisi, beberapa poin penting yang dapat dicacat adalah:

1. Faktur pajak hanya boleh di buat oleh Pengusaha Kena Pajak


2. Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP atau
karena impor BKP yang digunakan oleh DJBC
3. PPN yang dipungut berfungsi sebagai pajak keluaran bagi penjual dan
pajak masukan bagi pembeli.

Jenis faktur pajak


1. Faktur Pajak

9|Tax Planning: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Manajemen Perpajakan
2019

2. Faktur Pajak gabungan


3. Dokumen tertentu yang di persamakan dengan Faktur Pajak
Saat pembuatan faktur pajak

1. Untuk meringankan beban administrasi wajib pajak, saat yang tepat


untuk membuatkan Faktur Pajak adalah saat terutangnya pajak, yaitu
pada saat penyerahan atau dalam hal pembayaran mendahului
penyerahan maka Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran.
2. Untuk membantu likuiditas Wajib Pajak, saat penyetoran PPN dan
pelaporan SPT Masa PPN diperlonggar menjadi paling lambat akhir
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
3. Faktur Pajak gabungan merupakan Faktur Pajak yang harus dibuat paling
lambat pada akhir bulan penyerahan BKP dan atau JKP.

Penundaan pembuatan faktur pajak

1. Dalam hal penjualan BKP/JKP yang pembayarannya belum diketahui,


pembuatan faktur pajak bisa ditunda sampai akhir bulan berikutnya
setelah penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak.
2. Berkaitan dengan hal ini, sebaiknya PKP penjual dalam menentukan
syarat pembayaran yang ideal, yaitu tidak lebih 45 hari setelah
penyerahan BKP atau JKP
D. Saat Terutangnya PPN

Sesuai Peraturan Menkeu No. 240/PMK.30/2009, saat terutangnya PPN


ditetapkan sebagai berikut.

1. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang


Mewah menganut prinsip akrual.
2. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau JKP ,
atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan
BKP Tak Berwujud atau JKP dari luar daerah Pabean.

10 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

E. Batas Waktu Penyetoran PPN dan Pelaporan SPT Masa PPN

Sesuai PER Dirjen Pajak No. 14/PJ./2010, batas waktu penyetoran PPN
dan pelaporan SPT Masa PPN ditetapkan sebagai berikut.
1. PPN dan PPn BM yang terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan
sebelum SPT Masa PPN disampaikan. Dalam hal tanggal jatuh tempo
penyetoran bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari
libur nasional, penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
2. SPT Masa PPN harus disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak. Dalam hal akhir bulan adalah hari libur
termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka SPT Masa PPN dapat
disampaikan pada hari kerja berikutnya.
F. Memaksimalkan Fasilitas di Bidang PPN

Sejak diberlakukannya UU Nomor 36 Tahun 2008, fasilitas dibidang


PPN yang dikenal dalam ketentuan PPN adalah PPN yang Tidak Dipungut,
PPN Dibebaskan, dan PPN ditanggung pemerintah. Bagi PKP yang
mendapatkan fasilitas PPN Tidak Dipungut, PPN masukan yang berhubungan
dengan perolehan BKP/JKP tidak dapat dikreditkan.
Fasilitas yang berkaitan dengan PPN adalah:

 Fasilitas PPN tidak dipungut


 Fasilitas PPN dibebaskan
 Fasilitas PPN ditanggung pemerintah

Dalam perencanaan pajak, memaksimalkan pemanfaatan fasilitas tersebut


akan memberi dampak pada berkurangnya jumlah yang harus dibayar oleh
pembeli terhadap barang yang dibeli dari penjual minimal 10% dari harga
jual, dan sebaliknya pemanfaatan tersebut akan mendorong penjual untuk
menurunkan harga jualnya secara proporsional sehingga terjadi suatu
keseimbangan pasar yang baru dari produk yang bersangkutan akibat dari

11 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

efisiensi harga yang diperoleh. Memaksimalkan fasilitas tersebut akan


mendorong pembentukan harga barang dipasar lebih murah sehingga bias
dijangkau oleh masyarakat, omzet penjualan akan meningkat yang bermuara
pada perolehan profit dan setoran pajak yang akan lebih besar.
Fasilitas PPN tidak dipungut berlaku untuk:

1. Atas impor barang, pemasukan BKP, pengiriman hasil produksi,


pengeluaran barang, penyerahan kembali BKP, peminjaman mesin,
pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) ke dan atau dari kawasan berikat
atau EPTE (PP 33 Tahun 1996 jo. PP 43 Tahun 1997 jo. PP 32 Tahun
2009 KMK 291/KMK.01/1997 jo. KMK 101/KMK.04/2005.
2. Peraturan Menkeu No. 121/PMK.03/2009 tentang Pemanfaatan BKP
tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan atau
penyerahan JKP oleh kontraktor utama dan subkontraktor sehubungan
dengan pelaksanaan proyek pemerintah untuk rehabilitasi dan
rekonstruksi wilayah dan kehidupan masyarakat provinsi Nangroe Aceh
Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara pasca bencana
alam gempa bumi dan tsunami yang dibiayai dengan hibah luar negeri
yang pelaksanaannya belum selesai sampai dengan tanggal 31 Maret
2009.

