Disusun oleh :
Luthfiana Ekwina Safira (P07120217025)
Milenia Ramadhani (P07120217026)
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kejang demam merupakankelainan neurologis yang paling sering terjadi pada anak, 1
dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini dikarenakan, anak yang masih
berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap berbagai penyakit disebabkan sistem kekebalan
tubuh belum terbangun secara sempurna (Harjaningrum, 2011).
Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidaklah sama,
tergantung nilai ambang kejang masing-masing. Oleh karena itu, setiap serangan kejang harus
mendapat penanganan yang cepat dan tepat, apalagi kejang yang berlangsung lama dan
berulang.Sebab, keterlambatan dan kesalahan prosedur bisa mengakibatkan gejala sisa pada
anak, bahkan bisa menyebabkan kematian (Fida&Maya, 2012).
Kejang yang berlangsung lama biasanya disertai apneu (henti nafas) yang dapat
mengakibatkan terjadinya hipoksia (berkurangnya kadar oksigen jaringan) sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak. Apabila anak sering kejang, akan semakin banyak sel otak yang rusak dan
mempunyai risiko menyebabkan keterlambatan perkembangan, retardasi mental, kelumpuhan
dan juga 2-10% dapat berkembang menjadi epilepsi (Mohammadi, 2010).
WHO memperkirakan pada tahun 2009 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita kejang
demam dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal. Selain itu di Kuwait dari 400 anak
berusia 1 bulan-13 tahun dengan riwayat kejang, yang mengalami kejang demam sekitar 77%
(WHO, 2005). Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan mencapai 4-5% dari jumlah
penduduk di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat.Namun di Asia angka
kejadian kejang demam lebih tinggi, seperti di Jepang dilaporkan antara 6-9% kejadian kejang
demam, 5-10% di India, dan 14% di Guam (Hernal, 2010).
Angka kejadian kejang demam di Indonesia sendiri mencapai 2-4% tahun 2009 dengan
80% disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan. Angka kejadian di wilayah Jawa Tengah
sekitar2-5% pada anakusia 6 bulan-5 tahun disetiap tahunnya. 25-50% kejang demam akan
mengalami bangkitan kejang demam berulang (Gunawan, 2009).
Kejang pada anak dapat mengganggu kehidupan keluarga dan kehidupan sosial orang
tua khususnya ibu, karena ibu dibuat stress dan rasa cemas yang luar biasa.Bahkan, ada yang
mengira anaknya bisa meninggal karena kejang. Beberapa ibu panik ketika anak mereka
demam dan melakukan kesalahan dalam mengatasi demam dan komplikasinya.Kesalahan yang
dilakukan ibu salah satunya disebabkan karena kurang pengetahuan dalam menangani.
Memberikan informasi kepada ibu tentang hubungan demam dan kejang itu sendiri merupakan
hal yang penting untuk menghilangkan stress dan cemas mereka (Hazaveh, 2011).
Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan ibu dalam mengatasi demam pada anak
sebelum terjadi kejang dan selanjutnya membawa ke rumah sakit.Mengukur suhu dan memberi
obat penurun panas, kompres air hangat (yang suhunya kurang lebihsama dengan suhu badan
anak) dan memberikan cairan yang cukup dapat menurunkan suhu tubuh anak.Ibu harus
menyadari bahwa demam merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kejang,
dikarenakan adanya peningkatan suhu tubuh yang cepat (Raftery, 2009).
Tujuan
Tujuan umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas pada An H dengan
diagnosis keperawatan yang sesuai.
Tujuan khusus
Setelah dilakukan pengkajian terhadap An H diharapkan mahasiswa dapat :
a. Melakukan pengkajian data.
b. Intervensi data dasar.
c. Merencanakan suatu tindakan yang komprehensif.
d. Melakukan asuhan keperawatan sesuai rencana.
e. Mengevaluasi hasil pelaksanaan asuhan keperawatan.
