TUGAS
DISUSUN OLEH :
TESAR ARLIN
P2C119029
Halaman
PENDAHULUAN
pembangunan nasional merupakan salah satu aspek yang masuk dalam teori makro
ekonomi. Tinggi rendah angka pembangunan dilihat dari trend pertumbuhan ekonomi
tiap tahun. Pertumbuhan ekonomi meliputi segenap aktivitas produksi barang dan jasa
dalam periode tertentu dan menentukan angka pendapatan nasional suatu Negara serta
spesifik merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari banyak daerah. Salah satu
daerah di Indonesia yang memiliki angka pertumbuhan ekonomi yang baik adalah
Provinsi Jambi. Provinsi Jambi adalah salah satu daerah dengan sektor pertambangan
ekonomi daerahnya.
besaran angka yang tercantum dalam Tabel produk domestik regional bruto (PDRB).
PDRB diartikan sebagai totalitas dari akumulasi barang dan jasa yang dihasilkan
daerah pada siklus perekonomiannya. PDRB atas dasar harga konstan dijadikan acuan
1
memacu angka pertumbuhan ekonomi dengan memaksimalkan pemberdayaan segenap
sumber daya potensial yang ada, serta membuka peluang kerja sama pada masyarakat
asset tetap di bidang infrastruktur, jalan raya, airport, transit, sistem saluran air, dan
lainnya sarana publik lainnya sangat berkontribusi besar terhadap tingkat produktivitas.
Jambi selama tahun 2014 sampai tahun 2018 yang tertinggi tercatat pada tahun 2014
yaitu sebesar 7,82 persen. Dilihat dari rata-rata pertumbuhan ekonomi dari tahun 2014-
2018 adalah sebesar 5,68 persen. Kota jambi merupakan salah satu dari tiga
sampai tahun 2018, rata-rata pertumbuhan ekonomi di Kota jambi yaitu 6,14 persen.
faktor antara lain pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi khusus (DAK), dana bagi
yang besar guna merealisasikan pembangunan dan laju pertumbuhan ekonomi. Belanja
daerah dalam konteks pertumbuhan ekonomi berfokus pada anggaran belanja modal.
Belanja modal sebagai bagian dari belanja yang dilakukan oleh daerah. Anggaran
belanja modal adalah satu kesatuan elemen belanja yang terkandung di dalam belanja
langsung. Belanja langsung adalah salah satu dari dua bagian utama belanja daerah
selain belanja tidak langsung. Perbedaan belanja langsung dan belanja modal terletak
2
pada luas lingkupnya, di mana belanja langsung mencakup aspek yang lebih luas,
Belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan
belanja modal. Belanja modal adalah bagian belanja langsung yang berkontribusi besar
pada pertumbuhan ekonomi, karena secara spesifik berfokus pada pembangunan aset
tetap. Aset tetap merupakan kekayaan pemerintah daerah yang akan memiliki umur
ekonomis jangka panjang dengan asumsi akan memberikan pendapatan di masa yang
akan datang.
pada pertumbuhan ekonomi, di sisi lain belanja langsung pada bidang pelayanan
3
Berdasarkan table 1.1 dapat dilihat bahwa rata-rata perkembangan belanja
tidak langsung dengan rata-rata perkembangan belanja langsung sebesar 10,86 persen.