Fasilitas PPN dibebaskan (PP 146 Tahun 2000 jo. PP 38 Tahun 2003)

1. Barang Kena Pajak Tertentu yang atas Penyerahannya dibebaskan dari


pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
a. Impor dan atau Penyerahan BKP tertentu
1) Senjata, amunisi, alat angkutan diair, alat angkutan di bawah air,
alat angkutan diudara, alat angkutan didarat, kendaraan lapis
baja, kendaraan patrol, dan kendaraan angkutan khusus lainnya,
serta suku cadangnya yang diimpor oleh Departemen
Pertahanan, TNI, Polri atau oleh pihak lain yang ditunjuk oleh
Departemen Pertahanan, TNI atau Polri untuk melakukan impor

12 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

tersebut, dan komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam


negeri yang diimpor oleh PT (Persero) Pindad, yang digunakan
dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan
Departemen Pertahanan, TNI atau Polri.
2) Vaksin Polo dalam rangka pelaksanaan Program Pekan
Imunisasi Nasional
3) Buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran
agama, kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau
dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda,
kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta
alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga
Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan
Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan
Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya.
4) Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan
penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadang
serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat
udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan
Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka
pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara kepada
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional.
5) Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh
PT (Persero) Kereta Api Indonesia, dan omponen atau bahan
yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT (Persero) Kereta
Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api,
suku cadang, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan, serta

13 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

prasarana yang akan digunakan oleh PT (Persero) Kereta Api


Indonesia.
6) Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh
Departemen Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas
dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang
dilakukan untuk mendukung Pertahanan Nasional, yang diimpor
oleh Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh
Departemen Pertahanan atau TNI.

b. Barang Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan


dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah :

1) Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun


sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, serta
perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan setelah mempertimbangkan Menteri Pemukiman dan
Prasarana Wilayah.
2) Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah
air, alat angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan
lapis baja, kendaraan patroli, dan kendaraan angkutan khusus
lainnya, serta suku cadangnya diserahkan kepada Departemen
Pertahanan, TNI atau Polri, dan komponen atau bahan yang
diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi oleh PT
(Persero) Pindad untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI,
atau Polri.
3) Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan
Imunisasi Nasional (PIN).
4) Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran
agama.
5) Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan
kapal angkutan penyebrangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal
penangkapan ikan, kapal tongkang, dan kapal suku cadang serta

14 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia


diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran
Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional,
Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Kepelabuhan
Nasional atau Perusahaan Penyelenggra Jasa Angkutan Sungai,
Danau, dan Penyebrangan Nasional, sesuai dengan kegiatan
usahanya.
6) Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan
penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan yang diserahkan kepada dan
digunakan oleh Perusahaan Angkatan Udara Niaga Nasional dan
suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh
Perusahaan Angkatan Udara Niaga Nasional yang digunakan
dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi Pesawat
Udara Kepada Perusahaan Angkatan Udara Niaga Nasional.
7) Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diserahkan kepada dan
digunakan oleh PT (Persero) Kereta Api Indonesia dan
komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang
ditunjuk oleh PT (Persero) Kereta Api Indonesia, yang
digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan
untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan
digunakan oleh PT (Persero) Kereta Api Indonesia.
8) Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk
penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik
Indonesia untuk mendukung pertahanan Nasional yang
diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI.

c. Jasa Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari


pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah :

15 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

1) Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkatan Laut Nasional,


Perusahaan Penangkapan Ikan Naional, Perusahaan
Penyelenggra Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan
Penyebrangan Nasional, yang meliputi:
a) Jasa Persewaan Kapal
b) Jasa Kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa
tambat, dan jasa labuh.
c) Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal.
2) Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional yang meliputi:
a) Jasa persewaan pesawat udara
b) Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara.
3) Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT
(Persero) Kereta Api Indonesia.
4) Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan
bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dan
pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah.
5) Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan
rumah sangat sederhana.
6) Jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang
dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas dan foto
wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung
pertahanan nasional.

Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang dibebaskan dari


pengenaan PPN digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau
dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya,
dalam jangka 5 (lima) tahun sejak saat impor dan atau perolehan,
maka PPN yang dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1

16 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

(satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dialihkan


penggunaannya atau dipindahtangankan.
d. Impor dan atau penyerahan BKP Tertentu Yang Bersifat Strategis
(PP.12 Tahun 2001 jo. PP 43 Tahun 2002 jo. PP 46 Tahun 2003)

1) Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis


berupa:
a) Barang modal yang diperlukan secara langsung dalam
proses menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha
Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak
tersebut; barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik,
baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak
termasuk suku cadang.
b) Makanan ternak unggas dan ikan dan atau bahan baku untuk
pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan.
c) Hasil pertanian
d) Bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, penangkapan, atau perikanan.
e) Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air
minum.
f) Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600
watt.
g) Ternak, unggas, dan ikan dan atau bahan baku untuk
pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan
h) Bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan.
e. Fasilitas pemberian restitusi atau pembebasan PPN dan PPnBM bagi
Perwakilan Diplomatik Negara asing atau Badan Internasioanal serta
Pejabat atau Tenaga Ahlinya (KMK 25/KMK.01/1998).