Manfaat
1. Bagi klien
Memberi edukasi pada klien dan masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan
untuk mencegah terjadinya dampak yang lebih parah dari kejang demam
2. Bagi penulis
Mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan apa yang di dapat dalam
perkuliahan.
3. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan kepustakaan tentang asuhan keperawatan pada An H dengan kejang
demam sewaktu
4. Bagi lahan praktek
Memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan untuk mempertahankan dan
menguatkan serta meningkatkan asuhan keperawatan secara profesional agar terhindar
dari komplikasi yang mungkin timbul.
2. ETIOLOGI
Menurut Randle John (2009) kejang demam dapat disebabkan oleh:
a. Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis, faringitis, otitis
media, gastroentritis, bronkitis, bronchopneumonia, morbili, varisela,demam
berdarah, dan lain-lain.
b. Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap otak.
c. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
d. Perubahan cairan dan elektrolit.
e. Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:
1) Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60% kasus.
Diturunkan secara dominan, tapi gejala yang muncul tidak lengkap.
2) Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan perinatal
tinggi
3) Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga tinggi, tapi
kelainan neurologis berat biasanya jarang terjadi.
Penyebab kejang demam belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak, tingginya
suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus serangan kejang
demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38°C dan terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan
pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama. (Dona L.Wong, 2009).
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak kogenital, faktor
genetik, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabolisme,
trauma, neuplasma toksin, sirkulasi, dan penyakit degeneratif sususnan syaraf. Kejang
disebut ideopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.(Cecily L. Betz dan A.sowden,
2012)
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain; infeksi yang mengenai
jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis, media akut, bronkitis. (Riyadi dan sujono,
2009).
3. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh
:
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15
%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat.
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Suhu anak tinggi.
b. Anak pucat / diam saja
c. Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.
d. Umumnya kejang demam berlangsung singkat.
e. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau kekakuan
fokal.
f. Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri )
g. Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit
h. Seringkali kejang berhenti sendiri.(Arif Mansjoer. 2010)
5. KOMPLIKASI
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kejang demam
adalah meliputi:
a. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi
atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG
tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan
laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi.
b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi
pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur
kurang dari 18 bulan.
c. Darah
− Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
− BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
− Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
8. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
9. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
10. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
− Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi
tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
− Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana
turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah
pembesaran lien dan hepar ?
− Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
− Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
− Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi ?
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menumpuknya sekret pada jalan
nafas.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem
termoregulasi).
3. Risiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan adanya peningkatan suhu
tubuh.
4. Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan dengan
kurangnya informasi.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DX
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
DX
1. Jalan nafas Jalan nafas bersih 1. Letak posisi klien 1. Dengan posisi
tidak efektif dalam waktu 3 X 24 dengan posisi kepala ekstensi diharapkan
berhubungan menit. ekstensi. dapat mencegah
dengan 1. Jalan nafas bersih 2. Observasi gejala terjadinya lidah jatuh
menumpukny 2. Penderita tidak kardinal terutama kebelakang dan jalan
a sekret pada sesak pernapasan selama nafas longgar.
jalan nafas. 3. Sekret tidak ada penderita kejang. 2. Dengan observasi
4. Respirasi normal 3. Berikan penjelasan diharapkan dapat
20 – 26 X / menit pada klien dan mengetahui keadaan
keluarganya. sedini mungkin.
3. Menambah wawasan
keluarga
2. Hipertermi Rasa nyaman 1. Berikan cairan 1. Diharapkan cairan
berhubungan terpenuhi. elektrolit sesuai dengan tubuh terpenuhi
dengan 1. Cairan tubuh tetap kebutuhan. 2. Dapat menambah
proses seimbang antara 2. Beri minum yang cairan yang hilang
penyakit intake dan output. banyak. akibat suhu badan
(tergangguny 2. Membran mukosa 3. Kolaborasi dengan tim yang tinggi.
a sistem basah. medis (dokter) dalam 3. Diharapkan dapat
termogulasi) 3. Turgor kulit baik. pemberian cairan infus. memenuhi kebutuhan
4. Klien tidak merasa cairan dan elektrolit.
haus.