langsung dapat dikatakan bahwa rata-rata realisasi belanja tidak langsung lebih besar
dari rata-rata realisasi belanja langsung dengan rata-rata realisasi belanja langsung
hanya sebesar Rp. 374.574 juta pertahunnya. Seharusnya belanja langsung diduga
menjadi faktor tingginya laju pertumbuhan ekonomi Kota Jambi. Akan tetapi jika
dilihat perkembangan dari tahun ke tahun belanja langsung tidak seiring dengan
Sumber dana bagi daerah terdiri dari PAD, Dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK)
dan Pinjaman Daerah. Tiga sumber tersebut langsung dikelola oleh Pemerintah Daerah
pendapatan dan belanja daerah. Pendapatan daerah kota jambi selama tahun 2014-2018
mampu mengalami peningkatan terus menerus, pada tahun 2014 pendapatan daerah
Kota jambi sebesar Rp 1.316.877 juta dan pada tahun 2018 mengalami peningkatan
4
peningkatan beberapa komponen pendapatan daerah, diantaranya PAD, DAK dan
DBH. PAD pada tahun 2018 sebesar Rp 338.891 juta dengan kontribusi terhadap
pendapatan daerah hanya sebesar 20,86 persen, kemudian dana perimbangan berbentuk
DAK sebesar Rp 66.775 juta dengan kontribusi terhadap pendapatan daerah sebesar
4,11 persen dan dana transfer pemerintah berupa dana bagi hasil (DBH) sebesar Rp
212.487 juta dengan kontribusi sebesar 13,07 persen. Ketiga anggaran ini tidak cukup
infrastruktur. Seharusnya jika realisasi PAD dapat ditingkatkan lagi dengan menggali
potensi penerimaan pajak dan retribusi dan memanfaatkan dana DAK dan DBH yang
ditransfer dari pusat untuk dialokasikan ke belanja langsung maka dapat meningkatkan
pengeluaran ini mempunyai efek relatif besar terhadap perekonomian. Bertitik tolak
pada fungsi utama anggaran pemerintah yakni fungsi alokasi, fungsi distribusi dan
realisasi belanja langsung dilakukan tepat waktu. Perekonomian sebuah wilayah akan
dengan realisasi terlambat maka potensi penggandaan tersebut juga akan tertunda.
5
Sejalan dengan Saragih (2003) yang menyatakan bahwa pemanfaatan belanja
PAD, DAK dan DBH sebagai sumber penerimaan daerah Kota Jambi dan
menjadi sumber anggaran untuk alokasi belanja langsung yang dinilai mempunyai
untuk melihat pengaruh PAD, DAK, dan DBH terhadap alokasi belanja langsung di
Kota Jambi.
belanja langsung sebagai komponen belanja daerah dalam penelitian dengan judul
“Analisis Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil
Berdasarkan fenomena diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah
sebagai berikut :
Jambi?
6
1.3 Tujuan Penelitian
Kota Jambi.
1. Akademis
pengetahuan mengenai keuangan sektor publik dalam hal ini yaitu ilmu
2. Praktisi
7
BAB II
LANDASAN TEORI
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
daerah tersebut dalam rangka Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah. (APBD)
Mamesa dalam Halim (2007), keuangan daerah adalah semua hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, juga segala satuan, baik berupa uang
dimiliki/dikuasai oleh Negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain
1. Hak daerah
2. Kewajiban Daerah
melekat dengan pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yaitu
suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan. Selain
itu, APBD merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan
8
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan
bertanggung jawab.
daerah merupakan masalah yang kompleks, berkisar pada penerimaan dan pengeluaran
sumber penerimaan daerah yang pokok bagi daerah Indonesia terletak pada bidang
perpajakan, termasuk iuran pembangunan daerah dan retribusi daerah. Jadi, pajak dan
retribusi daerah merupakan sumber biaya yang sangat menentukan dalam usaha
Keuangan Daerah Pasal 20, Pendapatan adalah semua penerimaan rekening kas umum
negara/daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh
daerah.
daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
9
dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Seluruh
pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD dianggarkan secara bruto, yang
mempunyai makna bahwa jumlah pendapatan yang dianggarkan tidak boleh dikurangi
dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi
hasil.