17 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

f. Penyerahan Barang di dalam Kawasan Bebas, dibebaskan dari


pengenaan PPN. Pengusaha di Kawasan Bebas tidak perlu
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PP No. 2 Tahun 2009)
1) Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas.
2) Pemasukan Barang dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke
Kawasan Bebas melalui pelabuhan melalui Bandar udara yang
ditunjuk.
3) Barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas
Pemasukan barang dari Kawasan Bebas lainnya ke Kawasan
Bebas.
4) Pemasukan Barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke
Kawasan Bebas dan pengeluaran Barang dari Kawasan Bebas ke
Tempat Penimbunan Berikat.

Fasilitas PPN ditanggung pemerintah

1. Pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai oleh hibah atau dana


pinjaman dari luar negeri ( PP 42 Tahun 1995 jo. PP 63 Tahun 1998 jo.
PP 43 Tahun 2000 jo. PP 25 Tahun 2001).
2. Peraturan Menkeu No. 22/PMK.011/2011 tentang pemberian PPN
Ditanggung Pemerintah atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu
eksplorasi minyak dan gas bumi serta kegiatan usaha eksplorasi panas
bumi untuk tahun anggaran 2011.

Perlakuan PPN Atas Penyerahan Atau Pemanfaatan Barang Kena Pajak


Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak (PP No. 2 Tahun 2009)

1. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena
Pajak dari luar daerah Pabean di dalam Kawasan Bebas, dibebaskan dari
pengenaan PPN.
2. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak
di dalam Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN.

18 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

3. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak
dari kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lainnya dibebaskan dari
pengenaan PPN.
4. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak
dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, tidak dipungut
PPN.
5. Penyerahan Jasa Kena Pajak dan atau Barang Kena Pajak tidak berwujud
dari tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas, tidak di pungut
PPN.
6. Penyerahan Jasa Kena Pajak dan atau Barang Kena Pajak tidak berwujud
dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat, dipungut PPN.

Untuk mendapatkan fasilitas di bidang PPN, pihak-pihak yang terkait


perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:

1. Perlakuan perpajakan yang terkait dengan fasilitas tersebut, mengenai


interpretasi atas ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan fasilitas di
bidang PPN.
2. Persyaratan substantif dan administratif dari instansi pemerintahan terkait
(Bea Cukai, KPP, dan lain-lain) yang harus dipenuhi agar bisa
mendapatkan fasilitas di bidang PPN.
3. Pemenuhan persyaratan administratif yang harus dilakukan berkaitan
dengan permohonan SKB, pembuatan Faktur Pajak dan sebagainya.
G. Sentralisasi Tempat PPN Terutang

Dalam Pasal 1A ayat f UU PPN disebutkan bahwa penyerahan Barang


Kena Pajak dari pusat cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena
Pajak antar cabang, termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena
Pajak.
Pengecualian dari ketentuan tersebut dengan tujuan untuk mempermudah
administrasi perpajakan , wajib pajak dengan kriteria tertentu yang memiliki
lebih dari satu tempat untuk melakukan penyerahan BKP/JKP dapat

19 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

mengajukan permohonan Pemusatan/Sentralisasi Tempat PPN Terutang


kepada Kanwil DJP setempat dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang terdaftar di KPP Wajib Pajak besar
dapat melakukan sentralisasi otomatis sesuai dengan KEP- 335/ PJ./2002.
Dalam hal PKP tersebut mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan
usaha, tempat terutang pajak untuk seluruh tempat kegiatan usaha
tersebut ditetapkan hanya di tempat PKP dikukuhkan oleh KPP Wajib
Pajak Besar.
2. PKP yang memiliki lebih dari satu tempat PPN terutang (selain butir a)
dapat memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai Tempat Pemusatan PPN
Terutang, Dalam hal PKP memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai
Tempat Pemusatan PPN Terutang, PKP dimaksud harus menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah dengan
tembusan kepada Kepala KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat-
tempat PPN terutang yang akan dipusatkan (PER -19/PJ/2010.

Syarat-syarat pengajuan sentralisasi bagi Pengusaha Kena Pajak yang


memiliki lebih dari satu tempat Pajak Pertambahan Nilai (PER- 19/PJ./2010).

1. Pengusaha Kena Pajak dimaksud harus menyampaikan pemberitahuan


secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah dengan tembusan kepada
Kepala KPP yang wilayah
2. Tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha
Pengusaha Kena Pajak yang berada di Kawasan berikut; Berada di
Kawasan Ekonomi Khusus; mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor
Tujuan Ekspor, tidak dapat di pilih sebagai Tempat Pemusatan PPN
Terutang atau Tempat PPN Terutang yang akan di pusatkan.
3. Pemberitahuan secara tertulis harus memenuhi persyaratan:
a. Memuat nama, alamat, dan NPWP tempat PPN Terutang yang
dipilih sebagai tempat pemusatan PPN terutang.