5. Tanda-tanda vital
normal.
3. Risiko Tidak terjadi kejang 1. Berikan kompres basah 1. Dengan kompres
terjadinya berulang pada daerah axilla dan basah pada daerah
kejang 1. Tidak kejang lipatan paha axilla dan lipatan paha
berulang 2. Suhu tubuh normal 2. Berikan baju tipis dapat menurunkan
berhubungan 3. Tanda-tanda vital 3. Berikan penjelasan suhu tubuh, karena
dengan kembali normal kepada klien dan daerah tersebut
adanya keluarga terdapat pembuluh
peningkatan 4. Kolaborasi dengan tim darah besar sehingga
suhu tubuh. medis (dokter) dalam mempercepat
pemberian obat penguapan.
antipiretik 2. Dengan Baju tipis
diharapkan akan
mengetahui
perubahan dan
perkembangan sedini
mungkin.
3. Dengan diberikan
penjelasan diharapkan
akan menambah
pengetahuan klien
tentang penyakit.
4. Dengan obat anti
piretik diharapkan
dapat menurunkan
panas
4. Risiko cedera Risiko cedera dapat 1. Sediakan lingkungan 1. Mencegah cederan
berhubungan terkontrol yang aman pasien
dengan 1. Pasien terbebas 2. Identifikasi kebutuhan 2. Kebutuhan keamanan
adanya dari cedera keamanan pasien pasien bergunan
kejang 2. Keluarga pasien sesuai kondisi fisik untuk mencegah
mampu 3. Menghindarkan cedera pasien
menjelaskan lingkungan yang 3. Mengurangi risiko
cara/metode untuk berbahaya cedera
mencegah cedera 4. Memasang side rail
tempat tidur 4. Perlindungan kepada
5. Membatasi pengunjung pasien supaya tidak
jatuh dari tempat tidur
5. Mengurangi
kegelisahan pasien
karena banyaknya
pengunjung
5. Kurangnya Keluarga mengerti 1. Informasi keluarga 1. Diharapkan keluarga
pengetahuan maksud dan tujuan tentang kejadian kejang mengetahui cara
keluarga dilakukan tindakan dan dampak masalah, perawatan dan
tentang perawatan selama serta beritahukan cara pengobatan yang
penanganan kejang. perawatan dan benar.
penderita 1. Keluarga mengerti pengobatan yang benar. 2. Diharapkan keluarga
selama cara penanganan 2. Informasikan juga mengerti akibat dari
kejang kejang. tentang bahaya yang pertolongan yang
berhubungan 2. Keluarga tanggap dapat terjadi akibat salah.
dengan dan dapat pertolongan yang salah. 3. Diharapkan keluarga
kurangnya melaksanakan 3. Ajarkan kepada mengerti bahaya dari
informasi. peawatan kejang. keluarga untuk kejang.
3. Keluarga mengerti memantau 4. Dengan mengkaji
penyebab tanda perkembangan yang pada keluarga
yang dapat terjadi akibat kejang. diharapkan mampu
menimbulkan 4. Kaji kemampuan menangani gejala-
kejang. keluarga terhadap gejala yang
penanganan kejang. menyebabkan kejang.
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien
5. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2012). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Sacharin Rosa M. (2009). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC.
Arjatmo T.(2011). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya baru
Perry, Potter. (2015). Buku Saku Keterampilan Dan Prosedur Dasar, Edisi 5. Jakarta : EGC.\
Harjaningrum, A. (2011). Smart Patient : Mengupas Rahasia Menjadi Pasien Cerdas, Jakarta : PT.
Fida & Maya. (2012). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: D-Medika
Gunawan,W., Karo, Komang., Soetjiningsih (2009), Knowledge, Attitude, and Practice of Parents with
Raftery, S. (2009). Child Health : Fever Pitch , Helping parents to understand their child’s convlusion
Lumbantobing (2009). Kejang Demam (Febrile Convulsions). Jakarta :Balai Penerbit FKUI