desentralisasi, daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi (tax
assignment) serta bantuan keuangan (grant transfer). Pendapatan daerah terdiri atas
pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dalam hal ini daerah tidak bisa hanya menggantungkan dana perimbangan dari pusat,
sehingga daerah harus dapat menggali potensi daerahnya untuk dapat digunakan
era otonomi daerah demi meningkatkan pendapatannya. Dengan adanya PAD, maka
10
dapat dijadikan indikator penting untuk menilai tingkat kemandirian Pemerintah
Pajak daerah merupakan salah satu elemen PAD yang memberikan kontribusi
yang besar terhadap penerimaan PAD. Pajak daerah menurut UU No.34 Tahun 2000
adalah: “iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa
pajak didasarkan atas sifat atau ciri tertentu pada setiap pajak, sehingga dapat
Pengelompokkan pajak didasarkan atas sifat atau ciri tertentu pada setiap pajak,
tingkat propinsi dan pajak daerah tingkat Kabupaten/Kota. Penggolongan pajak diatur
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Pasal 2 ayat 1 dan 2) serta Peraturan
11
Pemerintah No.65 Tahun 2001 tentang obyek, subyek, dasar pengenaan pajak dan
ketentuan tarif dari pajak daerah yang berlaku, baik sebelum maupun sesudah
Permukaan.
2. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota), terdiri dari: pajak hotel, pajak restoran,
pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan
Sumber PAD juga meliputi retribusi atau perizinan yang diperbolehkan dalam
undang-undang. Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang
dipungut sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan yang diberikan
Tahun 2000 tentang pajak dan retribusi daerah, yang dimaksud retribusi adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus
Jadi retribusi lebih menyerupai harga dalam proses jual beli secara bebas. Akan tetapi
retribusi bukan merupakan seluruh harga barang atau jasa yang dinikmati oleh
pembayar retribusi sebagai pajak yang bersifat khusus. Retribusi juga harus
12
berdasarkan peraturan daerah yang harus disetorkan pada kas negara atau daerah.
dari daerah atau tidak. Bila ia mempergunakan maka harus membayar retribusi
Sumber penerimaan retribusi daerah kabupaten atau kota terdiri dari: retribusi
penggantian cetak kartu penduduk dan akte sipil, retribusi pelayanan pemakaman dan
pengabuan mayat, retribusi parkir ditepi jalan umum, retribusi pemakaian kekayaan
daerah, retribusi terminal, retribusi pasar, retribusi rumah potong hewan, retribusi
tempat rekreasi, retribusi penjualan produksi usaha daerah, retribusi izin mendirikan
Kekayaan daerah yang dipisahkan adalah suatu badan usaha yang dibentuk oleh
penghasilan daerah. Sumber penerimaan ini berasal dari hasil perusahaan milik daerah
dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatannya
meliputi bagian laba perusahaan milik daerah, bagian laba lembaga keuangan bank,
bagian laba lembaga keuangan non bank dan bagian laba atas penyertaan modal atau
investasi. Bagian laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) merupakan penerimaan
yang berupa bagian laba BUMD, yang terdiri dari laba Bank Pembangunan Daerah dan
bagian laba BUMD lainnya. Posisi Perusahaan Daerah atau BUMD sangat penting dan
strategis sebagai salah satu institusi milik daerah dalam meningkatkan penerimaan
13
PAD. Pemerintah Daerah juga dapat melakukan upaya peningkatan PAD melalui
optimalisasi peran BUMD yang diharapkan dapat berfungsi sebagai pemicu utama.
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari luar pajak dan
retribusi daerah atau lain-lain milik Pemerintah Daerah yang sah dan disediakan untuk
menganggarkan penerimaan daerah. Jenis pendapatan ini meliputi hasil penjualan aset
tetap daerah yang tidak dipisahkan, penerimaan jasa giro, penerimaan bunga deposito,
denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, dan penerimaan ganti rugi atas kerugian
atau kehilangan kekayaan daerah, serta keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap
Pengertian DAK menurut PP 55/2005, Pasal 1 adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional. Menurut Sidik et.al. (2004) DAK merupakan transfer dana
yang bersifat spesifik, yaitu untuk tujuan-tujuan tertentu yang sudah digariskan
(specific grant).