20 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

b. Memuat nama, alamat, dan NPWP tempat PPN Terutang yang di


pusatkan.
c. Surat pernyataan bahwa administrasi penjualan di selenggarakan secara
terpusat pada tempat PPN terutang yang di pilih sebagai tempat pemusatan PPN
terutang.

Sentralisasi Tempat terutangnya PPN tersebut pada dasarnya


merupakan fasilitas yang bisa di manfaatkan oleh PKP. Dengan izin
sentralisasi, maka akan terdapat penghematan biaya administrasi dan
pengaturan cashflow perusahaan yang lebih baik dalam melaksanakan
hak dan kewajiban di bidang PPN.
H. Memaksimalkan Restitusi PPN

Sebagai subjek PPN, salah satu hak bagi PKP adalah mengkreditkan
Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan. Dalam mekanisme indirect
subtraction method, PKP hanya membayarkan PPN ke kas Negara sebesar
selisih antar Pajak Pengeluaran (PK) di kurangi dengan Pajak Masukan (PM).
Perhitungan tersebut dilakukan setiap bulan.
Dengan pertimbangan untuk membantu likuiditas perusahaan, untuk
Wajib Pajak tertentu yang memiliki risiko rendah dapat diberikan restitusi
dengan pengembalian pendahuluan tanpa memalui pemeriksaan terlebih
dahulu. Pemilihan restitusi atau kompensasi sangat bergantung pada kondisi
masing-masing WP atau Pengusaha Kena Pajak. Pertimbangan utama dalam
menentukan pilihan tersebut berkaitan dengan pemeriksaan dan opportunity
cost yang timbul dari kelebihan pajak yang ada di negara (time value of
money). Kriterianya adalah, jika opportunity cost lebih besar dibandingkan
dengan biaya pemeriksaannya, maka Wajib Pajak akan cenderung meminta
restitusi.
Pengusaha yang belum berproduksi tetap dapat mengkreditkan PPN yang
telah dibayar atas pembelian barang modal. Namun demikian, Pajak Masukan
yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar
kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak

21 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling


lama 3 (tiga) tahun sejak Massa Pajak pengkreditan Pajak Masukan dimulai.
Kriteria umum bagi manajemen dalam memutuskan perlu tidaknya
mengajukan permohonan restitusi PPN:

1. Bila besarnya PPN yang lebih bayar tersebut cukup signifikan/material


Jumlahnya.
2. Bila kondisi keuangan perusahaan mengalami gangguan cash flow.
3. Bila sudah diyakini kesiapan perusahaan untuk diperiksa oleh fiskus.
4. Bila prediksi masa depan pembayaran PPN menunjukkan lebih bayar
PPN
I. Membangun Sendiri Tidak dalam Kegiatan Usaha

Membangun sendiri untuk tempat tinggal atau tempat usaha oleh rang
pribadi atau badan dikena PPN, dengan kondisi:

1. Luas bangunan 220 M persegi atau lebih.


2. Bangunan permanen.
3. Tarif 10% x 40% biaya bangunan (tanpa harga tanah)
4. Disetor tiap bulan, pada tanggal 15 bulan berikutnya sejak pembangunan
dimulai.
J. PPN atas Barang Gratis untuk Kepentingan Promosi

Kejadian ini sering terjadi dalam praktik, baik pada saat perusahaan baru
memulai kegiatan bisnisnya maupun pada saat perusahaan sudah berjala dan
sebagai bagian dari implementasi marketing strategy perusahaan mereka
melakukan kegiatan promosinya untuk meningkatkan omset penjualan.
K. Penjagaan terhadap Cashflow Perusahaan

Salah satu tujuan dilakukannya perencanaan ajak oleh manajemen


perusahaan adalah untuk menjaga kesehatan cash flow. Berikut cara-cara
yang aman dalam perencanaan pajak yang perlu diagendakan oleh

22 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

manajemen perusahaan untuk diaplikasikan dalam kerangka peningkatan


efisiensi pajak dan keuangan perusahaan:

1. Menyegerakan Pengajuan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak pada


perusahaan yang baru berdiri
2. Memilih mendirikan perusahaan dilokasi yang mendapatkan fasilitas
perpajakan PPN
3. Mengusahakan membeli bahan baku pada saat akan menjalankan proses
produksi
4. Mengajukan permohonan sentralisasi PPN bagi perusahaan yang
mempunyai kantor cabang
5. Penanganan faktur pajak dengan baik
L. Pengendalian Pajak melalui Tax Review

Tax review merupakan pelayanan yang bertujuan untuk menelaah dan


meneliti tingkat kepatuhan wajib pajak secara umum dan memberikan
rekomendasi untuk meminimalkan pajak yang belum diketahui perusahaan.
Tax Review meliputi selurah kewajiban perpajakan wajib pajak termasuk
PPN dan PPnBM.
Tujuan tax review

1. Untuk mengetahui apakah terdapat kesalahan implementasi kewajiban


dan prosedural perpajakan dan kemudian dilakukan perbaikan dan
penyesuaian dengan ketentuan peraturan perpajakan.
2. Hasil tax review dapat digunakan bahan acuan dasar untuk menyusun
SPT tahunan dan PPh Badan
3. Hasil tax review dapat dimanfaatkan sebagai upaya antisipasi apabila
sewaktu waktu dilakukan pemeriksaan pajak.

