DAFTAR ISI
Halaman Judul..........................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan...................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
Bab II Kajian Pustaka..............................................................................................4
A. Fokus Perencanaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).................................5
B. Memaksimalkan Mekanisme Pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai......5
C. Faktur Pajak...............................................................................................9
D. Saat Terutangnya PPN.............................................................................10
E. Batas Waktu Penyetoran PPN dan Pelaporan SPT Masa PPN................10
F. Memaksimalkan Fasilitas di Bidang PPN...............................................11
G. Sentralisasi Tempat PPN Terutang..........................................................18
H. Memaksimalkan Restitusi PPN...............................................................20
I. Membangun Sendiri Tidak dalam Kegiatan Usaha.................................21
J. PPN atas Barang Gratis untuk Kepentingan Promosi..............................21
K. Penjagaan terhadap Cashflow Perusahaan...............................................21
L. Pengendalian Pajak melalui Tax Review.................................................22
M. Tanggung Jawab Renteng........................................................................24
Bab III Kasus.........................................................................................................26
A. Soal 1.......................................................................................................26
B. Soal 2.......................................................................................................29
Bab IV Penutup......................................................................................................32
A. Simpulan..................................................................................................32
Manajemen Perpajakan
2019
B. Saran........................................................................................................32
iii | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean dan atas
pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan atau impor BKP.
Jika PK > PM, maka selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar
Jika PK < PM, maka selisihnya merupakan kelebihan bayar PPN yang
bisa dikompensasi dengan Masa Pajak berikutnya atau dimintakan
kembali (restitusi)
Secara umum mekanisme pengkreditan Pajak Masukan diatur dalam
pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2009 itu adalah :
Pajak Masukan dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak
yang sama
Apabila terdapat Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum
dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat
dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 bulan setelah
berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan, sepanjang belum
dibebankan sebagai beban dan belum dilakukan pemeriksaan.
Jika dalam suatu Masa Pajak belum ada Pajak Keluaran ,maka Pajak
Masukan dapat dikreditkan.
10 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
Sesuai PER Dirjen Pajak No. 14/PJ./2010, batas waktu penyetoran PPN
dan pelaporan SPT Masa PPN ditetapkan sebagai berikut.
1. PPN dan PPn BM yang terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan
sebelum SPT Masa PPN disampaikan. Dalam hal tanggal jatuh tempo
penyetoran bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari
libur nasional, penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
2. SPT Masa PPN harus disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak. Dalam hal akhir bulan adalah hari libur
termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka SPT Masa PPN dapat
disampaikan pada hari kerja berikutnya.
F. Memaksimalkan Fasilitas di Bidang PPN
11 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
Fasilitas PPN dibebaskan (PP 146 Tahun 2000 jo. PP 38 Tahun 2003)
12 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
13 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
14 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
15 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
16 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
17 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
1. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena
Pajak dari luar daerah Pabean di dalam Kawasan Bebas, dibebaskan dari
pengenaan PPN.
2. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak
di dalam Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN.
18 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
3. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak
dari kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lainnya dibebaskan dari
pengenaan PPN.
4. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak
dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, tidak dipungut
PPN.
5. Penyerahan Jasa Kena Pajak dan atau Barang Kena Pajak tidak berwujud
dari tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas, tidak di pungut
PPN.
6. Penyerahan Jasa Kena Pajak dan atau Barang Kena Pajak tidak berwujud
dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat, dipungut PPN.
19 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang terdaftar di KPP Wajib Pajak besar
dapat melakukan sentralisasi otomatis sesuai dengan KEP- 335/ PJ./2002.
Dalam hal PKP tersebut mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan
usaha, tempat terutang pajak untuk seluruh tempat kegiatan usaha
tersebut ditetapkan hanya di tempat PKP dikukuhkan oleh KPP Wajib
Pajak Besar.
2. PKP yang memiliki lebih dari satu tempat PPN terutang (selain butir a)
dapat memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai Tempat Pemusatan PPN
Terutang, Dalam hal PKP memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai
Tempat Pemusatan PPN Terutang, PKP dimaksud harus menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah dengan
tembusan kepada Kepala KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat-
tempat PPN terutang yang akan dipusatkan (PER -19/PJ/2010.
20 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
Sebagai subjek PPN, salah satu hak bagi PKP adalah mengkreditkan
Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan. Dalam mekanisme indirect
subtraction method, PKP hanya membayarkan PPN ke kas Negara sebesar
selisih antar Pajak Pengeluaran (PK) di kurangi dengan Pajak Masukan (PM).