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pasal 38 bahwa besaran DAK ditetapkan
setiap tahun dalam APBN. Pada Pasal 39, DAK dialokasikan kepada daerah tertentu
14
perimbangan untuk DAK agar dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai
kebutuhan fisik, sarana dan prasarana dasar yang menjadi urusan daerah antara lain
program kegiatan pendidikan dan kesehatan dan lain-lain sesuai dengan petunjuk
teknis yang ditetapkan oleh menteri teknis terkait sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2004), DAK ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus.
merupakan wewenang pusat untuk tujuan nasional khusus. Kebutuhan khusus dalam
DAK meliputi:
memadai.
kurangnya 10% (sepuluh persen) dari alokasi DAK yang dianggarkan dalam APBD.
15
Namun daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan
dana pendamping.
Penghasilan (PPh) pasal 21 dan pasal 25/29 orang pribadi, Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), serta Bagian Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sementara
itu, sumber-sumber penerimaan SDA yang dibagihasilkan adalah minyak bumi, gas
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 115 Tahun 2000, bagian daerah dari
PPh, baik PPh pasal 21 maupun PPh pasal 25/29 orang pribadi, ditetapkan masing-
masing sebesar 20 persen dari penerimaannya. Dua puluh persen bagian daerah
tersebut terdiri dari 8 persen bagian Propinsi dan 12 persen bagian Kabupaten/Kota.
faktor-faktor seperti jumlah penduduk, luas wilayah, serta faktor lainnya yang relevan
bagian daerah dari PBB ditetapkan 90 persen, sedangkan sisanya sebesar 10 persen
yang merupakan bagian pemerintah pusat, juga seluruhnya sudah dikembalikan kepada
daerah. Dari bagian daerah sebesar 90 persen tersebut, 10 persennya merupakan upah
pungut, yang sebagian merupakan bagian pemerintah pusat. Sementara itu, bagian
16
sebesar 80 persen, sedangkan sisanya 20 persen merupakan bagian pemerintah pusat.
Dalam UU tersebut juga diatur mengenai besarnya bagian daerah dari penerimaan SDA
minyak bumi dan gas alam (migas), yang masing-masing ditetapkan 15 persen dan 30
Belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan
melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. Belanja barang dan jasa
kurang dari 12 (dua belas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan
pemakaian jasa mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor,
perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan
atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas,
manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan,
seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi
17
dan jaringan, dan asset tetap lainnya. Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan
aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga
beli/bangun aset.
pembangunan, yang terdiri dari 21 sektor. Sedangkan sejak periode tahun 2004-2006
belanja pembangunan terdiri dari tiga komponen belanja, yaitu belanja administrasi
umum, belanja operasi dan pemeliharaan serta belanja modal yang digunakan untuk
membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya secara langsung dinikmati
oleh masyarakat. Ketiga komponen belanja ini di kategorikan sebagai belanja publik.
Namun kini sejak periode tahun 2007 dalam struktur APBD hanya terdiri dari
3 komponen belanja, yaitu belanja langsung, belanja tidak langsung dan pembiayaan
daerah. Belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, barang dan jasa serta belanja
modal. Sedangkan belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga,
subsidi, hibah, bantuan sosial, bagi hasil, bantuan keuangan dan pengeluaran tidak
diupayakan untuk dapat dikelola secara optimal agar secara terkait satu sama lain dapat
18
seluruh sumber daya diharapkan kendala keterbatasan sumber daya dapat diatasi.
kepentingan sektoral dan daerah dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran
salahsatunya adalah belanja modal. Dengan demikian belanja modal merupakan faktor
yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya”. Dalam PSAP No.2
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010, dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan belanja modal adalah “Pengeluaran anggaran untuk memperoleh aset
tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi”.