Tax review untuk menangani masalah kepatuhan


Untuk menjaga agar tetap menjadi wajib pajak patuh maka perusahaan
seharusnya mempunyai program yang disebut tax teview.

23 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

1. Review waktu penerbitan faktur pajak


a. Penerbitan faktur pajak berdasarkan ketentuan perpajakan yang
berlaku
b. Pembayaran tidak lebih dari tanggal terakhir bulan berikutnya
c. SPT masa PPN harus dimasukkan pada tanggal terakhir bulan
berikutnya.
2. Periksa apakah PPN Masukan atas pembelian berhubungan dengan
kegiatan usaha atau bisnis perusahaan dan telah dikreditkan dengan PPN
keluaran.
3. Review penyiapan SPT masa PPN
4. Memastikan memiliki system filing atau penyimpanan dokumen PPN
yang cukup untuk dapat menghadapi pemeriksaan pajak menjelaskan
dengan baik.
5. Hasil ekualisasi harus dapat berkaitan dengan perbedaan antara penjualan
yang dilaporkan pada SPT PPh badan dengan penjualan yang dilaporkan
pada SPT masa PPN.

Analisis tax review


Tax review diharapkan dapat mengendalikan beban pajak perusahaan
yang diakibtkan tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan dengan benar dan
tepat.

1. Tujuan Tax Review PPN


a. Untuk mengetahui sejauh mana unit bisnis melakukan pemenuhan
kewajiban perpajakan.
b. Meminimalkan terjadinya transaksi berkaitan dengan PPN yang
dapat menimbulkan risiko permasalahan perpajakan.
c. Meminimalkan sanksi perpajakan PPN yang diakibatkan kesalahan
pencatatan yang dilakukan oleh unit bisnis dan memperbaikinya.
d. Agar unit bisnis tidak melakukan kesalahan yang sama pada waktu
yang akan datang.

24 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

e. Mempersiapkan unit bisnis dalam menghadapi pemeriksaan yang


dilakukan oleh pihak fiskus.
2. Prosedur tax review PPN

Prosedur yang dilakukan dalam taz review PPN mencangkup


langkah-langkah antara lain sebagai berikut.

a. Melakukan kegiatan monitoring berupa penelitian data yang telah


dikirimkan oleh unit bisnis , yaitu SPT masa PPN dan SPT tahunan
badan ,buku besar (ledger), laporan keuangan, meliputi hal teknis
pengisian dan perhitunganya.Dari kata Ledger, dilakukan dengan
ekualisasi dengan SPT masa PPN.
b. Meminta bukti dan dokumen pendukung untuk di cross cek terhadap
objek PPN, seperti invoice penjualan, faktur pajak masukan, faktur
pajak keluaran, bukti kas, dan debit nota, kontrak jual beli atau
service, PO, bukti penyerahan barang atau jasa, yang berkenan
dengan objek PPN.
c. Merekonsilasi atau mengekualisasi data objek-objek pajak berupa
pendapatan atau omzet di ledger dengan SPT masa PPN. Bila ternyata pendapatan
di ledger lebih besar, berarti ada penyerahan jasa yang tidak dilaporkan di SPT
masa PPN , dan sebaliknya apabila ternyata pendapatan di ledger lebih kecil
berarti ada indikasi pendapatan yang belum dicatat dalam pembukuan.
M. Tanggung Jawab Renteng

Pada awalnya ketentuan tanggung jawab renteng ini diatur dalam Pasal
33 UU KUP No. 16 tahun 2000, kemudian ketentuan ini dihapus dalam UU
KUP No. 28 tahun 2007, kemudian dihidupkan lagi melalui penambahan
Pasal 16F ke dalam UU PPN No. 42 tahun 2009, yakni:
“Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak
bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak,
sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah
dibayarkan”.