Perhitungan tersebut dilakukan setiap bulan.
Dengan pertimbangan untuk membantu likuiditas perusahaan, untuk
Wajib Pajak tertentu yang memiliki risiko rendah dapat diberikan restitusi
dengan pengembalian pendahuluan tanpa memalui pemeriksaan terlebih
dahulu. Pemilihan restitusi atau kompensasi sangat bergantung pada kondisi
masing-masing WP atau Pengusaha Kena Pajak. Pertimbangan utama dalam
menentukan pilihan tersebut berkaitan dengan pemeriksaan dan opportunity
cost yang timbul dari kelebihan pajak yang ada di negara (time value of
money). Kriterianya adalah, jika opportunity cost lebih besar dibandingkan
dengan biaya pemeriksaannya, maka Wajib Pajak akan cenderung meminta
restitusi.
Pengusaha yang belum berproduksi tetap dapat mengkreditkan PPN yang
telah dibayar atas pembelian barang modal. Namun demikian, Pajak Masukan
yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar
kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak
21 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
Membangun sendiri untuk tempat tinggal atau tempat usaha oleh rang
pribadi atau badan dikena PPN, dengan kondisi:
Kejadian ini sering terjadi dalam praktik, baik pada saat perusahaan baru
memulai kegiatan bisnisnya maupun pada saat perusahaan sudah berjala dan
sebagai bagian dari implementasi marketing strategy perusahaan mereka
melakukan kegiatan promosinya untuk meningkatkan omset penjualan.
K. Penjagaan terhadap Cashflow Perusahaan
22 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
23 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
24 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
Pada awalnya ketentuan tanggung jawab renteng ini diatur dalam Pasal
33 UU KUP No. 16 tahun 2000, kemudian ketentuan ini dihapus dalam UU
KUP No. 28 tahun 2007, kemudian dihidupkan lagi melalui penambahan
Pasal 16F ke dalam UU PPN No. 42 tahun 2009, yakni:
“Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak
bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak,
sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah
dibayarkan”.
25 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
Contoh:
Pada tahun 2006 pemeriksa pajak dari KPP A melakukan pemeriksaan
SPT Masa PPN untuk masa pajak Januari sampai Desember 2004 dari KPP
D, ditemukan fakta bahwa KPP D dalam suatu masa pajak melakukan
penyerahan BKP dengan harga jual Rp300juta, ternyata tidak membuat faktur
pajak. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, KPP A menerbitkan SKPKB
terhadap PKP D disertai sanksi bunga sebesar 2% per bulan , dan denda 2%
dari dasar pengenaan Pajak karena PKP D menyerahkan BPK tidak membuat
faktur pajak.
Pada tahun 2007, pemeriksa pajak dari KPP B tempat PKP E dikukuhkan
sebagai PKP melakukan pemeriksaan SPT Masa PPN masa pajak Januari
sampai Desember 2004, ditemukan fakta dari pembukuannya bahwa ketika
dalam suatu masa pajak PKP E membeli BKP dari PKP D tapi tidak
membayar PPN. Hal ini diyakini oleh pemeriksa karena PKP E tidak dapat
menunjukkan Faktur Pajak sebagai bukti bahwa ia telah membayar PPN
kepada PKP D. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, KPP B menerbitkan
SKPKB berdasarkan ketentuan tanggung jawab renteng yang pada waktu itu
diatur dalam Pasal 33 UU KUP. Dalam SKPKB ini ditagih pokok pajak
sebesar Rp30 juta (yakni 10% x Rp300juta), ditambah sanksi bunga sebesar
2% per bulan.
Dari contoh di atas dapat dipahami bahwa ketentuan tanggung jawab
renteng ini berlaku bagi pihak pembeli maupun penjual. Dalam memori
penjelasannya di UU KUP tersebut dijelaskan bahwa, “Sesuai dengan prinsip
beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah ada pada pembeli atau konsumen barang atau
penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau
konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas
pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang
tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli
atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan
pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.”
26 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
1. Jangan pernah ada satu pun faktur penjualan (commercial invoice) yang
diterbitkan perusahaan tanpa disertai faktur pajak.
2. Setiap transaksi penjualan harus ada kontrak atau sales agreement-nya
dan atau purchase order (PO), sehingga dispute tentang syarat penjualan
(harga, Pajak, termin pembayaran, dan lain-lain) bisa dihindari
dikemudian hari.