bahwa yang dimaksud dengan belanja modal adalah pengeluaran pemerintah yang
19
ditujukan untuk kelancaran pembangunan di daerah yang manfaatnya melebihi satu
tahun anggaran dan akan menambah kekayaan daerah serta selanjutnya akan
oleh daerah. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana
dalam bentuk belanja modal dalam APBD. Alokasi belanjamodal ini didasarkan pada
kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baikuntuk kelancaran pelaksanaan tugas
pengadaan aset tetap oleh pemerintahan daerah, sesuai dengan prioritas anggaran dan
Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010 terbagai ke dalam enam pos, yaitu :
4. Belanja Tanah
5. Belanja Mesin
20
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perkembangan PAD, DAK, DBH dan Belanja Langsung di Kota Jambi
Pendapatan asli daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor
pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Selanjutnya untuk kondisi PAD di Kota Jambi dapat kita lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.1 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Jambi Tahun
2001-2018
Pendapatan Asli Daerah Perkembangan
Tahun
(Rp. Juta) (%)
2001 22.037 -
2002 27.353 24,12
2003 23.436 -14,32
2004 32.133 37,11
2005 35.947 11,87
2006 43.323 20,52
2007 45.524 5,08
2008 54.086 18,81
2009 55.671 2,93
2010 70.842 27,25
2011 99.000 39,75
2012 113.090 14,23
2013 149.042 31,79
2014 246.428 65,34
2015 264.068 7,16
2016 287.525 8,88
2017 397.327 38,19
2018 338.891 -14,71
Rata-Rata 128.096 19,06
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2001-2018
21
Berdasarkan pada tabel 3.1 perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
Kota Jambi selama tahun 2001 sampai tahun 2018 mengalami fluktuatif. Rata-rata
tertinggi PAD di Kota Jambi tercatat pada tahun 2014 dengan perkembangan sebesar
kebijakan dari Walikota Jambi untuk menggali potensi pajak dan retribusi daerah
secara intensif sehingga pada tahun tersebut ditemukan potensi pajak dan retribusi
daerah yang besar. Sedangkan perkembangan PAD terendah tercatat pada tahun 2009
yaitu sebesar 2,93 persen. Rendahnya perkembangan PAD pada tahun tersebut
Selanjutnya PAD juga pernah mengalami penurunan yang terjadi pada tahun
2003 sebesar -14,32 persen dan tahun 2018 sebesar 14,71 persen. Penurunan terjadi
disebabkan rendahnya kesadaran bagi wajib pajak untuk membayar pajak dengan tepat
waktu. Seharusnya wajib pajak harus membayar pajak secara tepat waktu karena
apabila wajib pajak tidak tepat waktu membayar pajak maka penerimaan pajak tidak
mencapai target dan pemerintah Kota Jambi akan sulit untuk memenuhi kebutuhan
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
22
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas
kondisi DAK di Kota Jambi dapat kita lihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.2 Perkembangan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Kota Jambi Tahun
2001-2018
Dana Alokasi Khusus Perkembangan
Tahun
(Rp. Juta) (%)
2001 3.348 -
2002 4.126 23,24
2003 4.787 16,02
2004 6.680 39,54
2005 8.147 21,96
2006 18.300 124,62
2007 29.367 60,48
2008 36.136 23,05
2009 36.436 0,83
2010 33.236 -8,78
2011 34.673 4,32
2012 40.010 15,39
2013 48.535 21,31
2014 50.248 3,53
2015 54.922 9,30
2016 58.873 7,19
2017 62.824 6,71
2018 66.775 6,29
Rata-Rata 33.190 22,06
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2001-2018
Dapat kita lihat pada tabel 3.2 perkembangan Dana Alokasi Khusus (DAK) di
Kota Jambi selama tahun 2001 sampai tahun 2018 mengalami fluktuatif. Rata-rata
tertinggi DAK di Kota Jambi tercatat pada tahun 2006 dengan perkembangan sebesar
23
124,62 persen. Tinggi perkembangan DAK di Kota Jambi tahun 2006 dikarenakan
adanya program khusus yang menjadi prioritas nasional dan membutuhkan anggaran