25 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

Contoh:
Pada tahun 2006 pemeriksa pajak dari KPP A melakukan pemeriksaan
SPT Masa PPN untuk masa pajak Januari sampai Desember 2004 dari KPP
D, ditemukan fakta bahwa KPP D dalam suatu masa pajak melakukan
penyerahan BKP dengan harga jual Rp300juta, ternyata tidak membuat faktur
pajak. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, KPP A menerbitkan SKPKB
terhadap PKP D disertai sanksi bunga sebesar 2% per bulan , dan denda 2%
dari dasar pengenaan Pajak karena PKP D menyerahkan BPK tidak membuat
faktur pajak.
Pada tahun 2007, pemeriksa pajak dari KPP B tempat PKP E dikukuhkan
sebagai PKP melakukan pemeriksaan SPT Masa PPN masa pajak Januari
sampai Desember 2004, ditemukan fakta dari pembukuannya bahwa ketika
dalam suatu masa pajak PKP E membeli BKP dari PKP D tapi tidak
membayar PPN. Hal ini diyakini oleh pemeriksa karena PKP E tidak dapat
menunjukkan Faktur Pajak sebagai bukti bahwa ia telah membayar PPN
kepada PKP D. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, KPP B menerbitkan
SKPKB berdasarkan ketentuan tanggung jawab renteng yang pada waktu itu
diatur dalam Pasal 33 UU KUP. Dalam SKPKB ini ditagih pokok pajak
sebesar Rp30 juta (yakni 10% x Rp300juta), ditambah sanksi bunga sebesar
2% per bulan.
Dari contoh di atas dapat dipahami bahwa ketentuan tanggung jawab
renteng ini berlaku bagi pihak pembeli maupun penjual. Dalam memori
penjelasannya di UU KUP tersebut dijelaskan bahwa, “Sesuai dengan prinsip
beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah ada pada pembeli atau konsumen barang atau
penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau
konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas
pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang
tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli
atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan
pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.”

26 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

Dalam melakukan tax review, seorang tax manager perusahaan (PKP)


harus melakukan pengawasan secara lebih cermat dengan memastikan:

1. Jangan pernah ada satu pun faktur penjualan (commercial invoice) yang
diterbitkan perusahaan tanpa disertai faktur pajak.
2. Setiap transaksi penjualan harus ada kontrak atau sales agreement-nya
dan atau purchase order (PO), sehingga dispute tentang syarat penjualan
(harga, Pajak, termin pembayaran, dan lain-lain) bisa dihindari
dikemudian hari.

27 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

BAB III

KASUS
A. Soal 1

UD. Tri Murni memiliki omzet penjualan lebih dari 500 juta rupiah, oleh
karena itu UD. Tri Murni ini digolongkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Selain melakukan pembelian terhadap barang dagangan yang berhubungan
dengan usaha, UD. Tri Murni juga melakukan pembelian barang yang tidak
berhubungan langsung dengan usaha.
Dari data yang didapat di perusahaan, ada hal penting yang harus
diperhatikan dalam mekanisme penghitungan dan pelaporan Pajak
Pertambahan Nilai untuk melakukan perencanaan pajak. Salah satu hal yang
penting diperhatikan adalah peraturan perpajakan mengenai tarif dan waktu
pembayaran serta pelaporan Pajak Pertambahan Nilai.
Data PPN tahun 2018:

PPN
Keluaran PPN Masukan PPN
Bulan ( Penjualan ) ( Pembelian ) Terutang

Januari 25.970.383 25.210.895 759.488

Februari 31.158.372 30.293.895 864.477

Maret 32.368.677 31.767.587 601.090

April 34.415.561 33.574.800 840.761

Mei 35.466.707 34.478.862 987.845

Juni 28.682.466 27.751.193 931.273

Juli 31.597.596 30.723.947 873.649

Agustus 34.952.272 34.109.407 842.865

September 26.212.123 25.341.847 870.276

28 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

Oktober 36.411.932 35.460.590 951.342

November 34.239.317 33.308.348 930.969

Desember 54.091.742 53.132.458 959.284

405.567.148 395.153.829 10.413.319

Angka-angka proyeksi/ perkiraan dalam pembahasan proyeksi yang


diterapkan menggunakan angka dasar tahun 2018 dikali 2 dan dibagi 2 untuk
mengantisipasi kenaikan harga dua kali lipat.
Berdasarkan data yang ada pada tahun 2012 akan di buat data tahun 2013
untuk mengetahui berapa PPN terutang perusahaan pada tahun 2013, dengan
cara penjualan dikali 2 (penjualan akan dihitung dengan menggunakan data
PPN keluaran tahun 2012) dan pembelian dibagi 2 untuk pembelian BKP dan
Non BKP (pembelian akan dihitung dengan menggunakan data PPN
masukan, contoh: Pada bulan Januari penjualan sebesar Rp. 51.940.766
dikenakan tarif PPN keluaran sebesar 10% yaitu Rp. 5.194.077, dan
pembelian untuk BKP sebesar Rp. 25.210.895 dikenakan tarif PPN masukan
sebesar 10% yaitu Rp. 2.521.090, sedangkan untuk pembelian non BKP
sebesar Rp. 25.210.895 tetapi untuk pembelian non BKP tidak dikenakan tarif
PPN 10%, untuk mengetahui berapa PPN terutang pada bulan Januari adalah
dengan cara mengurangi jumlah pajak keluaran terhadap pajak masukan,
rumusnya adalah:

 Penjualan = 51.940.766 = jumlah tarif PPN keluaran 10%


 Pembelian BKP = 25.210.895 = jumlah tarif PPN masukan 10%
 Non BKP = 25.210.895 = tidak dikenakan tarif PPN 10%
 PPN terutang = PPN keluaran – PPN masukan