27 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
BAB III
KASUS
A. Soal 1
UD. Tri Murni memiliki omzet penjualan lebih dari 500 juta rupiah, oleh
karena itu UD. Tri Murni ini digolongkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Selain melakukan pembelian terhadap barang dagangan yang berhubungan
dengan usaha, UD. Tri Murni juga melakukan pembelian barang yang tidak
berhubungan langsung dengan usaha.
Dari data yang didapat di perusahaan, ada hal penting yang harus
diperhatikan dalam mekanisme penghitungan dan pelaporan Pajak
Pertambahan Nilai untuk melakukan perencanaan pajak. Salah satu hal yang
penting diperhatikan adalah peraturan perpajakan mengenai tarif dan waktu
pembayaran serta pelaporan Pajak Pertambahan Nilai.
Data PPN tahun 2018:
PPN
Keluaran PPN Masukan PPN
Bulan ( Penjualan ) ( Pembelian ) Terutang
28 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
29 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
30 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
Hasil dari pembelian barang BKP dan Non BKP, didapati PPN Terutang
perusahaan pada tahun 2019 yang diperoleh dari PPN keluaran dikurangi
PPN masukan adalah sebesar 41.597.928. Berdasarkan data tahun 2019
perencanaan pajak yang akan dilakukan adalah perencanaan pajak untuk
meminimalkan PPN terutang dari perusahaan, dengan perencanaan pajak
tersebut perusahaan akan memperoleh hasil sebagai berikut.
Data perhitungan PPN tahun 2019 setelah Tax Planning
31 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
32 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
mahal dan tidak bisa bersaing dengan Pabrik Snack lainnya yang tidak PKP.
Permasalahan:
Jawab:
1. Peraturan pajak setiap saat bisa berubah, termasuk batasan omzet PKP.
Mulai tahun 2014 , DJP mengubah batasan omset wajib PKP menjadi Rp
4,8 Milyar sebagaimana tertuang dalam (pasal 4 PMK-
197/PMK.03/2013). Dengan demikian semua badan usaha atau orang
pribadi yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 Milyar dalam
satu tahun dinamakan pengusaha kecil. Pengusaha yang melakukan
penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP, ekspor BKP Tidak
Berwujud, dan/atau ekspor JKP) , kecuali pengusaha kecil yang
batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. (Pasal Pasal 3A ayat (1) UU
Nomor 42 Tahun 2009). Lalu apa sebenarnya yang dimaksud peredaran
usaha menurut pajak? Berdasarkan pasal 1 ayat (2) PMK-
197/PMK.03/2013 disebutkan bahwa Jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha dalam
rangka kegiatan usahanya. Selanjutnya, kapan suatu pengusaha wajib
mendaftar PKP? Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai
33 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
PKP dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat
peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4,8 Milyar.
(pasal 4 ayat (2) PMK-197/PMK.03/2013). Dalam hal pengusaha telah
dikukuhkan sebagai PKP dan jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan brutonya dalam satu tahun buku tidak melebihi Rp 4,8
Milyar, PKP dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan
sebagai PKP (pasal 7 PMK-197/PMK.03/2013).
2. Konsekuensi apabila hal ini terjadi adalah pengusaha yang bersangkutan
dapat dikukuhkan secara jabatan oleh fiskus. Selain itu, ada hal lain yang
juga menanti yaitu PKP yang bersangkutan harus menyetor pajak
terutang dengan tidak diperkenankan memperhitungkan Pajak Masukan.
Selain itu terdapat penambahan sanksi administrasi berupa denda sebesar
2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) karena tidak menerbitkan Faktur
Pajak seperti yang disebutkan dalam Pasal 14 ayat (4) UU KUP. Selain
dapat dikenai sanksi bunga, yang lebih seram lagi Wajib Pajak juga bisa
dikenai sanksi pidana seperti yang dinyatakan dalam Pasal 39 UU KUP.
Ancamannya pun tidak ringan, karena Wajib Pajak bisa dipidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
3. Pengusaha dapat secara bertahap melakukan efisiensi biaya dengan cara
melakukan analisis value chain atau menerapkan konsep activity based
managemen untuk dapat membuang aktivitas yang tidak bernilai tambah
dan meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan. Sehingga produk
snack yang di jual dapat secara bertahap bersaing dengan pabrik snack
lain.
34 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
35 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )
Manajemen Perpajakan
2019
36 | T a x P l a n n i n g : P a j a k P e r t a m b a h a n N i l a i ( P P N )