yang sangat besar. Sedangkan penurunan DAK tercatat pada tahun 2010, yaitu turun
sebesar -8,78 persen. Penurunan terjadi dikarenakan program kegiatan khusus yang
dilaksanakan di Kota Jambi pada tahun 2010 tidak banyak membutuhkan anggaran dan
nilai anggarannya lebih kecil dari tahun sebelumnya. Penggunaan dana perimbangan
untuk DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan fisik,
sarana dan prasarana dasar yang menjadi urusan daerah antara lain program kegiatan
pendidikan dan kesehatan dan lain-lain, sehingga semakin besar DAK yang diterima
dari pusat maka semakin besar anggaran belanja yang dipergunakan untuk menunjang
yang dibagihasilkan meliputi Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 dan pasal 25/29 orang
pribadi, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Bagian Perolehan Hak atas Tanah dan
dibagihasilkan adalah minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan, dan
Jambi selama tahun 2001 sampai tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
24
Tabel 3.3 Perkembangan Dana Bagi Hasil (DBH) di Kota Jambi Tahun 2001-2018
Dana Bagi Hasil Perkembangan
Tahun
(Rp. Juta) (%)
2001 27.366 -
2002 31.263 14,24
2003 35.467 13,45
2004 49.758 40,29
2005 62.837 26,29
2006 84.980 35,24
2007 90.489 6,48
2008 96.775 6,95
2009 94.128 -2,74
2010 114.162 21,28
2011 147.594 29,28
2012 158.089 7,11
2013 156.768 -0,84
2014 163.324 4,18
2015 180.237 10,36
2016 190.987 5,96
2017 201.737 5,63
2018 212.487 5,33
Rata-Rata 116.580 13,44
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2001-2018
Dapat kita lihat pada tabel 3.3 perkembangan Dana Bagi Hasil (DBH) di Kota
Jambi selama tahun 2001 sampai tahun 2018 mengalami fluktuatif. Rata-rata
tertinggi DBH di Kota Jambi tercatat pada tahun 2004 dengan perkembangan sebesar
40,29 persen. Tingginya perkembangan DBH pada tahun 2004 disebabkan besarnya
penerimaan yang diterima oleh pemerintah pusat dari hasil Pajak Penghasilan (PPh)
pasal 21 dan pasal 25/29 orang pribadi, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Bagian
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari Kota Jambi, sehingga
25
pembagian hasil dari penerimaan juga meningkat besar. Sedangkan penurunan DBH
tertinggi tercatat pada tahun 2009, yaitu turun sebesar -2,74 persen. Penuraunan yang
terjadi pada tahun 2009 disebabkan pengalihan kewenangan pemerintah pusat dalam
yang diatur oleh undang-undang. Untuk periode tahun 2000-2003 belanja langsung
sejak periode tahun 2004-2006 belanja pembangunan terdiri dari tiga komponen
belanja, yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan serta
belanja modal yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan
dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat. Ketiga komponen belanja ini
gambaran perkembangan belanja langsung daerah Kota Jambi sebagai acuan untuk
26
Tabel 3.4 Perkembangan Belanja Langsung di Kota Jambi Tahun 2001-2018
Belanja Langsung Perkembangan
Tahun
(Rp. Juta) (%)
2001 42.808 -
2002 48.734 13,84
2003 55.930 14,77
2004 61.786 10,47
2005 63.288 2,43
2006 102.354 61,73
2007 130.711 27,70
2008 159.068 21,69
2009 187.425 17,83
2010 215.782 15,13
2011 224.139 3,87
2012 248.437 10,84
2013 272.722 9,78
2014 296.097 8,57
2015 343.909 16,15
2016 367.739 6,93
2017 419.316 14,03
2018 445.809 6,32
Rata-Rata 204.781 15,42
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2001-2018
fluktuatif setiap tahunnya. Jika dihitung rata-rata dalam 18 tahun terakhir maka
perkembangan belanja langsung pada tahun 2006 dikarenakan adanya program khusus
27
sangat besar dari DAK pemerintah pusat. Sedangkan perkembangan paling rendah
adalah pada tahun 2005 yaitu hanya 2,43 persen. Rendahnya perkembangan tersebut
bahwa, semakin besar alokasi belanja pemerintah daerah dalam belanja pembangunan
di daerahnya.