Data perhitungan PPN dari tahun 2018 ke 2019

Bulan Penjualan PPN Pembelian PPN Pembelian PPN

29 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

Keluaran BKP Masukan Non BKP Terhutang

Januari 51.940.766 5.194.077 25.210.89 2.521.090 25.210.895 2.672.987


5

Februari 62.316.744 6.231.674 30.293.89 3.029.390 30.293.895 3.202.285


5

Maret 64.737.354 6.473.735 31.767.58 3.176.759 31.767.587 3.296.977


7

April 68.831.122 6.883.112 33.574.80 3.357.480 33.574.800 3.525.632


0

Mei 70.933.414 7.093.341 34.478.86 3.447.886 34.478.862 3.645.455


2

Juni 57.364.932 5.736.493 27.751.19 2.775.119 27.751.193 2.961.374


3

Juli 63.195.192 6.319.519 30.723.94 3.072.395 30.723.947 3.247.125


7

Agustus 69.904.544 6.990.454 34.109.40 3.410.941 34.109.407 3.579.514


7

Septembe 52.424.246 5.242.425 25.341.84 2.534.185 25.341.847 2.708.240


r 7

Oktober 72.823.864 7.282.386 35.460.59 3.546.059 35.460.590 3.736.327


0

November 68.478.634 6.847.863 33.308.34 3.330.835 33.308.348 3.517.029


8

30 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

Desember 108.183.484 10.818.348 53.132.45 5.313.246 53.132.458 5.505.103


8

81.113.430 39.515.38 41.598.047


3

Hasil dari pembelian barang BKP dan Non BKP, didapati PPN Terutang
perusahaan pada tahun 2019 yang diperoleh dari PPN keluaran dikurangi
PPN masukan adalah sebesar 41.597.928. Berdasarkan data tahun 2019
perencanaan pajak yang akan dilakukan adalah perencanaan pajak untuk
meminimalkan PPN terutang dari perusahaan, dengan perencanaan pajak
tersebut perusahaan akan memperoleh hasil sebagai berikut.
Data perhitungan PPN tahun 2019 setelah Tax Planning

Bulan Penjualan PPN Pembelian PPN PPN Terutang


Keluaran Hanya BKP Masukan

Januari 51.940.766 5.194.077 50.421.790 5.042.179 151.898

Februari 62.316.744 6.231.674 60.587.790 6.058.779 172.895

Maret 64.737.354 6.473.735 63.535.174 6.353.517 120.218

April 68.831.122 6.883.112 67.149.600 6.714.960 168.152

Mei 70.933.414 7.093.341 68.957.724 6.895.772 197.569

Juni 57.364.932 5.736.493 55.502.386 5.550.239 186.255

Juli 63.195.192 6.319.519 61.447.894 6.144.789 174.730

Agustus 69.904.544 6.990.454 68.218.814 6.821.881 168.573

Septembe 52.424.246 5.242.425 50.683.694 5.068.369 174.055

31 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

Oktober 72.823.864 7.282.386 70.921.180 7.092.118 190.268

Novembe 68.478.634 6.847.863 66.616.696 6.661.670 186.194


r

Desembe 108.183.48 10.818.34 106.264.916 10.626.49 191.857


r 4 8 2

81.113.43 79.030.76 2.082.664


0 6

Hasil dari tahun 2019 didapati bahwa perusahaan melakukan Tax


Planning dengan cara melakukan pembelian barang hanya ke BKP, berbeda
dengan sebelum melakukan Tax Planning di mana perusahaan membeli
barang BKP dan Non BKP, dengan cara tersebut perusahaan berhasil
meminimalkan PPN terutangnya. Dengan menerapkan Tax Planning PPN
terutang yang akan dibayar perusahaan pada tahun 2019 lebih kecil yaitu
sebesar 2.082.702, dibandingkan sebelum melakukan Tax planning PPN
terutang perusahaan sebesar 41.597.928.
B. Soal 2

CV. AGUNG MAKANAN merupakan Perusahaan dibidang industri


snack. Belum PKP namun penjualan setiap bulan sudah mencapai
Rp.800.000.000,-/bulan. Direktur CV. Sudah memahami bahwa seharusnya
sudah wajib untuk mengukuhkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak, namun
menolak dengan alasan bahwa bahan baku snack sebagian besar
pembeliannya langsung dari Petani dan tidak memperoleh Faktur Pajak
sebagai Pajak Masukan, kemudian apabila PKP maka harga jual harus
ditambahkan 10% untuk memungut PPN sehingga harga jual menjadi lebih

32 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

mahal dan tidak bisa bersaing dengan Pabrik Snack lainnya yang tidak PKP.
Permasalahan:

1. Jika Anda menjadi Konsultan Pajaknya, apakah yang harus Anda


sampaikan kepada Direktur CV. Agung Food? Dasar Hukum?
2. Jika tidak PKP dan kemudian diperiksa oleh petugas pajak, apakah
risikonya bagi Perusahaan dilihat dari jumlah Pajak yang harus dibayar,
kewajiban menerbitkan Faktur Pajak dan resiko kewajiban perpajakan
lainnya? Dasar Hukum?
3. Bagaimana mencarikan alternatif bagi Direktur agar CV. Agung Food
mengukuhkan diri sebagai PKP namun dapat bersaing dengan Pabrik
Snack Lain? Dasar Hukum?

Jawab:

1. Peraturan pajak setiap saat bisa berubah, termasuk batasan omzet PKP.
Mulai tahun 2014 , DJP mengubah batasan omset wajib PKP menjadi Rp
4,8 Milyar sebagaimana tertuang dalam (pasal 4 PMK-
197/PMK.03/2013). Dengan demikian semua badan usaha atau orang
pribadi yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 Milyar dalam
satu tahun dinamakan pengusaha kecil. Pengusaha yang melakukan
penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP, ekspor BKP Tidak
Berwujud, dan/atau ekspor JKP) , kecuali pengusaha kecil yang
batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. (Pasal Pasal 3A ayat (1) UU
Nomor 42 Tahun 2009). Lalu apa sebenarnya yang dimaksud peredaran
usaha menurut pajak? Berdasarkan pasal 1 ayat (2) PMK-
197/PMK.03/2013 disebutkan bahwa Jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha dalam
rangka kegiatan usahanya. Selanjutnya, kapan suatu pengusaha wajib
mendaftar PKP? Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai

33 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

PKP dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat
peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4,8 Milyar.
(pasal 4 ayat (2) PMK-197/PMK.03/2013). Dalam hal pengusaha telah
dikukuhkan sebagai PKP dan jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan brutonya dalam satu tahun buku tidak melebihi Rp 4,8
Milyar, PKP dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan
sebagai PKP (pasal 7 PMK-197/PMK.03/2013).
2. Konsekuensi apabila hal ini terjadi adalah pengusaha yang bersangkutan
dapat dikukuhkan secara jabatan oleh fiskus. Selain itu, ada hal lain yang
juga menanti yaitu PKP yang bersangkutan harus menyetor pajak
terutang dengan tidak diperkenankan memperhitungkan Pajak Masukan.
Selain itu terdapat penambahan sanksi administrasi berupa denda sebesar
2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) karena tidak menerbitkan Faktur
Pajak seperti yang disebutkan dalam Pasal 14 ayat (4) UU KUP. Selain
dapat dikenai sanksi bunga, yang lebih seram lagi Wajib Pajak juga bisa
dikenai sanksi pidana seperti yang dinyatakan dalam Pasal 39 UU KUP.
Ancamannya pun tidak ringan, karena Wajib Pajak bisa dipidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
3. Pengusaha dapat secara bertahap melakukan efisiensi biaya dengan cara
melakukan analisis value chain atau menerapkan konsep activity based
managemen untuk dapat membuang aktivitas yang tidak bernilai tambah
dan meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan. Sehingga produk
snack yang di jual dapat secara bertahap bersaing dengan pabrik snack
lain.

34 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

BAB IV

PENUTUP
A. Simpulan

Dari hasil pengumpulan data, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.


1. Perencanaan pajak yang dapat diterapkan pada Pajak Pertambahan Nilai
ada dua cara, yaitu penundaan waktu pencetakan terhadap faktur pajak
keluaran standar sampai pada saat pembayaran selama 14 (empat belas)
hari dan Pajak Masukan yang belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran
pada masa pajak yang sama dapat dikreditkan pada masa pajak
berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak
yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum
dilakukan pemeriksaan.
2. Perusahaan bisa menerapkan perencanaan pajak terhadap PPN Masukan
dengan mengkreditkan Pajak Masukan pada masa pajak yang sama tetapi
belum dikreditkan ke dalam Pajak Keluaran dapat dikreditkan pada masa
pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa
pajak yang bersangkutan tetapi belum melakukan perencanaan pajak
pada PPN Keluaran.
B. Saran

Sehubungan dengan hasil pembahasan, maka penulis mencoba


memberikan saran-saran yang berkaitan dengan hal tersebut sebagai berikut.

1. Perusahaan dapat melakukan perencanaan pajak terhadap PPN Keluaran


yaitu dengan melakukan penundaan waktu pencetakan terhadap faktur
pajak keluaran standar sampai pada saat pembayaran selama 14 (empat
belas) hari. Hal ini dapat mengurangi pembayaran PPN Kurang Bayar.
2. Perusahaan dapat meningkatkan pengetahuan karyawan dengan
mengikutsertakan karyawan dalam pelatihan dan seminar-seminar
mengenai bidang perpajakan khususnya bagian Pajak Pertambahan Nilai

35 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019

sehingga dapat membantu karyawan memahami pentingnya perencanaan


pajak dapat mengurangi perusahaan dalam membayar Pajak Pertambahan
Nilai.

36 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )

Anda mungkin juga menyukai