Pengaruh PAD, DAK, dan DBH terhadap belanja langsung memiliki hasil yang
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Budhi (2015)
dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh PAD dan Dana Bagi Hasil terhadap
Bali. Periode pengamatan yaitu 7 tahun, terdiri dari tahun 2007-2013. Hasil yang
berkaitan dengan penulisan ini yaitu diperoleh hasil yang menunjukkan PAD
berpengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung dan Dana Bagi Hasil yang terdiri
dari DAU, DAK dan DBH tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung.
28
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa PAD berpengaruh signifikan terhadap
belanja langsung.
Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dan Dana Alokasi Khusus (DAK)
Terhadap Pengalokasian Belanja Modal (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Se-
Malang Raya). Berdasarkan hasil pengujian diperoleh hasil bahwa secara parsial
hanya PAD yang berpengaruh terhadap Belanja Modal sedangkan DAU dan DAK
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh PAD, DAU, dan DAK terhadap Belanja
Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap
memiliki pengaruh terhadap belanja daerah. Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh
terhadap belanja daerah, dan dana bagi hasil juga mempengaruhi belanja daerah,
sedangkan dana alokasi khusus tidak berpengaruh pada belanja daerah. Secara
bersama-sama Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus
dan Dana Bagi Hasil mempengaruhi belanja daerah di Kabupaten / Kota Provinsi
Kalimantan Timur. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa R-square adalah 0,892
29
atau 89,2% berarti bahwa belanja daerah dapat dipengaruhi oleh variabel pendapatan
daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan dana bagi hasil, sedangkan
sisanya 10,8% dipengaruhi oleh factor lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa PAD, DAK dan DBH berpengaruh
langsung.
Dau Dan Dak Terhadap Belanja Modal Dan Belanja Barang Dan Jasa Kota Dan
menunjukkan bahwa PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.
30
BAB IV
4.1 Kesimpulan
berikut ::
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang didapat, maka saran yang
dapat diberikan oleh peneliti pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
PAD dan DAK. Kedua variabel tersebut menjadi penerimaan daerah yang dapat
31
mengoptimalkan potensi pajak dan retribusi daerah. Sedangkan cara untuk
2. Disarankan pada pemerintah daerah agar DBH yang diperoleh dari pusat
pusat ke daerah, di mana dana perimbangan (DBH) yang diterima pusat lebih
besar daripada daerah sehingga, DBH yang dialokasikan dari pusat ke daerah
3. Belanja langsung yang baik adalah belanja langsung yang dialokasikan tepat
32
DAFTAR PUSTAKA
Dewi dan Budhi. 2015. Pengaruh PAD dan Dana Bagi Hasil terhadap Pertumbuhan
Ekonomi melalui belanja langsung di Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi
Pembangunan Universitas Udayana Vol. 4, No. 11 November 2015
Ernayani, (2017). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana
Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus pada
14 Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur Periode 2009-2013). Jurnal
Sosial Humaniora Dan Pendidikan VOL. 1 NO.1
Halim, Abdul &Syukriy Abdullah. (2004). Pengaruh Dana Alokasi Umum dan
Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Pemda: Studi Kasus Kabupaten dan
Kota di Jawa dan Bali. Jurnal Ekonomi STEI No.2/Tahun XIII/25.
Hartanto, 2013. Analisis Pengaruh Pad, Dau Dan Dak Terhadap Belanja Modal Dan
Belanja Barang Dan Jasa Kota Dan Kabupaten Di Provinsi Jawa Timur Tahun
2006-2012. Modernisasi, Volume 9, Nomor 2, Juni 2013
33